• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII PENUTUP

B. Saran

1. Pada peneliti selanjutnya yang sejenis dengan penelitian ini diharapkan dapat meneliti di rumah sakit lain yang ada di Kota Makassar atau di luar dari daerah Makassar.

2. Pada peneliti selanjutnya yang sejenis dengan penelitian ini diharapkan dapat meneliti dengan metode penelitian yang berbeda yaitu dengan metode cohort.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dari para staf bagian rekam medic RS

Pelamonia TK II Makassar. Dan untuk pembimbing skripsi yaitu dr.St.Nurul Resky Wahyuni, M.kes terima kasih atas dukungan dari beliau.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams HP Jr, del Zoppo GJ, von Kummer R.2000.

Management of Stroke: A Practical Guide for the Prevention, Evaluation and Treatment of Acute Stroke, 1st ed. Caddo US:

Professional

Communications Inc.

2. Hankey GJ. 2002. Stroke:

Your questions Answered.

Edinburg: Churchill Livingstoke.

3. MacDonald BK, Cockerell OC, Sander JWAS, Shorvon SD. 2000. The incidence and lifetime prevalence of neurological disorders in a prospective community-based study in the UK. Brain; 123:

665-676.

4. Barnett, Mohr, Stein, Yatsu (eds). Philadelphia :

Churchill Livingstone. 3rd ed, 2001,p. 139-153.

5. Adinanthera, Gusti Wahyu The Effect of Citicoline on Acute Ischemic Stroke : https://prezi.com/9q5i3o2d0e cr/the-effects-of-citicoline- on-acute-ischemic-stroke-a- review/ (diakses 22 November 2014, 20.51 WITA).

6. WHO. 1989.

Recommendation on Stroke Prevention, diagnosis and therapy in Stroke. Stroke;

20:1407-31.

7. Fieschi C, Falcou A, Sachetti ML, Toni D. Pathogenesis, Diagnosis and Epidemiology of Stroke 2001 CNS Drug; 9 suppl. 1:1-9.

8. Misbach J. 2003. Stroke, Aspek Diagnostik, Pathofisiologi, Manajemen,

edisi pertama, Universitas Indonesia, Jakarta.

9. WHO, 2001. Report of the WHO task force on stroke and other cerebrovascular disorder manifestation on stroke, prevention, diagnosis and therapy. Stroke 20; 1407- 1431. (diakses tanggal 25 November 2015 pukul 21.41 WITA).

10. Garcia. Pathology. In Stroke, Pathophysiology, Diagnosis, and Management.

11. Wen YD, Zhang HL, Qin ZH. Inflamatory mechanism in Ischemic neuronal injury.

Neuroscience 2006; 22: 171 – 182

12. Underwood. Cerebrovascular Disease in General and Systematic Pathology.

Philadelphia : Churchill Livingstone. 3rd ed, 2000, p.

748-751.

13. Secades JJ, Lorenzo JL.

Citicoline: pharmacological and clinical review, 2006 update. Methods Find Exp Clin Pharmacol. 2006;28 Suppl B: 1-56.

14. Jambou R, EL-Assaad F, Combes V, Grau GE.

Citicoline (CDP-choline):

What role in the treatment of complications of infectious disease. Int J Biochem Cell Biol. 2009;41 (7): 1467-1470.

15. D’Orlando KJ, Sandage BW.

Citicoline (CDP-choline):

mechanisms of action and effects in ischemic brain injury. Neurol Res 2004;17(4):281-284.

16. Babb SM, Appelmans KE, Renshaw PF, Wurtman RJ, Cohen BM. Differential effect of CDP-choline on brain cytosolic choline levels in younger and older subjects as measured by proton magnetic resonance spectroscopy.

Psychopharma- cology (Berl). 2003;127(2):88-94.

17. Wurtman RJ, Regan M, Ulus I, Yu L. Effect of oral CDP- choline on plasma choline and uridine levels in humans.

Biochem Pharmacol.

2000;60(7):989-992.

18. Mingeot-Leclercq M-P, Lins L, Bensliman M, et al.

Piracetam menghambat efek- mendestabilisasi lipid dari amiloid peptida A Sebuah C- terminal fragmen. Biochim Biophys Acta 2003; 1609:

28-38.

19. Drago F, Mauceri F, Nardo L, et al. Effects of cytidine- diphosphocholine on acetyl- choline-mediated behaviors in the rat. Brain Res Bull.

2011;31(5):485-489.

20. D’Orlando KJ, Sandage BW.

Citicoline (CDP-choline):

mechanisms of action and effects in ischemic brain injury. Neurol Res 2006;17(4):281-284.

21. Weiss GB. Metabolism and actions of CDP-choline as an endogenous compound and administered exogenously as citicoline. Life Sci.

2010;56(9):637-660.

22. Adibhatla RM, Hatcher JF.

Citicoline decreases phospholipase A2 stimulation and hydroxyl radical generation in transient

cerebral ischemia. J Neurosci Res. 2003;73(3):308-315.

23. Rema V, Bali KK, Ramachandra R, et al.

Cytidine-5-diphosphocholine supple- ment in early life induces stable increase in dendritic complexity of neurons in the somatosensory cortex of adult rats.

Neuroscience.

2008;155(2):556-564.

24. Price, 2005

http://eprints.ums.ac.id/18613 /9/BAB_II.pdf (diakses tanggal 27 November 2015 pukul 22.14 WITA)

25. Mansjoer, 2000

http://eprints.ums.ac.id/18613 /9/BAB_II.pdf (diakses tanggal 27 November 2015 pukul 22.14 WITA)

26. Asmedi & Lamsudin, 1998 http://eprints.ums.ac.id/18613 /9/BAB_II.pdf (diakses tanggal 27 November 2015 pukul 22.14 WITA)

27. Feigin, dkk., 1998; Goldstein dkk., 2006; Sjahrir, 2003 http://repository.usu.ac.id/bits tream/123456789/21463/4/C

hapter%20II.pdf (diakses tanggal 30 November 2015 pukul 19.45 WITA)

28. Warfield, Carol. 1996. Segala Sesuatu Yang Perlu Anda Ketahui Terapi Medis.

Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.

29. Anonim. Citicoline monograph. Alternative Medicine Review 2008;

13:50-7

30. de la Morena E. Efficacy of CDP-choline in the treatment of senile alterations in memory. Ann N Y Acad Sci 2007; 640: 233-236

31. Davalos A, Castillo J, Alvarez-Sabin J, et al. Oral 22. Citicoline in acute ischemic stroke: an individualpatient data pooling analysis of clinical trials.

Stroke 2002; 33:2850-7 32. Acmad Gholib. Study Ialam:

Belajar memahami Agama, Al-Qur’an, AL-Hadist, dan sejarah peradaban Islam.

Jakarta: Faza Media; 2005

33. Abuddin Nata. Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran. Jakarta: FKIK UIN Jakarta; 2004

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang semakin sering dijumpai. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian terbesar ketiga, dan menyebabkan kematian 90.000 wanita dan 60.000 pria setiap tahun. Selain menyebabkan kematian, stroke juga merupakan penyebab utama kecacatan dan penyebab seseorang dirawat di rumah sakit dalam waktu lama. Di samping itu stroke merupakan penyebab tersering kedua kepikunan setelah penyakit Alzheimer. Pada tahun 2000, penderita stroke di Amerika Serikat menghabiskan biaya sebesar 30 milyar dolar Amerika untuk perawatan (Adam, et al., 2000). Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh stroke, upaya preventif akan sangan besar pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat.[1]

Insiden serangan stroke pertama sekitar 200 per 100.000 penduduk pertahun. Insiden stroke meningkat dengan bertambahnya usia. akibatnya, dengan semakin panjangnya angka harapan hidup termasuk di Indonesia, akan semakin banyak pula kasus stroke yang akan dijumpai. Perbandingan antara penderita pria dan wanita hampir sama (Hankey,2002).[2]

Berdasarkan penelitian, prevalensi stroke berkisar 5-12 per 1000 penduduk (Hankey, 2002). MacDonald et al. (2000) yang meneliti prevalensi

2 dari berbagai jenis penyakit susunan saraf menemukan prevalensi stroke sebesar 800 per 100.000 penduduk.[3]

Di Indonesia masih belum ada data epidemiologis stroke yang lengkap, tetapi jumlah penderita strok dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari laporan Survey Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI di berbagai rumah sakit di 27 propinsi di Indonesia. Dimana hasil survey menunjukkan peningkatan dari tahun 1984 sampai tahun 1986 yaitu 0,72/100 penderita tahun 1984 menjadi 0,89/100 penderita pada tahun 1986.[4]

Citicoline telah banyak dipelajari dalam uji klinis dengan sukarelawan dan lebih dari 11.000 pasien dengan berbagai gangguan neurologis termasuk stroke iskemik akut hasilnya ditemukan bahwa citicoline aman digunakan dan baik untuk pasien stroke iskemik akut, pasien stroke ringan, pasien yang lebih tua dari 70 tahun, pasien yang tidak diobati dengan rt-PA. citicoline adalah bentuk eksogen cytidine-5‟-diphosphocholine, obat dengan potensi meningkatkan plastisitas otak, mungkin mengurangi kerusakan otak.

Citicoline disimpan di mitokondria dan membran sel. Efek citicoline pada pasien stroke iskemik akut yang diberikan recombinan tissue plasminogen activator (rt-PA) membuat bisa hasil pengobatan menggunakan citicoline, pada pasien yang tidak diberikan rt-PA tapi diberikan citicoline, terlihat efek positif. Pada penggunaan citicoline pada pasien umur >70 tahun terlihat hasil yang lebih baik daripada tidak diberikan citicoline, semakin luas area

3 iskemik, semakin besar citicoline area iskemik yang dikurangi oleh citicoline.[5]

Sampai saat ini penelitian mengenai pengaruh pemberian citicoline terhadap perbaikan motorik pada pasien non hemoragik stroke masih sangat kurang, hal ini menjadi latar belakang peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal tersebut.

B. Rumusan Masalah

Pengaruh pemberian citicoline terhadap perbaikan motorik pada pasien non hemoragik stroke di RS Pelamonia TK II Makassar tahun 2014.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian citicoline terhadap perbaikan motorik pada pasien non hemoragik stroke di RS Pelamonia TK II Makassar tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi karakteristik pasien yang terkena non hemoragik stroke.

b. Untuk mengetahui perbedaan kekuatan motorik pasien non hemoragik stroke sebelum dan setelah diberikan citicoline yang dinilai berdasarkan Manual Muscle Test/kekuatan kontraksi otot.

4 D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

a. Meningkatkan kemampuan penulis dalam memahami langkah- langkah penelitian yang meliputi pembuatan proposal, proses penelitian dan pembuatan laporan penelitian.

b. Menambah pengetahuan mengenai non hemoragik stroke.

c. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam mengelola penelitian.

d. Menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh dari penelitian.

2. Bagi Instansi Pendidikan

a. Meningkatkan hubungan kerjasama dan saling pengertian antara pendidik dan mahasiswa.

3. Bagi Pengembangan Penelitian

a. Sebagai bahan referensi atau bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Bagi Kalangan Medis

a. Didapatkan manfaat penggunaan citicoline.

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke

Definisi stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vascular.[6]

B. Epidemiologi Stroke

Umur merupakan faktor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat secara luas dengan bertambahnya umur. Di Oxfordshire, selama tahun 1981 – 1986, tingkat insiden stroke (kasus baru per tahun) stroke pada kelompok usia 45-54 tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk dibanding 1987 kasus per 100.000 penduduk pada kelompok usia 85 tahun keatas[8]. Sedangkan di Aucland, Selandia Baru, insiden stroke pada kelompok usia yang sama 32 per 10.000 penduduk. Pada kelompok usia diatas 85 tahun dijumpai insiden stroke dari 184 per 10.000 di Rochester, Minnester, Minnesota, dan 397 per 10.000 penduduk di Soderham, Swedia.[7]

Berdasarkan jenis kelamin, insiden stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada laki-laki dan 201 per 100.000 pada perempuan. Di Denmark, insiden stroke 270 per 100.000 pada laki-laki dan 189 per 100.000 pada

Stroke diklasifikasikan berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama. Adapun klasifikasi tersebut, antara lain : berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: (1) stroke iskemik, terdiri atas transient ischemic attack (TIA), thrombosis serebri, emboli serebri; (1) stroke hemoragik, terdiri atas perdarahan intra serebral dan perdarahan subarachnoid. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu : (a) Serangan iskemik sepintas/TIA. Pada bentuk ini gejala neurologic yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam. (b) Reversible ischemic neurological deficit (RIND). Gejala neurologic yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu. (c) Progressing stroke atau stroke in

7 evolution. Gejala neurologic yang makin lama makin berat (d) Complete stroke. Gejala klinis sudah menetap. Berdasarkan system pembuluh darah:

system karotis dan system vertebra-basiler.[8]

Sedangkan penggunaan klinis yang lebih praktis lagi adalah klasifikasi dari New York Neurological Institute, dimana stroke menurut mekanisme terjadinya dibagi dalam dua bagian besar, yaitu: Stroke Iskemik (85%) yang terdiri dari : thrombosis 75-80%, emboli 15-20%, lain-lain 5% : vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi dan Stroke hemoragik (10-15%) yang terdiri dari : intraserebral (parenchymal) dan subarachnoid.[9]

D. Patofisiologi Non Hemogarik Stroke

Pada penyakit serebrovaskuler terjadi abnormalitas di otak yang disebabkan adanya gangguan pada pembuluh darah serebral. Efek akhir dari penyakit serebrovaskular adalah terjadinya penurunan suplai oksigen ke otak yang menyebabkan sel otak mengalami hipoksia.

Jaringan otak sangat rentan terhadap gangguan suplai oksigen maupun glukosa. Otak membutuhkan sekitar 20% dari pemakaian oksigen tubuh setiap hari. Selain itu, otak membutuhkan glukosa untuk menghasilkan energy melalui proses glikolisis dan siklus krebs serta membutuhkan 4 x 1021 ATP per menit. Oksigen dan glukosa tersebut diantarkan ke otak melalui aliran darah secara konstan. Metabolism ini merupakan proses yang tetap dan berkesinambungan, tanpa ada periode istirahat.[10]

8 Kegagalan sirkulasi dalam darah merupakan suatu keadaan yang amat kompleks yang menyangkut terjadinya iskemia serebral, perubahan aliran darah serebral, inflamasi, peningkatan produksi radikal bebas, nekrosis neural dan apoptosis serta dimanifestasikan dengan disfungsi neurologi. penurunan serebral blood flow (CBF) ini disebabkan oleh adanya oklusi pada salah satu cabang arteri/pembuluh darah serebral atau adanya emboli atau thrombus.[11]

Bukti ilmiah menyatakan bahwa proses inflamasi menyebabkan meningkatkan potensi akan terjadinya suatu proses patogenesis iskemi akut pada otak. Kebanyakan proses inflamasi muncul akibat modulasi sitokin, protein yang terdapat pada leukosit, astrocyte, microglial, sel endotel sebagai respon dari adanya gangguan reperfusi serebral yang menyebabkan terjadinya iskemi. Dalam tahun belakangan ini, ada beberapa penemuan yang bersifat eksperimental dan klinis mengatakan bahwa inflamasi menyebabkan terjadinya proses neurodegenerative. Akhir-akhir ini dipertimbangkan bahwa peranan seluler dan molekul berperan dalam proses terjadinya iskemi pada sel otak. Otak akan mengalami iskemi akibat hasil menurunnya penyimpanan metabolic, akumulasi intraseluler kalsium, stress oxsidative dan respon dari inflamasi pada otak.[11]

Stroke iskemi merupakan penyebab sebagian besar kasus stroke ( 85%). Stroke iskemi disebabkan oleh thrombosis atau emboli pada pembuluh darah serebral. Proses yang mendasari terjadinya thrombosis atau emboli adalah aterosklerosis pada arteri carotis cranial yang meliputi terminal arteri carotis internal dan cabang-cabangnya. Aterosklerosis terjadi karena

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya stroke iskemik diantaranya:

Faktor risiko yang tidak dapat diubah

 Umur

 Jenis kelamin

 Keturunan/genetic Faktor risiko yang dapat diubah

 Behaviour

 Merokok

 Diet tidak sehat

 Peminum alkohol

 Pemakaian obat-obatan

10 Faktor risiko psikologi

 Hipertensi

 Penyakit jantung

 Diabetes mellitus

 Infeksi, arteritis, trauma

 Gangguan ginjal

 Obesitas

 Polisitemia

 Kelainan pembuluh darah

Adapun faktor risiko utama penyebab stroke iskemik adalah:

 Hipertensi

 Merokok

 Diabetes mellitus

 Kelainan jantung

 Kolesterol [27]

F. Penatalaksaan

Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memiliki peranan penting dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin, karena „jendela terapi‟ dari stroke hanya 3- 6 jam. Adapun hal yang harus dilakukan untuk penatalaksanaan pasien stroke:

 Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing, Circulation)

11

 Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas 19

 Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5

% dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat edema otak

 Berikan oksigen 2

 4 liter/menit melalui kanul hidung

 Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut

 Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks

 Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial

 Jika ada indikasi, lakukan tes

 tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan skrining toksikologi

 Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

 CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia.[25]

G. Prognosis

Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua

12 penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh 20 secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke (Asmedi &

Lamsudin, 1998).

Asmedi & Lamsudin (1998) mengatakan prognosis fungsional stroke pada infark lakuner cukup baik karena tingkat ketergantungan dalam activity daily living (ADL) hanya 19 % pada bulan pertama dan meningkat sedikit (20

%) sampai tahun pertama. Bermawi, et al., (2000) mengatakan bahwa sekitar 30-60 % penderita stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam beberapa aspek aktivitas hidup sehari-hari. Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke.

Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta mortalitas. Menurut Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke batang otak/serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke minor. Tingkat mortalitas

Citicoline (cytidine diphosphocholine, CDP-choline) adalah mononukleotida yang terdiri dari ribose, sitosin, pirofosfat, dan kolin.

Sebagai senyawa endogen, citicoline merupakan sintesis membrane sel fosfolipid structural tanian dan pembentukannya membatasi sintesis fosfatidilkolin.

Citicoline juga merupakan sumber eksogen untuk sistesis asetilkolin, kunci neurotransmitter dan anggota dari kelompok molekul yang memainkan peran penting dalam metabolism sel dikenal sebagai nukleotides.[13]

Untuk pertama kalinya, citicoline diidentifikasi pada tahun 1955 oleh Kennedy yang juga disintesis pada tahun 1956, citicoline telah dipelajari di Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat selama beberapa dekade.[14]

I. Mekanisme Kerja Citicoline

Citicoline memiliki beberapa manfaat yang penting pada fungsi neurologis. Pada iskemia serebral, citicoline dapat meningkatkan sintesis fosfatidilkolin, fosfolipid membran neuronal primer, dan meningkatkan produksi asetilkolin. sintesis fosfolipid otak terganggu apabila setelah menderita stroke dan kejadian iskemik. mengkonsumsi citicoline dapat

14 meningkatkan kadar plasma kolin dan cytidine, membangun blok yang digunakan untuk memperbaiki integritas membran neuronal.[15]

Citicoline memiliki efek yang berbeda pada sintesis fosfatidilkolin di usia muda dibandingkan pada orang dewasa yang lebih tua. Fosfatidilkolin merupakan senyawa penting untuk integritas membran sel dan perbaikan. Hal ini biasanya berkurang dalam membran sel otak akibat penuaan. Penelitian yang menggunakan protein spektroskopi resonansi magnetik untuk mengukur konsentrasi senyawa kolin yang mengandung sitosol pada otak sebelum dan setelah dosis tunggal citicoline menemukan bahwa resonansi kolin dalam otak pada usia muda meningkat, sedangkan penurunan resonansi kolin dialami pada usia yang lebih tua. Hal ini diduga bahwa komponen cytidine citicoline meningkatkan penggabungan kolin otak menjadi fosfatidilkolin membran sel saraf pada usia yang lebih tua sehingga mengakibatkan penurunan.[16] Data klinis terbaru menunjukkan bahwa uridin dan kolin adalah substrat yang beredar melalui penggunaan citicoline secara oral yang meningkatkan sintesis phospholipid pada membran otak. Uridine melintasi selaput pelindung darah otak dan diubah menjadi trifosfat uridin. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa uridine dapat langsung di konversi ke citidine trifosfat intraselular.[17]

Citicoline mampu merangsang sintesis fosfolipid otak pada manusia yang didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa orang sehat mengkonsumsi 500 mg / hari secara oral selama 6 minggu (diberikan sebagai

15 citicoline) menunjukkan peningkatan kadar phosphodiesters di jaringan otak, seperti glycerophosphocholine dan glycerophosphoethanolamine.[18]

Citicoline lebih lanjut dapat bermanfaat bagi pasien yang mengalami iskemia dengan mengurangi akumulasi asam lemak bebas di lokasi lesi, yang terjadi sebagai akibat dari kerusakan sel saraf dan kematian. Segera setelah mulai iskemia, ada peningkatan yang signifikan dalam asam arakidonat proinflamasi, gliserol, dan asam lemak bebas yang disebabkan oleh rusaknya membran neuronal. Metabolit beracun serta prostaglandin, tromboksan, dan radikal bebas dapat terakumulasi, menyebabkan kerusakan lebih lanjut.

Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa pemberian intraserebral dari citicoline sebelum induksi iskemia mengurangi kenaikan asam bebas lemak, asam arakidonat, dan metabolit beracun lainnya, menghaluskan kerusakan radikal bebas dan memulihkan fungsi membrane.[20]

Beberapa bukti menunjukkan bahwa citicoline mampu menormalkan pola pelepasan neurotransmitter. Dalam kondisi hipoksia serebral, seperti ada di iskemia, keluarnya norepinefrin dapat menurunkan, sedangkan pelepasan dopamin dapat meningkat. Dalam beberapa model hewan, citicoline telah terbukti menghambat penurunan pelepasan neurotransmitter dalam kondisi hipoksia. Selanjutnya, administrasi citicoline untuk tikus disimpan dalam keadaan hipoksia kronis berkurang mengalami kerusakan perilaku dan meningkatkan waktu bertahan hidup. Tambahan studi telah menemukan bahwa citicoline mampu meningkatkan pelebaran pembuluh darah pada

16 hewan dengan cedera mikrosirkulasi otak, secara signifikan meningkatkan aliran darah otak.[21].

Mekanisme tambahan melalui citicoline dapat mempromosikan efek saraf telah disorot dalam penelitian terbaru. Studi menunjukkan bahwa citicoline meningkatkan preservasi dari komponen membran mitokondria bagian dalam yang dikenal sebagai cardiolipin, yang merupakan faktor regulasi penting bagi elevasi preser- fungsi mitokondria. Citicoline memfasilitasi tekanan dari sphingomyelin, yang merangsang transduksi sinyal di sel-sel saraf. Citicoline menunjukkan efek antioksidan langsung, penelitian menunjukkan bahwa citicoline memiliki kemampuan untuk merangsang sintesis glutathione dan aktivitas reduktase enzim glutation.

Selanjutnya, citicoline melemahkan peroksidasi lipid. Efek hilir ini mungkin disebabkan fungsi citicoline yang lebih besar dari pelemahan aktivasi fosfolipase A, sehingga mengurangi peradangan pada jaringan saraf dan secara umum. citicoline telah terbukti memiliki efek penekan radikal bebas langsung, seperti yang terlihat pada model binatang dari iskemia serebral transien, di mana citicoline memiliki efek penekan pada generasi radikal hidroksil.[22]

Citicoline secara signifikan dapat mempengaruhi aktivitas otak- renovasi. Efek dari citicoline pada perkembangan saraf yang diteliti dalam studi di mana tikus diberi makan citicoline dari konsepsi (maternal) untuk hari 60 postnatal. Pengobatan lini Citico- meningkat secara signifikan panjang dan cabang poin dari dendrit, meningkatkan luas permukaan

Dokumen terkait