• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan perlindungan Hukum Hak Atas Tanah Melalui

Dalam dokumen perlindungan hukum terhadap hak atas tanah (Halaman 106-112)

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

B. Penyajian Data dan analisis

3. Penerapan perlindungan Hukum Hak Atas Tanah Melalui

Sumbermalang Kabupaten Situbondo.

Indonesia merupakan negara hukum. Artinya semua kehidupan di Negara ini termasuk hak-hak warga negara Indonesia didasarkan pada hukum yang ada di negara Indonesia. Sebagaimana yang telah dinyatakan di atas philpus M. Hadjon mengemukakan bahwa perlindungan hukum merupakan perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum.

76 Misnawar, Diwawancarai Oleh Penulis, Tamansari, 25 April 2021.

Maka sebagai Negara hukum, Indonesia wajib melakukan perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya tanpa terkecuali, sebab perlindungan hukum merupakan hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap warga Negara Indonesia. Hak setiap warga Negara Indonesia untuk memperoleh perlindungan hukum telah diatur dalam pasal 28 D ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945: setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Mengenai perlindungan hukum atas hak berikut pendapat dari Pak Sale selaku KADUS Karanganyar desa Tamansari Kecamatan Sumbermalang Kabupaten Situbondo.

“PRONA itu kan suatu program pemerintah yang dihususkan untuk masyarakat desa yang ekonominya tidak mampu. Kalau perlindungan pemerintah teradap hak tersebut tentunya harus adil dan merata, dan pengurusannya harus disegerakan agar masyarakat cepat menerima sertifikatnya sehingga membuat masyarakat tidak terlalu lama menunggu”77

Sebagaimana dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2015 ayat 1 bahwa, tujuan PRONA itu sendiri memberikan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat, dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah.

Kenyataan yang terjadi di desa tamansari Kecamatan Sumbermalang Kabupaten Situbondo tidak seratus persen sama dengan regulasi yang ada, bahkan di Masyarakat itu berbanding terbalik dengan

77 Sale, Diwawancarai Oleh penulis, Tamansari, 15 Desember 2020.

ketentuan perundang-undangan. Peraturan ada atau dibuat guna menertibkan masyarakat Indonesia, seharusnya masyarakat taat dan patuh terhadap hukum, anehnya masih banyak masyarakat yang tidak patuh, hal tersebut bukan hanya terjadi pada masyarakat awam melainkan juga dilakukan oleh masyarakat berpendidikan seperti halnya orang-orang yang bekerja di pemerintahan, terutama bagi mereka yang seharusnya melayani masyarakat dengan baik namun kenyataannya berbeda dengan harapan masyarakat. Dalam hal ini pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat terkait penyertifikatan tanah melalui PRONA, berikut penyataan informan:

“ Sementara ini sertifikat tanah yang didapat melalu PRONA kurang lebih 300 sertifikat itu mulai tahun 2017-2019, nah Tanah desa Tamansari bisa dikatakan sangat luas lah, sedangkan jatah PRONA pada saat itu tidak nentu, kadang dapet dan kadang tidak tiap tahunnya, kalau sudah dapat biasanya nanti diinformasikan kepada KADUS-KADUS tiap dusun, nanti KADUS tersebut yang menginformasikan kepada masyarakatnya masing-masing. Nah jadi siapa saja masyarakat yang mau mendaftarkan tanahnya lewat PRONA ya kita layani, tanpa seleksi dan tanpa pandang siapa dia, semasih masyarakat Tamansari ya kita berikan”.78

Data sertifikat PRONA mulai tahun 2017-2019 sebanyak 300 sertifikat dengan rincian 268 sertifikat yang sudah diterima pemohon dan 32 sertifikat yang belum diterima hingga saat ini, data yang diberikan hanya melalui hasil wawancara disebabkan terkait soft file tidak ada (dtidak ditulis di computer desa). Tak menentu objek PRONA diberikan, karena mengingat jatah diberikannya kepada masyarakat Tamansari tidak menentu, dalam hal ini ketika sudah mendapatkan kurang begitu objektif,

78 Samsul Bahri, Diwawancarai Oleh Penulis, 25 Desember 2021.

dan menurut hasil observasi peneliti bahwasanya objek diberikannya tidak tepat sasaran, banyak kalangan yang golongan ekonomi menengah ke atas yang mendapatkan, hal ini dijadikan kesempatan oleh mereka yang memiliki banyak ekonomi untuk mendaftarkan tanahnya lewat program tersebut. Padahal bila melihat regulasi yang ada dan dibandingkan dengan kenyataan di lapangan emang tidak sesuai dengan prosedur dan peraturan.

Yang mana seharusnya diutamakan terlebih dahulu kepada mereka yang ekonominya menengah ke bawah. Lagi-lagi perihal biaya penyertifikatan menjadi suatu hal pertimbangan yang besar bagi masyarakat, berikut pernyataan bendahara umum desa Tamansari:

“Perkara biaya PRONA kalau seinget saya itu sekitar 600-700an ribu untuk awal-awal, namun ke belakang itu ada perubahan, lebih sedikit dari yang awal kalau gak salah, iya, gak netap. Dan uang tersebut keluar masuknya lewat panitia PRONA yang dibentuk oleh BPN sendiri, saya hanya sekedar mengetahuinya saja, dan keuangan tidak masuk pada saya sekalipun saya sebagai bendahara umum. Karena kan uang PRONA tersebut dipakai untuk orang yang daftar sendiri.”79

Karena biaya atau membicarakan perkara uang bukanlah suatu hal yang mudah didapatkan oleh masyarakat Tamansari, menjadi pertimbangan besar dalam mengurus penyertifikatan tanah, mengingat masyarakat Tamansari rata-rata sebagai petani atau buruh tani yang menjadi pekerjaan utamanya, sebagaimana dalam pribahasa: uang bukanlah segalanya, namun segalanya membutuhkan uang. Akan tetapi manusia atau masyarakat harus bisa mengendalikan uang bukan malah

79 Dedi Sution Fujiono, Diwawancarai Oleh Penulis, 25 April 2021.

uang yang mengendalikan mereka agar hidup mereka bisa lebih bermakna, karena dalam kehidupan sekarang tidak sedikit ditemukan terutama dalam kalangan masyarakat sekitar yang berselisih paham bahkan bertikai adu fisik gara-gara uang. Bila kembali lagi pada biaya PRONA itu sendiri pernyataan bendahara di atas diperkuat oleh salah satu informan yang menyatakan:

“Mun kik engkok se daftar PRONA lambek ruah kan gun maki KTP bik sorat keterangan jual beli ruah, yeh mun biayanah bekto roah InsyaaAllah 600an, tapeh tang sertifikat ruah kan abit se kloarah, yeh engkok entar ka pak carek, yeh aberik pesse pole kok sebagai tambeen, makle tulih mareh ruah soro urusaki ka pak carek, yeh deteng pas sertifikatah, huh keng abit.”

“Kalau saya dulu ketika daftar lewat PRONA cuma memberikan KTP dan surat keterangan jual beli, kalau biayanya waktu itu InsyaaAllah Rp.600,000 lebih (enamratusan ribu), tapi sertifikatnya kan lama yang mau saya terima, kemudian saya datang kembali ke rumah sekretaris desa untuk memberikan uang tambahan, agar cepat keluar sertifikatnya, mintatolong ke beliau agar segera diuruskan, kemudian keluar dan saya terima sertifikatnya, tapi lama yang mau keluar.”80

Dalam suatu praktik bukanlah suatu hal yang sulit ditemukan perbedaannya dengan teori yang ada, bahkan banyak terdapat perbedaan yang signifikan antara praktik dengan dengan teori entah hal apapun itu, teori itu hadir banyak yang dimunculkan oleh pemikiran manusia, yang tempatnya salah, akan tetapi bagaimana manusia tersebut untuk meminimalisir kesalahan, dan bila melihat pernyataan diatas terkait biaya PRONA sungguh berbeda dengan regulasi atau ketetapan dari menteri yang berbentuk peraturan menteri, dalam peraturan SKB 3 menteri Nomor

80 Zainullah, Diwawancarai Oleh Penulis, 26 April 2021.

25 tahun 2017 tentang pembiayaan persiapan pendaftaran tanah sistematis, bahwa besaran biaya yang diperlukan untuk persiapan pelaksanaan, bagian ketujuh untuk wilayah (Jawa dan Bali) sebesar Rp. 150,000 sedangkan kenyataan di lapangan kisaran Rp.600.000-Rp.750.000.

Pada sesungguhnya biaya PRONA relatif murah, karena selebihnya dari biaya-biaya yang dibutuhkan dalam penyertifikatan tanah melalui PRONA ditangguh oleh pemerintah, atau dibebankan kepada APBD daerah di mana PRONA tersebut diselenggarakan. Sebagaimana dalam pasal 12 peraturan menteri nomor 4 tahun 2015 tentang Program Nasional Agraria (PRONA) menyatakan; pembiayaan PRONA dibebankan atau bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan pada pasal 4 ayat (4) UUPA menegaskan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya pendaftaran tanah. Akan tetapi begitu minim sekali masyarakat yang mengetahui perihal peraturan ini, karena juga melihat masyarakat yang pendidikannya rata-rata lulusan Sekolah Dasar (SD) sampai Madrasah Tsanawiyah (MTS). berikut pernyataan informan:

“Kakang guleh bileh kik wal-awal bedena PRONA rencana adaftarah, bektoh wal-awal bedena PRONA tape tak dettih gara- gara tak pateh oning se ngurusah, biayanah pole ghun sebatas caen, alias tak pasteh. tape sebelum guleh adaftar”.

“Sewaktu awal-awal adanya PRONA kakak saya rencana mau daftar program tersebut, namun tidak jadi disebabkan kurang mengetahui dalam pengurusannya, dan biayanya juga sebatas dari mulut kemulut atau tidak pasti, namun itu diwaktu saya belum daftar PRONA.”81

81 Misrawan, Diwawancarai Oleh Penulis, 25 April 2021.

Dari pernyataan tersebut disimpulkan bahwa pemahaman masyarakat begitu minim terkait informasi adanya program pemerintah, itu disebabkan kurangnya informasi yang diberikan oleh perangkat desa, karena bila flash back lagi dengan pernyataan sekretaris desa bahwasanya informasi atau penyuluhan yang diberikan sebatas melalui kepala dusun, itupun kurang berjalan. Sedangkan bila melihat dari tujuan pemerintah dalam membentuk suatu program agar diketahui oleh khalayak umum, guna terjadi sinergisitas antara pemerintah dan masyarakat, Namun faktanya tidak sesuai ekspektasi. Disebabkan kelalaian dari perangkat desa itu sendiri, seharusnya dari pemerintah sendiri melakukan tindakan preventif guna memunculkan trobosan baru dalam memberikan pemahaman yang luas kepada masyarakat.

Dalam dokumen perlindungan hukum terhadap hak atas tanah (Halaman 106-112)

Dokumen terkait