BAB V PEMBAHASAN
A. Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Bahan Peledak
47
BAB V
eksploitasi secara besar-besaran namun tidak mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan. Persoalannya adalah cara-cara yang dilakukan selama ini seringkali bertentangan dengan prinsip-prinsip tata laksana perikanan yang bertanggungjawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries - CCRF).
Konkritnya sebagai nelayan tradisional telah melakukan penangkapan ikan dengan cara–cara Destructive Fishing salah satu bagain dari Illegal Fishing yaitu kegiatan menangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat/nelayan dengan cara merusak sumberdaya ikan dan ekosistemnya seperti pemboman ikan, penggunaan racun sianida, pembiusan dan penggunaan alat tangkap ikan seperti trawl (pukat harimau) serta mengeksploitasi habitat laut yang dilindungi.
Kegiatan ini semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan, akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak yang dilakukan oleh nelayan khususnya nelayan tradisional. kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk nelayan tersebut akan berdampak kerusakan untuk ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang memiliki karang.
Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak yang dilakukan oleh nelayan di Desa Sainoa merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan
49
di dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya didalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat memberikan akibat yang kurang baik, baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapa.
Faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak di Desa Sainoa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa.
a. Sikap mental dan kepribadian nelayan di Desa Sainoa lebih suka menangkap ikan dalam waktu yang singkat,
b. Menggunakan sedikit tenaga dan biaya namun dapat menghasilkan ikan hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak, tanpa mengindahkan bahwa efek yang dan bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan baik terhadap diri sendiri maupun ekosistem perairan.
c. Masih berkaitan etika dan kepribadian masyarakat nelayan di Provinsi Sulawesi Tengah pada umumnya adalah masyarakat tradisional dan tingkat pendidikan yang rendah serta tidak mengetahui atau memahami bahwa cara- cara penangkapan ikan menggunakan bahan peledak beresiko berbahaya terhadap diri nelayan sendiri juga berdampak rusak dan matinya biota laut yang terkena efek han peledak tesebut.
Berikut hasil wawacara peneliti dengan Burhan, seorang nelayan di Desa Sainoa :
Saya menggunakan bom ikan setiap kali turun melaut. Selain itu dengan menggunakan bom ikan saya tidak membutuhkan energi yang terlalu banyak untuk mendapatkan hasil tangkapan yang banyak...Wawacara 16 November 2017)
Hal yang hampir senada yang dikemukakan olen Asmar, seorang nelayan di Desa Sainoa :
Saya selalu membawa bom ikan setiap kali turun melaut karena dengan bom ikan hasil yang saya dapatkan lumayan banyak dari pada saya gunakan pukat..(Wawacara 18 November 2017)
Wawacara kedua diatas, mendeskripsikan bahwa faktor-faktor yang men yebabkan masyarakat nelayan di Desa Sainoa melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya kepedulian masyarakat akan lingkungannya terutama lingkungan laut;
b. Kurangnya pengetahuan masyarakat nelayan akan dampak penggunaan bahan peledak dalam melakukan penangkapan ikan;
c. Kurangnya sosialisa pemerintah setempat kepada nelayan tentang bahaya penggunaan bom ikan.
Penggunaan bahan peledak seperti bom dapat memusnahkan biota dan merusak lingkungan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar, Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang. Penangkapan ikan dengan cara menggunakan bom mengakibatkan biota laut seperti karang menjadi patah, terbelah, berserakan dan hancur menjadi pasir dan meninggalkan bekas lubang pada terumbu karang.
51
Hal cukup mengejutkan peneliti yaitu ketika saya sedang binjang-binjang dengan salah satu nelayan di rumahnya. Ketika itu nelayan tersebut sedang merakit sebuah bom ikan yang akan di bawah turun melaut, pada saat bersamaan datanglah seorang petugas Polairut yang bertugas di kawasan perairan Desa Sainoa akan tetapi bapak tidak mengindahkan nelayan tersebut dalam merakit bom bahkan bapak itu sendiri ikut menyaksikan nelayan merakit bomnya sampai selesai.
Hal yang sangat ironis ketika pemerintah dengan gencarnya melawan para pelaku Destructive fishing tetapi para pengawas dilapangan sangat berbanding terbalik bahkan para petugas yang didaerah ikut menikmati hasil tangkapan nelayan dengan cara-cara ilegal.
Perilaku nelayan di Desa Sainoa sendiri bermacam-macam dalam aktifnya menangkap ikan seperti ada yang hanya memancing dalam menangkap ikan, ada yang hanya menggunakan pukat, ada yang melakukan penangkapan ikan dengan sistem rompong dan ada pulang yang hanya menjadi awak kapal.
Ditinjau dari perspektif sosiologi, bahwa kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak bom ikan di Perairan Desa Sainoa merupakan hal yang sudah ada dan dilakukan dari sejak lama yang akhirnya menjadi suatu tradisi turun temurun yang diperoleh dari keluarga terdahulu.
Sebagaimana pendapat dari Max Weber (dikutip dalam Ritzer, 2005), bahwa tradisi merupakan bagian dari tindakan sosial. Max Weber mengklasifikasikan tindakan sosial kedalam 4 tipe yaitu traditional yaitu tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan yang telah mendarah daging.
Nelayan pelaku pengeboman ikan di Perairan Teluk Lampung menganggap bahwa keahlian penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan merupakan kegiatan yang dilakukan turun temurun. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan ini merupakan tradisi yang ilegal secara hukum.
Sesuai dengan konsep tradisi dalam ilmu sosiologi bahwa disisi lain tradisi juga dapat berakibat disfungsional. Dalam hal ini, tradisi berakibat disfungsional adalah bahwa tradisi mungkin dapat membahayakan karena kadar khususnya karena tidak semua yang berasal dari masa lalu bernilai baik. Disamping itu juga tradisi tersebut dipelihara bukan karena pilihan sadar tetapi karena kebiasaan semata dan juga dipertahankan bukan karena dihargai atau dipuja tetapi dinilai sebagai cara hidup yang tidak menyusahkan (Sztompka, 2004).
Dipertahankannya tradisi penggunaan bom ikan dalam penangkapan ikan ini oleh nelayan di Lampung dikarenakan kondisi perekonomian mereka yang tergolong masih dibawah. Mereka nelayan yang menggunakan bom ikan dalam penangkapan ikan beranggapan akan lebih mudah memperoleh ikan di laut dengan cara yang praktis serta mendapatkan hasil tangkapan yang banyak walaupun tanpa mereka sadari sangat besar resiko dengan menggunakan bahan peledak, selain itu merupakan kegiatan penangkapan yang ilegal melanggar hukum. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Shils dalam Sztompka (2004) bahwa tradisi yang dipelihara bukan karena pilihan sadar tetapi karena kebiasaan.
Tradisi tersebut dipertahankan bukan karena dihargai tetapi dinilai sebagai cara hidup yang tidak menyusahkan.
53
Menurut Shils “Manusia tak mampu hidup tanpa tradisi meski mereka sering merasa tak puas terhadap tradisi mereka” (Sztompka, 2004). Maka Shils menegaskan bahwa suatu tradisi memiliki fungsi bagi masyarakat antara lain sebagai: pertama, tradisi merupakan kebijakan turun temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda yang diciptakan di masa lalu.
Pertama, kegiatan penangkapan dengan menggunakan bom ikan di Perairan Teluk Lampung merupakan tindakan yang sudah dari dahulu dilakukan oleh para nelayan pendahulunya namun tidak mengandung norma dan nilai yang dapat dianut oleh generasi selanjutnya serta tidak dapat dikatakan sebagai suatu kebijakan.
Kedua, tradisi memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata, dan aturan yang sudah ada. Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Bisa dikatakan “selalu seperti itu”
atau orang yang selalu mempunyai keyakinan demikian” meski dengan resiko yakni bahwa tindakan pengeboman ikan dalam hal ini di Perairan Desa Sainoaa dalah hal di masa lalu yang sama untuk dilakukan di masa sekarang dan dapat diterima.
Ketiga, tradisi menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok.
Dimana dalam fungsi ini, tradisi memiliki peranan untuk mengikat anggotanya dalam bidang tertentu. Bila dikaitkan dengan fungsi ini, tindakan yang dilakukan oleh nelayan di Perairan Desa Sainoa tidak mencerminkan simbol identitas
kolektif tetapi justru dapat memicu konflik keamanan seperti konflik antar nelayan pengguna bom ikan dengan yang tidak.
Keempat, tradisi membantu menyediakan tempat pelarian, kekecewaan dan ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis. Inilah yang menjadikan alasan nelayan dalam penggunaan bom ikan dalam penangkapan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Namun, tindakan ini tidak dapat dijadikan sebagai tempat pelarian dari keluhan, kekecewaan dan ketidakpuasan kehidupan modern karena tindakan ini tidak menjamin kehidupan yang lebih baik di masa depan. Tindakan penggunaan bom ikan dalam penangkapan merupakan tindakan yang melanggar hukum bahkan ada sanksi serta hukuman penjara apabila dilakukan.
Ada dua faktor yang mendasari terjadinya penangkapan ikan menggunakan bahan peledak
a. Faktor Ekonomi
untuk menangkap ikan sebanyak-banyaknya dengan cara mudah, murah dan cepat, untuk pemenuhan kebutuhan pokok tanpa memikirkan resiko rusaknya sumber daya ikan di laut. Adanya peningkatan permintaan ikan di pasaran dimana para nelayan harus mampu memenuhinya demi mendapatkan pendapatan harian yang tidak menentu, kemudian adanya perakit dan ada pemasok bom sehingga ada nelayan yang memilih cara-cara praktis tapi merusak lingkungan karena tidak mampu membeli alat tangkap yang diperbolehkan.
55
b. Faktor Sosial
Penggunaan bom ikan di Sainoa mulai marak sejak era reformasi dan terus berlangsung sampai sekarang. Sehingga kebiasaan penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan ini bagi nelayan tertentu, sudah menjadi hal yang biasa dilakukan dan bergantian dari generasi ke generasi di suatu keluarga nelayan.
Mental dan kepribadian nelayan yang terbentuk adalah lebih suka menangkap ikan dalam waktu singkat dan mendapatkan hasil yang banyak. Mereka menganggap bahwa populasi ikan masih banyak di lautan dan tidak akan habis, sehingga perbuatan merusak ini terus selalu dilakukan oleh nelayan pelaku pengeboman ikan tanpa memikirkan.
B. Dampak Penggunaan Bahan Peledak Pada Masyarakat Suku Bajo Desa