Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku divergen nelayan terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak di desa Sainoa dan mengetahui dampak perilaku nelayan terhadap ekosistem terumbu karang di desa Sainoa. Perilaku menyimpang yaitu penggunaan bahan peledak artinya menangkap ikan dengan bahan peledak. Dampak dari perilaku nelayan terhadap ekosistem terumbu karang di Desa Sainoa diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, sehingga pengetahuan mengenai kerusakan ekosistem terumbu karang tidak dapat diketahui, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak juga berdampak pada kerusakan ekosistem terumbu karang. keselamatan jiwa pelaku sendiri, ikan yang didapat tidak segar dan cepat busuk.
Dengan menangkap ikan menggunakan bahan peledak, Anda bisa menambah penghasilan sehingga masyarakat bisa terus melakukan pengeboman. Dengan menangkap ikan menggunakan bahan peledak maka dapat menambah penghasilan sehingga masyarakat dapat terus melakukan pengeboman.” Tinjauan Kriminalistik Penggunaan Bahan Peledak dalam Penangkapan Ikan (Studi Kasus Desa Sainoa Kecamatan Bungku Selatan) oleh Shaffley A.
Fokus penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di perairan Morowali tentu dapat mengancam kelestarian potensi sumber daya yang ada. Penggunaan bom dalam penangkapan ikan menyebabkan kerusakan sumber daya laut dan lingkungan, khususnya ekosistem terumbu karang.
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Untuk mencegah salah tafsir terhadap konsep yang digunakan dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan pemahaman sebagai berikut. Dimana setiap perilaku atau tindakan yang dilakukan masyarakat harus dikendalikan agar tidak terjadi limpahan di dalam masyarakat itu sendiri.
Masyarakat Nelayan
- Penggolongan Nelayan
- Analisis Suku Bajo
- Kepercayaan Dan Adat Istiadat Suku Bajo
- Penggunaan Bahan Peledak
- Perilaku Menyimpang
- Teori Yang Berhubungan Dengan Perilaku Menyimpang a. Teori anomie
- Karakteristik Dari Perilaku Menyimpang
- Faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Menyimpang
- Kerangka Konsep
Nelayan skala kecil adalah nelayan yang bercirikan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju, seperti motor tempel atau perahu motor. Nelayan desainer masih mendominasi, menggunakan alat tangkap sederhana, dan hasil tangkapannya masih dalam kategori mencukupi kebutuhan sehari-hari. Suku Baja terkenal dengan aktivitas memancingnya yang hanya membutuhkan waktu satu atau dua minggu untuk menangkap ikan.
Yakni Suku Bajo yang bisa dikategorikan sebagai nelayan yang lebih modern, mereka menggunakan perahu berukuran besar dengan awak kapal yang banyak dan mesin yang bertenaga besar. Dunia internasional mulai mengkritik dan mengancam akan memboikot ekspor ikan dari negara-negara yang masih menggunakan perikanan yang tidak ramah lingkungan. Penggunaan bahan-bahan berbahaya dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan perairan dan juga benih ikan-ikan kecil.
Perilaku menyimpang adalah perilaku anggota masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan adat, aturan, dan norma sosial yang berlaku. Penyimpangan merupakan akibat dari adanya kekosongan kontrol atau kontrol sosial. Setiap orang mempunyai kecenderungan untuk tidak menaati hukum atau mempunyai keinginan untuk melawan hukum. Teori ini menyatakan bahwa perilaku menyimpang merupakan konsekuensi logis dari ketidakmampuan seseorang dalam menaati hukum. Teori tersebut tidak menjelaskan mengapa individu tertentu tertarik pada perilaku menyimpang, namun menekankan pada definisi sosial dan sanksi sosial negatif yang terkait dengan tekanan untuk melakukan tindakan sosial yang semakin menyimpang.
Suatu tindakan disebut perilaku menyimpang karena orang lain atau masyarakat memaknai dan melabelnya sebagai perilaku menyimpang. Jika masyarakat dalam masyarakat tidak menyebut suatu perbuatan sebagai perilaku menyimpang, maka tidak ada perilaku menyimpang.Menyebut suatu perbuatan sebagai perilaku menyimpang sangat bergantung pada proses deteksi, determinasi, dan reaksi seseorang terhadap suatu tindakan. Menurut teori ini perilaku menyimpang merupakan akibat dari adanya kesenjangan dalam masyarakat.Teori ini menekankan bahwa seseorang atau perbuatan disebut perilaku menyimpang tergantung pada kekuatan relatif suatu kelompok dalam masyarakat.
Hal ini terjadi apabila dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak diberi kesempatan, sehingga ia mencari sendiri kesempatan itu, maka terjadilah perilaku menyimpang. Apabila dalam lingkungan pergaulan terdapat pola perilaku menyimpang, maka besar kemungkinannya juga akan meniru pola perilaku menyimpang tersebut. Secara teoritis, perilaku menyimpang merupakan serangkaian tindakan (tindakan) yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang dimana tindakan tersebut didasari oleh pengetahuan, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu tersebut.
Jenis Penelitian
Waktu dan Lokasi Penelitian
Informan Penelitian
Informan ini ada tiga jenis, yaitu informan kunci, informan utama, dan informan tambahan. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi dasar yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Sedangkan informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi meskipun tidak terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.
- Fokus Penelitian
- Instrumen Penelitian
- Jenis dan Sumber Data Penelitian
- Analisis Data
- Teknik Keabsahan Data
- Letak Geografis
- Jumlah Penduduk
- Laju Pertumbuhan Penduduk
- Agama Dan Kepercayaan Masyarakat
- Tingkat pendidikan
Kamera digunakan sebagai alat dokumentasi bagi peneliti ketika melakukan observasi dan wawancara untuk memperoleh data yang relevan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari wawancara atau observasi, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil telaah buku referensi atau dokumentasi. Sumber data terdiri dari sumber informan kunci, sumber informan ahli, dan sumber informan tetap. Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh individu/organisasi langsung dari objek yang diselidiki untuk keperluan penelitian yang bersangkutan, misalnya berupa wawancara dan observasi.
Peneliti yang berlatar belakang pendidikan akan menemukan data yang berbeda dengan peneliti yang berlatar belakang Manajemen, Antropologi, Sosiologi, Kedokteran, Teknik, dan lain sebagainya. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara memeriksa data yang diperoleh dari berbagai sumber. Data tersebut dianalisis peneliti untuk diambil suatu kesimpulan kemudian diminta persetujuan (member check) terhadap ketiga data tersebut.
Apabila hasil pengujian memberikan data yang berbeda maka dilakukan beberapa kali sampai ada kepastian. Secara keseluruhan luas wilayah Kecamatan Bungku Selatan adalah 403,90 km2 dan secara administratif pemerintahannya terdiri dari 26 kecamatan/desa. Kecamatan Bungku Selatan terdiri dari 26 desa dengan luas wilayah 403,90 km2. Luas wilayah yang terluas adalah Desa Lamontoli dengan luas 118,70 km2, sedangkan yang terkecil adalah Desa Pulau Dua Darat yaitu 1,80 km2.
Berdasarkan tabel luas wilayah Kecamatan Bungku Selatan, kecamatan diatas menunjukkan bahwa kecamatan yang mempunyai luas wilayah terluas adalah Kecamatan Lamontoli dengan luas wilayah 118,70 km2 dan wilayah kecamatan terkecil di Kecamatan Bungku Selatan merupakan Kecamatan Pulau Dua Darat dengan luas wilayah 1,80 km2. km2. Penggunaan lahan di Kabupaten Bungku Selatan mengalami perubahan setiap tahunnya, hal ini dipengaruhi oleh aktivitas dan pertumbuhan penduduk. Penggunaan lahan di Kabupaten Bungku Selatan terdiri dari kawasan pemukiman, perkantoran, tempat ibadah, pendidikan, hutan bakau dan kuburan. Jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Bungku Selatan adalah Desa Kaleroang dengan jumlah penduduk 1.339 jiwa dan jumlah penduduk terendah terdapat di Desa Puylau Dua Darat dengan jumlah penduduk 114 jiwa.
Masyarakat Kecamatan Bungku Selatan didasarkan pada ikatan persaudaraan yang terjalin dalam wilayah wilayahnya dan diatur oleh suatu sistem adat istiadat atau nilai dan norma yang berlaku sebagai suatu keharusan bagi masyarakat Kecamatan Bungku Selatan. Berdasarkan data statistik pemerintah di Kabupaten Bungku Selatan menunjukkan bahwa mayoritas (100%) penduduk di Kabupaten Bungku Selatan beragama Islam. Kesadaran masyarakat yang kuat akan pentingnya salat lima waktu, karakter religius ini terlihat pada Masyarakat Ketika waktu salat tiba, banyak warga yang menjalankan kewajibannya sebagai umat Islam, terutama masyarakat yang tinggal di dekat masjid. Hal ini terlihat ketika ada masyarakat yang melakukan ibadah dan selamatan yang masih terjadi secara turun temurun dan tidak boleh ditinggalkan karena dianggap sebagai tradisi masyarakat Sainoa, namun kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme semakin berkurang karena banyaknya jumlah orang berpengetahuan di Kecamatan Bungku Selatan.
PEMBAHASAN
- Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Bahan Peledak
- Dampak Penggunaan Bahan Peledak Pada Masyarakat Suku Bajo Desa Sainoa. Sainoa
- Kesimpulan
- Saran
Penangkapan ikan dengan bahan peledak yang dilakukan oleh nelayan di Desa Sainoa merupakan cara yang sering dilakukan oleh para nelayan. Penangkapan ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat menimbulkan dampak negatif, baik bagi ikan yang ditangkap maupun bagi karang di tempat penangkapan. Faktor-faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak di Desa Sainoa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa : a.
Penangkapan ikan dengan menggunakan bom menyebabkan biota laut seperti karang pecah, terbelah, berserakan dan hancur menjadi pasir sehingga meninggalkan lubang pada terumbu karang. Dari sudut pandang sosiologi, kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan peledak di perairan Desa Sainoa merupakan sesuatu yang sudah ada dan dilakukan sejak lama, yang lama kelamaan menjadi tradisi yang diturunkan secara turun temurun. Para nelayan yang melakukan pengeboman ikan di perairan Teluk Lampung meyakini bahwa kemampuan menangkap ikan dengan menggunakan bom ikan merupakan kegiatan yang diwariskan secara turun temurun.
Tradisi penggunaan bom ikan untuk menangkap ikan masih dipertahankan oleh para nelayan di Lampung karena kondisi perekonomian mereka yang masih tergolong rendah. Para nelayan yang menggunakan bom ikan dalam menangkap ikan beranggapan bahwa akan lebih mudah untuk membawa ikan ke laut dengan praktis dan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, padahal mereka tidak menyadari bahwa selain itu penggunaan bahan peledak juga sangat berbahaya. merupakan kegiatan penangkapan ikan ilegal yang melanggar hukum. Nah, bagi sebagian nelayan, kebiasaan menangkap ikan dengan bom ikan sudah menjadi hal yang lumrah dan dilakukan secara turun temurun dalam sebuah keluarga nelayan.
Penangkapan ikan dengan bahan peledak dilakukan oleh nelayan di Desa Sainoa secara individu maupun kelompok. Nelayan biasanya suka menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak untuk mendapatkan ikan yang banyak. Karena pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah, juga ikut serta dalam kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak, maka standar yang diterapkan dalam undang-undang tersebut menjadi rasional.
Faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan dengan bahan peledak yang dilakukan oleh nelayan di Desa Sainoa dapat dilihat dari berbagai sisi, yaitu: Masih berkaitan dengan etika dan kepribadian masyarakat nelayan di Desa Sainoa, pada umumnya masyarakat tradisional dengan tingkat pendidikan rendah yang tidak mengenal dan memahami bahwa metode penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak juga menimbulkan risiko bagi diri mereka sendiri. Aparat penegak hukum harus lebih aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dampak penggunaan metode penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak atau bom ikan.