• Tidak ada hasil yang ditemukan

FSW (Friction Stir Welding) merupakan metode pengelasan yang ditemukan oleh Wayne Thomas di TWI (The Welding Institute) pada tahun 1991 (Thomas dkk, 1991). FSW merupakan teknik pengelasan padat (solid state welding) dimana proses penyambungan terjadi pada kondisi lumer bukan cair atau biasa disebut solid- state process.

Proses pengelasan FSW dapat dilakukan pada semua material paduan yang memiliki sifat mampu las (weldability) rendah sampai yang tinggi, termasuk semua

seri pada aluminium paduan, termasuk aluminium seri 2xxx dan seri 7xxx yang diketahui mempunyai sifat tidak mampu las (unweldability) karena mempunyai sifat yang mudah terjadi retak saat solidifikasi (liquation cracking) dan menyebabkan porositas.

FSW memiliki keunggulan dibanding metode pengelasan lain yang biasanya digunakan dalam pengelasan aluminium seperti las MIG (Metal Inert Gas) dan las TIG (Tungsten Inert Gas). Keunggulan FSW dibanding dengan las MIG dan TIG adalah hasil las tidak terdapat retak dan porositas, tidak adanya lapisan oksida pada daerah las, tidak membutuhkan logam pengisi (filler) dan tidak adanya penggunaan gas yang berdampak buruk bagi lingkungan (Mandal, 2005).

3.5.1 Prinsip Pengelasan FSW

Prinsip pengelasan FSW yaitu adanya pergerakaan tool. Tool yang terdiri dari pin dan shoulder menekan dan berputar diantara dua logam yang akan disambungkan sehingga terjadi panas akibat gesekan. Kemudian tool yang berputar juga bergerak di sepanjang garis sambungan melakukan pengadukan material, memindahkan material dari depan tool ke belakang tool sehingga terjadi sambungan las (Mishra dan Ma, 2005).

Dalam proses FSW material atau spesimen diatur sedemikian rupa di meja mesin milling kemudian dijepit oleh tanggem. Penjepitan material yang akan di proses FSW harus kuat agar tidak terjadi pergerakan selama proses, sehingga tidak menghasilkan cacat hasil FSW. Jika pengaturan dan penjepitan sudah selesai, maka material akan siap dilas dengan adanya pergerakan dari tool.

Pada Gambar 3.3 pada halaman selanjutnya menunjukan skema dari penyambungan FSW tipe penyambungan tumpul (butt join).

Gambar 3.3 Skema pengelasan FSW (Gabor dan Santos, 2013)

Kontak antara shoulder dan pelat menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan akibat gesekan antara tool dan permukaan pelat dapat ditentukan dengan persamaan berikut

q

0 = โˆซ๐‘… 4๐œ‹2 ฮผ ๐‘ƒ(๐‘Ÿ)๐‘๐‘Ÿ2๐‘‘๐‘Ÿ (3.1)

0

dengan q0 merupakan panas yang dihasilkan (watt), ยต merupakan koefisien gesekan, P(r) merupakan distribusi tekanan pada permukaan (Pa), dengan N sebagai kecepatan putaran tool (putaran/detik) dan R sebagai jari-jari dari shoulder dari tool yang digunakan.

Jika distribusi tekanan dianggap konstan sama dengan P (Pa), maka persamaan (3.1) menjadi,

q

0 = (,-) ๐œ‹2 ยต ๐‘ƒ๐‘๐‘…3 (3.2)

Dari persamaan (3.2) besaran putaran tool (N) dan jari-jari shoulder (R) mempengaruhi besaran panas yang dihasilkan dalam proses pengelasan FSW.

Bagian sisi las yang mempunyai vektor kecepatan tangensial searah dengan arah gerak tool dinamakan advancing side sedangkan yang berlawanan dinamakan retreating side. (Mandal, 2005)

3.5.2 Parameter Pengelasan FSW

Pada pengelasan FSW, ada beberapa parameter / faktor yang dapat mempengaruhi proses pengelasan tersebut yakni geometri tool, putaran tool dan laju pemakanan, serta tipe penyambungan.

3.5.2.1 Geometri Tool

Dalam proses FSW, bentuk tool menjadi salah satu aspek yang penting. Hal ini dikarenakan fungsi tool itu dalam proses pengelasan FSW, yakni sebagai sumber panas dimana panas tersebut berasal dari gesekan tool yang terdiri dari pin dan shoulder yang menekan dan berputar diantara dua material logam yang akan disambungkan. Selain itu, tool yang berputar juga bergerak di sepanjang garis sambungan melakukan pengadukan material, memindahkan material dari depan tool ke belakang tool sehingga terjadi sambungan las. Sehingga bentuk pin dan shoulder dari tool FSW akan mempengaruhi pola material dalam zona stir (weld zone). Gambar 3.4 memperlihatkan beberapa bentuk pin.

Gambar 3.4 Bentuk-bentuk pin FSW (Elangovan dan Balasubramanian, 2006)

3.5.2.2 Putaran Tool, Traverse Speed dan Kemiringan Tool

Besar dari laju pemakanan tool dan kemiringan tool berkaitan dengan pergerakan material saat pengelasan. Selain putaran tool dan bentuk tool, laju pemakanan berperan juga dalam pengadukan material, memindahkan dan menggerakkan material yang terdapat pada sisi depan menuju sisi belakang tool, sedangkan kemiringan tool berpengaruh langsung dengan permukaan las.

Nandan dkk (2008) meneliti tentang hubungan antara besar putaran tool terhadap temperatur yang terjadi selama pengelasan. Dalam penelitianya, semakin tinggi putaran tool maka maksimum temperatur yang terjadi juga semakin tinggi.

Gambar 3.5 menunjukkan hubungan putaran tool terhadap temperatur maksimum selama pengelasan.

Gambar 3.5 Hubungan putaran tool dengan temperatur (Nandan dkk, 2008)

Gambar 3.6 memperlihatkan skema pengelasan FSW, dimana terdapat aspek putaran tool, laju pemakanan dan kemiringan tool.

Gambar 3.6 Skema pengelasan FSW (Subramaniam, 2012)

3.5.3 Tipe Penyambungan

Tipe sambungan butt joints dan lap joints merupakan tipe sambungan yang sering dilakukan pada FSW. Namun dengan FSW ini sangat memungkinkan untuk melakukan pengelasan pada desain unik yang tidak dapat diaplikasikan melalui metode pengelasan lain, baik dari segi desain, material, maupun biaya. Berikut pada Gambar 3.7 memperlihatkan beberapa desain sambungan yang dapat dilakukan dengan penyambungan FSW.

Gambar 3.7 Desain penyambungan pada pengelasan FSW (Dawes, 1999)

3.5.4 Proses Pengelasan

Secara umum dalam proses FSW memiliki beberapa tahapan, yaitu tahapan plugging, tahapan traversing, dan tahapan termination. Tahapan-tahapan pada saat proses FSW bisa dilihat pada Gambar 3.8 dibawah ini.

Gambar 3.8 Tahapan pengelasan FSW (1) dan (2) termasuk tahapan plugging, (3) tahapan traversing serta (4) dan (5) tahapan termination

(Adamowski dan Szkodo, 2007)

Secara lebih detail penjelasan tahapan-tahapan dari proses FSW adalah sebagai berikut :

1. Tahapan plugging

Plugging adalah proses penurunan dan penancapan tool pada material yang akan disambung. Tool bisa turun karena ada tekanan dari tool yang terhubung dengan mesin milling serta material telah lunak akibat panas gesekan putaran pin, proses ini disebut dwell. Tool akan terus diturunkan sampai shoulder menyentuh permukaan material yang akan dilas. Saat proses dwell ditahan beberapa waktu agar material yang akan dilas mencapai kondisi plastis sehingga siap untuk dilanjutkan ke tahapan selanjutnya.

2. Tahapan traversing

Pada langkah traversing di mana tool akan bergerak sepanjang garis sambungan (weld line), proses saat tool yang berputar berjalan sepanjang daerah yang disambung sehingga menghasilkan campuran struktur sambungan yang halus karena terjadi rekristalisasi. Pin akan mengaduk dan mendorong material

Rotating Plugging

Traversin g

Terminati on

Finish

plastis ini dari sisi advancing menuju sisi retreating dan juga dari depan tool ke belakang tool.

3. Tahapan termination

Langkah termination merupakan proses untuk mengakhiri proses FSW saat tool berhenti bergerak maju dan diangkat dari material yang dilas, dalam konsisi tool yang masih berputar. Tool dibiarkan berputar dalam material selama waktu dwell tertentu agar aliran materialnya rata sebelum diangkat dari material yang dilas sehingga meninggalkan bekas lubang.

Dokumen terkait