• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pembuatan dispersi padat meloksikam

Dispersi padat meloksikam dibuat menggunakan PEG 6000 sebagai zat pembawa dengan perbandingan 1:8 dan dilakukan dengan metode peleburan. PEG 6000 sebagai zat pembawa memiliki sifat mudah larut air, serta memiliki titik leleh dan toksisitas rendah (Alatas dkk., 2006; Zaini dkk., 2010). Komposisi dispersi padat meloksikam-PEG 6000 dengan perbandingan 1:8 diketahui dapat meningkatkan kelarutan meloksikam dan mempunyai profil pelepasan yang baik (Shenoy dan Pandey, 2008). Metode peleburan memiliki beberapa keuntungan, seperti tidak membutuhkan pelarut, proses pengerjaannya sederhana, dan lebih ekonomis (Kumar dan Vandana, 2012). Hasil dispersi padat meloksikam-PEG 6000 berupa serbuk berwarna kuning yang didapatkan dari warna meloksikam murni dan rendemen yang dihasilkan sebesar 81,12%. Hasil rendemen yang didapat dipengaruhi akibat kehilangan massa selama proses penghalusan dengan lumpang dan alu, serta selama proses pengayakan.

B. Pengujian FTIR dispersi padat meloksikam.

Pengujian FTIR bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan signifikan pada meloksikam setelah dibuat dalam bentuk dispersi padat. Pengujian dilakukan dengan membandingkan spektrum meloksikam, PEG 6000, dan dispersi padat meloksikam, apabila ada pergeseran spektrum yang signifikan, maka PEG 6000 sebagai zat pembawa membentuk interaksi yang mengubah gugus fungsi meloksikam dan memengaruhi efek terapi meloksikam (Ameliana dkk., 2018). Hasil pengujian FTIR dispersi padat meloksikam, meloksikam, dan PEG 6000 menunjukan bahwa bilangan gelombang yang teridentifikasi tidak menunjukan perbedaan yang signifikan dan masuk ke dalam rentang bilangan gelombang sesuai karakteristik gugus fungsi masing-masing. Pada hasil pengujian FTIR dispersi padat meloksikam terdapat adanya gugus fungsi tambahan, yaitu gugus fungsi (CH- alkana) pada bilangan gelombang 2881,2 cm-1 dan gugus fungsi (C-O) pada bilangan gelombang 1095,8 cm-1. Kedua gugus fungsi tersebut merupakan gugus fungsi dari PEG 6000 sebagai zat pembawa. Dari hasil pengujian FTIR tersebut, dapat dikatakan bahwa pembuatan dispersi padat meloksikam dengan PEG 6000 sebagai zat pembawa tidak membentuk interaksi yang mengubah gugus fungsi meloksikam dan memengaruhi efek terapi meloksikam (Berhate et al., 2009).

23 a

b

c

Gambar 6. Hasil pengujian FTIR (a) meloksikam (b) PEG 6000 (c) DPM Tabel 2. Hasil Pengujian FTIR

Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)

Literatur* DPM Meloksikam PEG 6000

-OH 3000-3750 cm-1 3289,4 cm-1 3287,5 cm-1 -

C=O 1620 cm-1 1619,5 cm-1 1617,7 cm-1 -

C-NH 1500-1650 cm-1 1550,6 cm-1 1548,7 cm-1 -

CH3 1350-1470 cm-1 1466,7 cm-1 1457,4 cm-1 -

S=O 1163-1346 cm-1 1241,2 cm-1 1217,0 cm-1 -

CH- (aromatik) 567-846 cm-1 840,5 cm-1 823,7 cm-1

CH- (alkana) 2853-2962 cm-1 2881,2 cm-1 - 2879,4 cm-1

C-O 1000-1300 cm-1 1095,8 cm-1 - 1095,8 cm-1

* dikutip dari Barhate et al., 2009; Dachriyanus, 2004; Darni dkk., 2017; Dompeipen, 2017

24

C. Penetapan kadar meloksikam dalam dispersi padat

Hasil pengukuran dalam dapar fosfat pH 7,4 menunjukkan meloksikam memiliki serapan maksimum sebesar 0,222 pada panjang gelombang 362 nm. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa meloksikam dalam larutan dapar fosfat pH 7,4 memiliki panjang gelombang maksimum pada 362 nm (Mwagi et al., 2021). Selanjutnya dilakukan pembuatan kurva baku meloksikam dalam larutan dapar fosfat pH 7,4. Diperoleh suatu persamaan regresi linier yaitu y = 0,0207x + 0,0106 dengan nilai r = 0,9993. Nilai r dikatakan baik apabila mendekati 1. Penetapan kadar meloksikam dalam dispersi padat dilakukan dengan menimbang dispersi padat meloksikam setara dengan 25 mg meloksikam, yaitu sebanyak 225 mg lalu dibuat larutan dengan konsentrasi 20 ppm dalam dapar fosfat pH 7,4. Perlakuan dilakukan triplo dan diamati serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 362 nm. Hasil pengukuran menunjukan bahwa kadar meloksikam dalam dispersi padat sebesar 98,16%. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa rentang kadar yang memenuhi persyaratan pada larutan uji dengan konsentrasi 20 ppm, yaitu 80-110% (Huber, 2007). Selanjutnya, rata-rata persen kadar tersebut digunakan untuk menentukan jumlah dispersi padat meloksikam sehingga setara dengan 7,5 mg meloksikam untuk formula sediaan patch. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa 68,76 mg dispersi padat meloksikam setara dengan 7,5 mg meloksikam.

Gambar 7. Hasil kurva kalibrasi meloksikam dalam (a) dapar fosfat pH 7,4 (b) etanol 96%

y = 0,0207x + 0,0106 r = 0,9993 0

0,2 0,4 0,6 0,8

0 10 20 30 40

Absorban

Konsentrasi (ppm)

a

Absorban

Linear (Absorban)

y = 0,045x - 0,0008 r = 0,9998 0

0,2 0,4 0,6 0,8

0 5 10 15 20

Absorban

Konsentrasi (ppm)

b

Absorban

Linear (Absorban)

25

Tabel 3. Hasil Penetapan Kadar Meloksikam dalam Dispersi Padat dan Patch Transdermal

Replika DPM (%) F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10

1 97,80 98,64 99,04 99,26 99,90 99,53 98,58 100,03 99,94 99,23 98,98 2 99,03 100,07 100,12 99,64 99,56 99,20 100,46 100,01 99,64 99,48 99,35 3 97,66 99,82 99,76 99,73 99,45 99,45 98,13 98,96 99,97 99,56 100,13 Rerata 98,16 99,51 99,64 99,55 99,63 99,39 99,06 99,67 99,85 99,42 99,49

SD 0,76 0,77 0,55 0,25 0,23 0,17 1,23 0,61 0,18 0,17 0,59

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Pengaruh Basis Sediaan Patch

Replika Absorban

Patch dengan Meloksikam Patch Tanpa Meloksikam

1 0,6660 0,0007

2 0,6680 0,0005

3 0,6709 0,0008

D. Pembuatan sediaan patch

Sediaan patch dibuat dalam 10 formula dengan perbedaan konsentrasi asam oleat, isopropil miristat, dan natrium lauril sulfat di setiap formulanya. Perbedaan jenis dan konsentrasi peningkat penetrasi bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya dalam meningkatkan penetrasi meloksikam pada sediaan patch. Sediaan patch terdiri dari zat aktif dan zat tambahan. Zat aktif yang digunakan, yaitu meloksikam sebagai antiinflamasi untuk pengobatan rheumatoid arthritis dan osteoartritis (Sweetman, 2009). Zat tambahan yang digunakan, yaitu etil selulosa (EC), hidroksi propil metil selulosa (HPMC), dan gliserin.

Etil selulosa sebagai polimer lipofilik dipilih karena memiliki kekerasan dan kelenturan yang baik serta barrier sehingga mengatur pelepasan obat (Fatmawaty dkk., 2017; Rahim dkk., 2016). Hidroksi propil metil selulosa sebagai polimer hidrofilik dipilih karena dapat membentuk pori-pori sehingga membantu pelepasan obat (Pramesthie dkk., 2014). Gliserin sebagai plasticizer dipilih karena dapat menambah kelenturan pada sediaan patch. Selain itu, gliserin juga menghasilkan sifat fisik yang lebih baik jika digunakann dengan polimer selulosa (Ningsi dkk., 2015). Sediaan patch dibuat dengan melarutkan etil selulosa menggunakan etanol 96% kemudian diaduk hingga homogen. Kemudian melarutkan hidroksi propil metil selulosa menggunakan metanol kemudian diaduk hingga homogen.

Setelah masing-masing polimer homogen, lalu kedua polimer tersebut dicampurkan dan diaduk hingga homogen. Sambil diaduk tambahkan gliserin dan peningkat penetrasi lalu aduk hingga beberapa menit. Terakhir tambahkan dispersi padat meloksikam dengan pengadukan hingga tercampur. Setelah itu, campuran tersebut dituang ke cetakan yang telah disediakan kemudian dikeringkan pada suhu ruang selama dua hari. Setelah mengering, patch dipotong dengan ukuran masing-masing 10 cm2. Patch yang sudah

26

dipotong kemudian dibungkus dalam alumunium foil dan disimpan dalam desikator (Mahajan et al., 2018).

Gambar 8. Transdermal patch dengan peningkat penetrasi (a) IPM (b) asam oleat (c) natrium lauril sulfat

E. Penetapan kadar meloksikam dalam sediaan patch

Hasil pengukuran serapan maksimum meloksikam dalam pelarut etanol 96% sebesar 0,479 pada panjang gelombang 363 nm. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa meloksikam dalam etanol 96% memiliki panjang gelombang maksimum pada 363 nm (Siddharth dan Sunny, 2014). Selanjutnya dibuat kurva baku dari berbagai variasi konsentrasi larutan baku dan diperoleh persamaan regresi linier yaitu y = 0,045x - 0,0008 dengan nilai r = 0,9998. Nilai r dikatakan baik apabila mendekati 1. Pemeriksaan pengaruh basis bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya serapan yang dihasilkan oleh basis pada panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Pemeriksaan pengaruh basis terhadap serapan meloksikam dalam sediaan patch dilakukan dengan mengekstraksi patch dengan meloksikam dan patch tanpa meloksikam dalam etanol 96% dengan hot plate magnetic strrirer selama 60 menit lalu dimasukan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan etanol 96% sampai tanda batas. Kemudian dipipet 1 mL dan dimasukan ke dalam labu ukur 10 mL lalu ditambahkan etanol 96% sampai tanda batas.

Perlakuan dilakukan triplo kemudian diamati serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 363 nm. Hasil pengukuran menunjukan bahwa patch tanpa meloksikam tidak menunjukan adanya serapan dibandingkan patch dengan meloksikam. Dari hasil pengukuran tersebut, dapat dikatakan bahwa etil selulosa dan hidroksi propil metil selulosa sebagai basis patch tidak akan memengaruhi serapan

c

27

meloksikam. Hasil pengukuran menunjukan kadar meloksikam dalam patch berkisar antara 99,06-99,85%.

F. Evaluasi sifat fisik sediaan patch (a) Organoleptik.

Patch memiliki bentuk persegi panjang, tidak berbau dengan kondisi permukaan yang kering dan tidak retak serta berwarna kuning yang tersebar keseluruh permukaan. Dari hasil pengujian tersebut, dapat dikatakan bahwa dispersi padat meloksikam sebagai zat aktif sudah tersebar secara merata pada saat proses pembuatan patch.

Tabel 5. Hasil Organoleptis

Formula Bentuk Bau Kondisi Permukaan Warna

1 Lapisan tebal Tidak Berbau Kering dan Tidak Retak Kuning 2 Lapisan tebal Tidak Berbau Kering dan Tidak Retak Kuning 3 Lapisan tebal Tidak Berbau Kering dan Tidak Retak Kuning 4 Lapisan tebal Tidak Berbau Kering dan Tidak Retak Kuning 5 Lapisan tebal Tidak Berbau Kering dan Tidak Retak Kuning 6 Lapisan tebal Tidak Berbau Kering dan Tidak Retak Kuning 7 Lapisan tebal Tidak Berbau Kering dan Tidak Retak Kuning 8 Lapisan tebal Tidak Berbau Kering dan Tidak Retak Kuning 9 Lapisan tebal Tidak Berbau Kering dan Tidak Retak Kuning 10 Lapisan tebal Tidak Berbau Kering dan Tidak Retak Kuning

(b) Keseragaman bobot

Tabel 6. Hasil Keseragaman Bobot

Patch Keseragaman Bobot (mg)

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10

1 482 487 505 523 505 520 540 485 495 507

2 478 491 503 524 508 522 541 484 499 505

3 483 485 504 520 507 520 540 480 498 503

4 482 486 498 522 510 525 542 488 491 510

5 479 483 499 518 505 521 541 484 493 513

6 486 493 502 523 511 524 542 483 498 503

7 485 483 505 517 506 523 543 490 502 508

8 483 488 509 518 507 521 539 492 504 514

9 485 494 506 519 509 527 541 491 493 508

10 479 495 508 523 511 528 538 488 502 512

Rerata 482,2 488,5 503,9 520,7 507,9 523,1 540,7 486,5 497,5 508,3

SD 2,78 4,48 3,54 2,58 2,28 2,85 1,49 3,89 4,40 3,95

CV 0,58% 0,92% 0,70% 0,50% 0,45% 0,54% 0,28% 0,80% 0,89% 0,78%

Patch memiliki rata-rata bobot berkisar antara 482,2-523,1 mg. Hal ini sesuai literatur yang menyatakan bahwa keseragaman bobot yang memenuhi persyaratan, yaitu koefisien variasi <2% (Auliya dkk., 2019). Dari hasil pengujian tersebut, dapat dikatakan bahwa perbedaan konsentrasi peningkat penetrasi menyebabkan adanya variasi bobot dari patch yang dihasilkan. Pada formula 4, 7, dan 10 rata-rata bobot yang dimiliki paling tinggi

28

dibandingkan formula lainnya, hal ini dikarenakan terjadi peningkatan bobot jenis pada tersebut yang menggunakan konsentrasi peningkat penetrasi paling tinggi sehingga semakin banyak bobot jenis yang bertambah dapat meningkatkan keseragaman bobot pada sediaan patch (Patel et al., 2014).

(c) Ketahanan lipat

Patch memiliki nilai ketahanan lipat lebih dari 300 kali lipatan dengan kondisi patch dalam keadaan baik, tidak rusak, dan tidak retak. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa ketahanan lipat yang memenuhi persyaratan, yaitu >300 kali (Nurahmanto dkk., 2017). Dari hasil pengujian tersebut, dapat dikatakan bahwa gliserin sebagai plasticizer menambah kelenturan pada patch.

(d) Ketebalan

Patch memiliki rata-rata ketebalan berkisar antara 0,85-0,94 mm. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa rentang ketebalan yang memenuhi persyaratan, yaitu 0,5- 1 mm. Jika patch terlalu tebal bisa menyebabkan ketidaknyamanan dalam pemakaian, apabila patch terlalu tipis bisa menyulitkan dalam pemakaian (Yustiantara dkk., 2018). Dari hasil tersebut, dapat dikatakan isopropil miristat sebagai peningkat penetrasi menyebabkan adanya variasi ketebalan dari patch yang dihasilkan. Pada formula 4, 7, dan 10 rata-rata ketebalan yang dimiliki paling tinggi dibandingkan formula lainnya, hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan bobot jenis pada formula tersebut yang menggunakan konsentrasi peningkat penetrasi paling tinggi sehingga semakin banyak bobot jenis yang bertambah dapat meningkatkan ketebalan pada sediaan patch (Patel et al., 2014).

Gambar 9. Evaluasi ketebalan patch transdermal meloksikam

0,8 0,82 0,84 0,86 0,88 0,9 0,92 0,94 0,96

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0,85 0,88

0,90 0,92

0,86 0,90

0,94

0,86 0,87 0,91

Ketebalan (mm)

Formula

29 (e) pH.

Patch memiliki rata-rata pH berkisar antara 5,22-6,05. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa rentang pH yang memenuhi persyaratan, yaitu 4,5-6,5 (Nurahmanto dkk., 2017). Dari hasil tersebut, dapat dapat dikatakan ketiga peningkat penetrasi menyebabkan adanya variasi pH dari patch yang dihasilkan. Pada formula 4 dan 7 rata-rata pH yang dimiliki paling rendah dibandingkan formula lainnya, hal ini dikarenakan isopropil miristat dan asam oleat memiliki pH yang bersifat asam dimana formula 4 dan 7 yang menggunakan konsentrasi isopropil miristat dan asam oleat paling tinggi sehingga menurunkan nilai pH patch (Borges et al., 2013).

Gambar 10. Evaluasi pH patch transdermal meloksikam

G. Evaluasi Laju Difusi

(a) Optimasi waktu impregnasi membran millipore

Tabel 7. Hasil Optimasi Waktu Impregnasi Menit Impregnasi (%)

10 122,07 ± 0,6680 30 141,60 ± 0,2171 45 169,1989 ± 0,8669 60 200,2171 ± 1,1289

Optimasi dilakukan dengan merendam membran millipore dalam larutan spangler selama 10, 30, 45, dan 60 menit kemudian dihitung presentasi impregnasinya sesuai dengan berat membran millipore sebelum dan sesudah diimpregnasi. Pemilihan waktu optimum didasarkan pada bobot membran millipore yang memiliki kenaikan bobot terkecil.

4,8 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8 6,0 6,2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

5,45 5,38 5,34 5,29

5,41 5,31

5,22

5,85 5,92 6,05

pH

Formula

30

Kemudian waktu optimum tersebut digunakan untuk impregnasi membran millipore dalam larutan spangler selajutnya. Hasil presentasi impregnasi membran millipore didapatkan waktu optimum, yaitu pada menit ke-10 (Yati dkk., 2017).

(b) Hasil uji difusi

Pengujian difusi dilakukan dengan menggunakan sel difusi Franz. Membran yang digunakan, yaitu membran millipore dengan diameter pori-pori sebesar 0,22 µm yang telah diimpregnasi dengan larutan spangler. Pada kompartemen reseptor dimasukan larutan dapar fosfat pH 7,4 yang berfungsi sebagai pengganti simulasi kondisi pH cairan biologis tubuh. Hasil pengujian menunjukkan kisaran persen terdifusi antara 80,67% - 96,38%. Dari hasil data tersebut, dapat dikatakan bahwa perbedaan konsentrasi dan jenis peningkat penetrasi menyebabkan peningkatan persen terdifusi dari patch yang dihasilkan. Pada formula 7 rata-rata persen terdifusi yang dimiliki paling tinggi dibandingkan dengan formula lainnya dimana penggunaan konsentrasi asam oleat paling tinggi sebesar 20%. Hal ini karena asam oleat memiliki sifat yang sama dengan stratum korneum yang menyebabkan asam oleat lebih mudah untuk penetrasi ke dalam sawar kulit, sehingga semakin besar konsentrasi asam oleat maka semakin mudah asam oleat berpenetrasi ke dalam kulit (Barry et al.,1987). Isopropil miristat dapat meningkatkan kemampuan penetrasi zat aktif dikarenakan isopropil miristat berkerja dengan berintegrasi dalam lapisan lipid sehingga dapat meningkatkan fluiditas kulit, melunakkan struktur kulit yang kaku, dan meningkatkan koefisien difusi serta permeasi obat sehingga dapat dikatakan konsentrasi yang tinggi dari isopropil miristat dapat meningkatkan penetrasi zat aktif ke dalam kulit (Dragicevic et al., 2015; Ita, 2020).

Tabel 8. Hasil Persentase Meloksikam yang Terdifusi

Menit Kumulatif Terdifusi (%)

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10

30 9,1975 14,2284 18,51073 21,84433 15,7211 20,0236 22,9242 12,8082 16,1750 19,0869 60 11,6074 17,14927 22,10567 24,6681 18,1808 22,3504 25,5757 15,6607 18,3130 21,6729 90 13,66377 19,46967 26,15317 27,46107 22,5701 27,7092 31,1274 17,3174 22,2588 26,0367 120 23,65213 26,70703 36,6056 41,943 29,4582 47,7563 42,3648 29,1994 32,8917 38,2071 180 44,61667 47,9169 46,64287 52,0506 48,0481 58,4648 50,4764 46,1011 48,8007 53,1314 240 54,64927 60,01533 65,01043 65,8892 60,1284 66,6318 67,5207 57,8952 61,0245 63,3145 300 62,2879 68,18907 72,68003 74,42667 69,9344 75,8930 74,0607 67,9537 71,1401 74,8803 360 69,98217 73,27923 81,21253 81,0689 78,6496 80,9568 82,3377 74,7381 77,5034 80,2427 420 75,41553 80,3919 86,86753 87,7017 84,2314 85,3338 90,7631 79,7434 83,5234 87,4039 480 80,66833 86,11813 92,03303 95,56843 89,3747 93,9162 96,3853 85,8091 90,7508 93,3322

31

Gambar 11. Jumlah kumulatif meloksikam yang terdifusi dari patch transdermal terhadap waktu

(c) Model kinetika laju difusi

Berdasarkan hasil uji difusi dapat diketahui mekanisme laju difusi dari meloksikam.

Data meloksikam yang terdifusi dimasukan ke dalam persamaan model kinetika orde nol, orde, satu, Higuchi, dan Korsmeyer-Peppas. Data yang digunakan untuk menentukan kinetika laju difusi adalah waktu dan jumlah kumulatif yang terdifusi di tiap waktu pengambilan sampel pada menit ke 30, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420, dan 480.

Berdasarkan hasil nilai r teringgi menunjukkan bahwa pada F1 sampai F10 mengikuti kinetika Higuchi. Model kinetika laju difusi Higuchi menggambarkan pelepasan zat aktif dari matriks bergantung pada akar waktu dan berdasarkan difusi fickian. Artinya pelepasan dipengaruhi oleh waktu di mana semakin lama waktu, maka kecepatan zat aktif yang akan dilepaskan semakin rendah. Hal ini disebabkan jarak difusi zat aktif yang semakin panjang.

Model Higuchi menggambarkan kelarutan zat aktif dari beberapa tipe sediaan farmasi dengan pelepasan termodifikasi, seperti sistem penghantaran obat transdermal dan tablet matriks larut dalam air (Dash et al., 2010; Kakar et al., 2014; Singhvi dan Singh, 2011).

Selain itu, dari hasil data tersebut juga diketahui bahwa formula 7 dengan konsentrasi asam oleat tertinggi yaitu sebanyak 20% memiliki nilai laju difusi paling tinggi.

32

Tabel 9. Hasil Kinetika Laju Difusi Formula Parameter Kinetika Laju Difusi

Orde 0 Orde 1 Higuchi Korsmeyer-Peppas

1 r 0,9786 0,9233 0,9878 0,9773

k 0,0008 0,0049 0,0230 0,0016

2 r 0,9802 0,9247 0,9866 0,9766

k 0,0008 0,0042 0,0232 0,0042

3 r 0,9868 0,9529 0,9910 0,9855

k 0,0008 0,0036 0,0233 0,0080

4 r 0,9873 0,9506 0,9919 0,9804

k 0,0008 0,0034 0,0236 0,0113

5 r2 0,9861 0,9492 0,9899 0,9819

K 0,0032 0,0004 0,003 0,7182

6 r2 0,9710 0,9717 0,9901 0,9778

K 0,0008 0,0033 0,0231 0,623

7 r2 0,6904 0,9584 0,9924 0,9843

K 0,0008 0,0033 0,0239 0,5779

8 𝑟2 0,9818 0,9358 0,9888 0,9780

k 0,0008 0,0044 0,0237 0,0033

9 𝑟2 0,9857 0,9445 0,9911 0,9813

k 0,0008 0,0039 0,0236 0,0055

10 𝑟2 0,9849 0,9444 0,9924 0,9832

k 0,0008 0,0036 0,0238 0,0083

33

Dokumen terkait