40
41 Tabel 4.2
Deskripsi Statistik
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ROA 37 -.55 4.94 1.9611 1.27299
CAR 37 11.17 27.33 16.0135 3.52696
NPL 37 .09 4.02 1.3422 1.05239
LDR 37 42.08 151.03 82.7773 16.32504
BOPO 37 51.27 108.91 81.7032 12.27425
NIM 37 1.91 12.53 5.8069 1.97154
Valid N (listwise) 37
B. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas
Berdasarkan hasil pengujian uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi untuk masing masing variabel baik variabel dependen maupun variabel independen.
Berdasarkan kriteria pengujian hipotesis diketahui bahwa Ho diterima apabila nilai signifikansi lebih besar dari taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 5% artinya data berdistribusi normal.
Hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov disajikan pada tabel 4.3.
Hasil uji normalitas untuk variabel CAR (X1) menunjukkan perolehan nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,208. Hasil tersebut menunjukkan nilai yang lebih besar bila dibandingkan dengan taraf
42 signifikansinya (0,208 > 0,01) sehingga data variabel CAR (X1) memenuhi persyaratan data berdistribusi normal.
Tabel 4.3
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ROA CAR NPL LDR BOPO NIM
N 37 37 37 37 37 37
Normal Parametersa,,b Mean 1.9611 16.0135 1.3422 82.7773 81.7032 5.8069 Std. Deviation 1.27299 3.52696 1.05239 16.32504 12.27425 1.97154 Most Extreme Differences Absolute .145 .175 .142 .191 .164 .252
Positive .145 .175 .142 .191 .131 .252
Negative -.104 -.087 -.117 -.140 -.164 -.120
Kolmogorov-Smirnov Z .880 1.063 .862 1.164 .995 1.532
Asymp. Sig. (2-tailed) .421 .208 .447 .133 .276 .018
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Uji normalitas yang dilakukan pada variabel NPL (X2) menghasilkan nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,447. Dengan kriteria taraf signifikansi 1% maka diketahui bahwa 0,447 lebih besar dari 0,01; sehingga dapat diartikan bahwa variabel NPL (X2) memiliki distribusi normal.
Pengujian normalitas berikutnya juga dilakukan pada variabel LDR (X3). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai signifikansi (p-value) lebih besar dari 0,01 yaitu sebesar 0,133. Hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel LDR (X3) memiliki distribusi normal.
Variabel independen keempat yaitu BOPO (X4), berdasar hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
43 diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,276, yang bila dibandingkan dengan taraf signifikansi 0.01 maka dapat disimpulkan bahawa data BOPO (X4) berdistribusi normal. Variabel independen yang terakhir adalah NIM. Hasil uji normalitas terhadap variable NIM (X5) menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.18. Bila dibandingkan dengan taraf signifikansi 1% maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data variabel NIM (X5) adalah normal.
Pengujian normalitas untuk variabel dependen yaitu variabel ROA (Y) menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,421. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa variabel ROA (Y) juga memiliki distribusi normal. Dengan demikian, persyaratan normalitas data terpenuhi untuk semua variabel yang diteliti.
2. Uji Linearitas
Regresi linear dapat digunakan apabila asumsi linearitas dapat terpenuhi.
Apabila asumsi ini tidak terpenuhi, maka kita tidak dapat menggunakan analisis regresi linear, akan tetapi kita bisa menggunakan analisis regresi nonlinear. Untuk mengetahui apakah regresi antar variabel yang diteliti linear atau tidak maka dilakukan uji linearitas. Pertama, uji linearitas antara variabel CAR (X1) terhadap ROA (Y) menunjukkan bahwa persamaan regresinya linear. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi pada deviation from linearity sebesar 0,574 (seperti terlihat pada tabel 4.4); yang artinya Ho diterima bahwa persamaan regresi memenuhi persyaratan linearitas.
44 Tabel 4.4
Uji Linearitas Regresi CAR terhadap ROA
ANOVA Table Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
ROA * CAR Between Groups (Combined) 57.287 35 1.637 1.557 .572
Linearity 2.320 1 2.320 2.207 .377
Deviation from Linearity
54.967 34 1.617 1.538 .574
Within Groups 1.051 1 1.051
Total 58.338 36
Tabel 4.5 menyajikan hasil uji linearitas regresi antara variabel NPL (X2) terhadap ROA (Y) dimana besarnya nilai signifikansi pada deviation from linearity adalah 0,958. Hal ini menunjukkan penerimaan terhadap H0 dan dapat diartikan bahwa regresi linear.
Tabel 4.5
Uji Linearitas Regresi NPL terhadap ROA
ANOVA Table Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
ROA * NPL Between Groups (Combined) 51.966 35 1.485 .233 .954
Linearity 3.525 1 3.525 .553 .593
Deviation from Linearity
48.441 34 1.425 .224 .958
Within Groups 6.372 1 6.372
Total 58.338 36
Uji linearitas yang dilakukan untuk variabel LDR (X3) terhadap ROA (Y) menunjukkan bahwa persamaan regresi linear. Hal ini diketahui dari nilai signifikansi
45 pada deviation from linearity sebesar 0,546 (lihat tabel 4.6). Karena nilai signifikansi (p-value) lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol diterima, berarti persamaan regresi linear. Dari ketiga hasil pengujian linearitas diatas maka asumsi linearitas pada persamaan regresi terpenuhi.
Tabel 4.6
Uji Linearitas Regresi LDR terhadap ROA
ANOVA Table Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
ROA * LDR Between Groups (Combined) 57.400 35 1.640 1.748 .546
Linearity 1.848 1 1.848 1.969 .394
Deviation from Linearity
55.552 34 1.634 1.741 .546
Within Groups .938 1 .938
Total 58.338 36
Untuk pengujian linearitas regresi antara BOPO (X4) dan NIM (X5) terhadap ROA, perhitungan SPSS tidak menghasilkan output yang menggambarkan linearity.
Oleh karena itu pengujian linearitas untuk dua variabel independen tersebut dilakukan dengan metode grafik. Hasil pengujian dengan metode grafik antara BOPO terhadap ROA dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut. Berdasarkan gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa regresi linear untuk BOPO terhadap ROA.
46 Gambar 4.1
Scatterplot untuk uji Linearitas BOPO terhadap ROA
Untuk pengujian linearitas antara NIM dengan ROA dapat dilihat dari gambar 4.2 berikut ini. Berdasarkan gambar scatterplot dapat disimpulkan bahwa hubungan antara NIM dengan ROA adalah linear.
Gambar 4.2
Scatterplot untuk uji Linearitas NIM terhadap ROA
47 3. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang “sempurna” atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari regresi. Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi kolerasi, maka dinamakan terdapat masalah multikolinieritas. Tabel 4.7 menunjukkan hubungan antar independen variabel masih dibawah 0,5. Apabila nilai matriks korelasi tidak ada yang lebih besar dari 0,5 maka dapat dikatakan data yang akan dianalisis terlepas dari gejala multikolinearitas Hal ini dapat diartikan bahwa tidak terdapat hubungan antar independen variabel.
Tabel 4.7
Coefficient Correlationsa
Model NIM LDR NPL CAR BOPO
1 Correlations NIM 1.000 .010 .002 -.028 .304
LDR .010 1.000 -.157 -.316 -.013
NPL .002 -.157 1.000 .051 -.318
CAR -.028 -.316 .051 1.000 .213
BOPO .304 -.013 -.318 .213 1.000
Covariances NIM .002 1.870E-6 7.182E-6 -2.446E-5 8.042E-5 LDR 1.870E-6 2.224E-5 -5.491E-5 -3.324E-5 -4.107E-7
NPL 7.182E-6 -5.491E-5 .006 8.505E-5 .000
CAR -2.446E-5 -3.324E-5 8.505E-5 .000 3.229E-5 BOPO 8.042E-5 -4.107E-7 .000 3.229E-5 4.621E-5 a. Dependent Variable: ROA
Selain itu untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilakukan dengan menghitung nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai tolerance-nya.
Apabila nilai VIF berada dibawah 10 dan nilai tolerance mendekati 1, maka diambil
48 kesimpulan bahwa model regresi tersebut tidak terdapat problem multikolineritas (Imam Gozali, 2001).
Tabel 4.8 berikut ini menunjukkan hasil perolehan nilai VIF dan nilai toplerance untuk masing-masing variabel independen. Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas dengan menggunakan SPSS dapat diketahui bahwa persyaratan asumsi klasik tidak ada multikolinearitas telah terpenuhi.
Tabel 4.8 Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
(Const ant)
6.948 .822 8.452 .000
CAR .017 .022 .046 .746 .462 .841 1.189
NPL .100 .074 .083 1.351 .186 .855 1.170
LDR -.016 .005 -.210 -3.472 .002 .881 1.136
BOPO -.071 .007 -.680 -10.382 .000 .750 1.334
NIM .299 .039 .462 7.664 .000 .885 1.130
a. Dependent Variable: ROA
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Uji ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan residualnya. Dengan melihat ouput yang disajikan pada tabel 4.9 diketahui bahwa besarnya hubungan antara variabel CAR dengan residualnya memperoleh nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,988, lebih besar dibandingkan taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan
49 bahwa Ho diterima, yang artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel CAR (X1). Hubungan antara variabel NPL (X2) dengan residualnya menghasilkan nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,996; lebih besar dibandingkan taraf signifikansi 1 atau 5%. Hal ini dapat diartikan bahwa hubungan antara NPL (X2) dengan residualnya tidak signifikan sehingga Ho diterima, yang artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel NPL (X2).
Pengujian varians residual untuk kriteria LDR (X3) menghasilkan nilai signifikansi 0,937. Karena nilai signifikansi (p-value) lebih besar dari taraf signifikansi 1 atau 5%
maka hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan tidak terjadi heteroskedastisitas dapat diterima artinya asumsi homoskedastisitas terpenuhi.
Hubungan antara variabel BOPO (X4) dengan residualnya menghasilkan nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,950; lebih besar dibandingkan taraf signifikansi 1 atau 5%. Hal ini dapat diartikan bahwa hubungan antara BOPO (X4) dengan residualnya tidak signifikan sehingga Ho diterima, yang artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel BOPO (X4). Besarnya hubungan antara variabel NIM (X5) dengan residualnya memperoleh nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,991, lebih besar dibandingkan taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima, yang artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel NIM (X5).
50 Tabel 4.9
Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .000 .822 .000 1.000
CAR .000 .022 -.003 -.016 .988 .841 1.189
NPL .000 .074 .001 .005 .996 .855 1.170
LDR .000 .005 -.015 -.080 .937 .881 1.136
BOPO .000 .007 .013 .063 .950 .750 1.334
NIM .000 .039 -.002 -.012 .991 .885 1.130
M. Dependent Variable: residual
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel independen (CAR, NPL, LDR, BOPO dan NIM) tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan residualnya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai significant coefficient (tabel 4.9) masing-masing variabel independen melebihi taraf signifikansi 5%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda yang diperoleh memenuhi persyaratan asumsi klasik bahwa varians residual konstan (tidak terjadi heteroskedastisitas).
5. Uji Autocorrelation
Perhitungan SPSS menghasilkan nilai Durbin Watson sebesar 2.609 (lihat table 4.10).
Untuk mengetahui ada tidaknya otokorelasi maka harus dicari nilai batas atas dan batas bawah pada table Durbin Watson dengan k = 5 dan n = 37.
51 Tabel 4.10
Perhitungan Durbin Watson
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .949a .900 .884 .43347 2.609
a. Predictors: (Constant), NIM, LDR, NPL, CAR, BOPO N. Dependent Variable: ROA
Berdasarkan table DW maka diperoleh nilai du sebesar 1.7950 dan dl sebesar 1.1901.
Dengan du dan dl tersebut maka diperoleh nilai 4 – du sebesar 2.1050 dan nilai 4 – dl sebesar 2.8099. Apabila dilihat pada kriteria keputusan dalam grafik pada gambar 4.3, maka nilai perolehan Durbin Watson masuk dalam daerah ragu-ragu atau tidak dapat disimpulkan apakah terdapat otokorelasi atau tidak. Dalam analisis regresi, apabila asumsi ini tidak terpenuhi maka analisi regresi masih tetap bisa dilakukan.
C. Analisis Regresi Berganda
Berdasarkan hasil analisis data yang disajikan dalam table 4.13 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y = 6.948 + 0.017 X1 + 0.100 X2 – 0.016 X3 – 0.071 X4 + 0.299 X5 + ɛ. Untuk mengetahui apakah model regresi berganda tersebut signifikan
52 atau tidak maka dilakukan uji F. Perhitungan menggunakan SPSS 17 menghasilkan nilai F hitung sebesar 55.895 dengan nilai signifikansi 0.000 lebih kecil bila dibandingkan taraf signifikansi 1%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara simultan yang signifikan antara variabel CAR, NPL, LDR, BOPO dan NIM terhadap ROA. Dengan demikian model regresi tersebut signifikan.
Tabel 4.11
Uji F untuk Model Regresi
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 52.513 5 10.503 55.895 .000a
Residual 5.825 31 .188
Total 58.338 36
a. Predictors: (Constant), NIM, LDR, NPL, CAR, BOPO b. Dependent Variable: ROA
Besarnya pengaruh variabel CAR, NPL, LDR, BOPO dan NIM secara simultan terhadap ROA dapat diketahui dari nilai koefisien determinasi dalam table 4.12.
Tabel 4.12
Koefisien Determinasi untuk Persamaan Regresi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .949a .900 .884 .43347
a. Predictors: (Constant), NIM, LDR, NPL, CAR, BOPO
Koefisien determinasi sebesar 0.900 menjelaskan bahwa profitabilitas bank yang diukur dengan menggunakan ROA dipengaruhi oleh CAR, NPL, LDR, BOPO dan NIM sebesar 90 persen, sisanya sebesar 10 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model regresi.
53 D. Hasil Analisis dan Pembahasan
1. Pengaruh CAR terhadap ROA
CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio yang memperhitungkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko. Berdasarkan hasil penghitungan diketahui bahwa variabel koefisien regresi variabel CAR adalah 0,017 artinya jika varibel independen lainnya tetap dan variabel Capital Adequacy Ratio dinaikan sebesar 1% maka akan menaikan Return On Asset sebesar 0,017%. Capital Adequacy Ratio memiliki nilai signifikansi t hitung sebesar 0.462. Karena nilai signifikansi 0.462 lebih besar dari taraf signifikansi 1 persen, 5 persen maupun 10 persen, oleh karena itu hipotesis nol diterima. Artinya bahwa CAR tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap ROA.
Capital adalah jumlah total modal yang dibagi dengan jumlah aktiva tertimbang.
Modal bagi bank terdiri dari modal inti yaitu modal yang teridiri dari laba setelah pajak dan laba yang diperoleh setelah dipotong pajak yaitu modal sumbangan, cadangan umum, laba ditahan, sedangkan modal pelengkap terdiri dari cadangan yang dibentuk tidak terdiri dari laba setelah pajak yaitu modal cadangan dan cadangan penghapusan aktiva produktif. Menurut Ben Naceur et al., (2008), modal adalah faktor penggerak utama pengembangan usaha bisnis, dengan demikian semakin besar CAR maka semakin tinggi profitabilitas yang dimiliki bank. Namun terjadi perbedaan pada hasil penelitian ini, bahwa variabel CAR tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap profitabilitas, hal ini disebabkan bank lebih cenderung untuk menginvestasikan dananya dengan hati-hati dan lebih menekankan pada survival bank (Nusantara, 2009).
54 Kondisi permodalan bank umum devisa di Indonesia dalam kurun waktu pengamatan (2010-2013) tergolong cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan rata-rata CAR 16.01% sedangkan kondisi yang disyaratkan oleh Bank Indonesia adalah minimal 8%. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Esther (2011) yang menjelaskan bahwa perbankan mengandalkan pinjaman sebagai sumber pendapatan dan tidak menggunakan seluruh modalnya untuk meningkatkan profitabilitas bank (seperti misalnya pengembangan produk dan jasa diluar pinjaman yang dapat meningkatkan fee based income). Hasil penelitian didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu Nusantara (2009), Esther (2011) yang memperlihatkan hasil bahwa CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
2. Pengaruh NPL terhadap ROA
NPL merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
Uji t yang kedua untuk menguji pengaruh antara NPL terhadap ROA, diperoleh nilai signifikansi t hitung sebesar 0.186.
Tabel 4.13
Uji Parsial untuk Model Regresi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 6.948 .822 8.452 .000
CAR .017 .022 .046 .746 .462
NPL .100 .074 .083 1.351 .186
LDR -.016 .005 -.210 -3.472 .002
BOPO -.071 .007 -.680 -10.382 .000
NIM .299 .039 .462 7.664 .000
55 Dengan nilai signifikansi t hitung sebesar 0.186 lebih besar dari taraf signifikansi 1%, 5% atau 10% maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima.
Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara NPL terhadap ROA. Hal ini didukung oleh data yang dikumpulkan selama masa pengamatan tahun 2010-2013, menunjukkan rata-rata NPL sebesar 1,34%. Secara umum, bank umum devisa di Indonesia telah menerapkan prinsip kehati-hatian dengan baik, sehingga ketentuan Bank Indonesia yang mensyaratkan NPL tidak boleh melebihi 5% dapat terpenuhi dengan baik. Manajemen bank telah melakukan seleksi yang lebih ketat terhadap nasabah yang akan diberikan kredit. Jika kualitas kredit ditingkatkan maka akan mengurangi kredit bermasalah.
Suatu bank dikatakan memiliki NPL yang tinggi jika banyaknya kredit bermasalah lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah kredit yang diberikan pada debitur. Apabila suatu bank memiliki NPL yang tinggi, maka akan berakibat memperbesar biaya, baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya.
Dengan kata lain semakin tinggi NPL suatu bank maka akan mengganggu kinerja bank tersebut..
3. Pengaruh LDR terhadap ROA
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa pengaruh antara LDR terhadap ROA memiliki signifikansi t hitung sebesar 0,02 lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara LDR terhadap ROA (profitabilitas bank). Artinya semakin tinggi LDR maka semakin rendah ROA. Dengan koefisien beta LDR sebesar -0.016 dapat
56 diartikan bahwa setiap kenaikan 1% LDR akan mengakibatkan ROA mengalami penurunan sebesar 0,016%.
Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan kemampuan bank dalam membayar kepada para penyimpan dana dengan jaminan pinjaman dana yang diberikan kepada para debitur. Rasio ini mencerminkan kemampuan likuiditas bank.
LDR mengukur kemampuan bank dalam memenuhi pembayaran kembali deposito yang telah jatuh tempo kepada deposannya dan memenuhi permohonan kredit yang diajukan oleh debitur tanpa adanya penangguhan. LDR yang tinggi menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurang efektifnya bank dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat.
Berdasarkan data yang dikumpulkan selama masa pengamatan tahun 2010- 2013, menunjukkan rata-rata NPL sebesar 82.78%. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 12/19/PBI/2010 tanggal 4 Oktober 2010 dan berlaku 1 Maret 2011, tingkat LDR yang dianggap sehat oleh Bank Indonesia adalah berkisar antara 78% sampai dengan 100%. Secara umum, bank umum devisa di Indonesia telah efektif dalam menyalurkan dana pihak ketiga dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat. Efektivitas ini akan berdampak kepada efisiensibank karena pendapatan operasional bank sebagian besar adalah pendapatan dari bunga kredit atau dana yang dipinjamkan kepada masyarakat.
4. Pengaruh BOPO terhadap ROA
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai signifikansi t hitung untuk pengaruh BOPO terhadap ROA sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.05. Hal ini menunjukkan
57 bahwa hipotesis nol ditolak, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara BOPO terhadap ROA. Dengan nilai koefisien beta sebesar -0.071 dapat dijelaskan bahwa setiap penurunan 1% nilai BOPO maka profitabilitas bank akan mengalami kenaikan sebesar 0,071%, dengan asumsi variabel yang lain konstan.
BOPO yaitu rasio yang mengukur kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya operasional dan pendapatan operasional. Menurut ketentuan Bank Indonesia efisiensi diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional, mengingat kegiatan utama bank adalah bertindak sebagai perantara yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. Tingginya rasio BOPO menunjukkan bahwa bank belum mampu mendayagunakan sumber daya yang dimiliki atau belum mampu menjalankan kegiatan operasionalnya secara efisien, sehingga akan berakibat turunnya profitabilitas. Semakin kecil rasio BOPO menunjukkan semakin efisiennya bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, sehingga kesempatan untk memperoleh keuntungan yang lebih akan semakin tinggi.
Rata-rata BOPO bank umum devisa di Indonesia adalah 81,70%. Hal ini menunjukkan bahwa bank umum devisa di Indonesia telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang menetapkan BOPO kurang dari 100%. Dapat diartikan bahwa bank umum devisa di Indonesia telah mampu mengoptimalkan kegiatan operasionalnya sehingga dapat mencapai tingkat efisiensi.
58 Jika bank dalam menjalankan operasinya dengan cara efisien yaitu memperkecil rasio BOPO maka pendapatan yang diperoleh bank tentu akan meningkat dan juga diimbangi meningkatnya profitabilitas.
5. Pengaruh NIM terhadap ROA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikansi t hitung sebesar 0.000 lebih kecil dari taraf signifikansi 1%, 5% atau 10%. Dengan demikian hipotesis nol ditolak, dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara NIM terhadap ROA. Koefisien beta sebesar 0.299 dapat diartikan bahwa jika terjadi kenaikan pada NIM sebesar 1% maka ROA juga akan mengalami kenaikan sebesar 0,299%.
Net Interest Margin mencerminkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
Semakin besar pendapatan bunga yang dikelola oleh bank, maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil, sehingga semakin besar NIM suatu bank maka semakin baik pula kinerja bank tersebut. Sesuai dengan PBI Nomor 5 tahun 2003 salah satu proksi dari risiko pasar adalah suku bunga. Dalam hal ini yang dimaksud dengan risiko pasar adalah setiap perubahan tingkat suku bunga akan memperngaruhi pendapatan bank. Suku bunga yang dimaksud adalah suku bunga pendanaan (funding) dan suku bunga pinjaman (lending), sehingga NIM diukur dari selisih antara keduanya. Dalam bentuk absolute, selisih keduanya adalah total biaya bunga pendanaan (funding) dengan total biaya bunga pinjaman (pendapatan bunga).
Besar kecilnya NIM akan berdampak pada laba rugi bank yang pada akhirnya akan
59 mempengaruhi profitabilitas bank. Jika selisih suku bunga pendanaan dan suku bunga pinjaman rendah, maka NIM akan rendah sehingga risiko pasar tinggi, demikian juga sebaliknya. Bahkan selisih bunga ini dapat menghasilkan angka negative apabila suku bunga pinjaman lebih rendah bila dibandingkan suku bunga simpanan. Berdasarkan hasil pengamatan data selama tahun 2010-2013 diperoleh rata-rata NIM untuk bank umum devisa di Indonesia sebesar 5.81%. Hal ini menunjukkan bahwa suku bunga pinjaman (lending) masih lebih besar bila dibandingkan dengan suku bunga pendanaan (funding).
60