Tri Wahyu Retno Ningsih
3. Hasil Penelitian dan Diskusi
Hasil analisis data pada subjek penelitian, dijelaskan sebagai berikut:
3.1 Eksperimen pada Subjek AS.
Data ujaran yang diperoleh dari ujaran penutur AS adalah 3 sampel, yaitu ujaran spontan (terdiri atas frasa dan kalimat interogatif). Berdasarkan analisis akustik, diperoleh nilai mean F0, nilai F0 maksimal, dan nilai F0 min. Analisis akustik pada masing-masing ujaran dijelaskan pada gambar 1-gambar 3. Gambar 1 menjelaskan hasil analisis akustik pada eksperimen 1.
350 Gambar 1. Hasil analisis akustik eksperimen 1
Eksperimen akustik pada data 1, menghasilkan nilai mean F0 sebesar 183.32 Hz, nilai F0 maksimal adalah 216.99 Hz dan nilai F0 minimal sebesar 170.09 Hz. Rentang nada pada eksperimen 1 adalah 46.9 Hz, dihitung dari pengurangan pada nilai F0 maksimal terhadap nilai F0 minimal. Durasi terpanjang terdapat pada silabel final (silabel -ning, sebesar 0.398 sc). Nilai total durasi ujaran pada eksperimen 1 adalah 1.178 sc. Sementara, nilai ekskursi pada eksperimen 1 dijelaskan pada Gambar 2.
Gambar 2. Nilai ekskursi pada eksperimen 1
Nilai ekskursi menjelaskan nilai P1 sebesar 181.7 Hz sebagai nada awal dan nada akhir sebesar 191.9 Hz. Berdasarkan data tersebut, dapat dijelaskan bahwa nada akhir lebih tinggi dibandingkan nada awal, tetapi tidak berbeda signifikan.
Eksperimen 2 adalah ujaran spontan dalam bentuk kalimat interogatif. Hasil analisis akustik pada eksperimen 2 dijelaskan pada gambar 3.
Gambar 3. Hasil analisis akustik pada eksperimen 2
Time (s)
0 1.178
0 500
Frequency (Hz)
war na a ku ni
0.240 0.108 0.227 0.203 0.398
Time (s)
0 1.178
Time (s)
0 1.182
0 500
Frequency (Hz)
ti gal a di ma na?
0.114 0.194 0.138 0.110 0.292 0.331
351 Gambar 3 menjelaskan hasil analisis akustik pada eksperimen 2 berupa kalimat interogatif. Hasil analisis memberikan informasi mengenai nilai mean F0 sebesar 298.42 Hz, nilai F0 maksimal 415.54 Hz, dan nilai F0 minimal 201.86 Hz. Nilai rentang nada pada eksperimen 2 adalah 213.78 Hz. Rentang nada pada eksperimen 2 berbeda signifikan dibandingkan eksperimen 1. Berdasarkan hasilsegmentasi ujaran diperoleh hasil, bahwa durasi terpanjang adalah durasi pada silabel final (silabel -na sebesar 0.331 Hz). Durasi terpendek adalah durasi pada silabel di sebesar 0.110 Hz. Nilai total durasi ujaran adalah 1.182 sc. Untuk memeroleh gambaran mengenai naik turunnya nada pada eksperimen 2 dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Nilai ekskursi pada eksperimen 2.
Hasil perhitungan nilai ekskursi pada eksperimen 2 dijelaskan pada gambar 4. Nilai P1 sebagai nada awal adalah 389 Hz dan nada akhir sebesar 226.5 Hz. Terdapat penurunan nada yang cukup signifikan antara nada awal dan nada akhir. Eksperimen 2 menunjukkan bahwa subjek AS memproduksi nada tinggi pada silabel nya sebesar 470.8 Hz. Hal ini mengindikasikan bahwa penutur AS tidak memproduksi nada dengan stabil. Selain itu, subjek tidak mampu memproduksi nada inklinasi yang seharusnya ditemukan pada uajran interogatif.
Eksperimen 3 menjelaskan mengenai produksi ujaran subjek AS dalam bentuk ujaran interogatif. Pada eksperimen 3, subjek penelitian telah memproduksi ujaran interogatif panjang atau ujaran interogatif pada eksperimen 3 lebih panjang dibandingkan ujaran interogatif pada eksperimen 2. Hasil analisis pada eksperimen 3, dijelaskan pada gambar 5. Hasil analisis akustik pada gambar 5 adalah nilai mean F0 sebesar 206.09 Hz, nilai F0 maksimal sebesar 214.25 Hz dan nilai F0 minimal sebesar 200.39 Hz. Berdasarkan data tersebut, dapat dijelaskan bahwa rentang nada pada eksperimen 3 sebesar 13.86 Hz.
Gambar 5. Hasil analisis akustik pada eksperimen 3
Analisis akustik pada eksperimen 3 memberikan informasi bahwa durasi terpanjang terletak pada silabel -ru (penultimate, sebesar 0.305 sc. Total durasi adalah sebesar 1.309 sc.
Time (s)
0 1.309
0 500
Frequency (Hz)
jam b ra pa da ri ru mah?
0.178 0.074 0.147 0.140 0.109 0.126 0.305 0.226
352 Gambar 6. Nilai ekskursi pada eksperimen 3
Nilai ekskursi pada eksperimen 3 adalah nilai P1 atau nada awal sebesar 272.8 Hz dan nada final sebesar 208.5 Hz. Hasil uji eksperimen 3 menunjukkan bahwa nada final lebih rendah dibandingkan nada awal. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian pada eksperimen 3 tidak mampu membuat pola inklinasi dalam ujaran interogatif spontan.
3.2 Eksperimen pada Subjek ASD
Hasil eksperimen pada ASD (data 1), menunjukkan nilai Mean F0 sebesar 196.78 Hz, F0 maksimal adalah 234.14 Hz dan F0 minimal adalah 144.16 Hz.
Gambar 7. Hasil analisis akustik pada eksperimen 3
Gambar 7 menjelaskan hasil analisis akustik pada eksperimen 1 (ASD). Rentang nada pada eksperimen 1 (ASD) adalah sebesar 20.96 Hz. Durasi terpanjang terletak pada silabel final, sebesar 0.676 sc dan total durasi adalah sebesar 1.944 sc. Nilai ekskursi pada eksperimen 1 (ASD) dijelaskan pada Gambar 8.
Gambar 8. Nilai ekskursi pada eksperimen 1 (ASD)
k luar ga ka mu ada da b ra pa?
0.200 0.203 0.169 0.128 0.1380.0800.1050.082 0.160 0.676
Time (s)
0 1.944
353 Hasil ekskursi pada gambar 8 menunjukkan nilai awal sebesar 167.6 Hz dan nilai final sebesaar 206.6 Hz. Nilai P1 atau nada awal lebih rendah dibandingkan nilai final. Dalam eksperimen 1, subjek mampu memproduksi kalimat interogatif (inklinasi).
Eksperimen 2 menghasilkan nilai mean F0 adalah 179.62 Hz, F0 maksimal adalah 223.81 Hz, F0 minimal adalah 149.36 Hz.
Gambar 9. Hasil analisis akustik pada eksperimen 3
Rentang nada pada gambar 5 adalah 74.45 Hz. Nilai durasi terpanjang adalah 0.556 sc yang terdapat pada silabel final (silabel mah). Gambar 10 merupakan nilai ekskursi pada eksperimen 2 (ASD).
Gambar 10. Nilai ekskursi pada eksperimen 1 (ASD)
Nilai ekskursi dijelaskan pada gambar 10. Nilai-nilai tersebut menjelaskan pergerakan nada dari nada awal hingga nada final dalam satu ujaran. Nada awal pada gambar 10 adalah 164.1 Hz dan nada finalnya adalah 199 Hz.
3.3 Diskusi
Analisis akustik pada ujaran spontan AS dan ASD menunjukkan hasil nilai F0, rentang nada, nilai ekskursi, dan durasi ujaran. Pada eksperimen yang dilakukan terhadap AS ditemukan bahwa nilai mean F0 (frekuensi fundamental) pada penutur AS adalah 183.32 Hz hingga 298.42 Hz. Sementara nlai F0 pada penutur ASD adalah 179.62 Hz-196.78 Hz. Nilai F0 tersebut menunjukkan bahwa ujaran tersebut diproduksi oleh anak-anak. Berdasarkan nilai F0 belum diperoleh perbedaan signifikan antara penutur AS dan ASD dalam memproduksi ujaran.
Rentang nada pada ujaran AS cukup bervariasi. Pada produksi ujaran dalam bentuk frasa diperoleh nilai rentang nada sebesar 46.9 Hz (eksperimen 1). Pada eksperimen 2, rentang nada sebesar 213.78 Hz dan pada eksperimen 3 sebesar 13.86 Hz. Rentang nada pada eksperimen 1, 2, dan 3 menunjukkan hasil yang cukup signifikan berbeda, terutama pada eksperimen 2 dan 3
a pa ma ka nan ke su ka an ka mu?
0.213 0.130 0.182 0.186 0.262 0.276 0.1220.000.0870.173 0.556
Time (s)
0 2.264
354 karena keduanya merupakan ujaran interogatif. Temuaun ini mengindikasikan bahwa produksi pitch pada penutur AS cukup bervaraisi. Rentang nada pada penutur ASD adalah 20.96 (eksperimen 1) dan 14.45 (eksperimen 2). Eksperimen 1 dan 2 menunjukkan hasil yang hampir sama.
Rentang nada pada penutur AS menunjukkan indikasi bahwa mereka tidak mampu membuat variasi nada atau memproduksi variasi nada yang sempit. Berdasarkan hasil pengukuran rentang nada antara penutur AS dan ASD dapat dijelaskan bahwa penutur AS membuat variasi nada tidak stabil, karena variasi nada yang diproduksi dapat merupakan variasi nada yang sempit atau variasi nada yang lebar dan berbeda dengan penutur ASD.
Perhitungan nilai ekskursi dilakukan untuk menunjukkan pergerakan pitch antar masing- masing segmen pada ujaran. Nilai ekskursi pada penutut AS menunjukkan pola yang tidak stabil karena ditemukan penekanan nada yang cukup tinggi pada eksperimen 3 sebesar 470. 80 Hz. Pada eksperimen ini penutur AS cenderung memproduksi pitch dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan eksperimen lainnya. Pada penutur ASD nilai ekskursi tidak menunjukkan banyak variasi nada karena cenderung memproduksi nada monotone dan datar.
Nilai durasi ujaran pada masing-masing ujaran berebda-beda tergantung variasi jumlah segmen. Durasi terpanjang diproduksi oleh penutur ASD 2260 sc. pada saat memproduksi ujaran interogatif panjang. Segmentasi durasi terpanjang pada masing-masing eksperimen terdapat pada durasi silabel final. Hal ini dapat menandai bahwa penutur AS dan ASD tidak dapat menentukan batas final ujaran atau terdapat kecenderungan member penekanan pada nada akhir ujaran. Berdasarkan semua hasil analisis akustik, dapat dijelaskan bahwa ujaran spontan yang diproduksi oleh ASD dan AS berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat berdasarkan perhitungan fitur-fitur prosodi, seperti pitch, rentang nada, ekskursi, dan durasi.
Secara kualitatif, hal mendasar yang ditemukan pada kedua subjek penelitian adalah adanya kecenderungan sulit memproduksi bahasa ekspresif. Pada saat memproduksi ujaran, AS berbicara lebih jelas dibanding ASD, tetapi naik-turunnya nada tidak terkontrol. Selain itu, hasil pengamatan terhadap penutur AS mengisyaratkan bahwa proses perkembangan gramatikal dan proses fonologi pada subjek tertunda.
Berbeda dengan penutur AS, temuan pada ASD ini menunjukkan bahwa gangguan pada ASD disebabkan oleh lemahnya ToM yang mengakibatkan penutur ASD tidak dapat merespon atau mempersepsikan ujaran lawan tuturnya. Ujaran interogatif diproduksi monoton dan datar yang menandai adanya gangguan prosodi reseptif dan ekspresif. Hal ini sejalan dengan temuan Diehl et al., (2008); Paul et al., (2005) bahwa ganguan prosodi terjadi di seluruh area pada ASD, tidak hanya prosodi afektif dan prosodi pragmatis, atau paralinguistik. ToM menjelaskan kesulitan-kesulitan pada ASD yang berhubungan dengan prosodi afektif.
Penutur ASD mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan beberapa informasi.
Contohnya adalah, pada saat ASD diajak berkomunikasi spontan dan informasi datang bersamaan, maka prosodi tidak akan diproses atau dianggap tidak penting. Penutur ASD cenderung mengambil informasi lain, yaitu leksikon dan sintaksis. Sementara, produksi ujaran pada AS lebih baik dibanding ASD, namun masih menunjukkan sulitnya AS berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Orang di lingkungannya masih menganggap bahwa produksi prosodi pada AS atipikal karena AS mempunyai kecenderungan memberikan tekanan-tekanan yang tidak wajar pada ujaran yang diproduksinya. AS juga sering memperlihatkan sulit beradaptasi dengan lingkungan, sulit berpindah topik dalam pembicaraan atau sulit dalam turn- taking dan gaya bicaranya cenderung formal.