• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini memuat hasil penelitian nan pembahasan tentang poin budaya menuruti film “Maipa Deapati nan Datu Museng karya Rere Art2tonic”.

Tampakpun poin budaya nan ditemukan termampu 6 aspek yakni segi bahasa, sistim pengetahuan, organisasi sosial, sistim peralatan hidup nan teknologi, sistim religi, kesenian. Hasil penelitian ini hendak disajikan seraya wujud tabel nan diuraikan secara rinci seraya pembahasan.

Tampakpun uraiannya seumpama berikut.

1. Segi Bahasa

Bahasa mampu mencerminkan ciri khas budaya tertentu nan hendak tampak via istilah-istilah kedaerahan nan dimiliki masyarakatnya tertera. Bahasa nan digunhendak seraya cerita Maipa Deapati nan Datu Museng ialah bahasa sehai-harinya di Makassar.

”kau mesti berguru pda tuan Syech di Mekkah nan Madinah. Jika berhasil memetikny, percayalah cita- citamu hendak terkabul, maipa deapati, hendak mampu kau miliki. Semua perintang onak duri, tanhendak tajam, apapula kerikil, via gampang kau lindas nan lewati. Sungguh cucuku.”

“tekadnya menelah bulat hendak membela cucunya jika barisan Tubarani Magguka datang menyerbu.”

“suro panggilan segera Gellerang nan ketua tampakt. Kathendak aku ingin supaya ia cepat menghtampakp. Tampak sehal itu nan perlu segera dibicarhendak.”

35

Ungkapkan nan digunhendak kakek Addearangn kemenuruti datu museng teruntuk menuntut ilmu ke tanah suci Mekkah nan Madinah serupa nan termampu seraya kutipan pertama diatas, tampakpun seraya kutipan kedua nan bermakna abdi setia ialah manusia nan biasanya ditugasi menyampaikan berita nan perintah via raja kemenuruti sesesemanusia nan tampakpun maksud seraya kutipan ketiga yakni kelompok nan terdiri ata pendekar nan pahlawan nan memunyai tugas melindungi keluarga kerajaan.

Bahasa mampu mencerminkan ciri khas budaya tertentu nan hendak tampak via istilah-istilah kedaerahan nan dimiliki masyarakatnya tertera. Bahasa nan digunhendak seraya cerita Datu Museng nan Maipa Deapati istilah Bahasa nan digunhendak menggambarkan kebudayaannya Makassar serupa nan termampu seraya kutipan diatas.

Secara tegas pencipta ingin memperlihatkan budaya via segi bahasanya dimana bahasa makassar sangat melekat seraya keseharian kalian. Bahasa makassar ialah pendukung kebudayaannya daerah nan menelah memiliki sejarah nan tradisi nan cukup lama nan terus berkembangnya hingga saat ini, melewati film ini

pembaca pula mampu mengetahui poin-poin budaya via segi bahasa suku Makassar.

2. Sistim pengetahuan

“manusia nan tampakt mengathendak kita tak mampu sejajar bersanding dua karena kau anak Maggauka, manusia nan berkuasa seraya pemerintahan. Nan kau belaka anak Gellarang idak berkuasa tak memegang pemerintahan.”

Seraya kutipan diatas bermakna maka pimpinan daerah kecil nan termampu seraya hal itu pemerintahan.

Dimana sistim pengetahuan sangat berdominasi terhtampakp kekuasaan nan kerajaan.

Secara tegas pencipta ingin memperlihatkan budaya via segi sistim pengetahuannya dimana sistim pemerintahan memwujud patokan berkuasa karna memiliki ilmu nan lebihnya via menuruti masyarakatnya biasa serupa nan terlihat seraya kutipan diatas.

Sistim pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang beberapa unsur nan digunhendak seraya kehidupannya

3. Organisasi sosial

“ketika hari menelah baik bulanpun terhisab suci, maka diturunkanlah illogading ke bandara pelabuhan. Diiringi empat puluh gadis manis berbaju bodoh, dielu-elukan nan disorak-sorak teman sekampung, anak karaeng.”

Seraya kutipan diatas bermakna maka anak keturunan raja nan anak raja-raja kecil daam hal itu kerajaan sangat berdominasi terhtampakp organisasi sosial dimana sangat terihat perbedaanya.

Seraya unsur kebudayaannya, termampu sistim kekerabatan nan organisasi sosial nan dilaksanakan masyarakatnya tampakt tertera. Sistim kekerabatan nan organisasi sosial ini, dilaksanakan teruntuk memwujud masyarakatnya nan menghasilkan hal itu tampakt nan aturan tertentu serupa nan termampu seraya kutipan diatas. Sistim kekerabatan nan organisasi sosial ini mampu terwujud karena ananya jenis perkawinan, prinsip menentukan pasangan, tampakt menetap nan jenis keluarga.

4. Sistim Peralatan hidup nan Teknologi

“jika sumbawa nan Maggauka di Gowa tampak somba nan berkuasa memwujud negeri, maka di makassar berkuasa Tumallompoa (manusia belanda nan besar kekuasaanya) ia didampingi tuan juru bahasa (sesemanusia anak negeri nan dipercaya sebab kompeni)”.

Seraya kutipan diatas bermakna Somba sebutan teruntuk raja di Gowa senangkan Tumallompoa sebutan teruntuk pembesar nan diberi mandat teruntuk

pelaksanaannya pemerintahan diluar gowa, hendak tenamun wilayah tertera masih kekuasaan kerajaan gowa.

Jadinya mengerti tentang alat nan digunhendak di seraya masyarakatnya tampakt tertera, baik alat nan digunhendak teruntuk memasak, alat persenjataan alat interaksi hingga alat transportasi serupa nan termampu seraya kutipan diatas

5. Kesenian

“wahai dennangan sanan, menelah kudengar berita keberangkatanmu via bisikan rakyat sampai kemari.”

Tampakpun maksud seraya kutipan diatas ialah manusia nan selalu menari-menari, bermain-main nan teringat dihati istilah itu terlihat seraya kutipan diatas dimana kesenian sangat melekat menuruti budaya Makassar.

Keseniam nan dilaksanakan sebab masyarakatnya tampakt memiliki beberapa unsur serupa patung tradisional, ukiran tampakt, hiasan, musik nan tari-tarian seraya kutipan diatas menunjukkan maka kesenian nan digunhendak yakni music nan tari-tarian.

Poin-poin budaya nan terkandung seraya Film Maipa Deapati nan Datu Museng yakni Budaya siri’

(Harga Diri), Pesse’/pacce (prikemanusiaan), sipaknan (saling menghargai), Awaranieng/berani B. Pembahasan

Sastra ialah hal itu hasil karya seni nan muncul via imajinasi nan rekaan para sastrawan (Suhendi, 2014: 6). Seraya karya sastra berisi kehidupan nan menelah diwarnai via perilaku penulis. Karya sastra terkandung hal itu kebenaran nan berwujud keyakinan nan kebenaran indrawi. Karya sastra memiliki karakter imajinatif menurut Wellek (Badrum Ahmad,1983:17). Tampak tiga aspek seraya karya sastra yakni, keindahan, kejujuran nan kebenaran.

Jika tampak karya sastra nan mengorbankan salah satu aspek ini maka sastra berpoin estetika.

Pencipta nanpun sastrawan itu ingin supaya pembacanya mampu merashendak apa nan dirashendak. Mengunnang para pembaca nan penikmat memasuki dunia nyata maupun dunia imajinatifnya, nan memersebab via pengalaman via indra. Dituang, dilampiaskan seraya wujud karya sastra nan diserayanya menggambarkan keserasian antar wujud nan isi. Karya sastra menarik nan disukai pembaca jika terungkap poin, estetika nan poin moral

Sosiologi sastra ialah Teruntuk mengkaji hal itu karya sastra diperlukanhal itu pendekatan nan berimbang via aspek nan hendak dikajinya. Seraya penelitian ini, aspek nan dikajinya ialah kritik

sosial via pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra nan sosiokritik ialah disiplin ilmu nan terlahir menuruti abad ke-18, ditandai via tulisan Mtampakme de Stael (Ratna, 2003: 331) nan berjudul De la literature cinsideree nans ses rapports avec les institutions socials (1800). Meskipun demikian, buku teks tentang sosiologi sastra pertama baru terbit menuruti tahun 1970, berjudul The Sociology of Art and Literature: a reader, nan dihimpun sebab Milton C. Albrecht, dkk. Sosiologi sastra berkembangnya via pesat sejak penelitian-penelitian via teori strukturalisme dimenganggap mengalami kemunduran, stagnasi bahkan involusi.

Analisis strukturalisme dimenganggap mengabaikan relevansi masyarakatnya nan justru ialah asal-usul hal itu karya sastra. Sebab karena itu, teruntuk memwujudkan karya sastra memiliki fungsinya nan serupa via aspekaspek kebudayaannya lain, maka satunya cara ialah via mengembalikan karya sastra ke tengah-tengah masyarakatnya, memahaminya seumpama terteruntukan nan tak terpisahkan via sistim interaksi secara keseluruhan. Hal ini pula terkait via unsur kebudayaannya seraya sosiologi sastra.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya memiliki makna pikiran, akal budi, hasil, tampakt istitampakt nan sehal itu nan sudah memwujud kebiasaan nan sukar diubah. Budaya ialah hal itu cara hidup nan berkembangnya nan dimiliki berserupa

sebab satunya kelompok manusia nan diwariskan via generasi ke generasi. Budaya terwujud via banyak unsur nan rumit, tercatat sistim agama nan politik, tampakt istitampakt, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, nan karya seni. Bahasa, seumpamamana pula budaya, ialah terteruntukan tak terpisahkan via diri manusia sehingga banyak manusia cenderung mengmenganggapnya diwariskan secara genetis.

Ketika sesesemanusia berusaha berinteraksi via manusia- manusia nan berbeda budaya nan menyesuaikan perbedaan- perbedaannya, membuktikan maka budaya itu dipelajari. Ki Hajar Dewantar mengemukhendak maka kebudayaannya signifikan buah budi manusia ialah hasil perjuangan manusia terhtampakp dua dominasi kuat, yakni zaman nan alam nan ialah bukti kejayaan hidup manusia teruntuk mengatasi beragam rintangan nan kesukaran diseraya hidup nan penghidupannya guna satunya keselamatan nan kebahagiaan nan menuruti lahirnya memiliki karakter tertib nan damai.

Kemampuan manusia mampu mengembangkan rancangan- rancangan nan tampak seraya kebudayaannya. Seumpama contoh dahulu mhendak via tangan sekarang semakin maju nan manusia mampu membuat alat yakni sendok sehingga mampu mengubah kehidupan sesesemanusia memwujud lebihnya konsumtif nan bersih. Lain halnya pula tampak poin budaya nan terkandung

seraya kebudayaannya. Poin budaya ialah tingkat nan paling tinggi nan paling abstrak via tampakt-istitampakt. Ciri-ciri Budaya nan Kebudayaannya yakni seumpama berikut.

1. Budaya bukan bawaan namun dipelajari.

2. Budaya mampu disampaikan via manusia ke manusia, via kelompok ke kelompok nan via generasi ke generasi.

3. Budaya berdasarkan simbol.

4. Budaya memiliki karakter dinamis, hal itu sistim nan terus berubah sepanjang waktu.

5. Budaya memiliki karakter selektif, merepresentasikan pola- pola perilaku pengalaman manusia nan jumlahnya terbatas.

6. Beragam unsur budaya saling berkaitan.

Etnosentrik (mengmenganggap budaya sendiri seumpama nan terbaik nan standar teruntuk mepoin budaya lain).

Tampakpun unsur-unsur budaya nan kebudayaannya yakni seumpama berikut.

1) Peralatan nan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transpor nan seumpamanya.

2) Mata pencaharian hidup nan sistim-sistim ekonomi (pertanian, peternhendak, sistim produksi, sistim distribusi nan seumpamanya).

3) Sistim kemasyarakatnyaan (sistim kekerabatan, organisasi politik, sistim hukum, sistim perkawinan).

4) Bahasa (lisan maupun tertulis).

5) Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, nan seumpamanya).

6) Sistim pengetahuan.

7) Religi (sistim kepercayaan).

Lain halnya, Menurut Soekanto (2010:154), beberapa unsur-unsur budaya nan kebudayaannya, diantarnya ialah seumpama berikut:

1) Kebudayaannya Material (Kebendaan), ialah tampak kebudayaannya nan berupa benda-benda konkret seumpama hasil karya manusia, serupa rumah, mobil, candi, jam, benda-benda hasil teknologi nan seumpamanya.

2) Kebudayaannya nonmaterial (rohaniah) ialah tampak kebudayaannya nan tak berupa benda-benda konkret, nan ialah hasil cipta nan rasa manusia, serupa:

3) Hasil cipta manusia, serupa filsafat nan ilmu pengetahuan, baik nan bertampak teori murni maupun nan menelah disusun teruntuk diamalkan seraya kehidupan masyarakatnya (pure sciences nan applied sciences).

4) Hasil rasa manusia, bertampak poin-poin nan macam-macam norma kemasyarakatnyaan nan perlu dicipthendak teruntuk mengatur masalah-masalah sosial seraya arti luas, mencakup agama (religi, bukan wahyu), ideologi, kebatinan, nan semua unsur nan ialah hasil ekspresi jiwa manusia seumpama anggota masyarakatnya.

Pemaparan terkait budaya nan kebudayaannya ini dikajinya via menggunhendak film seumpama objeknya. Film ialah gambar hidup nan pula sering disebut via movie. Film secara kolektif sering disebut seumpama sinema. Tampakpun elemen-elemen naratif film yakni seumpama berikut.

1. Ruang

Ruang ialah tempat dimana para pelaku cerita bergerak nan berkreatifitas. Satunya film umumnya mengambil hal itu tempat nan lokasi via dimensi ruang nan jelas, yakni selalu menunjuk menuruti lokasi nan wilayah nan tegas. Seraya satunya adegan pembuka sering kali keterangan teks dimana cerita film tertera berlokasi teruntuk memperjelas penonton.

2. Waktu

Termampu aspek waktu nan berkesatuan via naratif satunya film yakni durasi waktu, frekuensi nan urutan waktu.

Durasi waktu ialah rentang waktu nan dimiliki sebab satunya film teruntuk menampilkan cerita. Frekuensi waktu ialah munculnya kembali hal itu adegan nan serupa seraya waktu nan berbeda. Senangkan urutan waktu ialah pola berjalannya waktu cerita satunya film. Urutan waktu diterteruntuk memwujud dua macam pola yakni pola linier nan nonlinier. Pola linier ialah pola film nan dibuka via satunya adegan kilas depan nan semenelahnya cerita bergantian tanpa tampak interupsi waktu

nan signifikan. Jika urutan waktu cerita dimenganggap seumpama A-B-C-D-E maka urutan polanya pula serupa yakni A-B-C-DE.

3. Permasalahan nan Konflik

Konflik nan permasalahan ialah penghalang nan dihtampakpi tokoh protagonis teruntuk satunya tujuannya.

Konflik sering muncul dikarenhendak pihak protagonis memiliki tujuan nan berbeda via pihak antagonis. Konflik tak selalu datang via pihak antagonis selalu, permasalahan mampu selalu muncul via seraya diri tokoh utama sendiri nan akhirnya menimbulkan konflik batin.

4. Pelaku cerita

Pelaku cerita terdiri via karakter utama nan pendukung.

Karakter utama ialah motivator utama nan pelaksanaannya alur naratif sejak awal hingga akhir cerita. Karakter utama biasanya menduduki peran protagonis, senangkan karakter pendukung lebihnya cenderung memwujud antagonis nan bertindak seumpama pemicu konflik.

5. Tujuan

Tujuan ialah harapan nan cita-cita nan dimiliki sebab pelaku utama. Tujuan mampu memiliki karakter fisik (materi) nan nonfisiki (non-materi). Tujuan fisik memiliki karakter jelas nan nyata senangkan nonfisik tujuan nan sifatnya abstrak (tak

nyata), serupa mencari kebagahagiaan, kepuasan batin, eksistensi diri nan lain seumpamanya.

Berdasarkan penjelasan elemen-elemen pokok naratif film tertera, disimpulkan maka inti via cerita film (fiksi) ialah bagaimana sesemanusia karakter menghtampakpi segalanya permasalahan teruntuk satunya tujuannya seraya hal itu ruang nan waktu.

Penelitian ini menggunhendak Film maipa deapati mencerithendak tentang Addengareng kakek via datu museng nan berupaya melarikan diri via cucunya menyebrangi Samudra kearah ke pulau sumbawa.

Pelarian tertera disebabkan sebab termampunya perseteruan politik nan beradu domba nan dilaksanakan sebab beberapa penjajah Belanda di daerah Gowa, Sulawesi selatan. Hal tertera mengakibatkan daerah gowa jadinya tak aman. Dipulau sumbawa datu museng hidup nan tumbuh berkembangnya nan jadinya pertemuan awalnya via maipa deapati di pondok pengajian mampewa. Via pertemuan awal tertera membuat datu museng kagum via figure anggun maipa deapati. Namun cintanya via maipa deapati jadinya cinta terlarang sebab wanita berparas anggun itu menelah memiliki tunangan nan disebut sesemanusia pangeran kesultanan sumbawa bernama pangeran mangalasa.

Semenelah kakek datu museng mengetahui maka cucunya mencintai maipa deapati, alangkah terkejutnya sang kakek. Sang kakek merasa malu. Ia mengmenganggap cucunya belakalah sebongkah emas

nan menelah terkotori sebab lumpur. Senangkan maipa deapati ialah putri sesemanusia bangsawan bak sebongkah Mutiara nan belum tersentuh nan tak pantas disunting datu museng.

Poin-poin budaya nan terkandung seraya Film Maipa Deapati nan Datu Museng yakni Budaya siri’ (Harga Diri), Pesse’/pacce (prikemanusiaan), sipaknan (saling menghargai), Awaranieng/berani.

Seraya unsur kebudayaannya, termampu sistim kekerabatan nan organisasi sosial nan dilaksanakan masyarakatnya tampakt tertera.

Sistim kekerabatan nan organisasi sosial ini, dilaksanakan teruntuk memwujud masyarakatnya nan menghasilkan hal itu tampakt nan aturan tertentu serupa nan termampu seraya kutipan diatas. Sistim kekerabatan nan organisasi sosial ini mampu terwujud karena ananya jenis perkawinan, prinsip menentukan pasangan, tampakt menetap nan jenis keluarga.

BAB V

Dokumen terkait