• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implantasi

Dalam dokumen Ginekologi dan Infertilitas (Halaman 45-50)

Daftar Pustaka

B. Implantasi

c. Fase 3.

Penyatuan membran sel oosit dan sperma. Satu spermatozoon menembus membran oosit. Membran plasma yang menutupi tudung kepala akrosom menghilang selama reaksi akrosom. Kepala maupun ekor spermatozoa masuk ke dalam sito-plasma oosit, tapi membran plasma ditinggalkan pada permukaan oosit.

Segera setelah spermatozoa masuk ke oosit, sel telur merespons dalam tiga cara:

1) Reaksi korteks dan zona mencegah polispermia

 Membran oosit menjadi tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lainnya

 Zona pelusida meng-ubah struktur dan komposisinya untuk mencegah pengikatan dan penetrasi sperma.

2) Melanjutkan pembelahan meiosis II

Oosit menyelesaikan pembelahan meiosis II segera setelah masuknya spermatozoa. Hasilnya berupa oosit definitif dan badan polar kedua.

3) Pengaktifan metabolik sel telur

Faktor yang mengaktifkan dibawa oleh spermatozoa. Pengaktifan meliputi proses molekular dan selular awal yang berkaitan dengan embriogenesis dini.

3. Hasil Akhir

Hasil utama fertilisasi adalah sebagai berikut:

a. Pengembalian jumlah diploid kromosom.

b. Penentuan jenis kelamin individu baru. Sperma pembawa kromosom X menghasilkan mudigah wanita (XX), dan sperma pembawa kromosom Y menghasilkan mudigah pria (XY).

c. Inisiasi pembelahan. Tanpa fertilisasi, oosit meng-alami degenerasi 24 jam sesudah ovulasi.

Hasil fertilisasi melalui beberapa tahap perkembangan sebelum siap diimplantasi. Tahap ini terjadi pada hari ke 0-5 setelah fertilisasi terjadi.

Zigot merupakan hasil gabungan spermatozoa dan oosit dalam proses fertilisasi. Sekitar 24 jam setelah fertilisasi, jumlah sel zigot mulai bertambah melalui proses mitosis cepat namun tidak ada pembesaran ukuran. Jumlah sel bertambah 2 kali lipat setiap pembelahan (cleavage). Sel-sel zigot ini kemudian disebut blastomer.

Gambar 11.2

A. Pembelahan (cleavage). B. Morula dan blastokista.

Sumber: Webster, 2016 (pp. 28)

Mudigah yang membelah membentuk morula 16 sel 3 hari setelah fertilisasi. Sel bagian dalam morula membentuk inner cell mass menghasilkan jaringan mudigah yang se-benarnya outer cell mass membentuk trofoblas, yang ke-mudian berkembang menjadi plasenta.

Pada hari ke 4 setelah fertilisasi, morula masuk ke dalam uterus.

Embrio mulai membentuk rongga berisi cairan, rongga blastokista (blastokel). Pada hari ke 5-6 embrio berkembang menjadi blastokista.

Blastokista memasuki rahim dan mulai tertanam ke dalam lapisan endometrium.

1. Uterus

Endometrium melakukan persiapan agar blastokista berhasil berimplantasi dalam 3 tahap utama: fase pro-liferatif (folikular), fase sekretori (progestasional / luteal), dan fase menstruasi.

Fase proliferatif dimulai di akhir fase haid, di bawah pengaruh estrogen dan sejalan dengan perkembangan folikel ovarium. Fase sekretorik dimulai sekitar 2-3 hari sesudah ovulasi sebagai respons terhadap progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum. Jika fertilisasi tidak terjadi, peluruhan endometrium (lapisan kompaktum dan spongiosum) menandai awal fase haid.

Jika terjadi fertilisasi, endometrium membantu dalam implantasi dan berperan dalam pembentukan plasenta.

Satu pembelahan

mitotik Pembelahan

lebih lanjut Zona

pelusida

Tahap 2 sel

A B Mor

ula

Blastoki sta

16 sel atau lebih

Embrioblast Blastokel

Trofoblast

Gambar 11.3 Perubahan di dalam mukosa uterus yang ber-hubungan dengan perubahan di ovarium.

Sumber: Sadler, 2018 (pp. 40)

Pada saat implantasi, mukosa uterus berada pada fase sekretorik, kelenjar dan arteri uterus bergelung-gelung dan jaringan menjadi 'tebal-basah'. Akibatnya, ada tiga lapisan di endometrium: lapisan kompaktum di bagian superfisial dan padat, lapisan spongiosum di bagian tengah, dan lapisan basale yang tipis di bagian dalam. Blastokista manusia tertanam di dalam endo-metrium disepanjang dinding anterior atau posterior korpus uteri.

Jika tidak ada fertilisasi, venula dan ruang sinusoid secara perlahan menjadi dipenuhi oleh sel-sel darah. Ketika fase haid dimulai, darah keluar dari arteri super-fisial dan kepingan kecil stroma dan kelenjar ter-lepas. Selama 3-4 hari berikutnya, lapisan kompaktum dan spongiosum dikeluarkan dari uterus dan lapisan basale dipertahankan. Lapisan ini, yang disuplai oleh arteri basalis, sebagai lapisan regeneratif dalam pembentukan ulang kelenjar dan arteri pada fase proliferatif.

2. Mekanisme implantasi

Gambar 11.4 Lokasi implantasi Sumber: Webster, 2016 (pp. 30)

Implantasi berlokasi di bagian superior dan didinding anterior atau posterior uterus. Pada saat implantasi, blastokista terdiri dari inti yang dipenuhi cairan, massa sel bagian luar (trofoblast) dan masa sel bagian dalam (embrioblast) pada kutub embrionik.

Tahap implantasi dibagi menjadi 4, yaitu:

a. Menetas (hatching). Blastokista yang sedang ber-kembang harus ‘menetas’ keluar dari zona pelusida.

b. Aposisi. Sel trofoblast kontak dengan desisua endo-metrium.

Inner mass cell akan berotasi agar kutub embrionik memiliki posisi sejajar dengan desidua.

c. Adhesi dan komunikasi molekular antara blastokista dengan sel endometrium meningkat dengan pesat.

d. Invasi endometrium oleh trofoblast dimulai.

3. Diskus germinal bilaminar

Pada hari ke-8 blastokista sebagian tertanam di dalam stroma endometrium dan berkembang menjadi struktur yang lebih kompleks.

Inner mass cell berdiferensiasi menjadi lapisan epiblast dan lapisan hipoblast. Kedua lapisan ini disebut dengan diskus bilaminar. Epiblast akan membentuk rongga yang disebut rongga amnion. Hipoblast akan berkembang menjadi membran ekstaembrionik (amnion, yolk sac, korion, dan allantois) serta epiblast akan berkembang membentuk embrio.

Lokasi implantasi

DAFTAR PUSTAKA

Hacker, N.F. and Gambone, J.C. (2016) Hacker & Moore’S Essentials of Obstetrics & Gynecology. 6th edn, Elsevier. 6th edn. Edited by Calvin J. Hobel. Philadelphia: Elsevier.

Ochoa-Bernal, M.A. and Fazleabas, A.T. (2020) ‘Physiologic events of embryo implantation and decidualization in human and non-human primates’, International Journal of Molecular Sciences, 21(6).

doi:10.3390/ijms21061973.

Sadler, T.. (2018) Langman’s Medical Embryology 14th edition. 14th edn.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Samuel Webster, R. de W. (2016) Embryology at a Glance. 2nd edn. West Sussex, UK: John Wiley & Sons, Ltd.

Schoenwolf, G.C. et al. (2020) Larsen’s Human Embryology. 6th edn.

Philadelphia: Elsevier Inc. doi:10.1088/1748-0221/12/09/P09009.

Shahbazi, M.N. (2020) ‘Mechanisms of human embryo development: From cell fate to tissue shape and back’, Development (Cambridge), 147(14). doi:10.1242/dev.190629.

Wakai, T., Mehregan, A. and Fissore, R.A. (2018) ‘Fertilization and the signaling of egg activation’, Encyclopedia of Reproduction, 2, pp.

368–375. doi:10.1016/B978-0-12-801238-3.64656-1.

Dr. Revi Gama Hatta Novika, SST., M.Kes

Dalam dokumen Ginekologi dan Infertilitas (Halaman 45-50)

Dokumen terkait