• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas, Pokok, Fungsi Kementerian Komunikasi dan

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI

4.1 Analisa Situasi

4.1.1 Tugas, Pokok, Fungsi Kementerian Komunikasi dan

Selaku sektor pelaku utama dalam sosialisasi UU KIP, Kementerian Komunikasi dan Informatika – yang selanjutnya disebut Kemenkominfo – terus melakukan pembenahan internal agar kian profesional dalam menjalankan peran sentralnya di bidang komunikasi. Pembenahan ini menjadi keharusan seiring tuntutan profesionalisme dalam dunia komunikasi yang bergerak dinamis dari waktu ke waktu. Kondisi tersebut berdampak pada struktur kelembagaan komunikasi pemerintah.

Perubahan maupun pembenahan internal ini juga tak lepas dari visi Kemenkominfo untuk mewujudkan masyarakat informasi yang sejahtera melalui penyelenggaraan komunikasi dan informatika yang efektif dan efisien dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih jauh lagi, dinamika dunia komunikasi yang berjalan cepat menuntut Kemenkominfo menjalankan secara serius 2 (dua) dari 11 (sebelas) misi utamanya yakni:

a. Meningkatkan kapasitas layanan informasi dan pemberdayaan potensi masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat berbudaya informasi.

b. Meningkatkan kualitas pengawasan menuju terselenggaranya kepemerintahan yang baik.

Kedua misi di atas merupakan titik tolak bagi Kemenkominfo untuk terus menyosialisasikan UU KIP baik kepada Badan Publik maupun publik Indonesia secara keseluruhan.

Untuk diketahui, sepanjang 2006 – 2012, direktorat di Kemenkominfo yang melaksanakan tugas sosialisasi UU KIP telah mengalami perubahan nomenklatur maupun fungsi. Perubahan ini terjadi dalam dua periode yaitu 2006 – 2010 dan 2010 – 2012.

Pada periode tahun 2006 – 2010, fungsi sosialisasi ini berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi (SKDI). Ditjen SKDI dalam perjalanannya melebur dengan sebagian fungsi Direktorat Pos dan Telekomunikasi dan berubah menjadi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika pada 2011.

Perubahan tersebut berdampak pada tugas pokok dan fungsi atau tupoksi kelembagaan spesifik. Di sini, sebagian fungsi komunikasi pemerintah yang berada dalam naungan Ditjen SKDI digabungkan dengan Badan Informasi Publik (BIP). Pada 2011, penggabungan ini melahirkan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP).

Semasa di bawah Ditjen SKDI, implementasi dari keterbukaan informasi di Kemenkominfo dijalankan oleh Direktorat Kelembagaan Komunikasi Pemerintah. Dalam menjalankan tugasnya, Direktorat Kelembagaan Komunikasi Pemerintah dibantu oleh sejumlah sub direktorat teknis yang terdiri dari: informasi politik hukum dan keamanan (Polhukam), informasi kesejahteraan rakyat, informasi perekonomian serta Informasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dalam perjalanannya, Direktorat Kelembagaan Komunikasi Pemerintah berubah menjadi Direktorat Komunikasi Pemerintahan. Perubahan ini ikut mengubah tugas pokok dan fungsinya menjadi informasi lembaga negara, lembaga pemerintah, lembaga pemerintah daerah dan lembaga internasional.

Pasca dileburnya Direktorat Komunikasi Pemerintahan ke dalam Ditjen IKP, tugas sosialisasi keterbukaan informasi publik berada di bawah koordinasi Direktorat Komunikasi Publik dan Direktorat Kemitraan Komunikasi.

Sesuai yang digariskan Kemenkominfo, Direktorat Komunikasi Publik mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang komunikasi publik. Fungsinya menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang komunikasi publik.

Sementara, Direktorat Kemitraan Komunikasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kemitraan komunikasi dan hubungan masyarakat pemerintah.

Fungsinya penyiapan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan, penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, penyiapan pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang kemitraan pemerintah dan lembaga negara, kemitraan media dan dunia usaha, dan kemitraan organisasi kemasyarakatan dan kelompok-kelompok profesi.

4.1.2. Implikasi UU KIP terhadap Badan Publik

Pemberlakuan kebijakan transparansi melalui Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) berdampak nyata terhadap Badan Publik di Indonesia. Ada tiga aspek nyata yang menjadi implikasi dari pelaksanaan UU KIP yaitu: transparansi, akuntabilitas dan partisipasi. Menurut Narasumber 1 dalam dokumen transkrip dari Kegiatan “Pemahaman bersama implementasi UU KIP antara humas pemerintah dengan Komisi informasi” mengungkapkan:

“Eksistensi utama UU KIP ini adalah transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Kita percaya tentang keterbukaan informasi publik maka akan memunculkan inisiatif partisipasi masyarakat terutama dalam perumusan dan pelaksanaan UU KIP.

Partisipasi akan berefek pada akuntabilitas yaitu akuntabilitas program yang dihasilkan (program yang sesuai kebutuhan masyarakat, tidak hanya pencitraan elit) dan akuntabilitas penyelenggara negara. Dimana partisipasi publik maka penyelenggara negara akan memenuhi kewajiban yang disesuaikan dengan tata peraturan perundang-undangan. Namun satu hal, keterbukaan bukan berarti ketelanjangan informasi bagi badan publik”.

Selain itu juga selaras dengan agenda perubahan nasional “Dengan keterbukaan informasi ada tiga agenda negara sudah dilaksanakan yaitu reformasi birokrasi dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yaitu profesionalisme (baik) dan sesuai kaidah perundangan (benar).

Kedua, dengan akuntabilitas maka kita selaras dengan agenda publik yaitu pemberantasan korupsi.

Terakhir, agenda demokrasi, indikatornya dilihat dari partisipasi publik.

Sekarang setiap konsep kebijakan harus dikonsultasikan kepada publik, ini bagian keterbukaan yang menimbukan partisipasi masyarakat” (NS-1).

Sejumlah peraturan dalam UU KIP secara tegas mendorong transparansi kepemerintahan. Selain itu, kebijakan transparansi ini juga mendorong budaya keterbukaan dan dokumentasi pelayanan informasi. Narasumber 2 mengungkapkan “Dengan undang-undang ini kan diharapkan muncul keterbukaan informasi yang berujung pada transparansi. Keterbukaan informasi artinya dapat memberikan akuntabilitas atau pertanggung jawaban badan publik mengenai apa yang dilakukan?, apa yang dikerjakan?,intinya mereka mendapatkan informasi penting terkait kegiatan yang dilakukan pemerintah.

dan itu harus disampaikan ke publik. Juga membongkar budaya ketertutupan yang selama ini dominan pada badan publik. Dalam konteks lebih luas adalah budaya dokumentasi dan pelayanan informasi”.

Pada akhirnya, pemberlakuan UU KIP juga bertujuan menginisiasi partisipasi masyarakat mengontrol pemerintah.Esensi menjadin setiap orang untuk mengakses informasi terhadap penyelenggaraan negara. Partisipasi juga untuk mengikuti proses penyelenggaraanya. Ketika bisa diakses, dikawal dan dievaluasi maka penyelenggaraan negara tidak seperti era ketertutupan dulu”

(NS-3).

Optimalisasi pengawasan muncul seiring makin meningkatnya daya kritis masyarakat terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan terutama pelayanan publik.“Jika transparasi dan akuntabilitas sudah terjadi maka partisipasi akan muncul. Kalau tidak ada informasi, masyarakat tidak mengetahui meraka akan melakukan apa, harapan keterbukaan informasi adalah memunculkan partisipasi positif”. (NS-5).

Selain itu menurut Narasumber 3 Diharapkan dengan pengawasan muncul tata penyelenggaraan pemerintah yang baik. Kalau kita terbuka maka informasi apapun mudah didapat dan publik ikut dalam proses penyelenggaraan negara.”

Dampak lebih lanjut, keterbukaan bisa berkorelasi bagi kesejahteraan masyarakat.

“Kewajiban penyediaan informasi yang berkualitas, informasi yang ada nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat, informasi publik yang seharusnya diterima itu adalah yang mempunyai added value atau nilai tambah, sehingga jadi informasi itu diperoleh kemudian bisa dijadikan rujukan untuk mengembangkan kesejahteraan masyarakat”(NS- 2).

Narasumber 7 juga menguatkan pentingnya informasi yang berkualitas untuk publik “Idealnya yang pemerintah sosialisasikan adalah informasi yang mempunyai nilai tambah agar masyarakat mau berperan serta dalam proses implementasi kebijakan pemerintah. Masyarakat jangan hanya dilibatkan sebagai simbolik saja. Dimana ide-ide masyarakat tidak tersalurkan dalam dialog tersebut”

Pemberlakuan UU KIP secara otomatis mendorong badan publik melakukan sejumlah persiapan. Langkah persiapan ini menjadi bagian penting sejalan dengan meningkatnya daya kritis dan pengetahuan masyarakat tentang hak-hak mereka dalam pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah.

Menurut Narasumber 8 mengenai persiapan pelaksanaan keterbukaan informasi, “Hal yang mendesak untuk disiapkan oleh badan publik adalah pembentukan pejabat PPID, penetapan informasi yang dikecualikan, dan membuat standar layanan informasi”

Dokumen terkait