• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Jawab Sebagai Wujud Tanggung jawab

Dalam dokumen PERS - repository.uir.ac.id (Halaman 173-176)

3. Tanggung jawab Sosial Dalam Negara Demokrasi . 149

4.1. Hak Jawab Sebagai Wujud Tanggung jawab

Pada bagian terdahulu, telah dijelaskan bahwa yang dimaksud hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 memberi kekuasaan dan keleluasaan bagi pers untuk menjalankan kegiatan jurnalistiknya sebagai jaminan fungsinya dalam melakukan pengawasan. Seperti dikatakan Lord Acton (1834-1902), “power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely”, kekuasaan itu cenderung disalahgunakan, makin besar kekuasaannya, makin besar pula kecendrungan salah gunanya. Kehadiran pers ditujukan untuk menciptakan masyarakat yang demokratis, dimana kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi. Pers juga diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pers diharapkan dapat melaksanakan kontrol sosial untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme maupun penyelewengan lainnya. Dalam menjalankan profesi, pers menghormati hak asasi setiap orang. Oleh karenanya, pers yang profesional terbuka dikontrol oleh masyarakat.287 Dari perspektif ini, Undang Undang Pers merumuskan bahwa kekuasaan yang besar yang dimiliki oleh pers harus diimbangi pula oleh hak yang besar bagi masyarakat. Atas dasar pemikiran di atas, Undang Undang Pers merumuskan bahwa pers wajib melayani hak jawab.

Hak Jawab yang diberi ruang oleh Undang Undang Pers adalah hak jawab yang memenuhi kriteria Pasal 1 angka 11 yang tercantum dalam unsur-unsur defenisi hak jawab itu

287 Erick Thohir, Pers Indonesia di Mata Saya, Cetakan Pertama, Penerbit Republika, Jakarta, 200, hlm. 24.

DEMOKRASIDANKEBEBASAN PERS

sendiri, yakni :288

1. Hak Jawab dapat diajukan oleh seseorang;

2. Hak Jawab dapat pula diajukan oleh sekelompok orang;

3. Hak Jawab dapat diajukan dalam bentuk tanggapan;

4. Hak Jawab dapat pula diajukan dalam bentuk sanggahan;

5. Tanggapan dan atau sanggahan itu ditujukan terhadap pemberitaan;

6. Tanggapan dan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang harus berupa fakta itu harus pula merugikan nama baiknya.

Dari kriteria tersebut, penggunaan hak jawab hanya diperbolehkan terhadap pemberitaan yang merugikan nama baik, dan oleh fakta yang cukup, disampaikan dalam bentuk sanggahan dan atau tanggapan baik secara lisan maupun tertulis.

Pengaturan tentang hak jawab tidak hanya terdapat dalam Undang Undang Pers, tetapi juga Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Dalam Pasal 11 KEJ ditegaskan bahwa : “Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional”.

Kemudian Pasal 10 yang menyatakan, “Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Penafsiran atas pasal ini adalah : a) Segera, berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar;

b) Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok. Pelaksanaan hak jawab juga merupakan alat kontrol masyarakat terhadap kebebasan pers, dalam arti bahwa wartawan boleh bebas menulis berita tetapi harus tetap bertanggung jawab yakni meluruskan

288 Hinca IP Panjaitan dan Amir Effendi Siregar, Undang-undang Pers (Memang) Lex Specialis, Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Kemerdekaan Pers Serikat Penerbit Suratkabar, Jakarta, 2006, hlm. .

dan meralatnya apabila terjadi kesalahan pada berita yang dipublikasikan. Wartawan harus bertanggung jawab dengan memuat tanggapan atau keterangan yang benar dari seorang atau nara sumber berita guna meluruskan berita yang dianggap salah yang telah disiarkan sebelumnya.289 Harus diakui, pelaksanaan hak jawab sering mengundang perasaan yang tidak memuaskan dan bahkan mengecewakan pihak- pihak yang berkepentingan. Hal itu terjadi akibat, dalam praktiknya, hak jawab tidak dimuat sesegera mungkin, melainkan tertunda beberapa hari. Penundaan hak jawab ini menyebabkan masyarakat sudah lupa dengan berita awal yang disiarkan oleh media tersebut.

Dalam penilaian JCT Simorangkir, kewajiban melayani hak jawab dan hak koreksi merupakan norma tatakrama (spelregels van het spel) yang harus pula diperhatikan.290 Pimpinan Redaksi yang bertanggung jawab tidak akan, dan tidak wajib, secara sukarela atau secara paksa, begitu saja memuat berita/persoalan dan sanggahan/jawaban dalam penerbitan yang diasuhnya. Pers yang terlalu sering memuat

“berita bantahan” atau “ralat” menunjukkan “derajat” pers itu sendiri. Pers tidak akan memuat sesuatu “berita” tanpa alasan, tanpa fakta, tanpa dapat dipertanggung jawabkan.291 Kewajiban bagi media memuat hak jawab tidak hanya terdapat di dalam Undang Undang Nomor 40 tahun 1999,

289 Zaenuddin HM, The Journalist, Cetakan Pertama, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2007, hlm. 22.

290 Kewajiban melayani hak jawab mengandung kewajiban bagi yang memberi jawab atas sesuatu yang perlu dijawab berhubung sesuatu pemuatan pers/harian/majalah yang bersangkutan. Harian-harian/majalah-majalah lain mempunyai kewajiban moral untuk memberi kesempatan lebih dulu kepada harian/majalah yang bersangkutan untuk memuat jawaban itu. Baru apabila harian/majalah yang bersangkutan tidak mau melayani hak jawab tersebut secara wajar (kongkretnya tidak mau memuat “jawaban” tersebut), maka kepada yang menjawab diberi hak moril untuk menyampaikan jawabanya itu kepada pihak ketiga (harian-harian lain), dan yang akhir itu diberi hak untuk memuat jawaban tersebut.

Demikian pula mengenai “isi” jawaban, harus mengenai pokok persoalan dan to the point.

Inilah yang oleh Simorangkir disebut dengan norma-norma tatakrama (spelregels) hak jawab.

291 JCT. Simorangkir, Hukum dan Kebebasan Pers, Bina Cipta, Jakarta, 980, hlm.

208.

DEMOKRASIDANKEBEBASAN PERS

akan tetapi juga Undang Undang Nomor 21 tahun 1982 tentang Perubahan Kedua Undang Undang Ketentuan Pokok-pokok Pers dimana secara khusus mengatur masalah ketentuan hak jawab. Pada Pasal 15a (2) dikatakan, bahwa dalam batas-batas yang pantas, penerbitan pers wajib memenuhi permintaan masyarakat pembacanya yang akan menggunakan hak jawab. Dalam ketentuan ini, adakalanya hak jawab digandengkan dengan perkataan masyarakat sehingga menjadi hak jawab masyarakat. Penggandengan untuk membedakan hak tolak yang dimiliki oleh wartawan, dan pembedaan ini sejalan pula dengan pasal 15a (1) yang menyebutkan, bahwa hak jawab itu merupakan hak seseorang, organisasi atau badan hukum, yang merasa dirugikan oleh tulisan dalam sebuah atau beberapa penerbitan pers, untuk meminta kepada penerbit pers yang bersangkutan agar penjelasan dan tanggapannya terhadap tulisan yang disiarkan atau diterbitkan dimuat di penerbitan pers tersebut.

Dalam dokumen PERS - repository.uir.ac.id (Halaman 173-176)