• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PLOT DAN PENGEMBANGANNYA

2. Kaidah Pengeplotan

Dalam usaha pengembangan plot, pengarang memiliki kebebasan kreativitas.

Ada semacam aturan atau kaidah pengembangan plot yang bisa diikuti yang tidak mengikat. Kaidah pengeplotan yang dimaksud adalah keterpercayaan (plausibility), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu (suspense), dan kepaduan (unity) (Nurgiantoro, 1995:130).

Keterpercayaan adalah suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita. Suatu cerita disebut terpercaya bila dikaitkan dengan realitas kehidupan, sesuatu yang ada dan terjadi di dunia nyata. Akan tetapi, kriteria ini bukan satu- satunya yang dapat menjamin keterpercayaan cerita. Pengertian realitas itu menyaran pada sesuatu yang kompleks, yang dapat berupa realitas faktual, realitas imajiner, atau perpaduan keduanya.

Sebuah cerita dikatakan terpercaya jika memiliki kebenaran untuk dirinya sendiri. Terpercaya artinya sesuai dengan tuntutan cerita, tidak bersifat meragukan,

112

dan memiliki koherensi dengan pengalaman hidup. Penampilan tokoh cerita harus digambarkan secara konsisten, sehingga tidak terjadi pertentangan dalam penyifatan dan penyikapan dalam diri seorang tokoh, misalnya terdapat kesesuaian antara tindakan, cara berpikir, dan bersikap. Hal tersebut akan menjadikan kepribadian dan motivasinya mudah diimajinasi, dan seandainya terjadi perubahan pada tokoh, hal itu harus dapat dipertanggungjawabkan dari hubungan sebab akibat.

Sebuah cerita juga harus mampu memberikan kejutan. Plot karya fiksi dikatakan memberikan kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang atau bahkan bertentangan dengan harapan pembaca (Abrams, 1981). Sebuah cerita dikatakan memberi kejutan jika tokoh-tokoh cerita, peristiwa, dan dunianya dapat diimajinasi dan ada kemungkinan dapat terjadi (Stanton, 1965).

Plot bersifat misterius. Artinya, kejadian-kejadian penting dalam sebuah cerita tidak dikemukakan sekaligus di awal cerita atau dalam sebuah satuan cerita. Untuk memahaminya diperlukan kemampuan intelektual.

Sesuatu yang menyimpang itu dapat menyangkut berbagai aspek pembangun karya fiksi, misalnya sesuatu yang diceritakan, peristiwa-peristiwa, penokohan, cara berpikir, berasa, dan bereaksi para tokoh cerita, cara pengucapan dan gaya bahasa.

Novel-novel jenis detektif merupakan bentuk tulisan yang lebih sering memberikan kejutan, khususnya yang berkaitan dengan isi cerita pada menjelang akhir kisah.

Sebuah cerita harus mampu membangkitkan rasa ingin tahu pembaca untuk melanjutkan cerita. Rasa ingin tahu pada fiksi merupakan upaya penulis untuk

menimbulkan perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi simpati oleh pembaca atau menyaran pada harapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir cerita.

113

Sifat kesatupaduan menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, acuan yang mengandung konflik atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak dikomunikasikan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Kehadiran sebuah peristiwa dan konflik tertentu mempunyai kaitan dengan peristiwa dan konflik yang lain, atau ada hubungan kausalitas yang logis. Plot berfungsi untuk menghubungkan berbagai peristiwa dan konflik dalam ikatan dan kesatuan yang padu dan koherensif, yang oleh Abrams disebut sebagai an artistic whole.

Plot yang dikembangkan dalam tulisan fiksi harus memenuhi kaidah pengeplotan. Kaidah pengeplotan yang dimaksud adalah masalah keterpercayaan (plusibel), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu (suspens), dan kepaduan (unity) (Nurgiantoro, 1995:130). Keterpercayaan adalah suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita. Suatu cerita dikatakan terpercaya bila bisa dikaitkan dengan realitas kehidupan, dengan sesuatu yang ada, atau terjadi di dunia nyata. Pengertian realitas itu menyaran pada sesuatu yang kompleks, yang dapat berupa realitas faktual, realitas imajiner, atau perpaduan keduanya.

Plot cerita juga harus menunjukkan adanya keterpercayaan. Sebuah cerita dikatakan terpercaya jika tokoh-tokoh cerita, peristiwa, dan dunianya dapat

diimajinasi dan ada kemungkinan dapat terjadi (Stanton, 1965). Penampilan tokoh cerita harus digambarkan secara konsisten, sehingga tidak terjadi pertentangan penyifatan dan penyikapan dalam diri seorang tokoh. Misalnya, terdapat kesesuaian antara tindakan, cara berpikir, dan bersikap. Kesesuaian tindakan, cara berpikir, dan bersikap tersebut menjadikan kepribadian dan motivasi tokoh mudah diimajinasi, dan seandainya terjadi perubahan pada tokoh, hal itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara sebab akibat.

114

Plot harus mengacu pada usaha memberi kejutan pada pembaca. Plot karya fiksi dikatakan memberikan kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian- kejadian yang ditampilkan menyimpang atau bahkan bertentangan dengan harapan pembaca (Abrams, 1981). Sesuatu yang menyimpang itu dapat menyangkut berbagai aspek pembangun karya fiksi, misalnya sesuatu yang diceritakan, peristiwa,

penokohan, perwatakan, cara berpikir, berasa, bereaksi, cara pengucapan, dan gaya bahasa.

Aspek kepaduan sudah terealisasi pada seluruh narasi fiksi yang menjadi objek kajian. Sifat kesatupaduan menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan yang mengandung konflik atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak

dikomunikasikan saling berkaitan. Kehadiran sebuah peristiwa dan konflik tertentu mempunyai kaitan dengan peristiwa dan konflik yang lain, atau memiliki hubungan kausalitas. Plot berfungsi untuk menghubungkan berbagai peristiwa dan konflik dalam ikatan dan kesatuan yang padu dan koherensif, yang oleh Abrams disebut sebagai an artistic whole.

Cerpen atau narasi fiksi harus sepenuhnya memenuhi kriteria sebagai cerpen yang baik. Beberapa kriteria cerpen yang baik menurut Badrun (1993:101) adalah (a) mengandung interpretasi pengarang tentang kehidupan baik langsung atau tidak langsung, (b) menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca dan menarik perhatian, (c) mengandung detail dan insiden yang dipilah dan menimbulkan pertanyaan pada pembaca, (d) jalan cerita dikuasai oleh sebuah insiden, (e) harus ada pelaku utama, (f) menyajikan suatu kesan tunggal, (g) menyajikan satu emosi, (h) tergantung pada satu situasi, (i) jumlah kata tidak lebih dari 10.000 kata, dan (j) bahasa lebih tajam, sugestif, dan padat.

115