• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Integrasi Asuransi dengan Al-Qur’an dan Hadits

BAB II KAJIAN TEORI

2.2 Kajian Integrasi Asuransi dengan Al-Qur’an dan Hadits

Pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah kegiatan saling tolong menolong antar sesama manusia dengan alat investasi sejumlah uang (tabarru) dengan pola pengembalian guna menyiapkan risiko yang tidak terduga yang dilakukan sesuai dengan syariah. Islam memiliki istilah untuk asuransi yaitu takaful, istilah ini berasal dari kata kafala yang artinya saling menanggung atau saling menjamin. Istilah lain dari bahasa Arab dari asuransi yaitu ta’min, atau tadamun. Ta’min memiliki arti memberikan rasa aman yang merupakan tujuan dari asuransi syariah yaitu memberikan rasa aman pada pihak tertanggung. Islam memperbolehkan kerjasama dalam masyarakat ketika tujuannya adalah baik dan tidak mengarah pada keburukan (Malik & Ulah, 2019).

Salah satu bukti bahwa asuransi telah ada dari zaman dahulu adalah adanya sistem Aqilah yang merupakan sebutan dari sistem asuransi pada zaman Rasulullah SAW. Thomas Patrick (2001) dalam bukunya Dictionary of Islam mengatakan bahwa “kebiasaan suku arab zaman dahulu bahwa apabila anggota suku yang tanggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lainya, maka keluarga yang ditinggalkan korban atau pewaris korban akan menerima bayaran berupa uang sejumlah darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari

24

pembunuh. Aqilah disini yang disebut dengan saudara terdekat pembunuh yang harus membayar kompensasi atas nama pembunuh”.

b. Prinsip Asuransi Syariah

Asuransi syariah dibangun menggunakan prinsip ta’wanu ‘ala al birr wa al-taqwa (dan tolong-menolonglah kamu sekalian dalam hal takwa dan kebaikan) dan al-ta’min (rasa aman). Asuransi syariah juga dijalankan dengan beberapa prinsip yaitu pertama adalah prinsip tanggung jawab, hal ini sesuai dengan landasan berdirinya asurani syariah yaitu saling tolong menolong peserta asuransi lainya yang terkena musibah. Dalam sistem tolong menolong sebagian dana tertanggung digunakan sebagai dana tabaru dengan cara disisihkan oleh perusahaan, dimana dana tabaru ini yang digunakan untuk membantu peserta asuransi lainya yang terkena musibah dan dana tabaru ini memiiki sifat shodakoh yang dananya tidak dapat dikembalikan lagi. Selain prinsip tabarru asuransi syariah juga menggunakan prinsip saling bekerja sama, dimana dengan prinsip ini peserta asuransi diwajibkan untuk salling bekerja sama tolong- menolong untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh sesama. Prinsip saling melindungi penderitaan sesama, artinya peserta asuransi akan berperan sebagai pelindung sesamanya (Syaikh, 2013).

c. Asuransi Menurut Hadist

Dalam Hadist Rasulullah telah disebutkan tentang tolong menolong dalam hal kebaikan, Rasulullah SAW bersabda yang memiliki arti:

“Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahuinya." (HR At- Thabrani).

Hadist tersebut mengajarkan bahwa seseorang Muslim belum dapat dikatakan sempurna keimanannya apabila dia dapat tidur nyenyak dengan perut kenyang

sedangkan tetangganya dalam keadaan lapar. Hal ini sesuai dengan tujuan dari asuransi sendiri yaitu untuk saling menolong saudara yang membutuhkan, meskipun dalam hadist tersebut yang disebutkan hanya pada tetangga tetapi dengan asuransi manusia mampu saling tolong-menolong.

Menurut pandangan para alim ulama, asuransi dikatakan haram apabila tidak memenuhi syarat – syarat berikut (Sula, 2004):

a. Ada unsur tabungan di dalam konsep asuransi jiwa.

b. Ketika pembayaran premi, pihak pemegang polis berniat untuk menabung kepada pihak perusahaan asuransi.

c. Perusahaan asuransi menyimpan uang dari akumulasi pembayaran premi dengan cara – cara yang dibenarkan.

d. Jika pemegang polis terpaksa tidak bisa membayar premi, maka:

1) Uang premi yang belum terbayarkan menjadi hutang dan dapat diangsur pada periode pembayaran berikutnya.

2) Tidak memutuskan hubungan perusahaan dan pemegang polis.

3) Tabungan dari akumulasi pembayaran premi sebelumya tidak dinyatakan hangus oleh perusahaan asuransi. Selain itu jika pihak tertanggung dari pemegang polis meninggal dunia, maka ahli warisnya berhak untuk klaim sejumlah uang yang disimpan oleh perusahaan asuransi dan perusahaan berkewajiban memberikan uang tersebut.

d. Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional

Sistem ekonomi Islam sangat berbeda dengan sistem ekonomi konvensional dimana sistem ini lebih mengedepankan keberkahan dari setiap transaksinya.

Sistem ekonomi Islam maupun konvensional terbagi menjadi dua yaitu sistem

26

bank dan non-bank. Salah satu sistem non-bank pada ekonomi Islam adalah asuransi (Hadi, 2015).

Asuransi konvensional selama ini dikenal dengan konsep pemindahan risiko (transfer of risk) dari peserta kepada peserta lain, dengan kata lain bahwa besaran premi yang harus dibayar oleh seorang pemegang asuransi di lihat dari besar kecilnya risiko yang di tanggung oleh perusahaan (Kasmir, 2014). Asuransi konvensional banyak mengandung hal-hal yang dilarang dalam syariah Islam seperti masih adanya gharar, maisir, riba. Terjadinya gharar dalam asuransi konvensional adalah peserta tertanggung tidak mengetahui kapan akan tertimpa musibah dimasa yang akan datang, yang mana otoritas ini hanya terdapat pada Allah SWT, dimana ketidak jelasan inilah yang dijual oleh perusahaan asuransi kepada peserta tertanggung. Sedangkan maisir pada perasuransian konvensional adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Maisir sering diartikan dengan berjudi.

Sedangkan pada aspek riba, menurut Syeikh Yusuf Al-Qardhawi asuransi konvensional itu sama dengan judi, karena tertanggung mengharapkan harta jaminan atau tanggungan melebihi jumlah pembayaran preminya. Oleh sebab itu, dalam asuransi tersebut juga ada unsur ribanya (Syakir, 2004). Namun kelemahan yang terdapat pada asuransi konvensional yang telah mengakar pada setiap lini masyarakat adalah tidak adanya laporan kepada peserta secara massif asuransi secara rinci mengenai dana yang telah dihasilkan oleh perusahaan atas investasi dana peserta (Hadi, 2015).

Sedangkan pada kontrak asuransi syariah, konsep yang digunakan adalah membagi risiko (share of risk) sesama peserta asuransi syariah yang dilandaskan

dengan kontrak yang diperbolehkan oleh syariah. Sehingga asuransi syariah akan cendrung terhindar dari praktik yang dilarang oleh syariah seperti riba, gharar dan maisir sebagai mana yang terjadi pada kontrak asuransi konvensional.

Begitu juga dengan aspek penyaluran dana selain dana tabaru peserta dalam investai produktif, asuransi syaraiah hanya diperbolehkan untuk melakukan investasi dengan batasan (Hadi, 2015).

2.3 Cadangan Premi Asuransi Jiwa Seumur Hidup Metode Premium

Dokumen terkait