PENDAHULUAN
E. Kajian Pustaka
Beberapa kajian seputar MLM telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya antara lain adalah:
14
1. Sofwan Jauhari dengan judul “Fatwa Ulama Indonesia dan Timur Tengah mengenai Multi Level Marketing (MLM)”. Nusa Litera Inspirasi, 2019. Penelitian ini secara garis besar menyimpulkan bahwa Fatwa MUI mengenai MLM lebih akomodatif dibandingkan fatwa ulama Timur Tengah yang mengharamkan MLM, Menurut MUI MLM dikatakan halal apabila memenuhi 12 dhawabit, perbedaan pandangan dilatarbelakangi karena adanya perbedaan tasawwur mengenai MLM.
Ulama Indonesia berpendapat bahwa MLM dan skema piramida atau money game merupakan hal yang berbeda, sedangkan Ulama Timur Tengah mengatakan bahwa MLM dan money game atau skema piramida merupakan hal yang sama. Dari objek yang diteliti, penelitian ini memiliki kesamaan yaitu fatwa DSN MUI mengenai MLM sebagai objek penelitian. Tetapi ada perbedaan Sofwan Jauhari mengkaji perbandingan antara fatwa Indonesia dan Timur tengah mengenai MLM, sedangkan penelitian ini mengkaji praktik MLM HPAI apakah sudah sesuai dengan syarat dan ketentuan DSN MUI mengenai MLM syariah.
2. Penelitian Rizki Mahesa (2014) dengan judul “Multi Level Marketing dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha” Penelitian ini lebih menekankan sistem kerja MLM ditinjau Aspek Hukum Undang-Undang no. 5 Tahun 1999 tentang larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, peneliti menyimpulkan bahwa MLM di Indonesia banyak terbukti telah melakukan pelanggaran dan melakukan persaingan yang tidak sehat. Persamaannya dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti tentang MLM, adapun perbedaannya penelitian ini mengkaji MLM dari hukum perundang-undangan sedangkan tesis yang peneliti lakukan tidak membahas tentang aspek hukum Undang-Undang, melainkan kesesuaiannya terhadap hukum ekonomi syariah.
15
3. Penelitian Cholil Nafis (2011), yang berjudul : Teori Hukum Ekonomi Syariah: Kajian Komprehensif Tentang Teori Hukum Ekonomi Islam, Penerapannya dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Penyerapannya ke dalam Peranturan Perundang-undangan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ciri hukum Islam, khususnya fikih muamalah, bersifat transendental dan rasional. Prinsip syariah yang tertulis dalam al-Qur’an dan Hadits di-Istinbāth-kan para ulama menjadi hukum Islam yang relevan untuk diterapkan pada setiap zaman dan keadaan.
Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama sama mengkaji tentang Fatwa DSN MUI, adapun perbedaannya adalah penulis hanya mengkaji fatwa DSN tentang PLBS sedangkan Cholil Nafis mengkaji DSN MUI tentang perbankan syariah, pasar modal dan asuransi syariah.
4. Penelitian Ulfatun Mardiyah (2018), yang berjudul: Analisis Sharia Compliance pada pembagian komisi dalam sistem multi level marketing syariah PT HPAI. Kesimpulan penelitian ini adalah (1) Bahwa HPAI tidak sepenuhnya sesuai dengan Fatwa DSN MUI, masih ada yang belum sesuai syariah perihal pembagian komisi dan bonus dan petihal pembinaan. (2) HPAI tidak membedakan antara bonus dan komisi dalam praktiknya padahal menurut DSN MUI komisi dan bonus merupakan hal yang berbeda. (3) Adanya istilah komisi membina yang merupakan ketidakjelasan mengingat insentif tersebut diambil dari prosentase pencapaian target downline-nya, sehingga membuka peluang bagi uplinenya yang tidak melakukan pembinaan tetapi mendapatkan bonus membina. Kesamaannya dengan penelitian tersebut, bahwa objek penelitiannya sama-sama pada PT HPAI tetapi terdapat perbedaan yaitu bahwa penelitian ulfah mardiyah tidak menganalisis akad-akad PLBS sedangkan penelitian penulis menganalisis akad akad HPAI serta menyesuaikannya dengan ketentuan Fatwa DSN MUI.
16
5. Penelitian Anita Rahmawaty (2014) yang berjudul “Bisnis Multilevel Marketing Dalam Perspektif Islam.” Penelitian ini menyimpulkan Bisnis MLM merupakan salah satu jenis akad jual beli (al-baiʻ) dengan sistem penjualan langsung (direct selling) atau network marketing yang memberdayakan distributor independent untuk memasarkan produk langsung secara mandiri. Dalam literatur hukum Islam, selama bisnis MLM tersebut bebas dari unsur-unsur haram, seperti riba, gharar, dzulm dan maysīr, maka hukumnya adalah mubah. Sebaliknya, bisnis MLM atau bisnis lain yang mengatasnamakan MLM, seperti money game, yang di dalamnya terdapat unsur gharar, maysīr dan dzulm, hukumnya adalah haram. Untuk itu, masyarakat muslim hendaknya berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan bisnis MLM karena tidak menutup kemungkinan terjadinya gharar, dzulm, maysīr dan ketidakadilan.24
Dalam penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan pada penelitian yang saya lakukan. Persamaan dalam penelitian ini adalah peneliti sama- sama meneliti tentang MLM dan tentang praktik pemasaran dalam aspek hukum ekonomi syariah. Namun, perbedaanya dalam penelitian ini cenderung hanya membahas mengenai hukum-hukum syariah yang ditetapkan pada akad jual belinya. Sedangkan, dalam penelitian yang peneliti lakukan selain membahas praktik MLM syariah HPAI apakah sudah memnuhi ketentuan dan syarat yang ditentukan oleh DSN MUI tentang MLM syrariah.
6. Penelitian Ajeng Dwyanita pada (2014) yang berjudul “Analisis Kesesuaian Syariah Pada Sistem Operasi Bisnis Multilevel Marketing (MLM) KK Indonesia Dengan Fatwa DSN MUI NO: 75/DSN MUI/VII/2009.” Penelitian ini menyimpulkan bahwa MLM KK
24 Anita Rahmawati, “Bisnis Multilevel Marketing Dalam Perspektif Islam”, dalam Journal Stain Kudus, 2014
17
Indonesia hanya memenuhi 11 point dari 12 dawabit MLM syariah fatwa DSN MUI nomor 75/DSN/MUI/VII/2009 pada tanggal 25 Juli 2009. Hal tersebut dikarenakan KK Indonesia masih melakukan Excessive Mark Up.25
Dalam penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaaannya peneliti sama-sama meneliti tentang network marketing, aspek hukum terhadap sistem operasionalnya. Sedangkan perbedaannya, dalam penelitian tersebut meneliti MLM KK Indonesia serta kesesuaian syariah sistem operasinya dengan fatwa-fatwa DSN MUI dan lebih banyak menggunakan peraturan perundang-undangan. Sedangkan penelitian yang saya lakukan adalah kesesuaian MLM HPAI dengan ketentuan dan syarat yang telah ditetapkan oleh MLM syariah DSN MUI.