• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Kajian Tematik

































Artinya : “(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku"َ. (QS. Yusuf: [12]

4)4

Allah SWT. Tidak memulai kisah ini dengan menceritakan bahwa ayah Nabi Yusuf as., yaitu Nabi Ya‟qub as., mempunyai dua belas orang anak dari empat orang istri. Salah satu istrinya melahirkan dua orang anak, Yusuf dan saudara kandungnyaa yang bernama Benyamin. Allah swt. Tidak mengisahkan itu,karena tujuan utamanya adalah peristiwa yang terjadi pada Yusuf dan pelajaran yang dapat dipetik dari kisah hidupnya.

Pada suatu malam, seorang anak atau remaja bermimpi tidak jelas saberapa usianya ketika I bermimpi.mimpinya sungguh aneh. Karena itu, dia segera menyampaikannya kepada ayahnya. Cobalah renungkan sejenak perintah ayat ini kepada siapa pun agar dapat menarik pelajaran, yaitu ketiak Yusuf putra Nabi Ya‟qubas., berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku,

3 Ibid, h. 236.

4 Departemen Agama RI, op. cit.

56

sesungguhnya aku telah bermimpi melihat sebelas bintang yang sangat jelas cahayanya serta matahari dan bulan, telah kulihat semuanya bersam-sama mengarah kepadaku – tidak ada selain aku – dan semua mereka benda-benda langit itu dalam keadaan sujud kepada seseorang. Demikan Yusuf menceritakan mimpinya kepada ayahnya.

Rupanya tulis Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Nabwa Tafsir Maudhu‟I li Suwar al-Qur‟an al-Karim, sewaktu kecilnya Yusuf merasa bahwa dia mempunyai peranan yang disiapkan Allah SWT. Boleh jadi dia pun akan termasuk mereka yang dipilih Allah SWT. Memimpin masyarakat di arena kemualiaan dan kebenaran. Memang, dia adalah yang terkecil (selain Benyamin adenya) dari saudara-saudaranya, tetapi perangai kakak-kakaknya tidak menampakkan sesuatu yang istimewa, tidak juga memancarkan kebajikan. Dia justru lebih dekat kepada ayahnya daripada kakak-kakaknya itu. Agaknya, ketika itu hatinya berbisik, siapa tahu warisan kenabian itu jatuh kepadanya. Ayahnya, Yaqub as., telah mewarisinya dari kakeknya Ishaq as., dan Ishaq as., mewarisinya dari ayah kakeknya itu Ibrahim as. Siapa tahu dia merupakan salah satu dari mata rantai itu.

Benar juga dugaan Yusuf, Allah SWT menyampaikan isyarat berupa berita gembira kepadanya yang mendukung kebenaran bisikan hatinya melalui mimpi yang diceritakannya itu.

Sungguh apa yang disampaikannya itu adalah suatu hal yang sangat besar, apalagi bagi seorang anak yang sejak kecil hatinya diliputi oleh kesucian dan kasih sayang seorang ayah. Kasih sayang ayahnya disambut pula

dengan penghormatan kepada beliau. Lihatlah begaimana dia memanggil ayahnya dengan panggilan yang mnegesankan kejauhan dan ketinggian kedudukan sang ayah denagn memulai memanggilnya dengan kata

(اي)

yaa/wahai. Lalu dengan kata

(يتابا)

abati/ayahku dia menggambarkan kedekatannya kepada beliau. Kedekatannya kepada ayahnya diakui oleh ayat ini, sehingga bukan nama ayahnya yang disebut oleh ayat ini, tetapi kedudukannya sebagai orang tua. Ayat ini tidak berkata ingatlah ketika Yusuf berkata kepada Ya‟qub, tetapi ketika Yusuf berkata kepada ayahnya.

Demikain Thabathba‟I melukiskan kedekatan ini.

Kesan tentang besarnya pengaruh mimpi itu pada jiwa Yusuf, dan anehnya mimpi itu terasa baginya, dilukiskannya – secara sadar atau tidak – dengan menyebut sebanyak dua kali dalam penyampainnya ini bahwa dia melihat. Demikian al-Biqa‟I. boleh jadi juga penyebutan dua kali “aku melihat” untuk mengisyaratkan bahwa dalam mimpinya itu dia melihat dahulu benda-benda langit itu masing-masing beridiri sendiri, kemudian setelah itu melihatnya lagi bersama-sama sujud atas perintah Allah swt. Kepadanya (Yusuf as.). demikian, yang dilihatnya melalui mimpi bukan tanggung- tanggung. Silahkan anda membayangkan matahari, bulan, dan sebelas bintang semua sujud kepada seorang manusia, anak kecil pula, dan hanya kepadanya saja bagaimana dipahami dari pernyataannya mendahulukan kata (

يل

) lii/kepadaku sebelum melukiskan keadaan benda-benda alam itu sujud.

Bayangkan juga bagaimana benda-benda langit itu digambarkan sebagai makhluk-makhluk berakal. Bukankah Nabi Yusuf as. Dalam penyampaiannya

58

kepada ayahnya menggunakan patron kata saajidiin/dalam keadaan mereka bersujud yang tidak digunakan kecuali untuk menunjuk yang berakal? Ini mengisyaratkan betapa besar kedudukan NAbi Yusuf as., di sisi Allah swt.5

Kata (

صصق

) qashsash adalah bentuk jamak dari kata qishshah (

تّصِق

).

Kata itu berasal dari kata kerja (

َ صُقَي َ - َ َّصَق

) qashsha-yaqushshu. Kata (

صصق

) qashash dan lain kata yang seakar dengannya, di dalam al-quran tersebut 30 kali, di antaranya dalam bentuk kata benda sebanyak enam kali dan kata kerja sebanyak 20 kali.

Pengertian bahasa ( َّصت ِق) qishshah berarti “mengikuti jejak” dan qashshah bentuk jamak dari qishshah, berarti “jejak”. Demikian Al-Ashfahani menjelaskan. Qashash juga dapat berarti berita yang bersifat kronologis yang di sampaikan tahap demi tahap. Menurut Zahran di dalam Qashash al-quran, qishshah adalah mengurai kejadian-kejadian dan menyampaikannya tahap demi tahap. Tujuan qishshah kata Asy-Sya‟rawi adalah untuk I‟tibar dalam rangka memantapkan ide-ide yang diamanatkan dalam al-Quran.6

Kata (

صصق

) qashash juga terdapat di surat lain dalam al-Quran yaitu surat An-Nisa ayat 164 :































Artinya : “Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang

5 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol: 6, h. 394-396.

6 Sahabuddin, Ensiklopedia Al-Qur‟an: Kajian Kosakata, Jakarta lentera hati 2007. h.

765.

tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”7

Dan juga pada Surat Al-Kahfi ayat 648:





















Artinya : “Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”.9

Kata (

اًصصق

) qashashan pada surat Kahfi ini terambil dari kata (

ََّصَق

) qashsha yang berarti mengikuti jejak. Dari sini (

تّصِق

) qishshah/kisah dipahami dalam arti “menyampaikan serangkaian berita yang sebenarnya atau fiksi tahap demi tahap sesuai dengan kronologis kejadiannya, bagaikan seorang yang mengikuti jejak kejadian itu langkah demi langkah”. Nabi Musa as dalam hal ini kembali ke tempat semula mengikuti rute perjalannya, langkah demi langkah. Al-Biqai emperoleh kesan dari kata tersebut bahwa mereka berjalan diwilayah pasir menelusuri pantai, tanpa tanda-tanda, sehingga mereka menelusuri bekas-bekas kaki mereka yang masih berbekas dan dapat terlihat di pasir. 10

QS. Yusuf: [12] : 5

































Artinya : “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk

7 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya.

8 Muhammad Fuad „abdul baaqii, al-Mu‟jam al-Mufahros lialfaadzi al-Quranil Kariim (Mesir: Thubi‟al Mathba‟ah Bidaaril Kutub, 1945). h. 546.

9 Ibid.

10 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol: 8. h. 93-94.

60

membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. (QS. Yusuf: [12] 5)11

Nabi Ya‟qub as., sebagai seorang nabi, memahami dan merasakan bahwa ada suatu anugrah besar yang akan diperoleh anaknya, itulah pemahaman beliau tentang mimpi ini. Belaiu juga menyadari bahwa saudara- saudara yausuf yang tidak sekandung selama ini selalu cemburu kepadanya.

Memang sang ayah mencintainya dan memberi perhatian lebih kepadanya.

Karena dia anak yang masih kecil, lagi amat tampan dan sangat membutuhkan kasih sayang, karena ibunya meninggal ketika melahirkan adiknya, Benyamin.

Belum lagi pembawaan anak ini yang sungguh mengesankan.

Mimpi itu – jika diketahui oleh saudara-saudaranya – pasti akan lebih menyuburkan kecemburuan mereka. Karena itu, sang ayah memintanya agar merahasiakan mimpinya. Larangan ini menjadi lebih penting lagi karena mimpi hendaknya tidak disampaikan kecuali kepada yang mengerti, dan yang dapat memberi bimbingan tentang maknanya.

Dengan penuh kasing, dia yakni sang ayah berkata, “Hai anakku sayang, janganlah engkau ceritakanmimpimu ini kepada saudara-saudaramu, karena jika mereka mengetahuinya mereka akan membuat tipu daya, yakni gangguan terhadapmu, tipu daya besar yang tidak dapat engkau elakkan.”

Demikian Nabi Ya‟qub as., sangat yakin dengan kecemburuan kakak- kakak Nabi Yusuf as. Perhatikanlah bagaimana beliau tidak berkata: “aku khawatir mereka membuat tipu daya,” tetapi langsung menyatakan: “mereka akakn membuat tipu daya”. Itupun dengan menekankan sekali lagi tipu daya

11 Departemen Agama RI, op. cit.

besar. Di sisi lain, rupanya Nabi Ya‟qub as. Yakin sepenuhnya tentang kebaikan hati, ketulusan dan kelapangan dada anaknya, Yusuf as. Karena itu, belaiu menyampaikan hal tersebut dan yakin bahwa ini tidak akan memperkeruh hubungan persaudaraan mereka.

Selanjutnya sang ayah berkata kepada anaknya, “Anakku, jangan heran bila mereka mengganggumu, walau mereka saudara-saudaramu. Kalaupun sekarang mereka tidak mendengkimu, maka bisa saja kedengkian itu muncul, karena mimpimu memang sangat berarti. Apalagi mereka dapat tergoda oleh setan dan sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia sehingga ia tidak segan-segan menanamkan permusuhan, walau antar saudara terhadap saudaranya sendiri. Demikian sang ayah menyebut alasan sehingga Yusuf as., dapat memahami sikap kakak-kakaknya bila terasa olehnya kesenjangan hubungan.12

Dalam ayat lain, Allah menganjurkan umatnya untuk senantiasa berkasih sayank dengan orang tua, anak dan juga sesama saudaranya sendiri.

Karna dengan kasih sayang akan jauh dari perpecahan. seperti dalam surat Hud ayat 4213:









































Artinya : “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke

12 M. Quraish Shihab, op. cit. h. 396-397.

13 Muhammad Fuad „abdul baaqii, op cit., h. 138.

62

kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang- orang yang kafir".14

Dalam ayat ini menunjukkan betapa naluri manusia begitu cinta kepada anaknya, kendati sang anak durhaka dan betapa anak durhaka melupakan kebaikan dan ketulusan orang tua nya. Nabi Nuh as. Menyeru anaknya dengan panggilan mesra yaitu (

َّينب

) bunayya. Kata bunayya adalah bentuk tashgir/perkecilan dari kata (

ينبا

) ibni/anakku. Bentuk itu antara lain digunakan untuk menggambarkan kasih sayang, karena kasih sayang biasanya tercurahkan kepada anak, apalagi yang maih kecil. Kesalahan-kesalahannya pun ditoleransi, paling tidak atas dasar ia dinilai masih kecil. Perkecilan itu juga digunakan untuk menggambarkan kemesraan seperti antara lain Ketika Nabi Muhammad saw. Menggelari salah seorang sahabat beliau dengan nama Abu Hurairah. Kata (ةريره) Hurairah adalah bentuk perkecilan dari kata (ة ّره) hirrah, yakni kucing, karena Ketika itu yang bersangkutan sedang bermain dengan seekor kucing. Di sisi lain terbaca diatas bagaimana sang anak durhaka bukan saja tidak memprkenankan ajakan ayahnya dalam situasi yang demikian mencekam, tetapi juga tidak menyebutnya sebagai ayah.15

Dan juga di dalam surat Luqman ayat 1316 :































14 Departemen Agama RI, op. cit.

15 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol: 6. h. 258-259.

16 Muhammad Fuad „abdul baaqii, op cit., h. 138.

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".17

Pada ayat ini kata (

َّينب

) bunayya adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah (

ينبا

) ibny, dari kata (

هبا

) ibn yakni anak lelaki.

Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.

Luqman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/mempersekutukan Allah. Laarangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan Allah untuk menekan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik.

Memang “At-takhliyah muqaddamun „ala at-tahliyah” (menyingkirkan keburukan lebih utama daripada menyandang perhiasan).18

Dan juga pada surat Luqman ayat 1719:





































Artinya : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.

Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.20

17 Departemen Agama RI, op. cit.

18 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol: 11. h.127.

19 Muhammad Fuad „abdul baaqii, op cit., h. 138.

20 Departemen Agama RI, op. cit.

64

Nasihat yang terdapat pada surat Luqman diatas menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal sholeh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amr ma‟ruf dan nahi munkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah.

Menyuruh megerjakan ma‟ruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemunkaran, menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya. Itulah yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan ma‟ruf dan menjauhi munkar, tetapi memerintahkan, menyuruh dan mencegah. Di sisi lain membiasakan anak melaksanakan tuntunan ini menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial. 21

Pada surat Yusuf ayat 5 menyebutkan kata (

اًديك

) kaydan, yang juga disebutkan pada ayat lain yaitu surat At – Thariq ayat 15-1622:















Artinya : "Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya”.23

Kata (

ديك

) kayd adalah upaya terselubung untuk mencapai tujuan yang biasanya buruk atau jahat. Orang-orang kafir melakukan berbagai kegiatan terselubung , kegiatan yang sungguh amat kuat untuk memadamkan cahaya

21 Ibid, h. 137.

22 Muhammad Fuad „abdul baaqii, op cit., h. 642.

23 Departemen Agama RI, op. cit.

agama Allah, namun upya mereka pasti gagal, karena Allah pun mempunyai rencana terselubung. Tentu saja kedua kayd itu tidak boleh dipersamakan, karena tidak ada yang serupa dengan sifat, Dzat dan perbuatan Allah.

Sementara ulama memahami kayd yang dilakukan Allah itu adalah apa yang dinamai istidraj yakni melimpahkan kepada pendurhaka aneka nikmat sehingga mereka merasa aman bahkan boleh jadi menduga bahwa mereka dicintai Allah, tiba-tiba Allah menjatuhkan siksa-Nya atas mereka. Itulah salah satu bentuk kayd yang dilakukan oleh Yang Maha Kuasa itu.24

Dalam surat Thur ayat 42 juga menyebutkan kata kayd, yang berbunyi

















:

Artinya : “Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang- orang yang kafir itu merekalah yang kena tipu daya”.25

Dalam ayat ni kata (

اًديك

) kaidan/tipu daya yang dimaksud upaya- upaya kaum musyrikin untuk menghalangi masyarakatnya memeluk islam, dengan jalan menuduh Nabi Muhammad dengan aneka tuduhan palsu.26

Dan juga dijelaskan dalam surat Thaha ayat 69 yang mana tipu daya atau kejahatan akan kalah dengan kebaikan, yang demikian itu atas bantuan Allah swt.27

24 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol: 15. h.188.

25 Departemen Agama RI, op. cit.

26 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol: 13. h.397.

27 Muhammad Fuad „abdul baaqii, op cit., h. 643.

66



































Artinya : “Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. "Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang".28 Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Musa as. bahwa : Dan lemparkanlah apa, yaki tongkat yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat, yakni dengan teliti dan tekun, yakni kepalsuan sihir mereka. Sesungguhnya apa yang mereka buat itu adalah tipu daya penyihir belaka. Dan tidak akan menang seorang penyihir pun, dari mana saja ia datang atau berada.

Ayat diatas memerintahkan untuk melempar apa yang berada di tagan kanan Nabi Musa as. yakni tongkatnya. Agaknya ayat ini tidak menyebut kata

“tongkat”, untuk mengisyaratkan betapa remeh menghadapi apa yang telah dilakukan oleh para penyihir itu, yakni sekedar melempar sesuatu yang berada ditangan kanan Nabi Musa as. Di sisi lain penyebutan kata (

هيمي

) yamiin, yang di samping berarti tangan kanan juga berarti keberkahan, mengisyaratkan pula keberkahan yang melekat dan dibawa oleh Nabi Musa as. dalam tongkatnya itu. Ibn „Asyur memperoleh kesan dari tidak disebutkannya kata tongkat dan dicukupkan dengan kata apa yang ada di tangan kananmu bahwa hal tersebut

28 Departemen Agama RI, op. cit.

untuk mengingatkan Nabi Musa as. tentang peristiwa munajat di mana beliau mendengar langsung firman Allah ketika berada di lembah suci Thuwa.29

QS. Yusuf: [12] : 6





َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ

َ





َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ

َ



َ



َ

َ





َ



َ

َََ

َ

Artinya : “Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat- Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. Yusuf: [12] 6)30

Setelah menasihati sang anak, kini Nabi Ya‟qub as., menenangkan hati dan menggembirakannya dengan menyatakan, “Mimpimu itu adalah mimpi yang benar. Itu bersumber dari Allah swt. – bukan dari setan, bukan juga pengaruh keinginan yang terpendam di bawah sadarmu. Dan sebagaimana Yang Maha Kuasa ingin mengistimewakanmu dengan memberi isyarat melalui mimpi itu, demikian juga lah Tuhan Pmebimbing dan Pemeliharamu akan memilihmu diantara saudara-saudaramu atau diantara manusia yang banyak ini, untuk satu tugas satu tugas suci dimasa depan, dan akan diajarkan- Nya kepadamu sebagian dari penafsiran tentang peristiwa-peristiwa , yakni penafsiran tentang makna mimpi dan juga akan diajarkan-Nya kepadamu

29 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol: 8. h.329-330.

30 Departemen Agama RI, op. cit.

68

dampak dari peristiwa-pristiwa yang terjadi, dan Allah swt., juga akan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dengan aneka kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi dan kepada keluarga Ya‟qub, yakni ibu bapak dan bapakmu, yakni nenek moyangmu sebelum itu, yaitu Nabi Ibrahim as., ayah nabi-nabi. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang wajar dipilih-Nya lagi Maha Bijaksana dalam segala ketentuan-Nya.

Jika mimpi yang dialami oleh anak kecil itu sangat mengesankannya, maka penjelasan sang ayah menambah dalam kesan itu. Allah swt., akan memilihnya. Ini berarti Allah swt. Mencintai-Nya. Terbayang juga dalam benaknya betapa baik Tuhan kepada-Nya, alangkah banyaknya anugrah yang akan dia terima dari-Nya. Sejak itu, cinta Tuhan dibalasnya pula dengan cinta.

Dan ini tumbuh subur sepanjang hidupnya, sebagaimana akan terlihat dalam kisah hidupnya.

Kata (

ليوأت

) ta‟wiil terambil dari kata (

لا

) aala yang berarti kembali.

Dari segi bahasa, kata ini dapat berarti penjelasan dengan mengembalikan sesuatu kepada hakikatnya, atau substansi sesuatu, atau tibanya masa sesuatu.

Ta‟wil yang dimaksud oleh ayat ini adalah kenyataan dilapangan tentang apa yang dilihat dalam mimpi. Memang, menurut al-Quran, mimpi antara lain merupakan isyarat tentang apa yang akan terjadi. Nah, ta‟wil mimpi adalah penjelasan tentang apa yang akan terjadi di dunia nyata menyangkut apa yang dimimpikan itu. Disini Yusuf melihat sebelas bintang, matahari dan bulan sujud kepadanya. Puluhan tahun kedepan akan tunduk kepadanya sebelas orang saudaranya, ibu dan bapaknya yang datang bersama-sama ke Mesir pada

saat dia memgang tampuk kekuasaaanya. Penjelasan inilah yang dinamai Ta‟wil. Ini jika kita memahami kata (

ثيدحلا

) al-hadist dalam arti mimpi.

Tetapi ada juga yang memahaminya dalam arti peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik dalam bentuk mimpi maupun yang terjadi di dunia nyata. Ini serupa dengan kemampuan menganilisis suatu peristiwa dan dampak-dampak yang akan terjadi dari peristiwa itu. Ini dapat juga dipersamakan dengan para futurology dewasa ini. Hanya, tentu saja, kemampuan yang dianugerahkan Allah swt., kepada Nabi Yusuf as., jauh melebihi kemampuan manusia biasa.

Sebelum berlanjut melihat apa yang terjadi setelah mimpi Yusuf as., diceritakan kepada ayahnya, ada baiknya kita berhenti sejenak untuk nmencari tahu tentang mimpi.

Rasul saw. Menginformasikan bahwa, “Mimpi ada tiga macam: berita gembira dari Allah swt. Yang Maha Pengasih, bisikan hati, dan sesuatu yang menakutkan dari setan” (HR.َIbn Majah melalui Abu Hurairah).

Imam Bukhori dan Muslim juga meriwayatkan melalui sahabat Nabi saw. Qatadah, bahwa Nabi saw. Bersabda, “Mimpi yang baik dari Allah, mimpi yang buruk dari setan. Siapa yang bermimpi sesuatu yang tidak menyenangkannya, maka hendaklah ia meludah (meniup samba; mengelurkan satu dua tetes ludah) kea rah kirinya tiga kali, dan hendaklah ia memohon perlindungan Allah swt., dari setan. Dengan demikian ia tidak akan ditimpa mudharat.”

Bagaimana demikian, tidak mudah menjelaskannya. Apalagi perlu diingat bahwa sampai kini persoalan mimpi bahkan tidur masih kabur bahkan

Dokumen terkait