• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Tentang Kecerdasan Spiritual

BAB I: PENDAHULUAN

F. Sistematika Pembahasan

2. Kajian Tentang Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual atau Spritual Quotient (SQ) ialah suatu intelegensi atau suatu kecerdasan di mana kita berusaha menyelesaikan masalah-masalah hidup ini berdasarkan nilai-nilai spiritual agama yang diyakini. Kecerdasan spiritual ialah suatu kecerdasan di mana kita berusaha menempatkan tindakan-tindakan dan kehidupan kita didalam suatu konteks yang lebih luas dan lebih kaya, seta lebih bermakna. Kecerdasan spiritual merupakan dasr yang perlu untuk mendorong berfungsinya secara lebih efektif, baik Intelligence Quotient (IQ) maupun Emotional Intelligence (EQ). Jadi, kecerdasan spiritual berkaitan dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional.33

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan ruhaniah, kecerdasan hati, kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri kita secara utuh. Banyak sekali

32 Abu Ahmadi,Sosiologi Pendidikan,(Jakarta:PT Rinika Cipta,1991),163

33 Rohmalia Wahab, Psikologi Belajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), 152-153

diantara kita yang saat ini menjalani hidup yang penuh lika dan berantakan. Pengaruh gaya hidup materialisme dan hedonisme telah menyebabkan integritas manusia tereduksi, lalu tertangkap pada paham sekulerisme, yang memproklamirkan terbebasnya manusia dari kontrol ataupun komitmen terhadap nilai-nilai agama.34

Suharsono mengemukakan sebutan untuk IS adalah kecerdasan spiritual dan bukan yang lainnya karena kecerdasan ini berasal dari fitrah manusia itu sendiri. Kecerdasan model ini tidak dibentuk melalui diskursus-diskursus atau penumpukan memori faktual dan fenomenal, tetapi merupakan aktualisasi dari fitrah manusia, jika dorongan-dorongan keingintahuan dilandasi kesucian, ketulusan hati, dan tanpa potensi egoisme. Dalam bahsa yang sangat tepat, kecerdasan spiritual ini akan mengalami aktualisasinya yang optimal jika hidup manusia berdasarkan visi dasar dan misi utamanya, yakni sebagai hamba (‘abid) dan sekaligus wakil Allah (khalifah) di bumi.35

Lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut Roberts A. Emmons dalam The Psychology of Ultimate Concerns:

1. Kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan materi.

34 Baharudin Dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 161-162

35 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 168

2. Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak.

3. Kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari.

4. Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah.

5. Kemampuan untuk berbuat baik.36

Selain itu kecerdasan spiritual menurut Toto Tasmara ada 8 (delapan) indikator yaitu:

a) Merasakan kehadiran Allah b) Berdzikir dan berdoa c) Memiliki kualitas sabar d) Cenderung pada kebaikan e) Memiliki empati yang kuat f) Berjiwa besar memiliki visi g) Bagaimana melayani37

Dengan kecerdasan spiritual, kita berusaha menyelesaikan permasalahan hidup ini berdasarkan nilai-nilai spiritual atau agama yang diyakini. Kecerdasan spiritual ini juga berkaitan erat dengan hati nurani. Hati nurani mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita

36 Rohmalia Wahab, Psikologi,.... (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), 153

37Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 38

jalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh pikiran. Jadi hati nurani akan menjadi pembimbing manusia terhadap apa yang harus ditempuh dan diperbuat, artinya setiap manusia sebenarnya telah memiliki sebuah radar hati sebagai pembimbingnya.

beberapa manfaat yang didapatkan dengan menerapkan SQ sebagai berikut:

1. SQ telah “menyalakan” manusia untuk menjadi manusia seperti adanya sekarang dan memberi potensi untuk ”menyala lagi” untuk tumbuh dan berubah, serta menjalani lebih lanjut evolusi potensi manusiawi.

2. Untuk menjadi kreatif, luwea, berwawasan luas, atau spontan secara kreatif.

3. Untuk berhadapan dengan masalah ekstensial, yaitu saat merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalah masa lalu akibat penyakit dan kesedihan. SQ menjadikan sadar bahwa memiliki masalah setidak-tidaknya bisa berdamai dengan masaah tersebut. SQ memberi semua rasa yang “dalam”

menyangkut perjuangan hidup.

4. Pedoman saat berada dalam masalah yang paling menanatang.

Masalah-masalah ekstensial yang menantang dalam hidup berada diluar yang diharapkan dan dikenal, diluar aturan-aturan yang

telah diberikan, melampaui masa lalu, dan melampaui sesuatu yang dihadapi.SQ adalah hati nurani kita.

5. Untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. SQ membawa ke jantung segala sesuatu, ke kesatuan dibalik perbedaan, ke potensi dibalik ekspresi nyata. SQ mampu menghubungkan dengan makna dan ruh esensial di belakang semua agama besar. Seseorang yang memiliki SQ tinggi mungkin menjalankan agama tertentu, namun tidak secara fisik, eksklusif, fanatik, atau prasangka.

6. Untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain. Daniel Goleman telah menulis tentang emosi- emosi intrapersonal atau di dalam diri, dan emosi-emosi interpersonal yaitu yang sama-sama digunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Namun, EQ semata-mata tidak dapat membantu untuk menjembatani kesenjangan itu. SQ membuat seseorang mempunyai pemahaman tentang siapa dirinya, apa makna segala sesuatu baginya, dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat di dalam dirinya kepada orang lain dan makna-makna mereka.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual seseorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai agam dari lingkungannya, terutama dari orang tuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai dan prilaku sesuai dengan nilai-nilainya tersebut.

Dalam mengembangkan kecerdasan anak, peran orang tua sangatlah penting terutama pada waktu masih kecil.38 Ketika orang tua mendoakan dan mengajari anak untuk berdoa secara tidak langsung, ini berarti orang tua telah memberikan rangsangan kepada salah satu bagian otak, yang terletak didaerah pelipis (lobus temporal) yang disebut dengan god spot. Sehingga secara lebih lanjud god spot dalam otak anak akan terasah dengan baik. Dengan terasahnya god spot ini, berarti kecerdasan spiritual anak semakin meningkat. Bila keceradasan spiritual ini tinggi, insyaallah prilaku anak semakin baik karena kecerdasan spiritual pada god spot bisa berfungsi secara sempurna untuk memberikan bisikan bisikan suara hati yang senantiasa mendorong kearah tindakan yang mulia.39

c. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kecerdasan Spiritual Hubungan dari pola asuh orang tua dengan kecerdasan spiritual adalah sebagai dasar atau acuan utama bagi anak untuk memiliki nilai- nilai agama yang tinggi.

38 Syamsu yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2009), 138-139

39 Imam musbikin, Cerdaskan Otak Anak dengan Doa! ( Jogjakarta: Safirah,2013), 62-63

Anak sesungguhnya amanah Allah yang dititipkan kepada kita sebagai orang tua. Dan, setiap amanah kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat. Untuk itu sebagai orang tua, kita harus sungguh-sungguh dalam mendidik, membimbing, dan memotivasi mereka. Berhasil tidaknya proses pendidikan anak juga sangat bergantung pada pengasuhan orang tua dalam mendidiknya.40

Nabi Saw. Bersabda, “hak anak yang wajib dipenuhi oleh orang tuanya antara lain: mendidik mereka dengan mengajarkan agama, tidak memberikan makan, kecuali dari yang halal, mengajarkan ketrampilan (seperti memanah atau berenang), menikahkannya setelah ia dewasa.

Perkembangaan spiritual anak bisa terus berkembang berkat dia yang selalu mendengarkan ucapan-ucapan orang tua, melihat pengasuhan dan prilaku orang tua dalam mengamalkan ibadah, dan pengalaman dan meniru ucapan serta berbuatan orang tuanya.41

Dalam diri anak terdapat kebutuhan dasar spiritual yang harus dipenuhi. Meski anak telah memperoleh kesadaran spiritual melalui lingkungannya melalui pemberian konsep-konsep tentang dimensi spiritual, namun ia tetap membutuhkan bimbingan orang tua dan lingkungan dalam mengembangkan kesadaran spiritualnya. jika

40 Abdul Mustaqim, Menjadi Orangtua Bijak (Bandung: Mizan Pustaka,2005)56-57

41 Mustamir Pedak Dan Handoko Sudrajat, Saatnya Bersekolah (Jogjakarta: Buku Biru,2009)124.

bimbingan itu dilaksanakan secara tepat maka akan mendorong anak untuk memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi.42

Mengembangkan SQ dalam keluarga dengan mengembangkan sikap pemahaman dan pengetahuan. Di rumah perlu diberi ruang bagi anak untuk mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan. Mungkin dialog dengan orang tua yang sudah memiliki pengetahuan yang luas dapat memperluas pengetahuan anak sehingga membantu usaha eksploitatif dan pencariannya terhadap kekayaan ilmu pengetahuan itu sendiri.43

Ibnu Qayyim al- Jauziyah pernah berkata, “bila terlihat kerusakan pada diri anak-anak, mayoritas penyebabnya adalah orang tua.” Sementara itu, rasulullah saw. Bersabda, “ tiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ayah dan ibunyalah kelak yang menjadikan yahudi, nasrani, atau majusi.”(HR. Bukhari). Ini menunjukan bahwa pola asuh orang tua terhadap anak sangat lah mempengaruhi kepripadian, kecerdasan maupun tingkah laku anak. Karena pengasuhan orang tua sangatlah memperngaruhi, maka orang tua perlu memilih pengasuhan yang baik agar anak pun kelak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.44

42 Triantoro Safira, Spiritual Intelligence (Yogyakarta: GRAHA ILMU,2007), 61.

43 Monty p. Satiadarma dan Fedelis E.Waruwu, Mendidik Kecerdasan (Jakarta: Pustaka Populer Obor,2003), 49-50.

44 Imam Musbikin, Cerdaskan Otak Anak Dengan Doa!..., 224-225

Sikap memanfaatkan dan mau meminta maaf sebagai landasan utama dalam pola hubungan keluarga. Sikap memaafkan ini tidak saja mampu menghapuskan sifat dendam dalam diri manusia. Tetapi sekaligus pendorong utama tercapainya kecerdasan spiritual yang tinggi. Salah satu kualitas kecerdasan spiritual yang tinggi adalah kemampuan untuk memaafkan baik orang lain maupun diri sendiri.45

Jadi sangat jelas sekali bahwasanya pengasuhan orang tua ada hubungannya dengan kecerdasan spiritual anak, dengan pengasuhan orang tua sebagai sumber utama pendidikan anak untuk meningkatkan kecerdasan spiritual.

B. Telaah Penelitian Terdahulu

Dalam skripsi yang ditulis oleh Pangesti Ade Farhatul Ummah NIM 107011000906, tahun 2011 dengan judul “Sikap Otoriter Orang Tua dan Pengaruhnya terhadap Motivasi Belajar Siswadi Mts Al-Hidayah Jatiasih Kota Bekasi” dari hasil penelitian yang dilakukan ada kesimpulan yang ditemukan:

1. Responden yang diperoleh dari 154 siswa kela IX MTs. Al-Hidayah Jatiasih Kota Bekasi hanya tersaring sebanyak 23 responden yang dapat dijadikan

45 Triantoro Safira. Spiritual Intelligence ( Yogyakarta: Graha Ilmu,2007), 75

2. Berdasarkan hasil penelitian mengenai sikap otoriter orang tua dan pengaruhnya terhadap motivasi belajar siswa Mts. Al-Hidayah Jatiasih Kota Bekasi menghasilkan ro atau rxy sebesar 0,043 yang terletak pada Indeks Korelasi 0,00 –0,20 yang berarti antara variabel X dan variabel Y terdapat

korelasi akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat rendahsehingga korelasi itu diabaikan atau dianggap tidak ada korelasi antara variabel X dan variabel Y. Begitupun dalam interpretasi dengan menggunakan Table Nilai “r” Product Moment, ternyata “r” hitung jauh lebih kecil dari pada “r” tabel, baik pada taraf signifikansi 5% maupun 1%. Dengan demikian Hipotesa Nol (Ho) diterima atau disetujui, sedangkan Hipotesa Alternatif (Ha) ditolak.

Hal ini menunjukab bahwa tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki oleh siswa sangat bergantung pada sikap yang diterapkan oleh orang tua di rumah. Semakin otoriter sikap yang diterapkan oleh orang tua, maka akan semakin

menurun motivasi yang dimiliki oleh siswa dalam belajar.

3. Adapun dampak dari sikap otoriter yang diterapkan oleh orang tua mempengaruhi sikap dan tingkahlaku yang dimiliki oleh anak, karena dari sikap otoriter yang diterapkan oleh orang tua bisa menjadikan anak bersikap lemah, tidak mampu menerima penolakan, sulit bersosialisasi bahkan akan bersikap apatis.

4. Dari hasil perhitungan mencari besarnya kontribusi antara variabel X (sikap otoriter orang tua) dan variabel Y (motivasi belajar siswa) ternyata hanya menghasilkan 0,185%. Dan itu bertanda bahwa kontribusinya sangatlah kecil atau sangat rendah antara kedua variabel tersebut.46

Dalam penelitian diatas merupakan penelitian kuantitatif korelasional, berarti jenis penelitian dalam proposal ini sama dengan penelitian diatas.

Sedangkan dari segi uraian diatas maka jelaslah perbedaannya antara penilis lakukan dengan penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu membahas tentang sikap otoriter orang tua dan pengaruhnya terhadap motivasi belajar, sedangkan penelitian ini mengacu pada sikap orang tua dengan kecerdasan spiritual.

Dalam skripsi yang ditulis oleh Khairatul Mashfirah NIM 109011000051 tahun 2014 dengan judul “Peran Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak” dari hasil penelitian yang dilakukan ada kesimpulan yang ditemukan:

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan yang telah dipaparkan penulis, diperoleh kesimpulan bahwa orang tua sangat berperan penting dalam pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual anaknya. Penulis mengambil kesimpulan bahwa orang tua di lingkungan RT.

004 RW. 01 tersebut dapat dikatakan kurang baik dalam mengembangkan

46 Skripsi ade farhatul ummah, sikap otoriter orang tua dan pengaruhnya terhadap motivasi belajar siswadi mts al-hidayah jatiasih kota bekasi, (Online),http://repostory.uinjkt.ac.id, (Jakarta:

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), 73, diakses 10 Februari 2016.

kecerdasan emosional dan spiritual anak, dan masih perlu ditingkatkan kembali dalam memberikan bimbingan kepada anak. Dalam membimbing atau membina anak-anaknya, para orang tua tersebut memberikan pendidikan agama belumlahmemadai, sementara keteladanan dan pengawasan orang tua dalam seluruh aktifitas anaknya termasuk belajar di sekolah maupun di lingkungan masyarakat belum sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena secara umum para orang tua cukup sibuk dengan kegiatannya masing-masing seperti bekerja. Padahal seluruh orang tua mengharapkan anaknya menjadi anak baik dan cerdas secara emosional dan spiritualnya, namun upaya yang dilakukannya kurang maksimal

.

47

Dalam penelitian diatas merupakan penelitian kualitatif, berarti jenis penelitian dalam proposal ini berbeda dengan penelitian diatas. Sedangkan dari segi uraian diatas maka jelaslah perbedaannya antara penilis lakukan dengan penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu membahas tentang peran orang tua dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual anak, sedangkan penelitian ini mengacu pada sikap orang tua dengan kecerdasan spiritual.

47 Skripsi khairatul maghfirah, peran orang tua dalam pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual anak, (Online), http://repostory.uinjkt.ac.id, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), 76, diakses 10 Februari 2016.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori di atas, maka dapat dikembangkan kerangka berfikir. Dimana sikap orang tua sangat berpengaruh terhadap kecerdasan spiritual siswa. Kerangka berfikir yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : jika sikap orang tua siswa tinggi, maka kecerdasan spiritual siswa kelas III juga akan semakin baik.

D. Pengajuan Hipotesis

Hipotesis diartikan sebagai rumusan jawaban sementara yang harus diuji melalui kegiatan penelitian. Hipotesis juga diartikan merupakan dugaan yang mungkin benar, atau mungkin salah. Dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan diterima jika fakta-fakta membenarkannya.48

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka selanjutnya dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut

Ha : Ada korelasi positif yang signifikan antara sikap orang tua dan kecerdasan spiritual siswa kelas III MI Terpadu Bina Putra Cendikia Ponorogo tahun pelajaran 2015/2016.

48 Tukiran Taniredja, Hidayati Mustafidah. Penelitian Kuantitatif (Bandung : Alfabeta, 2012), 24.

BAB III

METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.49 Untuk menganalisis data yang sudah terkumpul menggunakan desain penelitian korelasional yaitu untuk menguji ada tidaknya hubungan dan apabila ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidak hubungan itu.50 Selain itu, rancangan penelitian juga diartikan sebagai pengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid, yang sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian. Rancangan penelitian mengacu pada hipotesis yang akan diuji.51

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif deskriptif korelasional dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dua variabel yang diamati yaitu sikap orang tua dan kecerdasan spiritual.

2. Variabel Penelitian

49 Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung : Alfabeta, 2013), 3.

50 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V, cet.12 (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), 239.

51 Ibid., 67

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian variabel adalah suatu atribut, atau sifat atau dari orang maupun objek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.52

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu :

a. Pola asuh orang tua sebagai variabel bebas (independen) adalah merupakan variabel yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen53 (pola asuh orang tua mempengaruhi kecerdasan spiritual siswa kelas 3 di MI Terpadu Bina Putra Cendikia Tahun Pelajaran 2015/2016).

b. Kecerdasan spiritual sebagai variabel terikat (dependen) adalah merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.54

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia

52 Sugiyono. Metode Penelitian..., 38

53 Ibid.,39

54 Ibid.

memberikan suatu data, maka banyaknya atau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia.55

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III di MI Terpadu Bina Putra Cendikia Ponorogo. Berdasarkan perhitungan penulis terdapat 70 siswa-siswi.

2. Sampel

Sampel sering didefinisikan sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh (master) yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu.56 Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.57

Mengingat jumlah populasi lebih dari 30, maka teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Simple random sampling karena pengambilan anggota sampel, diambil dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.58 Maka sampel pada penelitian ini berdasarkan ketentuan yang

55 Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 118.

56 Nurul Zuriah. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 119.

57 Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2013),81.

58 Ibid., 82

dikembangan dalam tabel Nomogram Hery King dalam taraf kesalahan 5% dengan jumlah populasi 70 siswa adalah 58 siswa kelas 3 di MI Terpadu Bina Putra Cendikia.59

C. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.60

Data merupakan hasil pengamatan dan pencatatan-pencatatan terhadap suatu objek selama penelitian tersebut berlangsung, baik yang berupa angka- angka maupun fakta. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

1. Data tentang pola asuh orang tua siswa kelas 3 di MI Terpadu Bina Putra Cendikia Ponorogo sebagai variabel independen.

2. Data tentang kecerdasan spiritual siswa kelas III MI Terpadu Bina Putra Cendikia Ponorogo sebagai variabel dependen.

59 Ibid., 86-87

60 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), 134.

Tabel 3.1

Instrumen Pengumpulan Data

Judul Variabel Indikator Sebelum

Uji Validitas

Sesudah Uji Validitas

Keterangan

Korelasi Pola Asuh Orang Tua Dengan Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas 3 Di MI Terpadu Bina Putra Cendikia Ponorogo Tahun Pelajaran 2015/2016

Pola asuh Orang Tua

(Variabel Independen)

Menyediakan

lingkungan rumah yang penuh kasih sayang dan suportif (Otoritatif)

6 6 Valid

11 10 Valid

16 14 Valid

19 - Drop

Menegakkan aturan- aturan “bersikap jujur, mengajarkan sholar”

(Otoritarian)

1 1 Valid

2 2 Valid

15 13 Valid

20 - Drop

Jarang memberi hukuman pada perilaku yang tidak tepat (Permissif)

3 3 Valid

7 7 Valid

10 9 Valid

4 4 Valid

Sedikit ruang untuk berdialog antara orang tua dan anak “bermain bersama anak”

(Otoritarian)

8 - Drop

9 8 Valid

12 - Drop

17 15 Valid

Orang tua nampak lebih sibuk mengurus masalahnya sendiri (acuh tak acuh)

13 11 Valid

14 12 Valid

18 16 Valid

5 5 Valid

Kecerdasan Spiritual

Mampu Melaksanakan Sholat Berjamaah (Berdzikir dan berdoa)

3 3 Valid

6 6 Valid

9 9 Valid

12 12 Valid

14 14 Valid

Merasakan kehadiran Allah

8 8 Valid

11 11 Valid

13 13 Valid

15 - Drop

16 - Drop

Membaca Al Quran (Cenderung pada

kebaikan)

1 1 Valid

2 2 Valid

4 4 Valid

17 15 Valid

18 16 Valid

Mampu Bersikap Sopan Santun Sesuai Ajaran Agama Islam (Memiliki kualitas

sabar)

5 5 Valid

7 7 Valid

10 10 Valid

19 17 Valid

20 18 Valid

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Angket

Kuesioner (questionnaire) disebut juga angket atau daftar pertanyaan, merupakan salah satu alat pengumpul data. Angket adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden.61

Dalam penelitian ini angket yang berupa pertanyaan digunakan untuk memperoleh data tentang pola asuh orang tua dan kecrdasan spiritual siswa kelas III MI Terpadu Bina Putra Cendikia Ponorogo.

Dalam pelaksanannya angket diberikan kepada siswa kelas III MI Terpadu Bina Putra Cendikia untuk dijawab dan diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Untuk mendapatkan data mengenai pola asuh Orang tua dan Kecerdasan Spiritual, peneliti menggunakan metode angket langsung, yaitu angket dijawab oleh responden yang telah ditentukan oleh peneliti.

Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah siswa MI Terpadu Bina Putra Cendikia Ponorogo, yaitu kelas III dengan jumlah 58 siswa.

61 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung : Pustaka Setia, 2011), 177.

Dari indikator-indikator variabel yang telah ditentukan dapat dijadikan item pernyataan dengan ketentuan sebagai berikut:

Untuk jawaban positif skornya adalah

a. Selalu : 4

b. Sering : 3

c. Kadang-Kadang : 2 d. Tidak Pernah : 1

Untuk jawaban negatif skornya adalah

a. Selalu : 1

b. Sering : 2

c. Kadang-Kadang : 3 d. Tidak Pernah : 4

E. Teknik Analisis Data

Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Dengan demikian, teknik analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data dengan

Dokumen terkait