• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

B. Kajian Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana a. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana merupakan istilah dalam bahasa Belanda yakni Strafbaarfeit. Istilah tersebut berasal dari tiga kata yakni Straf yang mempunyai arti hukuman atau pidana, baar sama dengan bahasa Inggris able yakni mampu, serta feit yang mempunyai pengertian fakta atau perbuatan. Jadi pengertian tindak pidana atau strafbaarbeit dapat

21

disimpulkan sebagai perbuatan yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dihukum.21

Dalam bahasa Indonesia banyak istilah untuk mengungkapkan pengertian strafbaarbeit itu sendiri. Hal ini tercantum dalam undang- undang, berbagai aturan-aturan dan dari literatur para ahli hukum.

Adapun istilah strafbaarbeit yang digunakan di Indonesia sendiri diantaranya peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbuatan pidana, delik, perbuatan yang dihukum serta yang paling populer adalah tindak pidana.22

Berbicara tentang hukum pidana pasti tidak terlepas dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang digunakan oleh Indonesia. Meskipun KUHP tidak memuat dengan pasti terkait pengertian tindak pidana dan memuat perilaku-perilaku serta ketentuan-ketentuan yang dilarang dalam hukum pidana dan menentukan pertanggungjawaban hukum bagi yang melanggara aturan tersebut.23

Namun ada beberapa ahli hukum yang berpendapat mengenai pengertian tindak pidana itu tersendiri diantaranya ialah Moeljatno yang mempunyai pendapat terkait tindak pidana sebagai perbuatan yang melanggar dan dilarang oleh suatu hukum, larangan mana disertai

21 Ruba’i, Buku Ajar Hukum Pidana, 28.

22 Ruba’i, 79.

23 Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana,3.

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan-larangan tersebut.24

Selain itu Prof. E . Masger menyatakan bahwa tindak pidana ialah seluruh syarat terkait adanya pidana. Sedangkan Prof Simons, menyatakan bahwa tindak pidana ialah kelakuan yang diancam pidana, bersifat melawan hukum dan dilakukab oleh orang yang mampu bertanggungjawab.25

Dari berbagai pengertian yang dikatakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tindak pidana ialah segala perbuatan yang melawan hukum, diatur oleh undang-undang dan mempunyai sanksi bagi yang berani melanggarnya.

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam pembagian unsur-unsur tindak pidana sebenarnya ada dua aliran secara umum yakni aliran monitis dan aliran dualistis.

Adapun pembedaanya ialah sebagai berikut:

1) Aliran Monistis

Dalam pandangan aliran monistis unsur-unsur tindak pidana tidak bisa dipisahkan oleh dua unsur yang sangat berkaitan yakni perbuatan dan orang yang melakukan perbuatan tersebut.

Beberapa ahli hukum yang menganut aliran monistis ini diantaranya Prof. Simons, Prof. Wirjono Prodjodikoro dan E.

Mezger.

24 Ilyas, 25.

25 Ruba’i, Buku Ajar Hukum Pidana, 80.

23

Prof. Simons berpendapat bahwa unsur-unsur pidana meliputi:

a) Dilakukan manusia b) Adanya pidana

c) Bersifat melawan hukum

d) Adanya unsur kesalahan dalam perbuatannya

e) Mampu dipertanggungjawabkan oleh orang yang melakukannya

Unsur-unsur pidana yang disebutkan oleh Prof. Simons ini pun masih dapat dibagi menjadi dua yakni unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif meliputi perbuatan orang, akibat dari perbuatan tersebut, kemungkinan akibat yang menyertai.

Sedangkan unsur subjektifnya ialah mampu dipertanggungjawabkan dan adanya kesalahan.

Menurut Prof. Wirjono Prodjodikoro unsur-unsur tindak pidana ialah:26

a) Adanya norma yang melarang atau menyuruh suatu perbuatan b) Hukuman atau sanksi pidana bagi pelannggar norma yang

dilarang.

Sedangkan E. Mezger menyatakan bahwa unsur-unsur pidana meliputi beberapa hal yakni:

26 Ruba’i, Buku Ajar Hukum Pidana ,81.

a) Perbuatan manusia b) Sifatnya melawan hukum c) Mampu dipertanggungjawabkan d) Adanya ancaman pidana

2) Aliran Dualistis

Aliran ini berbeda dengan aliran monistis sebab aliran dualitas menjelaskan bahwa unsur-unsur tindak pidana dapat dipisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Penganut aliran ini diantaranya ialah Prof. Moeljatno dan H.B Vos.

Prof. Moeljatno berpendapat dan membagi unsur-unsur tindak ialah:

a) Perbuatan manusia

b) Memenuhi unsur-unsur yang ada di undang-undang c) Melawan hukum

Sedangkan H.B Vos mengatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana meliputi:27

a) Tingkah laku manusia

b) Adanya ancaman pidana dalam undang-undang c. Jenis-jenis Tindak Pidana

Adapun pembagian jenis-jenis tindak pidana terbagi menjadi beberapa jenis, yakni:

27 Ruba’i, Buku Ajar Hukum Pidana, 82.

25

1) Berdasarkan sistem Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, berdasarkan KUHP jenis tindak pidana terbagi menjadi dua yakni kejahatan yang termuat dalam buku II dan pelanggaran yang termuat pada buku III. KHUP tidak menjelaskan secara rinci pembagian kejahatan dan pelanggaran, namun ilmu pengetahuan menjelaskan pembedaan terkait tindak pidana kejahatan dan pelanggaran secara kualitatif. Kejahatan mempunyai sifat rechtsdelict yakni perbuata yang bertentangan dengan rasa keadilan. Sedangkan pelanggaran bersifat wetdelict ialah perbuatan yang secara umum disadari bahwa sebagai tindak pidana setelah undang-undang menyebutnya dan mengancamnya sebagai tindak pidana (mala quia prohibita).28

2) Tindak pidana dibagi menjadi tindak pidana formil dan tindak pidana materiil berdasarkan cara perumusannya. Tindak pidana formil ialah melihat suatu perbuatan pidana tanpa melihat penyebab yang ditimbulkan contoh ialah tindak pidana pencurian.

Sedangkan tindak pidana materiil ialah melihat suatu perbuatan tindak pidana dari perbuatan yang ditimbulkan contohnya ialah tindak pidana pembunuhan.

3) Berdasarkan kesalahannya tindak pidana terbagi menjadi dua yakni dolus (tindak pidana yang disengaja) dan culpa (tindak pidana

28 Ruba’i, Buku Ajar Hukum Pidana,83.

yang tidak disenagaja) dan praparte dolus pro parte culpa yakni tindak pidana yang terdapat kesengajaan dan kealpaan.

4) Dibedakan berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana dibedakan menjadi commisionis dan ommisionis. Commisionis yakni pelanggara terhadap larangan dan ommisionis yakni tindak pidana pelanggaran terhadap pemerintah.

5) Tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana secara tiba-tiba dan tindak pidana yang terjadi berulang-ulang dengan waktu yang cukup. Jenis ini dibagi berdasarkan jangka waktunya.29

6) Belandasrkan sumbernya tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.

7) Dilihat beradasarkan subjeknya, tindak pidana dapat dilakukan oleh semua orang (communia) dan diperbuat oleh orang yang mempunyai keahlian khusus yakni (proparia).30

8) Dibagi menjadi tindak pidana aduan dan tindak pidana bukan adauan. Tindak pidana aduan yakni tindak pidana yang akan dilakukan penuntututan apabila ada adua dari orang menjadi korban kejahatan. Tindak pidana aduan ini dibagi menjadi dua yakni tindak pidana aduan relatif dan tindak pidana absolut.

Sedangkan tindak bukan aduan ilah tindak pidana yang segera

29 Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana, 31.

30 Ilyas, 32.

27

dilakukan penuntutan tanpa adanya pengaduan dari korban kejahatan.31

d. Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana atau criminal responsibility didalam hukum pidana dikenakan kepada perseorangan dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Hukum pidana bertumpu pada tiga masalah pokok, yakni perbuatan, orang yang melakukan perbuatan itu dan pidana. Perbuatan yang dimaksud disini adalah perbuatan tersebut sifatnya melawan hukum, diancam oleh pidana dan memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang-undang yang telah berlaku32.

Namun seseorang yang telah melakukan sebuah perbuatan tindak pidana tidak selalu dijatuhi pidana. Hal ini dikarenakan pertanggungjawaban pidana tidak hanya dinilai dari unsur-unsur pidananya saja, namun dinilai dari unsur kesalahannya juga.

Dalam pertanggungjawaban pidana mempunyai asas tiada pidana tanpa kesalahan, asas ini disebut dengan (Geen straf zonder schuld). Asas ini mempunyai arti bahwa walaupun perbuatan seseorang telah bersifat melawan hukum tidak dapat dipidana apabila ia tidak dapat dinayatakan bersalah karena kesalahan merupakan suatu syarat untuk dapat dijatukannya pidana.

31 Ruba’i, Buku Ajar Hukum Pidana, 84.

32 Maulidatul Munawaroh, “Tindak Pidana Pelecehan Seksual di Media Sosial Perspektif Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq, 2021), 28-29.

Adapaun unsur-unsur kesalahan agar seseorang dapat dinyatakan bersalah adalah sebagai berikut:

1) Adanya kemampuan bertanggung jawab pada diri pelaku tindak pidana.

2) Adanya hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya yang dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.

3) Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf.33

Dalam pertanggungjawaban pidana yang menjadi salah satu syarat lainya adalah kemampuan bertanggung jawab pelaku perbuatan pidana. Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tidak diatur secara eksplisit tentang pengertian kemampuan bertanggung jawab.

Namun, secara tersirat terdapat pasal yang berhubungan dengan kemampuan bertanggung jawab yakni dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP, yang berbunyi:“Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.”

Selain itu pertanggungjawban pidana juga dilihat adanya alasan pembenar atau pemaaf yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana. Alasan pembenar atau alasan pemaaf dalam pertanggungjawaban pidana ini terdapat dalam Buku I BAB III Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 51 KUHP.

33 Ruba’i, Buku Ajar Hukum Pidana, 89.

29

2. Kekerasan Anak

a. Pengertian Kekerasan Anak

Istilah kekerasan pada anak juga disebut sebagai child abuse.

Istilah child abuse sendiri dipakai untuk mendiskripsikan kasus anak di bawah umur 16 tahun yang menjadi korban orang tua atau pengasuhnya berupa kerugian secara fisik, kesehatan mental serta perkembangannya.34

Kekerasan pada anak (child abuse) dapat diartikan semacam perlakuan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan orang- orang yang memiliki tanggungjawab untuk kesejahteraan anak yang dimana perbuatannya mengancam dan merugikan kesehatan serta kesejahteraan anak.35 Salah satu perilaku kekerasan pada anak yang cukup sering ialah pemukulan dan penyerangan fisik berkali-kali hingga menyebabkan luka.

Selain itu beberapa ahli juga menyebutkan pengertian tentang kejahatan pada anak (child abuse). Salah satunya ialah Richard J.

Gelles, ia menyebutkan bahwa kekerasan terhadap anak ialah perbuatan yang disengaja dengan efek kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional. Child abuse tidak hanya berupa pemukulan atau kekerasan fisik melainkan berbagai macam

34 Imam Nur Mahmudi, “Child Abuse Kekerasa Pada Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam” (Skripsi, UIN Raden Intan Lampung, 2018), 16.

35 Mahmudi, “Child Abuse” 16.

tingkah laku hingga penelantaran pada kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh anak.36

b. Konsep perlindungan hukum terhadap anak

Perlindungan hukum bagi anak-anak tercantum dalam Undang- Undang Dasar 1945 pada Pasal 34 yang menyatakan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”

Kekerasan terhadap anak juga tercantum dalam Undang- Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam ketentuan undang-undang Indonesia yang satu ini mendeskripsikan bahwa kekerasan terhadap anak ialah setiap perilaku atau perbuatan yang dilakukan pada anak yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.37 Selain itu Undang-Undang No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan anak juga menyatakan bahwa anak ialah seseorang yang belum genap berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.38

Bukan hanya hukum positif Indonesia yang mengatur tentang perlindungan anak, namun juga hukum Islam mempunyai aturan sendiri perihal anak. Sebelum mengetahui kekerasan terhadap anak

36 Abu Huraerah, “Kekerasan Terhadap Anak”, 46.

37 Pasal 15a Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undng-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

38 Pasal 1 (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undng-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

31

menurut hukum Islam alangkah lebih baiknya kita mengetahui kekerasan dalam hukum Islam. Kekerasan dalam hukum Islam disebut dengan tindak pidana atas selain jiwa. Tindak pidana atas selain jiwa menurut Abdul Qadir Audah ialah setiap perbuatan yang menyakiti orang lain yang mengenai badannya, tetapi tidak sampai menghilangkan nyawa. Wahbah Zuhaili juga menyebutkan bahwa tindak pidana atas selain jiwa ialah tindakan melawan hukum atas badan manusia, baik berupa memotong anggota badan, melukai, pemukulan, namun jiwa atau nyawanya dan hidupnya tidak terganggu.39

Dalam hukum Islam perilaku kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran pada nilai-nilai ajaran agama. Namun Islam mempunyai toleransi kekerasan pada anak dapat dilakukan selama hal tersebut tidak menyakiti fisik dan mental anak. Perlindungan terhadap mempunyai tujuan agar terjaminnya ha-hak hidup seorang anak, tumbuh dan berkembang serta dapat secara optimal berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabat seorang manusia.40

Perlindungan bagi anak dalam Islam ialah mutlak, perlu diketahui bahwa syariat Islam telah memperhatikan perlindunngan anak dimulai sejak kurang lebih 1398 tahun lalu. Tidak hanya sejak lahir, Islam juga memelihara berbagai kepentingan yang dimiliki oleh

39 Ghofur, “Kekerasan Terhadap Anak,” 73

40 Syukron Mahbub, “Kekerasan Terhadap Anak Perspektif HAM dan Hukum Islam Serta Upaya Perlindungannya”, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 1, No 2, Desember 2015, 223.

seorang anak sejak ia berada dalam kandungan.41 Hak-hak yang diharus diberikan kepada anak dalam Islam terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Balad ayat 1-3:





























Artinya: 1. Aku bersumpah demi negeri ini (Makkah), 2. sedangkan engkau (Nabi Muhammad) bertempat tinggal di negeri (Makkah) ini. 3. (Aku juga bersumpah) demi bapak dan anaknya,

Melalui ayat di atas Allah bersumpah dengan anak sebagai bukti kecintaan Tuhan terhadap anak. Pelajaran yang disampaikan oleh Allah SWT berdasarkan ayat di atas bahwa Allah memenuhi janji-Nya dalam penaklukan kota Mekkah dari tangan kafir Quraisy, menyalamatkan manusia serta anak-anak.42

Hukum Islam melarang semua bentuk kekerasan fisik terhadap anak, akan tetapi dalam permasalahan tertentu dan dalam aturan tertentu diperbolehkan menggunakan tindakan ta’dib (pengajaran) demi kemaslahatan anak untuk masa depan. Terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud Rasulullah menyampaikan:

لاله ىلص لاله لوسر لاق لاق هدج نع هيبأ نع بيعش نب ورمع نع مهوبرضاو ني نس عبس ءانبأ مهو ةلاصل اب مكدلاوأ اورم ملسو هيلع دود وبا هور عجاضملا يف مهنيب اوقرفو نينس رشع ءانبأ مهو اهيلع

Artinya: “Dari ‘Umar bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata:

Rasulullah SAW telah bersabda: “Suruhlah anak kalian shalat sejak usia 7 tahun dan pukullah ia apabila meninggalkan shalat bila telah berusia 10 tahun dan

41 Ghofur, “Kekerasan Terhadap Anak”.19.

42 Taufik Hidayat, “Pandangan Hukum Pidana Islam Mengenai Kekerasan Fisik Terhadap Anak”, Jurnal Ilmiah Syariah, Vol 15, No. 2, 2016, 116.

33

pisahkanlah tempat tidur mereka (antara laki-laki dan perempuan) masing-masing”. (H.R. Abu Dawud).

Syekh Jalaludin al-Mahali menyampaikan, apabila anak telah berumur 7 tahun maka orang tua sudah boleh memerintahkan anaknya shalat dan dipukul apabila ia berumur 10 tahun (apabila meninggalkannya). Memukul adalah kewajiban bagi para wali (ayah atau kakek atau orang yang telah diberi wasiat atau penanggung jawab). Shalat merupakan kewajiban yang telah menjadi beban taklif bagi manusia yang telah dewasa (akil baligh), usia itu penulis perkirakan umur 10 tahun sesuai dengan Hadis, karena tidak mungkin hukum diterapkan pada anak yang belum dewasa.43 hukum pidana Islam membenarkan pengajaran walaupun dalam bentuk pemukulan asalkan tidak dalam konteks penganiayaan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan bagi anak. Akan tetapi jika terlepas dari ketentuan yang telah diuraikan di atas maka kekerasan tersebut termasuk tindak pidana penganiayaan dalam hukum pidana Islam.44 Dalam pidana hukum Islam, tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak ini bisa tergolong pada tindak pidana penganiayaan karena mengakibatkan kerusakan bagi tubuh anak juga bisa tergolong tindak pidana pembunuhan jika kekerasan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa anak. Menurut para fuqaha tindak pidana penganiayaan adalah setiap perbuatan yang menyakitkan mengenai badan seseorang namun

43 Taufik Hidayat, “Pandangan Hukum,” 121.

44 Taufik Hidayat, 122.

tidak mengakibatkan kematian. Ini pendapat yang sangat teliti dan mampu memuat setiap bentuk melawan hukum dan kejahatan yang bisa digambarkan, sehingga masuk di dalamnya: melukai, memukul, mendorong, menarik, memeras, menekan, memotong rambut, mencabut rambut dan lain-lain.

Tindak pidana penganiayaan ini terbagi menjadi tindak pidana penganiayaan sengaja dan tidak sengaja. Penganiayaan sengaja adalah perbuatan yang dilakukan pelaku secara sengaja dengan maksud melawan hukum. Misalnya: seorang guru yang memukul muridnya dengan tujuan menganiaya muridnya. Adapun tindak pidana penganiayaan yang tidak sengaja yaitu perbuatan yang dilakukan pelaku tanpa ada niat untuk melawan hukum. Misalnya: seorang melempar batu tanpa ia sadari batu tersebut mengenai anak kecil.

c. Bentuk-bentuk kekerasan anak

Pengelompokkan bentuk-bentuk kekerasan pada anak (child abuse) dikelompokkan menjadi empat yakni physical abuse (kekerasan secara fisik), psychological abuse (kekerasan secara psikologis), sexual abuse (kekerasan secara seksual) dan social abuse (kekerasan secara sosial). Adapun penjelasan bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak ialah sebagai berikut:

1) Physical abuse (kekerasan secara fisik)

Kekerasan terhadap anak secara fisik ini bentuknya berupa penyiksaan, pemukulan, penganiayaan terhadap anak dengan

35

menggunnakan atau tidak menggunakan benda-benda tertentu yang menyebabkan luka-luka fisik atau hilangnya nyawa pada anak.

Kekerasan anak secara fisik ini biasanya disebabkan oleh tingkah laku anak yang tidak disukai oleh orang tuanya atau pengasuhnya seperti nakal, rewel, menangis terus-menerus, meminta jajan, buang air atau mentang di sembarang tempat atau memecahkan barang berharga.45 Kekerasan pada anak yang dilakukan secara fisik ini seringkali berakibat rasa trauma, ketakutan yang berpengaruh pada perkembangannya.

2) Psychological abuse (kekerasan secara psikologis)

Psychological abuse atau kekerasan secara psikis biasanya diterima oleh anak dengan hardikan, ucapan kata-kata kasar dan kotor, atau bisa juga dengan mempertontonkan buku, gambar dan film yang berbau pornografi pada anak. Seorang anak yang menerima kekerasan semacam ini biasanya terlihat dari perilakunya yang maladaftif, seperti menarik diri, pemalu, sering menangis, takut keluar rumah, takut bertemu orang lain atau bahkan bisa berprilaku kasar pada teman-temannya. Sebab kekerasan secara fisik ini sangat berpengaruh pada perasaan seorang anak dan terkadang membuat anak berprilaku tidak sesuai dengan usianya.46

45 Huraerah, “Kekerasan Terhadap Anak,” 49.

46 Syukron Mahbub, “Kekerasan Terhadap Anak Perspektif HAM dan Hukum Islam Serta Upaya Perlindungannya”, 225.

3) Sexual abuse (kekerasan secara seksual)

Kekerasan secara seksual atau sexual abuse yang diterima oleh seorang anak biasanya berupa perbuatan pra-kontak seksual antara anak dengan orang yang dewasa (melalui kata seksual, sentuan, gambar visual, exhibitionism) maupun perbuatan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan dan ekploitasi seksual).47

Kekerasan seksual yang menimpa anak begitulah banyak macamnya entah itu secara verbal maupun non verbal. Padahal perbuatan ini sangatlah berdampak buruk bagi anak seperti:

a) Anak terjangkit penyakit seksual yang menular, anak juga bisa menjadi pemalu, mengurung diri atau bahkan ancaman kematian juga diterima oleh anak yang menjadi korban kekeran seksual.

b) Kehamilan yang tidak rencanakan, apabila kejadian ini menimpa ana yang menjadi korban kekerasan seksual anak akan mendapat sanksi masyarakat meskipun dirinya adalah sesorang korban.

c) Luka atau nyerinya alat vital anak, anak yang menjadi kekerasan seksual berupa pemerkosaan atau sodomi bisa mengalami pendarahan karena dirinya belum siap untuk berhubungan badan.

47 Abu Huraerah, “Kekerasan Terhadap Anak” 50.

37

d) Anak yang menjadi korban kekerasan seksual ini juga biasanya akan menyalahkan diri sendiri sebab dari trauma akibat kekerasan seksual yang ia terima. Anak akan tumbuh menjadi menjadi penakut atau bisa juga terasingkan dan tidak dapat menikmati masa kecilnya.

e) Gangguan stres pasca trauma juga akan dialami oleh anak yang mengalami kekerasan seksual ini yang akan sangat berpengaruh pada kehidupan masa denpannya.

f) Selain itu, anak yang mengalami kekerasan seksual juga akan mengalami kesulitan di sekolah, berinteraksi dengan teman sebayanya dan berbagai kerugian lainnya.48

4) Social abuse (kekerasan secara sosial)

Kekerasan secara sosial pada anak pada umumnya berupa penelantaran anak dan ekploitasi anak. Penelantaran anak dapat berupa sikap dan perlakuan dari orang tua yang tidak perhatian terhadap proses tumbuh kembang anak. Sedangkan eksploitasi anak ialah sikap diskriminatif atau perlakuan semenan-mena pada anak yang dilakukan oleh orang tua, keluarga, maupun masyarakat.

Selain itu bentuk kekerasan yang sering diterima oleh anak menurut Tammi Prastowo pada umumnya ialah:49

a) Kekerasan fisik b) Kekerasan psikis

48 Ghofur, “Kekerasan Terhadap Anak,” 25.

49 Ghofur, 27.

c) Kekerasan ekonomi d) Kekerasan seksual e) Ekploitasi kerja

f) Eksploitasi seksual komersial anak g) Perdagangan anak

3. Tinjauan Umum Tentang Pola Asuh Orang Tua a. Pengertian Pola Asuh Orang tua

Pola asuh ialah sikap orang tua dalam menjalin hubungan dengan anaknya. Sikap orang tua ini mempunyai tinjaun dalam segala aspek, diantaranya ialah cara orang tua memberikan pengajaran ke anak, cara membrikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian, dan respon terhadap keinginan anak. Jadi dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua ilah bagaimana mereka mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung.50

Pola Asuh juga dapat diartikan sebagai cara mendidik anak dari awal hingga pertumbuhan anak, sehingga terbentuklalah kepribadiannya, hal ini dilakukan oleh orang tua pada anak agar dapat berpartisipasi dan bersosial serta dapat berprestasi. Orang tua dapat mengajarkan anak apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang boleh

50 Abdurrohman, “Analisis Yuridis Perlindungan Hukum,” 25.

Dokumen terkait