• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Nutrisi Limbah Sayur

Dalam dokumen optimasi pemanfaatan cairan rumen dalam (Halaman 30-35)

Hasil Penelitian tentang optimasi pemanfaatan cairan rumen dalam proses fermentasi terhadap peningkatan kualitas nutrisi libah sayur meliputi kandungan air, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar. Data analisis kadar air yang diperoleh dari limbah sayur yang difermentasi cairan rumen, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi limbah sayur (%) setelah difermentasi limbah sayur Perlakuan

Hasil analisis nutrisi limbah sayur (%)

Kadar Serat kasar Kadar Air

Kadar Protein

Kadar Lemak

A = 0 ml 14,91 19,45 5,13 29,15

B = 5 ml 32,67 15,49 2,90 27,31

C = 10 ml 32,86 16,48 5,24 27,63

D = 20 ml 68,31 4,58 0,02 35,78

Sumber; Data diolah 2015

Berdasarkan Tabel 1 hasil rata-rata kandungan kadar air limbah sayur yang difermentasi cairan rumen tertinggi diperoleh pada perlakuan D (20 ml) sebesar 68,31%, kadar protein kasar limbah sayur yang difermentasi cairan rumen tertinggi diperoleh pada perlakuan A (0 ml/ kontrol) sebesar 19,45 dan kadar lemak kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan C (10 ml) sebesar 5,24%, kemudian kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan D (20 ml) sebesar 35,78% .

16 Hubungan penambahan cairan rumen pada limbah sayur yang difermentasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara tingkat pemanfaatan cairan rumen dengan kandungan air, kadar protein kasar, kadar lemak kasar, kadar serat kasar limbah sayur fermentasi.

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan cairan rumen dalam proses fermentasi limbah sayur berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap kandungan kadar air limbah sayur fermentasi (Lampiran 3). Uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan A (0 ml) tidak berbeda dengan perlakuan B (5 ml), dan C (10 ml), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D (20 ml). Perlakuan B (5 ml) tidak berbeda dengan perlakuan A (0 ml), dan C (10 ml), tetapi berbeda dengan perlakuan D (20 ml). Perlakuan C tidak berbeda dengan perlakuan A (0 ml) dan perlakuan B (10 ml), tetapi berbeda dengan perlakuan D (20 ml).

Perlakuan D (20 ml) berbeda dengan perlakuan A (0 ml), perlakuan B (5 ml), dan perlakuan C (10 ml).

14.91 19.45

5.13

29.15 32.67

15.49

2.9

27.31 32.86

16.48

5.24

27.31 68.31

4.58 0.02

35.78

Kadar Air Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Serat Kasar A = 0 ml B = 10 ml C = 15 ml D = 20 ml

17 Berdasarkan gambar 3 grafik kadar air fermentasi limbah sayur menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi atau dosis cairan rumen yang digunakan pada limbah sayur yang difermentasi maka semakin tinggi kandungan kadar airnya. Hal ini disebabkan karena komposisi cairan rumen sebagian besar terdiri atas air sehingga penambahan cairan rumen akan meningkatkan kadar air pada limbah sayur yang difermentasi. Sementara pada proses fermentasi, mikroorganisme bekerja menguraikan bahan organik dengan menghasilkan produk berupa air (Nalar, dkk. 2014), lebih lanjut dijelaskan Fardiaz (1989) bahwa selama fermentasi berlangsung, mikroorganisme menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi yang dapat menghasilkan molekul air dan karbondioksida.

Sebagian besar air akan tertinggal dalam produk dan sebagian lagi akan keluar dari produk. Air yang tertinggal dalam produk inilah yang akan menyebabkan kadar air menjadi tinggi dan bahan kering menjadi rendah.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan cairan rumen dalam proses fermentasi limbah sayur berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar protein kasar fermentasi limbah sayur. Uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan A (0 ml) tidak berbeda dengan perlakuan B (5 ml), dan C (10 ml), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D (20 ml). Perlakuan B (5 ml) tidak berbeda dengan perlakuan A (0 ml), dan C (10 ml), tetapi berbeda dengan perlakuan D (20 ml).

Perlakuan C tidak berbeda dengan perlakuan A (0 ml) dan perlakuan B (10 ml), tetapi berbeda dengan perlakuan D (20 ml). Perlakuan D (20 ml) berbeda dengan perlakuan A (0 ml), perlakuan B (5 ml), dan perlakuan C (10 ml).

18 Gambar 3 Grafik kadar protein kasar fermentasi limbah sayur menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis cairan rumen yang digunakan dalam proses fermentasi limbah sayur, maka terjadi penurunan kadar protein kasar fermentasi limbah sayur. Hal ini disebabkan karena persentasi bakteri yang tinggi, sehingga tidak sesuai dengan sumber nutrisi yang tersedia menyebabkan terjadinya persaingan antar mikroba. Nalar (2014), menyatakan bahwa, persentase bakteri selulolitik yang tinggi dan tidak diimbangi dengan kandungan nutrisi yang sesuai dapat menyebabkan aktivitas bakteri selulolitik untuk tumbuh selama proses fermentasi akan menjadi terhambat. Tanpa kandungan nutrisi yang lengkap perombakan protein tidak dapat berjalan optimal karena bakteri selulolitik tidak akan hidup dan berkembang dengan baik. Lebih lanjut dijelaskan Palupi dan Imsya (2011), bahwa dalam proses fermentasi mikroba akan menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa-senyawa kompleks menjadi lebih sederhana, dan mikroba juga akan mensintesis protein yang merupakan protein enrichment yaitu pengkayaan bahan protein.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan cairan rumen berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap kandungan kadar lemak kasar (PK) limbah sayur fermentasi. Uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan A (0 ml) tidak berbeda dengan perlakuan B (5 ml), dan perlakuan C (10 ml), tetapi berbeda dengan perlakuan D (20 ml). Perlakuan B (5 ml) tidak berbeda dengan perlakuan A (0 ml), perlakuan C (10 ml), dan perlakuan D (20 ml). Perlakuan C tidak berbeda dengan perlakuan A (0 ml) dan perlakuan B (10 ml), tetapi berbeda

19 dengan perlakuan D (20 ml). Perlakuan D (20 ml) berbeda dengan perlakuan A (0 ml), dan perlakuan C (10 ml), tetapi tidak berbeda dengan perlakuan B (5 ml).

Berdasarkan gambar 3 grafik kadar lemak fermentasi limbah sayur terlihat bahwa semakin tinggi dosis cairan rumen yang digunakan dalam proses fermentasi limbah sayur, maka terjadi penurunan kandungan kadar lemak yang dihasilkan. Terjadinya Penurunan kadar lemak fermentasi limbah sayur yang ditambahkan cairan rumen disebabkan karena terjadinya penguraian lemak yang terdapat dalam limbah sayur selama proses fermentasi oleh kinerja mikroorganisme. Menurut Febriani (2011), bahwa ada beberapa spesies bakteri menggunakan glycerol dan sedikit gula, sementara itu beberapa spesies lainnya dapat menghidrolisa asam lemak tak jenuh dan sebagian lagi dapat menetralisir asam lemak rantai panjang menjadi keton. Enzim lipase bakteria dan protozoa sangat efektif dalam menghidrolisa lemak dalam chloroplast. Mikroorganisme di dalam rumen menghasilkan enzim yang mampu menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa serta pati dengan adanya simbiosis dengan mikroorganisme lain yang terdapat dalam rumen.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan cairan rumen dalam proses fermentasi limbah sayur berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap kandungan kadar serat kasar (PK) limbah sayur fermentasi. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa A (0 ml) tidak berbeda dengan perlakuan B (5 ml), perlakuan C (10 ml), dan perlakuan D (20 ml). Perlakuan B (5 ml) tidak berbeda dengan perlakuan A (0 ml), dan C (10 ml), tetapi berbeda dengan perlakuan D (20 ml). Perlakuan C tidak berbeda dengan perlakuan A (0 ml) dan perlakuan B (10 ml), tetapi berbeda

20 dengan perlakuan D (20 ml). Perlakuan D (20 ml) tidak berbeda dengan perlakuan A (0 ml), tetapi berbeda dengan perlakuan B (5 ml), dan perlakuan C (10 ml).

Berdasarkan gambar 3 grafik kadar serat kasar fermentasi limbah sayur tertinggi diperoleh pada perlakuan D (20 ml), menunjukkan bahwa dosis yang digunakan pada perlakuan D (20 ml) terlalu tinggi sehingga terjadi persaingan nutrisi pada mikroba yang mengakibatkan tidak tumbuh secara optimal sehingga dalam melakukan aktivitas mendegradasi selulosa bahan pakan tidak optimal atau dengan kata lain bakteri selulolitik tidak mampu menghasilkan enzim selulase yang dapat mendegradasi selulosa (Nalar, dkk. 2014).

Dalam dokumen optimasi pemanfaatan cairan rumen dalam (Halaman 30-35)

Dokumen terkait