Judul : Optimalisasi pemanfaatan cairan rumen pada proses fermentasi sebagai upaya meningkatkan kualitas nutrisi limbah sayuran untuk pakan ikan. Optimalisasi pemanfaatan cairan rumen pada proses fermentasi sebagai upaya meningkatkan kualitas nutrisi limbah nabati untuk pakan ikan, benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, yang bukan merupakan karya yang dikirimkan oleh siapapun, bukan merupakan adopsi tulisan di pihak manapun. formulir untuk universitas mana pun. Optimalisasi pemanfaatan cairan rumen pada proses fermentasi sebagai upaya meningkatkan kualitas nutrisi limbah sayuran untuk pakan ikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cairan rumen yang optimal pada proses fermentasi sebagai upaya meningkatkan kualitas nutrisi limbah sayuran untuk pakan ikan nila. Sedangkan kegunaan penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada peternak mengenai pemanfaatan cairan rumen secara optimal pada proses fermentasi sebagai upaya meningkatkan kualitas nutrisi limbah sayuran sebagai pakan ikan nila. Cara yang digunakan adalah cairan rumen sapi yang berasal dari Rumah Potong Hewan (RPH) Goa Sungguminasa dan limbah sayuran yang bersumber dari pasar.
Jumlah wadah yang digunakan untuk memfermentasi limbah sayuran yang dicampur cairan rumen sebanyak 12 buah. Hasil penelitian pemanfaatan cairan rumen pada proses fermentasi untuk meningkatkan kualitas nutrisi limbah sayuran antara lain kadar air tertinggi pada perlakuan D (20 ml) dengan rentang nilai tertinggi sebesar 68,31, kandungan protein tertinggi terdapat pada perlakuan. A (tanpa kontrol) dengan rentang nilai 19,45, kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan C (10 ml) dengan rentang nilai 15,24, sedangkan kadar serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan D (20 ml) dengan nilai kisaran 35,78. Disarankan agar dilakukan penelitian mengenai penggunaan cairan rumen dalam pemberian dosis harus sesuai dengan dosis perlakuan dan untuk tahap fermentasi perlu dipahami cara melakukan fermentasi khususnya pada pengukuran suhu dan pH.
Puji syukur atas hikmah yang tiada terhingga yang diberikan oleh Allah SWT, karena atas rahmat, rahmat, bimbingan dan arahan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “OPTIMISASI PENGGUNAAN CAIRAN RUM DALAM PROSES FERMENTASI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS GIZI LIMBAH SAYUR UNTUK HASIL IKAN".
Latar Belakang
2 Limbah tanaman merupakan salah satu alternatif sumber bahan pakan berprotein tinggi yang berasal dari tumbuhan dan jumlahnya melimpah sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan yang ekonomis. Namun kendala pemanfaatan limbah tanaman adalah rendahnya nilai gizi sehingga mengakibatkan daya cernanya buruk. Perlakuan biologis dengan menggunakan inokulum bakteri selulolitik berperan sangat penting dalam meningkatkan kualitas limbah tanaman sebagai bahan baku pakan alternatif ikan.
Salah satu cara untuk meningkatkan nilai gizi limbah tanaman adalah dengan memanfaatkan jasa mikroba khususnya bakteri selulolitik. Rekayasa bioteknologi dengan menggunakan isolat bakteri selulolitik yang diperoleh dari cairan rumen sapi diharapkan dapat melepaskan ikatan kompleks lignoselulosa dan lignohemiselulosa pada limbah pertanian. Cara ini lebih praktis dibandingkan cara fisika dan kimia, karena cukup mengaplikasikan inokulum bakteri pada substrat limbah tanaman (Nalar, 2014).
Penambahan cairan rumen pada bahan pakan ikan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan, kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Kemampuan cairan rumen sapi asal RPH dalam menguraikan pakan perlu dikaji terutama kemampuannya dalam memecah karbohidrat sehingga dapat ditentukan pemanfaatan yang optimal pada pakan ikan, khususnya pakan ikan kualitas rendah yang mengandung serat kasar tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cairan rumen yang optimal pada proses fermentasi sebagai upaya meningkatkan kualitas nutrisi limbah sayuran untuk pakan ikan nila.
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila
Morfologi ikan mujair mempunyai bentuk tubuh yang pipih dengan arah memampat dengan profil persegi panjang pada arah anteroposterior. Pada sirip ekor garis-garis vertikal terlihat jelas, namun pada sirip punggung garis-garisnya tampak miring. Ikan nila mempunyai ciri garis vertikal hitam pada sirip ekor, punggung, dan sirip dubur.
Ikan nila memiliki tulang rawan tengkorak yang sempurna, organ penciuman dan kapsul telinga yang digabungkan menjadi satu. Di bawah lapisan ini terdapat beberapa lapisan tulang spons dan di bawahnya terdapat tulang padat.
Pakan Ikan Nila
7 Makanan ikan nila secara alami terdiri dari plankton, perifiton dan tumbuhan lunak seperti hydrilla, alga sutra dan rumput laut. Ternyata ikan mujair tidak hanya memakan pakan alami saja, ikan nila juga memakan jenis pakan tambahan yang biasa diberikan seperti dedak halus, bungkil kacang tanah, ampas kelapa dan lain sebagainya. Kebiasaan lain ikan nila dewasa adalah kemampuannya mengumpulkan makanan di dalam air dengan bantuan lendir (lendir) yang ada di dalam mulut, makanan tersebut membentuk partikel-partikel yang menggumpal sehingga tidak mudah keluar (Kordi, 1997).
Namun dalam proses budidayanya, tidak jarang ikan nila juga memakan makanan baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewani, sehingga ikan nila disebut juga sebagai ikan omnivora. Berbeda dengan ikan lele yang aktif mencari makan pada malam hari, ikan nila aktif mencari makan pada siang hari. Pakan yang disukai ikan nila adalah pakan ikan yang banyak mengandung protein, terutama dari pakan buatan berupa pelet.
Sumber makanan alternatif protein nabati yang menawarkan peluang baik adalah pemanfaatan limbah nabati. Padahal, meski ketersediaannya cukup melimpah, namun limbahlah yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah sayuran belum dimanfaatkan untuk menunjang budidaya ikan, hal ini disebabkan limbah sayuran sangat mudah membusuk. Walaupun sampah sayuran merupakan sampah, namun karena merupakan sampah organik tetap mengandung unsur hara yang dapat dimanfaatkan oleh ikan.
Di beberapa daerah di Pulau Jawa, sampah sayuran seringkali menjadi masalah lingkungan, terutama di daerah padat penduduk seperti Jawa Barat (Susangka, dkk. 2006). Peternakan FAPET UNPAD (2005), limbah sayuran mengandung kadar air 80%; PC 1- 15%; Penggunaan tepung sisa sayuran yang tepat pada ransum ikan nila tidak akan mengganggu pertumbuhan, bahkan diharapkan dapat meningkatkan performa. Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan pelet ikan, limbah sayuran yang telah diolah kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari kemudian digiling menjadi tepung.
9 yang mengandung limbah tanaman dapat menghasilkan pendapatan lebih besar dibandingkan biaya pakan dan ikan (Susangka, 2006). Limbah tumbuhan mempunyai nilai gizi yang rendah, hal ini dibuktikan dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi, kandungan air yang tinggi, meskipun (secara kering) kandungan protein kasarnya cukup tinggi yaitu sekitar 15-24 persen. Secara fisik limbah tumbuhan mudah membusuk karena mempunyai kandungan air yang tinggi, namun secara kimia limbah tumbuhan mempunyai kandungan protein, vitamin, dan mineral yang relatif tinggi sehingga ikan memerlukannya.Tekstur limbah tumbuhan berdinding sel banyak mengandung serat kasar dengan ikatan lignoselulosa, yang dapat mempengaruhi pemanfaatan protein dari bahan.
Cairan Rumen
Perebusan merupakan proses pengolahan panas yang sederhana dan mudah, dapat dilakukan dengan air panas atau disebut perebusan atau dengan uap panas atau disebut steam. Enzim yang aktif mendegradasi polisakarida struktural pakan sebagian besar aktif pada mikroorganisme yang menempel pada partikel pakan. Anggorodi (1979), menyatakan bahwa ruminansia dapat mensintesis asam amino dari zat nitrogen yang lebih sederhana melalui aksi mikroorganisme dalam rumen.
Mikroorganisme ini mengubah zat yang mengandung nitrogen sebagai pengganti protein menjadi protein berkualitas tinggi. Mikroorganisme dalam rumen terdiri dari kelompok besar yaitu bakteri dan protozoa, suhu rumen 39 sampai 40 derajat Celcius, pH 7,0 sehingga menjamin kehidupan mikroorganisme rumen yang optimal. Berdasarkan analisis berbagai rumen, kadar berbagai asam amino pada isi rumen diperkirakan 9-20 kali lebih besar dibandingkan pada pakan.
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Persiapan Cairan Rumen
Prosedur Kerja
Peubah yang Diamati
Rancangan Percobaan
Analisa Data
Kandungan Nutrisi Limbah Sayur
Hubungan tingkat pemanfaatan cairan rumen dengan kadar air, kadar protein kasar, kadar lemak kasar, kadar serat kasar limbah sayuran fermentasi. Berdasarkan hasil analisis varian menunjukkan bahwa penggunaan cairan rumen pada proses fermentasi limbah sayuran memberikan pengaruh nyata (P > 0,05) terhadap kadar air limbah sayuran fermentasi (Lampiran 3). Uji lebih lanjut menunjukkan perlakuan A (0 ml) tidak berbeda dengan perlakuan B (5 ml) dan C (10 ml), namun berbeda nyata dengan perlakuan D (20 ml).
17 Berdasarkan Gambar 3, grafik kadar air limbah sayuran fermentasi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi atau takaran cairan rumen yang digunakan pada limbah sayuran fermentasi maka semakin tinggi pula kadar airnya. Hal ini dikarenakan komposisi cairan rumen sebagian besar terdiri dari air. Dengan penambahan cairan rumen maka kadar air limbah sayuran yang difermentasi akan meningkat. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa penggunaan cairan rumen pada proses fermentasi limbah sayuran memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein kasar limbah sayuran fermentasi.
18 Gambar 3 Grafik kandungan protein kasar pada fermentasi limbah tanaman menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis cairan rumen yang digunakan pada proses fermentasi limbah tanaman maka akan menurunkan kadar protein kasar pada fermentasi limbah tanaman. Nalar (2014) menyatakan bahwa persentase bakteri selulolitik yang tinggi dan tidak diimbangi dengan kandungan nutrisi yang memadai dapat mengakibatkan terhambatnya aktivitas bakteri selulolitik selama proses fermentasi. Lebih lanjut Palupi dan Imsya (2011) menjelaskan bahwa pada proses fermentasi, mikroba akan menghasilkan enzim yang akan memecah senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, dan mikroba juga akan mensintesis protein yaitu protein richment yaitu pengayaan bahan protein.
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa penggunaan cairan rumen berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap kandungan lemak kasar (PK) limbah sayuran fermentasi. Pengujian lebih lanjut menunjukkan bahwa perlakuan A (0 ml) tidak berbeda dengan perlakuan B (5 ml) dan perlakuan C (10 ml), namun berbeda dengan perlakuan D (20 ml). Dari Gambar 3 Grafik kandungan lemak pada fermentasi limbah sayuran terlihat bahwa semakin tinggi takaran cairan rumen yang digunakan pada proses fermentasi limbah sayuran maka kandungan lemaknya semakin rendah.
Penurunan kandungan lemak limbah sayuran fermentasi yang ditambahkan ke dalam cairan rumen disebabkan oleh pemecahan lemak yang terkandung dalam limbah sayuran selama proses fermentasi oleh aksi mikroorganisme. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa penggunaan cairan rumen pada proses fermentasi limbah sayuran memberikan pengaruh nyata (P > 0,05) terhadap kadar serat kasar (PK) limbah sayuran fermentasi. Berdasarkan Gambar 3, kandungan serat kasar limbah sayuran fermentasi tertinggi diperoleh pada perlakuan D (20 ml), hal ini menunjukkan bahwa dosis yang digunakan pada perlakuan D (20 ml) terlalu tinggi sehingga terjadi kompetisi nutrisi pada mikroba, yaitu mengakibatkan pertumbuhannya tidak maksimal sehingga dalam menjalankan aktivitasnya pemecahan selulosa pada bahan pakan tidak optimal atau dengan kata lain bakteri selulolitik tidak mampu menghasilkan enzim selulase yang dapat memecah selulosa (Nalar, dkk. .2014 ).
Parameter Suhu dan pH
Sekitar 82% mikroba rumen memecah asam amino menjadi amonia, yang kemudian digunakan untuk membuat protein tubuh.
Kesimpulan
Saran