• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN

B. Konsep Hukum Islam

3. Karakteristik Hukum Islam

terdahulu. Demikian pula para ulama usul fiqh sepakat, bahwa shari‟at sebelum Islam yang dicantumkan dalam al-Qur‟an adalah berlaku bagi umat Nabi saw.88 g. Sadd al-dhari‟ah

Saad al-dhari‟ah adalah sesuatu sebagai sarana kepada yang diharamkan atau dihalalkan. Jika terdapat sesuatu sebagai sarana kepada yang diharamkan (membawa kerusakan/mafsadah), maka sarana tersebut harus ditutup/dicegah, dan inilah yang disebut sadd al-dhari‟ah sebagai lawan dari fath al-dhari‟ah yaitu suatu sarana yang membawa kepada kemaslahatan. Imam Malik dan Ibn Hanbal menempatkan sadd al-dhari‟ah sebagai salah satu dalil hukum. Sedangkan Imam Shafi‟i, Abu Hanifah dan mazhab Shi‟ah menerapkan sadd al-dhari‟ah pada kondisi tertentu. Adapun sadd al-dhari‟ah ini ditolak oleh mazhab Zahiri secara total.89

Hasbi Ashiddieqy mengemukakan bahwa hukum Islam mempunyai tiga karakter yang merupakan ketentuan yang tidak berubah, yakni:91

a. Takamul, (sempurna, bulat, tuntas). Maksudnya bahwa hukum Islam membentuk umat dalam suatu ketentuan yang bulat, walaupun mereka berbeda-beda bangsa dan berlainan suku, tetapi mereka satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

b. Wasyathiyat, (harmonis), yakni hukum Islam menempuh jalan tengah, jalan yang seimbang dan tidak berat sebelah, tidak berat ke kanan dengan mementingkan kejiwaan dan tidak berat ke kiri dengan mementingkan perbedaan. Hukum Islam selalu menyelaraskan di antara kenyataan dan fakta dengan ideal dari cita-cita.

c. Harakah, (dinamis), yakni hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai daya hidup dan dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Hukum Islam terpencar dari sumber yang luas dan dalam, yang memeberikan kepada manusia sejumlah hukum yang positif dan dapat dipergunakan pada setiap tempat dan waktu.

Kemudian karakteristik hukum Islam dapat dijabarkan lebih rinci lagi sebagai berikut:

1) Ijmali (universalitas)

Artinya ajaran Islam bersifat universal, ia meliputi seluruh alam tanpa tapal batas. Ia berlaku bagi orang Arab dan orang 'Ajam (non Arab), kulit

91 Hasbi Ash-Shiddiqy, Filsafat Hukum Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), hal. 105-108

putih dan kulit hitam. Di samping bersifat universal atau menyeluruh, hukum Islam juga bersifat dinamis (sesuai untuk setiap zaman).92

Bukti yang menunjukkan bahwa hukum Islam memenuhi sifat dan karaktersitik tersebut terdapat dalam Al-Qur‟an yang merupakan garis kebijaksanaan Tuhan dalam mengatur alam semesta termasuk manusia.93 Sebagaimana dalam Firman Allah SWT dalam Q.S. Saba surat ke 34 ayat 28 :



























28. dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.94

2) Tafshili (partikularitas)

Hukum Islam itu mencerminkan sejumlah doktrin yang bertalian secara logis. Beberapa lembaganya saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Perintah shalat dalam Al-Qur‟an senantiasa diiringi dengan perintah zakat. Allah SWT berfirman dalam Alquran surah ke 7 Al-A‟raaf ayat 31:

































92 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 49.

93 Anwar Harjono, Hukum Islam Kekuasaan dan Kegunaannya, (Jakarta: Bulan Bintang, 2004), hal. 113

94 Q. S Saba' surah ke 34 ayat 28

31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Perintah diatas dipahami bahwa Islam tidak mengajarkan spiritual yang mandul. Dalam hukum Islam manusia diperintahkan mencari rezeki, tetapi hukum Islam melarang sifat imperial dan kolonial ketika mencari rezeki tersebut. Memahami realitas karakter partikularistik hukum Islam maka dalam karakteristik ini berlaku 3 segi pemahaman, yaitu:95

a) ditinjau dari pemberlakuan hukum terhadap para subjek hukum tanpa membedakan status seseorang seperti kaya atau miskin dan seterusnya untuk suatu karakter unversalitas hukum, maka dengan dasar keadilan juga hukum Islam memberlakukan hukum khusus demi sebanding dengan penjeratan sanksi hukum atas subjek hukum.

Berdasarkan pemberlakuan hukum yang universal . seperti seorang pezina siapapun ia dan status bagaimanapun tetap mendapatkan sanksi hukum. dengan demikian pelaku zina yang sudah menikah sanksi hukumnya adalah rajam sedangkan yang belum pernah menikah, maka sanksi hukumnya adalah didera 100 kali serta diasingkan selama 1 tahun. Sedangkan untuk budak yang melakukan perbuatan zina, maka sanksinya adalah ½ dari orang yang merdeka.

Dengan demikian, hukum Islam memberlakukan secara universal kepada setiap orang, namun dalam pemberlakuannya terjadi

95 A. Sukris Sarmadi, Membangun Refleksi Nalar Filsafat Hukum Islam Paradigmatik, (Yogyakarta: Pustaka Priama, 2007), h. 109-111

penjeratan hukum secara khusus dengan pemberlakuan partikularistik bagi pelaku hukum.

b) Bila hukum Islam memiliki karakter sesuai dengan perhatian manusia sepanjang sejarah manusia dalam mencipatakan hukum atau yang disebut dengan kemanusiaan yang universal, maka hukum Islam juga memiliki hukum kemanusiaan partikular. Misalnya larangan orang Islam kawin dengan orang bukan Islam, berlakunya hukum-hukum ibadah secara rinci, larangan judi dan minum khamar dan lain sebagainya. Hukum-hukum ini memiliki karakteristik yang partikular karena tidak lazim dalam norma hukum yang berkembang dalam sejarah peradaban hukum manusia. Oleh karenanya ia disebut dengan hukum kemanusiaan yang partikular.

c) ditinjau dari berlakunya efektivitas hukum secara umum ialah berlaku terhadap setiap manusia yang terlihat keuniversalannya maka hukum-hukum lainnya tidak lagi melihat subjek hukum sebagai manusia umumnya akan tetapi kepada manusia yang dianggap patuh menjalankan hukum Islam. seperti hukum perkawinan Islam, maka daripadanya berlaku hukum talak 3 kali, khulu‟ bagi isteri terhadap suami, ila', li'an, zihar, dan lain-lain diberlakukan bagi orang yang telah tunduk menjalankan hukum Islam dimulai sejak akad perkawinannya secara atau berdasarkan hukum Islam. Jadi orang yang status perkawinannya tidak berdasarkan hukum Islam tidak berlaku pula hukum-hukum yang

menyangkut perkawinan dalam hukum Islam. Dalam kasus seperti demikian, hukum berkarakter partikular karena hanya menunjuk pada manusia tertentu saja.

3) Harakah (elastisitas)

Meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia. seperti Permasalahan kemanusiaan, dalam kehidupan jasmani dan rohani, hubungan sesama makhluk, hubungan makhluk dengan sang pencipta dan lain sebagainya. Ada 2 segi yang secara faktual menyangkut argumentasi eperti mengapa hukum Islam memiliki karakter elastis (harakah), yaitu:96

a). Menyangkut permasalahan hukum dalam hal memberikan beban taklif terhadap subjek hukum (mukallaf).

b). Segi hukum dalam merespon atau menyikapi perkembangan zaman dan perubahan sosial.

c). Akhlak (etistik)

karakter hukum Islam termasuk sebagai dimensi akhlak yang didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut:

(1). Hukum Islam dibangun berdasarkan petunjuk wahyu dari Alquran yang dikembangkan melalui kehidupan Nabi SAW (Sunnah) dan ijtihadiyah.

(2). Segala peraturan hukum Islam memproyeksikan pada 2 bagian peraturan yakni pengaturan tentang tindakan hubungan dengan Allah yang daripadanya lahir hukum-hukum ibadah dan pengaturan

96 A. Sukris Sarmadi, Membangun Refleksi Nalar Filsafat Hukum Islam Paradigmatik, (Yogyakarta: Pustaka Priama, 2007), h. 114-115

menyangkut tindakan antar sesama manusia atau dengan makhluk lain (lingkungannya).

4) Tahsini (estetik)

Dalam karakteretestik hukum Islam nampak berlakunya hukum- hukum ibadah . Secara umum, hukum-hukum wajib ibadah diberlakukan terhadap subjek seperti shalat 5 waktu, puasa ramadhan, zakat dan naik haji, akan tetapi hukum memberikan pula pilihan-pilihan yang lebih baik agar para subjek hukum melaksanakan ibadah-ibadah anjuran seperti shalat sunnat yang beragam macam, i‟tikaf di masjid, puasa sunnat dan sadaqah.

Karakter bersifat estetik dalam hukum Islam banyak ditemukan pada berbagai lapangan hukum Islam. Minimal menyangkut berlakunya hukum sunnat di antara panca ajaran hukum (Ahkamu al-Khamsah) tidak lain merupakan tahsiniyah (estetik) maslahat hukum.97

Menurut Muhammad Ali Al-Sayih, mengemukakan bahwa karakteristik hukum Islam yang paling menonjol ada tiga, yaitu tidak menyusahkan dan selalu menghindari kesusahan dalam pelaksanaannya, menjaga kemaslahatan manusia dan selalu melaksanakan keadilan dalam penerapannya.98

Dokumen terkait