• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

G. Keabsahan Data

Menurut Sugiyono (2014), Triangulansi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dengan demikian triangulansi sumber, triangulansi teknik pengumpulan data dan triangulansi waktu yakni sebagai berikut:

1. Triangulasi sumber

Triangulansi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam hal ini penelitian melakukan pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh melalui hasil pengamatan, wawancara dan dokumen-dokumen yang ada, kemudian peneliti membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada.

2. Triangulasi teknik

Triangulansi teknik dilakukan dengan cara menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Dalam hal yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumen. Apabila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda maka penelitian melakukan diskusi lebih lanjut kepada informan yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar karena sudut pandangnya berbeda-beda.

3. Triangulansi waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kerdibilitas data dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya. Triangulansi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian dari tim peneliti lain diberi tugas melakukan pengumpulan data.

38 1. Deskripsi Kabupaten Luwu Utara

Kabupaten Luwu Utara adalah merupakan salah satu kabupaten di bagian selatan yang berjarak krang lebih 420 km dari ibukota porvinsi Sulawesi Selatan terletak di antara 01° 53’019”-02° 55’ 36” Lintang Selatan (LS) dan 119°47’ 46”- 120° 37’ 44” Bujur Timur (BT) dengan batas-batas administrasi:

- Sebelah utara : berbataasan dengan sulawesi tengah

- Sebelah selatan:berbatasan dengan kabupaten Luwu dan Teluk Bone - Sebelah barat : berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat

- Sebelah timur : berbatasan dengan Luwu Timur

Ibu kota kabupaten Luwu Utara terletak di Masamba. kabupaten Luwu Utara yang dibentuk berdasarkan UU No. 19 tahun 1999 dengan ibukota Masamba merupakan pecahan dari kabupaten Luwu. Saat pembentukannya daerah ini memiliki luas 14.447,56 km2 dengan jumlah penduduk 442.472 jiwa. Dengan terbentuknya kabupaten Luwu Timur maka saat ini luas wilayahnya adalah 7.843,57 km2. Secara administrasi terdiri 12 kecamatan 169 desa dan 4 kelurahan. Penduduknya berjumlah 250.111 jiwa (2018) atau sekitar 50.022 Kepala Keluarga yang sebagian besar (80,93%) bermata pencaharian sebagai petani, namun kontribusi sektor ini terhadap PDRB kabupaten

Luwu Utara pada tahun 2003 hanya 33,31% atau sebanyak Rp.

4,06 triliun. Dan terdapat 8 sungai besar yang mengairi wilayah Luwu Utara . dan sungai terpanjang adala sungai Rongkong dengan panjang 108 Km Serta curah hujan beragam selama tahun 2010.

Tabel 4.1 Kecamatan di Luwu Utara

No. Kecamatan Ibu Kota Kecamatan Jumlah

Desa/Kel Luas

1 Seko Eno 12 2.109,19

2 Rampi Onondoa 6 1.565,65

3 Masamba Masamba 19 1.068,85

4 Limbong Limbong 7 686,50

5 Sabbang Marobo 20 525,08

6 Malangke Pattimang 14 350,00

7 Baebunta Salassa 21 295,25

8 Mappedeceng Kapidi 15 275,50

9 Sukamaju Sukamaju 25 255,48

10 Tana Lili Minna 10 155,1

11 Bone-bone Bone-bone 11 122,23

12 Malangke Barat Tolada 13 93,75

(Sumber: LuwuUtaraKab.BPS.go.id)

Diantara 12 kcamatan, kecamatan Seko merupakan kecamatan terluas dengan luas 2.109,19 atau 28,11% dari total wilayah kabupaten Luwu Utara. Sekaligus meruakan kecamatan yang paling terjauh dari ibu kota kabupaten Luwu Utara, yakni berjarak 198 Km. pada tahun 2012 di bentuk 1 kecamatan baru yang merupakan perpecahan dari kecamatan Bone-Bone berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor : 01 tahun 2012 tanggal 5 april 2012 dan peraturan bupati Luwu Utara Nomor 19

Tahun 2012 4 juni 2012 tentang pembentukan kecamatan Tana Lili dengan jumlah 10 desa.

2. Deskripsi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Luwu Utara Berdasarkan ketentuan Pasal 39 Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 1 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Luwu Utara, perlu menetapkan peraturan Bupati tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Uraian tugas serta Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Luwu Utara.

1) Perumusan kebijakan teknis dibidang Kebudayaan dan Pariwisata.

2) Pelaksanaan kebijakan teknis bidang Kebudayaan dan Pariwisata.

3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dan pelayanan umum bidang Kebudayaan dan Pariwisata.

4) Pelaksanaan administrasi bidang Kebudayaan dan Pariwisata.

5) Pembinaan, pengoordinasian, pengelolaan, pengen-dalian dan pengawasan program dan kegiatan dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

6) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan bidang Kebudayaan dan Pariwisata.

7) Pelaksanaan fungsi kedinasan lainnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kemajuan suatu Organisasi dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsinya sangat ditentukan oleh kemajuan SDM yang dimilikinya.

Kualitas SDM sebagai penggerak roda organisasi merupakan faktor internal yang berpengaruh secara langsung terhadap lingkungan strategis.

Berikut Sumber daya Manusia yang dimiliki oleh Disbudpar. Daftar pegawai negeri sipil Dispudpar berdasarkan golongan ruang:

1. Golongan IV/c sebanyak : 1 Orang 2. Golongan IV/a sebanyak : 3 Orang 3. Golongan III/d sebanyak : 5 Orang 4. Golongan III/c sebanyak : 2 Orang 5. Golongan III/b sebanyak : 3 Orang 6. Golongan III/a sebanyak : 4 Orang 7. Golongan II/d sebanyak : 1 Orang 8. Golongan II/c sebanyak : 4 Orang 9. Golongan II/b sebanyak : 1 Orang

Anggaran merupakan salah satu faktor pendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kab. Luwu Utara dalam pelaksanaan program dan kegiatan, alokasi anggaran APBD Tahun 2020 Rp. 2.675.000.000,- (Dua Milyar Enam Ratus Tujuh Puluh Lima Juta Rupiah). Awal Penggunaan anggaran melalui APBD disesuaikan dengan masa pembentukan Organisasi kelembagaan pemerintah daerah khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Luwu Utara yang ditetapkan pembentukannya melalui Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Luwu Utara.

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Disbudpar harus dilaksanakan secara terkoordinasi lintas bidang dan lintas sub secara terpadu (integritied), terukur (mesurable) dan dapat dipertanggungjawabkan

(accountable) dengan senantiasa memperhatikan hirarki struktural yang berlaku di dalam lingkungan Disbudpar. Tugas pokok dan fungsi yang dikemukakan diatas dapat digambarkan diatas melalui pelayanan yang dilaksanakan oleh Disbudpar adalah sebagai berikut :

a. Bidang Kebudayaan:

a) Menggali situs-situs di masing-masing daerah di Luwu Utara b) Membentuk Sanggar-Sanggar Seni

c) Menggali musik tradisional khususnya rekaman lagu-lagu daerah b. Bidang Pariwisata

a) Memperbaiki sarana di tempat-tempat wisata b) Menyediakan tempat sampah di daerah wisata

Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata:

a. Tantangan

a) Tuntutan Masyarakat akan pentingnya pembenahan Kebudayaan dan Pariwisata yang semakin kuat keseluruh wilayah Kabupaten Luwu Utara.

b) Tuntutan masyarakat akan pentingnya pengembangan dan pembinaan potensi Kebudayaan dan Pariwisata yang ada di Luwu Utara.

c) Tuntutan masyarakat terhadap proses pengembangan kewisataan di wilayah Kabupaten Luwu Utara.

d) Tuntutan masyarakat mengenai penguatan nilai-nilai lokal budaya

dan adat-istiadat masyarakat Luwu Utara.

e) Terbatasnya anggaran yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan yang diperlukan.

f) Lemahnya koordinasi lintas sektoral dalam mendukung pembangunan pariwisata.

g) Belum menerapkan teknologi informasi yang utuh dalam pengelolaan data kepariwisataan dan kebudayaan.

b. Peluang

a) Undang-undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

b) Undang-undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan

c) Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

3. Kawasan Objek Wisata Air Terjun Bantimurung

Air Terjun Bantimurung yang terletak di Desa Bantimurung yang merupakan salah satu Desa yang masuk dalam wilayah kerja Kantor Kecamatan Bone-Bone yang terdiri atas 12 Desa/Kelurahan yakni :

Tabel 4.2 Administratif Kecamatan Bone-Bone

No. Kelurahan/ Desa Luas

1 Bantimurung 24,00

2 Patoloan 23,71

3 Tamuku 21,24

4 Batangtongka 12,30

5 Pongko 11,20

6 Sadar 10,75

7 Sidomukti 10,50

8 Banyuurip 7,52

9 Bone-Bone 6,31

10 Muktisari 5,79

11 Sukaraya 4,95

12 UPT Bantimurung 2,79

(Sumber: Kantor Kecamatan Bone-Bone)

Gambar 4.2 Denah Desa Bantimurung

Desa Bantimurung dapat di tempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat dalam waktu 35 menit dari ibukota kabupaten, dengan luas wilayah desa Bantimurung 24,00 km2 . Desa Bantimurung memiliki kondisi daerah datar dan pegunungan dengan ketinggian150- 300 di atas permukaan air laut. Di desa Bantimurung

mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, sebagaian besar merupakan petani coklat, sawah, kelapa sawit dan adapun jumlah dusun yang terdapat di desa Bantimurung yakni ada 5 dusun yaitu dusun Salulemo, Karangan, Ulusalu, Buntuporingan dan Salupangi.

Adapun sarana dan prasarana di wisata air terjun Bantimurung adalah sebagai berikut:

a. Transportasi darat

Akses menuju lokasi objek wisata berupa jalan pengerasan.

b. Tempat parkir

Sarana parkir di kawasan objek wisata belum optimal di karenakan hanya kendaraan roda dua yang bisa menempati areal parkir tersebut, dan mampu menampung sekitar 25-30 kendaraan roda dua

c. Listrik

Belum ada akses listrik di kawasan objek wisata bantimurung d. Akses komunikasi

Belum ada akses komunikasi di lokasi objek wisata berupa jaringan telekomunikasi karna jarak dari tower pemancar signal sangatlah jauh

e. Fasilitas kesehatan

Belum ada fasilitas kesehatan di kawasan objek wisata bantimurung f. Sistem keamanan dan penyelamatan

Belum ada sistem keamanan dan penyelamatan yang ada di kawasan objek wisata

B. Kerjasama Dinas Pariwisata dengan Masyarakat dalam Pengelolaan Objek Wisata Permandian Air Terjun Bantimurung Kecamatan Bone- Bone Kabupaten Luwu Utara.

Kerjasama merupakan usaha bersama antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Kegiatan kerjasama dilakukan dengan maksud mempermudah pelaksanaan sesuatu kegiatan dan pencapaian tujuan dengan memberikan keuntungan kepada masing-masing pihak yang bekerjasama.

Untuk mengindikasikan bagaimana kerjasama pemerintah dengan masyarakat peneliti akan mendeskripsikan tiga indikator dari bentuk kerjasama yakni meliputi: 1). Kerjasama spontan, 2). Kerjasama langsung, 3). Kerjasama kontrak.

1. Kerjasama Spontan

Kerjasama spontan (spontaneous cooperation) adalah kerjasama yang dilakukan sertamerta. Artinya, kerjasama dilakukan tanpa adanya perintah dari siapapun, baik dari pihak pemerintah maupun dari pihak masyarakat. Melalui peraturan bupati Luwu Utara No. 88 Tahun 2017 maka objek wisata tersebut di kelola langsung oleh pemerintah dengan mengutamakan pembangunan akses menuju lokasi wisata tersebut.

Dari hasil wawancara berikut dapat kita ketahui bagaiman kerjasama spontan pemerintah dengan masyarakat di Desa Bantimurung. Berikut hasil wawancara dengan salah satu masyarakat desa Bantimurung:

“kerjasama masyarakat yang biasa kami lakukan secara spontan seperti ketika ada wisatawan yang tenggalam dalam air terjun ini kami secara spontan ikut serta mencari korban yang tenggelam karena di tempat ini sudah banyak korban yang tenggelam dan kami selalu membantu

mencarainya tanpa mengharap imbalan” (Wawancara dengan FJ 05 Mei 202).

Hasil wawancara diatas dengan masyarakat dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kerjasama spontan antara masyarakat dengan pemerintah seperti ketika ada wisatawan yang tenggalam dalam air terjun masyarakat secara spontan ikut serta mencari korban yang tenggelam di area air terjun bantimurung.

Wisata air terjun Bantimurung di Kecamatan Bone-Bone Kabupaten Luwu Utara merupakan salah satu objek wisata alam yang memiliki panorama alam sehingga dapat meningkatkan daya tarik wisata. Seperti hasil wawancara berikut :

“Air terjun Bantimurung memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan sehingga masuk sebagai salah satu objek wisata yang popular di Luwu Utara. Tentu hal yang paling utama diperhatikan oleh pemerintah adalah pembangunan infrastruktur terutama akses untuk memasuki kawasan tersebut. Dalam pembangunan infrastruktur kami menggandeng masyarakat yaitu kontraktor lokal untuk bekerjasama dalam membangun infrastruktur di kawasan tersebut. Tentu untuk memperoleh hasil yang maksimal kami memang menyeleksi pihak-masyarakat yang memang memiliki kualitas sehingga benar-benar terbangun rasa saling percaya.”(Wawancara dengan YT 05 Mei 2021).

Hasil wawancara dengan informan dapat dilihat bahwa pembangunan infrastruktu pada objek wisata Bantimurung dalam rangka meningkatkan daya tarik wisata di bantu oleh masyarakat yang merupakan kontraktor di daerah tersebut.

Kerjasama mencakup pertemuan-pertemuan formal antar organisasi yang memfokuskan pada klien yang sama dan menyelaraskan aspek-aspek kebijakan dan penyediaan pelayanan sehingga masing-masing organisasi bisa mencapai

tujuan mereka sendiri secara efektif. Proses kerjasama dalam pembangunan industry pariwisata yang menggunakan anggaran daerah tentu menuntut aparatur kebijakan untuk senantiasa melakukan peninjauan dalam merumuskan rancangan alokasi anggaran.

Pemerintah Kecamatan Bone-Bone sebagai lokasi air terjun Bantimurung melakukan observasi terkait kebutuhan pembangunan yang mendesak sehingga dapat dirumuskan anggaran yang dibutuhkan. Dalam membangun rasa kerjasama antara pemerintah dan masyarakat selalu dilakukan pengawasan dan rapat terkait sejauh mana pengerjaan pembangunan dalam rangka meningkatkan akses menuju kawasan wisata.

“Awal terbukanya permandian ini itu jalan masih sangat sempit dan terkang berlumpur pada saat terjadi hujan. Setelah objek wisata tersebut dikelola oleh pemerintah infrastruktur yang paling pertama kita genjot adalah persoalan akses jalan dengan melibatkan masayarakat yang memang sering bekerjasama dalam membantu pemerintah dalam pembangunan infrastruktur. Untuk meningkatkan rasa saling percaya pihak pemerintah selalu melakukan pemantauan dalam pengerjaan jadi jika pembangunan dikatakan sudah sampai 60% tentu pemerintah meninjau langsung sudah benar atau tidak laporan tersebut. Terlebih laporan penggunaan anggaran, karena itu yang sangat rentan terjadi manipulasi sehingga memang perlu ada pelaporan-pelaporan.”

(Wawancara dengan SH 05 Mei 2021).

Hasil wawancara dengan informan untuk meningkatkan rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur pada objek wisata air terjun Bantimurung laporan terkait capaian pengerjaan dan penggunaan anggaran intens dilakukan dan pemerintah juga senantiasa melakukan peninjauan kelapangan terkait pengerjaan tersebut.

Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur

yang memadai sangat diperlukan dan menjadi bagian yang sangat penting dalam sistem pelayanan masyarakat. Berbagai fasilitas fisik merupakan hal yang vital guna mendukung berbagai kegiatan pemerintahan, perekonomian, industri dan kegiatan sosial di masyarakat dan pemerintahan.

Pembangunan infrastruktur jalan di kawasan air terjun Bantimurung pada dasarnya hampir sama dengan pembangunan yang lain melalui anggaran pemerintah. Dimana pembangunan dilakukan melalui perhitungan biaya yang di butuhkan terkait skala pembangunan yang dikerjakan.

“Dalam pembangunan akses jalan di Bantimurung tentu pemerintah itu sudah punya perencanaan anggaran yang dibutuhkan tinggal kami melakukan kalkulasi apakah anggaran tersebut cukup untuk melakukan pekerjaan dengan menghitung bahan dan material yang dibutuhkan.

Terkait anggarannya sendiri itu wewenang pemerintah kami hanya terlibat dalam pengerjaan. Untuk membangun kepercayaan tentunya perlu ada laporan-laporan dan dokumen-dokumen perjanjian yang menjadi pegangan kami dan pemerintah dalam melakukan perjanjian kerja.” (Wawancara dengan MS 06 Mei 2021).

Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa pembangunan akses jalan yang dilakukan oleh masyarakat di kasawan wisata Bantimurung berdasarkan dengan perjanjian kerja. Selain itu pihak perusahaan senantiasa memberikan pelaporan terkait anggaran yang digunakan dalam melakukan pembangunan.

Keberhasilan suatu program tanpa adanya partisipasi masyarakat tidak akan berjalan dengan baik, keikut sertaan masyarakat akan sangat dibutuhkan dalam perencanaan atau program, agar program berjalan dengan mestinya.

Program-program yang direncanakan pastinya berkaitan besar dengan pembangunan masyarakat. Untuk itu masyarakat dituntut untuk ikut serta

dalam pembangunan tersebut.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mendukung upaya pemerintah dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Keterlibatan masyarakat di sekitar kawasan Bantimurung memberikan informasi kepada pemerintah terkait pemilik lahan yang terkena pembangunan jalan sehingga tercapai usaha consensus yang tidak menghalangi pengerjaan pembangunan akses jalan menuju kawasan Bantimurung.

“Pembangunan akses jalan menuju permandian air terjun Bantimurung sangat didukung penuh oleh masyarakat karena jalanan disana itu dulunya sangat sulit dilewati terlebih saat musim penghujan. Kendalanya pada waktu itu karena lokasi menuju permandian merupakan lahan perkebunan beberapa masyarakat yang terkena pembangunan jalan, kami memerikan informasi kepada pemerintah untuk meminta izin kepada masyarakat yang bersangkutan agar nanti didalam pembangunan tidak terjadi masalah, karena selama ini seperti itu banyak pembangunan yang tidak memiliki izin dari yang punya lahan. (Wawancara dengan FJ 07 Mei 2021).

Hasil wawancara dengan informan bahwa dalam rangka pembangunan infrastrukur jalan menuju air terjun Bantimurung tidak terlepas dari peran masyarakat yang memberikan informasi kepada pemerintah terkait pembebasan lahan yang terkena pembangunan jalan, hal tersebut tentu menciptakan kondisi yang nyaman dalam rangka menunjang pembangunan jalan.

Masyarakat memiliki kebutuhan dan minat yang beragram, kemampuan mereka dalam menganalisis situasi yang dihadapi juga beragam, kemampuan mereka dalam mengambil keputusan juga tidak sama antar kelompok masyarakat satu dengan lainnya.

Masyarakat disekitar kawasan air terjun Bantimurung mengapresiasi pembangunan jalan menuju kawasan air terjun Bantimurung, selain memudahkan akses masyarakat menuju tempat wisata juga memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang bermukim dikawasan tersebut.

“Bagus sekali mi ini karena nabangun mi pemerintah jalanan masuk kedalam. Kalau dulu itu susah sekali jelek jalanan. Ramai sekali juga orang masuk apa lagi pada saat liburan, biar mobil bisa mi masuk, enak juga orang jualan.” (Wawancara dengan AZ 07 Mei 2021).

Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa kerjasama antara pemerintah dan msyarakat dalam pembangunan akses jalanan menuju permandian air terjun Bantimurung memberikan manfaat terutama bagi masyarakat dalam mengembangkan kegiatan ekonominya melalui usaha-usaha jualan jajanan yang sering dikonsumsi oleh wisatawan saat berkunjung ke objek wisata.

Berdasarkan hasil observasi penulis dilapangan terkait upaya membangun kerjasama spontan antara pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan objek wisata di kawasan Air Terjun Bantimurung Kecamatan Bone-Bone dilakukan melalui perjanjian kerja dan laporan-laporan terkait sejauh mana capaian pembangunan. Melalui laporan tersebut pemerintah akan melakukan pemantauan langsung terkait pengerjaan yang dilakukan. Sehingga antara masyarakat dan pemerintah sama-sama memiliki rasa tanggungjawab secara spontan dalam menyelesaikan kegiatan pembangunan.

2. Kerjasama Langsung

Kerjasama langsung (directed cooperation) adalah kerjasama yang dilakukan atas perintah atasan atau penguasa. pemerintah dijalankan dengan

mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan yang baik, seperti transparansi (keterbukaan), akuntabilitas, partisipasi, keadilan, dan kemandirian, serta sumber daya pemerintah daerah yang berada dalam pengelolaan pemerintah benar-benar mencapai tujuan sebesar-besarnya untuk kemajuan dan kemakmuran rakyat dan negara. Penerapan good governance tidak lepas dari masalah akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.

Pemerintah Kabupaten Luwu Utara dalam melaksanakan pengelolaan pariwisata senantiasa menerapkan kerjasama langsung. Dalam mengelola air terjun Bantimurung sebagai sarana menambah pendapatan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, diperlukan laporan-laporan terkait kegiatan pembangunan wisata yang dikelola oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat.

“Dalam menjalankan amanah yang di berikan tentu kami senantiasa mempertangungjawabkan anggaran daerah yang diperuntukkan untuk pembangunan termasuk dalam masyarakat. Pengelolaan air terjun Bantimurung tentu masyarakat perlu memaparkan kebutuhan alokasi pembangunan yang akan dilakukan, pelaporan kegiatan sampai kepada evaluasi yang dilakukan pemerintah. Pembangunan yang dilakukan tidak boleh terkesan asal jadi, walaupun pembangunan tersebut dipercayakan kepada pihak pengembang, pemerintah senantiasa melakukan pemantauan dalam pelaksanaan pembangunan.” (Wawancara dengan JH 05 Mei 2021).

Hasil wawancara dengan informan kegiatan pembangunan kawasan wisata air terjun Bantimurung merupakan tanggung jawab penuh dari Dinas Pariwisata Kabupaten Luwu Utara. Sehingga masyarakat yang menjalankan fungsi pembangunan infrastruktur dituntut untuk senantiasa melakukan pelaporan terkait kegiatan pembangunan dengan pengawasan ketat yang dilakukan oleh pemerintah.

Pemerintah kecamatan merupakan tingkat pemerintahan yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pelayanan terhadap masyarakat di kecamatan, hal ini yang kemudian menjadikan Camat sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan serta sebagian urusan otonomi yang dilimpahkan oleh Bupati/ Walikota untuk dilaksanakan dalam wilayah kecamatan.

Pemerintah Kecamatan Bone-Bone yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah Kabupaten Luwu Utara di tingkat kecamatan memiliki peran sentral dalam mengawasi pembangunan kawasan wisata di wilayahnya.

Informasi terkait kegiatan pembangunan kawasan air terjun Bantimurung senantiasa menjadi perhatian penting untuk memastikan pembangunan sejalan dengan tujuan pemerintah dalam memajukan kegiatan wisata.

“Disini tanggungjawab dari pemerintah Kecamatan melakukan sidak dalam pengerjaan infrastruktur di air terjun Bantimurung, terlebih wisata tersebut berada dalam wilayah administratif kecamatan Bone-Bone.

Biasanya kita hanya melakukan peninjauan sudah sejauh mana pengerjaannya, apa yang menjadi kendala dalam pembangunan sehingga bisa di organisir oleh pemerintah. Tentu kami ikut bertanggung jawab dalam memastikan pembangunan wisata tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan wisata di Kabupaten Luwu Utara.” (Wawancara dengan SH 05 Mei 2021).

Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pembangunan infrastrukut dalam kawasan air terjun Bone-Bone pemerintah kecamatan intens melakukan pemantauan dalam memastikan pembangunan infrastruktur dikawasan objek wisata tersebut benar-benar berjalan sesuai dengan perencanaan dan capaian yang diharapkan oleh pemerintah.

Pada setiap kemajuan atau perkembangan sebuah proyek, pastinya memerlukan sebuah evaluasi proyek dari awal hingga akhir. Yang mana berisi tentang penyampaian segala sesuatu berhubungan dengan pembangunan sebuah proyek. Bertujuan untuk membantu berbagai pihak dalam mengendalikan dan memantau proyek secara terus-menerus dan rutin. Hal tersebut menjadi tanggung jawab dari masyarakat dalam menjalankan kerjasama dengan pemerintah.

Laporan kegiatan penyelesaian pembangunan infrastrukut menjadi tanggung jawab dari masyarakat yang menjadi mitra pemerintah dalam pengelolaan wisata air terjun Bantimurung. Ada beberapa tahapan yang dilakukan guna memudahkan masyarakat dalam menyampaikan pelaporan kepada pemerintah termasuk kebutuhan dasar dalam kegiatan pembangunan infrastruktur di kawasan tersebut.

“Terkait pola pengerjaan kami dilokasi air terjun wisata Bantimurung biasanya kami melaporkan secara bertahap. Dari realisasi pembangunan yang sudah mencapai 50%, 75% sampai proses pengerjaan selesai. Pola tersebut kami lakukan untuk menyinkronkan keinginan pemerintah dan pengerjaan yang kami lakukan. Apakah pada pencapaian tertentu masih ada yang perlu ditambahkan atau dikurangi sehingga juga memudahkan kami dalam proses pengerjaannya. Takutnya jangan sampai nanti proses pengerjaan sudah rampung baru di kritik oleh pemerintah tentu akan menambah biaya yang cukup besar.” (Wawancara dengan MS 06 Mei 2021).

Hasil wawancara dengan informan menujukkan dalam kegiatan pembangunan infrastruktur pada kawasan air terjun Bantimurung kegiatan pelaporan dilaksanakan secara bertahap. Hal ini untuk memudahkan evaluasi dari dinas pariwisata dan kenyamanan masyarakat dalam melangsungkan rancangan pembangunan.

Dokumen terkait