• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV SMK3 DAN PEMELIHARAAN

4.1. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SMK3)

4.1.1. Kebijakan SMK3

Kebijakan K3 berupa pernyataan tertulis yang berisi komitmen untuk menerapkan K3 berdasarkan skala risiko dan peraturan perundang-undangan K3 yang dilaksanakan secara konsisten dan harus ditandatangani. Kebijakan K3 harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja konstruksi, pengawas dan tamu dalam kegiatan konstruksi. Penyebarluasan kebijakan K3 Konstruksi dapat melalui media antara laian papan pengumuman, spanduk, brosul, verbal dalam apel atau induksi, serta media lainnya. Peninjauan kebijakan dilakukan secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan K3 masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam kegiatan Konstruksi yang dilakukan

33 4.1.2 Idetentifikasi Bahaya

Langkah awal untuk menghilangkan atau mengendalikan bahaya adalah dengan mengidentifikasi kehadiran bahaya di tempat kerja (Tarwaka,2008). Identifikasi bahaya merupakan tahap awal dari penerapan HIRARC.Identifikasi bahaya menurut Soehatman Ramli (2009) adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem.Sedangkan identifikasi bahaya menurut Tarwaka (2008) merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) yang mungkin timbul di tempat kerja. Identifikasi bahaya dilakukan pada berbagai aspek di perusahaan, dari kegiatan pekerja, kondisi lingkungan kerja, serta peralatan dan mesin yang ada di lingkungan kerja. Semua potensi/risiko kecelakaan yang ada di lingkungan kerja akan diidentifikasi penyebabnya. Jika risiko dari bahaya yang ada dapat diketahui, maka perusahaan dapat lebih waspada dan melakukan langkah pencegahan, tapi tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah (Ramli,2010).

Ada 4 faktor penyebab utama terjadinya potensi/risiko bahaya, yaitu manusia (man), material, lingkungan (environment), dan mesin (machine). Bahaya yang telah diidentifikasikan akan dibagi kedalam 4 faktor tersebut. Banyak metode/teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahaya, antara lain dengan metode inspeksi, pengamatan/survey, kuesioner, audit, dan data- data statistic

Identifikasi Bahaya Dilakukan Terhadap Seluruh Aktivitas Operasional Perusahaan Di Tempat Kerja Meliputi :

 Aktivitas Kerja Rutin Maupun Non-Rutin Di Tempat Kerja.

34

 Aktivitas Semua Pihak Yang Memasuki Termpat Kerja

 Budaya Manusia, Kemampuan Manusia Dan Faktor Manusia Lainnya.

 Bahaya Dari Luar Lingkungan Tempat Kerja Yang Dapat Mengganggu Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja Yang Berada Di Tempat Kerja.

 Infrastruktur, Perlengkapan Dan Bahan (Material) Di Tempat Kerja Baik Yang Disediakan Perusahaan Maupun Pihak Lain Yang Berhubungan Dengan Perusahaan.

 Perubahan Atau Usulan Perubahan Yang Berkaitan Dengan Aktivitas Maupun Bahan/Material Yang Digunakan.

 Perubahan Sistem Manajemen K3 Termasuk Perubahan Yang Bersifat Sementara Dan Dampaknya Terhadap Operasi, Proses Dan Aktivitas Kerja.

 Penerapan Peraturan Perundang-Undangan Dan Persyaratan Lain Yang Berlaku.

 Desain Tempat Kerja, Proses, Instalasi Mesin/Peralatan, Prosedur Operasional, Struktur Organisasi Termasuk Penerapannya Terhadap Kemampuan Manusia.

Identifikasi Bahaya Yang Dilaksanakan Memperhatikan Faktor- Faktor Bahaya Sebagai Berikut :

 Biologi (Jamur, Virus, Bakteri, Mikroorganisme, Tanaman, Binatang).

 Kimia (Bahan / Material / Gas / Uap / Debu / Cairan Beracun, Berbahaya, Mudah Meledak / Menyala / Terbakar, Korosif, Iritan, Bertekanan, Reaktif, Radioaktif, Oksidator, Penyebab Kanker, Bahaya Pernafasan, Membahayakan Lingkungan, Dsb).

 Fisik / Mekanik (Infrastruktur, Mesin / Alat / Perlengkapan / Kendaraan / Alat Berat, Ketinggian,

35 Tekanan, Suhu, Ruang Terbatas/Terkurung, Cahaya, Listrik, Radiasi, Kebisingan, Getaran Dan Ventilasi).

 Biomekanik (Postur/Posisi Kerja, Pengangkutan Manual, Gerakan Berulang Serta Ergonomi Tempat Kerja/Alat/Mesin).

 Psikis/Sosial (Berlebihnya Beban Kerja, Komunikasi, Pengendalian Manajemen, Lingkungan Sosial Tempat Kerja, Kekerasan Dan Intimidasi).

 Dampak Lingkungan (Air, Tanah, Udara, Ambien, Sumber Daya Energi, Sumber Daya Alam, Flora Dan Fauna).

Penilaian Resiko Menggunakan Pendekatan Metode Matriks Resiko Yang Relatif Sederhana Serta Mudah Digunakan, Diterapkan Dan Menyajikan Representasi Visual Di Dalamnya.

Pengendalian Resiko Didasarkan Pada Hierarki Sebagai Berikut :

 Eliminasi (Menghilangkan Sumber/Aktivitas Berbahaya).

 Substitusi (Mengganti Sumber / Alat / Mesin /Bahan / Material / Aktivitas / Area Yang Lebih Aman).

 Perancangan (Modifikasi/Instalasi Sumber / Alat / Mesin / Bahan / Material / Aktivitas/Area Supaya Menjadi Aman).

 Administrasi (Penerapan Prosedur/Aturan Kerja, Pelatihan Dan Pengendalian Visual Di Tempat Kerja).

 Alat Pelindung Diri (Penyediaan Alat Pelindung Diri Bagi Tenaga Kerja Dengan Paparan Bahaya / Resiko Tinggi).

Keseluruhan Identifikasi Bahaya, Penilaian Dan Pengendalian Resiko Didokumentasikan Dan Diperbarui Sebagai Acuan Rencana

36 Penerapan K3 Di Lingkungan Perusahaan. Dokumentasi Identifikasi Bahaya Dapat Menggunakan Contoh Sederhana Dari Link Berikut : Form Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko Dan Pengendalian Resiko.

4.1.3 Mitigasi Risiko

Mitigasi risiko adalah upaya untuk mengurangi / menghentikan dampak negatif (kerugian) yang sudah terjadi.

Adapun hubungan pengelolaan risiko dengan pengendalian internal. Titik temu utamanya adalah pada kepentingan untuk melakukan tindakan pencegahan (preventive action) atau membangun sistem peringatan dini (early warning system or alert system) yang efektif di perusahaan, dimana berbagai risiko yang mungkin terjadi beserta dampaknya dapat diidentifikasi, diukur, dan akhirnya dapat diminimalkan sekecil mungkin (controllable risk). Menurut Arthur J. Keown (2000), risiko adalah prospek suatu hasil yang tidak disukai (operasional sebagai deviasi standar). Definisi risiko menurut Hanafi (2006) risiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return –ER) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return).

Menurut Darmawi (2008) tahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus diidentifikasi. Setelah proses identifikasi semua risiko – risiko yang mungkin terjadi pada suatu proyek dilakukan, diperlukan

37 suatu tindak lanjut untuk menganalisis risiko – risiko tersebut. Al Bahar dan Crandall (1990) mengemukakan bahwa, yang dibutuhkan adalah menentukan signifikansi atau dampak dari risiko tersebut, melalui suatu analisis probabilitas, sebelum risiko – risiko tersebut dibawa memasuki tahapan respon manajemen.

Menurut Al Bahar dan Crandall (1990), analisis risiko didefinisikan sebagai sebuah proses yang menggabungkan ketidakpastian dalam bentuk kuantitatif, menggunakan teori probabilitas, untuk mengevaluasi dampak potensial suatu risiko.

Langkah pertama untuk melakukan tahapan ini adalah pengumpulan data yang relevan terhadap risiko yang akan dianalisis. Data – data ini dapat diperoleh dari data historis perusahaan atau dari pengalaman proyek pada masa lalu. Jika data historis tersebut kurang memadai, dapat dilakukan teknik identifikasi risiko yang lain, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian lain bab ini. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya dilakukan proses evaluasi dampak dari sebuah risiko. Proses evaluasi dampak risiko dilakukan dengan mengkombinasikan antara probabilitas (sebagai bentuk kuantitatif dari faktor ketidakpastian / uncertainty) dan dampak atau konsekuensi dari terjadinya sebuah risiko.

Berikut adalah tabel Mitigasi Risiko CV Adjustable Carrier Bag

No Sumber Resiko Kejadian Resiko

Penilaian Resiko

Mitigasi / Penanganan

Dampak Peluang Tingkat Resiko

Nilai Katagori Nilai Katagori Level Katagori

1 Menghirup debu kain

Batuk ringan, Asma

1 Major 4 Likely H Tinggi

Menambah ventilasi udara, Memakai masker pada saat bekerja

2 Tangan terjepit alat cutting

Tangan Tersayat, Kulit

2 Catastrophic 5 Unlikely E Sangat Tinggi

Melakukan pengecekan kondisi

38

tangan tergores

mesin, Mengganti peralatan mesin yang otomatis

3 Pekerja mengalami kelelahan

Mengantuk, Kesalahan penjahitan

3 Insignificant 1 Possible L Rendah

Melakukan pengecekan kondisi kesehatan pekerja secara rutin, Menciptakan suasana kerja yang baru agar pekerja tidak cepat mengalami kelelahan

4 Kulit tangan tergunting

Tangan berdarah dan tergores pada area kulit

1 Rare 3 Moderate M Sedang

Melakukan pengawasan bekerja sesuai prosedur, Menambah prosedur SOP yang tepat dan sanggup diterapkan oleh pekerja

5 Terjatuh,Terpeleset

Tertimpa tumpukan tas

4 nsignificant 1 Likely M Sedang

Melakukan pengawasan SOP dengan baik, Briefing pekerja mengenai bahaya pekerjaan Tabel 2 Mitigasi Resiko CV.Adjustable Carrier Bag

4.2 Sistem Pemeliharaan

Mitigasi risiko adalah upaya untuk mengurangi / menghentikan dampak negatif (kerugian) yang sudah terjadi. Adapun hubungan pengelolaan risiko dengan pengendalian internal. Titik temu utamanya adalah pada kepentingan untuk melakukan tindakan pencegahan (preventive action) atau membangun sistem peringatan dini (early warning

39 system or alert system) yang efektif di perusahaan, dimana berbagai risiko yang mungkin terjadi beserta dampaknya dapat diidentifikasi, diukur, dan akhirnya dapat diminimalkan sekecil mungkin (controllable risk). Menurut Arthur J. Keown (2000), risiko adalah prospek suatu hasil yang tidak disukai (operasional sebagai deviasi standar). Definisi risiko menurut Hanafi (2006) risiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return –ER) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return).

Menurut Darmawi (2008) tahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus diidentifikasi. Setelah proses identifikasi semua risiko – risiko yang mungkin terjadi pada suatu proyek dilakukan, diperlukan suatu tindak lanjut untuk menganalisis risiko – risiko tersebut. Al Bahar dan Crandall (1990) mengemukakan bahwa, yang dibutuhkan adalah menentukan signifikansi atau dampak dari risiko tersebut, melalui suatu analisis probabilitas, sebelum risiko – risiko tersebut dibawa memasuki tahapan respon manajemen.

Menurut Al Bahar dan Crandall (1990), analisis risiko didefinisikan sebagai sebuah proses yang menggabungkan ketidakpastian dalam bentuk kuantitatif, menggunakan teori probabilitas, untuk mengevaluasi dampak potensial suatu risiko. Langkah pertama untuk melakukan tahapan ini adalah pengumpulan data yang relevan terhadap risiko yang akan dianalisis. Data – data ini dapat diperoleh dari data historis perusahaan atau dari pengalaman proyek pada masa lalu. Jika data historis tersebut kurang memadai, dapat dilakukan teknik identifikasi risiko yang lain, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian lain

40 bab ini. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya dilakukan proses evaluasi dampak dari sebuah risiko. Proses evaluasi dampak risiko dilakukan dengan mengkombinasikan antara probabilitas (sebagai bentuk kuantitatif dari faktor ketidakpastian / uncertainty) dan dampak atau konsekuensi dari terjadinya sebuah risiko.

4.2.1 Preventive Maintenance

Menurut pendapat Ebelling(1997,189), Pervetive maintence adalah pemeliharaan yang dilakukan tejadwal, umunya secara periodik, dimana sejumlah tugas pemeliharaan seperti inspeksi, perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan dan penyesuaian dilaksanakan. Dengan adanya preventive Maintenance diharapkan semua mesin yang ada akan terjamin kelancaran proses kerjanya shingga tidak ada yang terhambat dalm proses kerjanya sehingga tidak ada yang terhambat dalam proses produksinya dan bisa selalu dalam keadaan optimal.

Dokumen terkait