• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecepatan Pertumbuhan IPM (Shortfall)

Dalam dokumen IPM Kabupaten Aceh Tamiang 2011 (Halaman 33-37)

BAB III. METODOLOGI

3.4 Kecepatan Pertumbuhan IPM (Shortfall)

BAB IV GAMBARAN UMUM

4.1. Gambaran Umum Wilayah

Letak geografis Kabupaten Aceh Tamiang berada pada posisi 03053’-04032’ Lintang Utara/North Latitude dan 97043’-98014’

Bujur Timur/East Longitude. Dengan luas daerah 1.957,02 km2, dan tinggi dari permukaan laut 20-700 M. Kabupaten Aceh Tamiang terbagi kedalam 12 wilayah Kecamatan, 34 mukim, serta 213 desa.

Kabupaten Aceh Tamiang memiliki batas wilayah administrasi yang meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kota Langsa, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tenggara.

Adapun Nama Tamiang tumbuh dari legenda "Te-Miyang"

atau “Da-Miyang” yang berarti kebal gatal dari miang bambu. Hal tersebut berhubungan dengan cerita sejarah tentang Raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh. Ketika masih bayi, ia ditemukan dalam rumpun bambu betong oleh seorang raja berjulukan

“Tamiang Pehok”. Menginjak dewasa, Pucook Sulooh dinobatkan menjadi Raja Tamiang bergelar "Pucook Sulooh Raja Te-Miyang", yang artinya "seorang raja yang ditemukan di rumpun rebong,

Gambar 4.1 Distribusi Luas Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang Menurut Kecamatan (persen)

Sumber: BPS Aceh Tamiang Dalam Angka 2010

Luas wilayah masing-masing Kecamatan sangat bervariasi, ada yang hanya sekitar 0 persen dari total wilayah kabupaten, akan tetapi ada pula satu Kecamatan yang mencakup hampir 16 persen wilayah kabupaten itu. Kecamatan Tenggulun merupakan Kecamatan terluas dengan luas wilayah sekitar 295,55 km2 persen atau 15,10 persen dari luas wilayah kabupaten. Sementara itu Kecamatan Kota Kuala Simpang mempunyai luas wilayah terkecil yaitu sekitar 4,48 km2 atau 0,23 persen dari wilayah kabupaten.

Sedangkan 10 Kecamatan lainnya mempunyai luas wilayah yang

hampir sama yaitu berkisar antara 2 sampai dengan 13 persen dari total wilayah kabupaten.

Kabupaten Aceh Tamiang mempunyai potensi ekonomi dibidang pertanian, perdagangan dan industri pengolahan. Hal ini didukung oleh kondisi iklim wilayah Aceh Tamiang yang memiliki iklim tropis dan tanah yang subur, sehingga sangat cocok sebagai wilayah budidaya berbagai macam komoditi pertanian terutama tanaman pangan, disamping Perkebunan dan Perdagangan.

Jarak tempuh masing-masing dari ibukota Kecamatan ke ibukota kabupaten relatif dekat, kecuali dari Kecamatan Kejuruan Muda yang paling jauh ibu kota kabupaten.

Gambar 4.2.

Jarak Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten: Kuala Simpang (Km)

Sumber: BPS Aceh Tamiang Dalam Angka 2010

4.2. Gambaran Umum Kependudukan

Penduduk Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2010 adalah 251.914 jiwa yang tersebar di dua belas Kecamatan.

Penduduk laki-laki berjumlah 124.559 jiwa dan perempuan 127.355 jiwa.

Gambar 4.3.

Penduduk Kabupaten Aceh Tamiang Menurut Jenis Kelamin Tahun 2009-2010

Sumber: BPS Aceh Tamiang Dalam Angka 2010

Dari Gambar 4.3. dapat juga dilihat komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, dimana penduduk laki-laki lebih sedikit daripada penduduk perempuan. Besarnya rasio/ perbandingan jenis kelamin tahun 2009 adalah 100. Ini berarti untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 100 penduduk laki-laki, artinya penduduk laki-laki dengan perempuan hampir sama banyaknya dan pada tahun 2010 rasio penduduk kabupaten Aceh Tamiang menjadi 102. Ini berarti untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 102 penduduk laki-laki,.

4.3. Penduduk Menurut Kecamatan

Persebaran penduduk antar Kecamatan terlihat masih belum merata. Kepadatan penduduk biasanya terkonsentrasi di pusat perekonomian yang umumnya memiliki segala fasilitas yang dibutuhkan oleh penduduk. Masalah yang sering timbul akibat kepadatan penduduk adalah masalah mengenai perumahan, kesehatan, dan keamanan. Oleh karena itu, distribusi penduduk harus menjadi perhatian khusus pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, seperti memprioritaskan pembangunan yang dilaksanakan di daerah-daerah yang masih terisolir dan kekurangan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan perekonomian masyarakat setempat. Hal ini sekaligus harus

berkaitan dengan daya dukung lingkungan dan dapat menciptakan lapangan kerja yang luas bagi penduduk setempat.

Gambar 4.4.

Distribusi Penduduk Kabupaten Aceh Tamiang Menurut Kecamatan Tahun 2010

Sumber: BPS Aceh Tamiang Dalam Angka 2010

Persebaran penduduk di Kabupaten Aceh Tamiang terkonsentrasi di Kecamatan Karang Baru yang dihuni oleh 14 persen yaitu jumlah penduduk sebesar 35.978 jiwa dari total penduduk Kabupaten Aceh Tamiang sebesar 251.914 jiwa. Pada tahun 2010. Sedangkan Kecamatan yang paling sedikit penduduknya adalah Kecamatan Sekerak yang hanya dihuni oleh 2 persen atau jumlah penduduk sebanyak 6.029 jiwa.

4.4. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk merupakan ukuran yang mengambarkan rata-rata jumlah penduduk pada setiap satu kilometer persegi luas wilayah. Rata-rata kepadatan penduduk di kabupaten ini mencapai 129 orang per kilometer persegi.

Kecamatan Kota Kuala Simpang merupakan Kecamatan terpadat penduduknya dengan berpenghuni sekitar 4.025 orang per km2, disusul Kecamatan rantau (635 orang per km2). Sebaliknya, wilayah paling jarangpenduduknya adalah Kecamatan sekerak yang hanya didiami oleh 23 orang per km2 , disusul Kecamatan Bandar Pusaka yang dihuti sebanyak 46 orang.

Gambar 4.5.

Kepadatan Penduduk Kabupaten Aceh Tamiang Menurut Kecamatan Tahun 2010 (jiwa/km2)

4.5. Ketenagakerjaan

Di Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2010 persentase penduduk usia kerja sebesar 67,55 persen. Berdasarkan hasil Sakernas tahun 2010 persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja sebesar 67,55 persen.

Berdasarkan Tabel 8.1. persentase penduduk Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2010 yang mencari pekerjaan (pengangguran terbuka) sebesar 7,21 persen atau sekitar 4.335 jiwa.

Dengan demikian terdapat 92,09 persen angkatan kerja yang bekerja atau sekitar 55.786 jiwa.

Jika dibandingkan dengan persentase pengangguran di Provinsi Aceh, pada tahun 2008 angka pengangguran di Kabupaten Aceh Tamiang hanya sebesar 7,21 persen dari total angkatan kerja sedangkan angka pengangguran di Provinsi Aceh mencapai 9,84 persen dari total angkatan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang sudah lebih rendah dibandingkan masyarakat Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Aceh.

Gambar 4.6.

Persentase Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka Tahun 2010

Sumber: BPS Aceh Tamiang Dalam Angka 2010

Jika dibandingkan dengan kabupaten lain, TPAK Aceh Tamiang berada dibawah Kota Sabang (69,87 persen) dan Kabupaten Pidie Jaya (70,25 persen). Sementara itu TPT Aceh Tamiang berada pada peringkat menengah.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tenggara

Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Besar

Kab. Bireuen Kab. Aceh Barat Daya

Kab. Aceh Tamiang Kab. Aceh Jaya

Kab Pidie Jaya Kota Sabang

Kota Lhokseumawe NAD

TPAK

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

TPT

TPAK TPT

4.6. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dalam memacu gerak laju pembangunan. Manusia sebagai subjek pembangunan dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya memegang peranan sangat penting. Seringkali tingkat pendidikan seseorang dijadikan dasar untuk menentukan kedudukan seseorang dalam bidang tugasnya.

Komposisi jumlah penduduk menurut usia sekolah di Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2009 tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, dimana angka partisipasi sekolah semakin menurun seiring dengan naiknya tingkat kelompok umur. Tercatat APS usia 7-12 tahun sebesar 93,95 persen, usia 13-15 tahun 98,24 persen, dan usia 16-18 tahun sebesar 69,53 persen. Lebih memprihatinkan lagi pada penduduk usia 19-24 tahun, hanya 14,93 persen diantara mereka yang masih bersekolah.

Jika dilihat menurut jenis kelamin, terlihat bahwa tingkat partisipasi sekolah penduduk perempuan lebih tinggi daripada laki- laki untuk usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun. Pada kelompok umur 7-12 tahun dan 13-15 tahun, tidak berbeda nyata antara laki-laki dan perempuan. Kenyataan ini menunjukkan bukti bahwa perempuan kian maju dan berusaha mensejajarkan diri dengan mitranya kaum laki-laki.

Gambar 4.7.

Tingkat Partisipasi Sekolah Penduduk Usia Sekolah Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010 (Persen)

Sumber: BPS Aceh Tamiang Dalam Angka 2010

4.7. Sektor Unggulan

Keterlibatan penduduk yang bekerja di suatu lapangan pekerjaan, biasanya dipengaruhi oleh faktor ketrampilan, kondisi alam maupun situasi ekonomi di suatu daerah/negara. Indonesia sampai saat ini masih merupakan Negara Agraris dimana sebahagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian, meskipun dari tahun ke tahun persentasenya semakin berkurang dan diserap oleh sektor-sektor lain seperti perdagangan dan industri. Untuk dapat melihat sejauh mana setiap lapangan usaha menyerap tenaga kerja, maka lapangan usaha dapat dibagi atas

0 20 40 60 80 100 120

Laki-laki Perem puan Total

7-12 13-15 16-18 19-24

1. Pertanian

 Pertanian

 Kehutanan

 Perkebunan

 Perburuan

 Perikanan 2. Industri Pengolahan 3. Perdagangan dan Jasa

 Perdagangan Besar

 Perdagangan Eceran

 Rumah Makan

 Hotel 4. Jasa Kemasyarakatan 5. Lainnya

 Pertambangan dan penggalian

 Listrik, Gas, dan Air

 Bangunan

 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi

 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan

Berdasarkan Gambar 4.8. persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja di Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2010 paling banyak terserap dalam lapangan usaha pertanian mencapai 51 persen. Dilanjutkan dengan perdagangan dan jasa 18 persen.

Gambar 4.8.

Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu menurut Lapangan Usaha

di Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

51%

9%

18%

12%

10%

Pertanian Industri pengolahan Perdagangan dan jasa Jasa kemasyarakatan lainnya

Sumber: BPS Aceh Tamiang Dalam Angka 2010

Dengan banyaknya penduduk usia 15 tahun ke atas yang terserap dalam sektor pertanian, menandakan bahwa potensi ekonomi yang mendukung pendapatan Kabupaten Aceh Tamiangmasih didominasi oleh sektor pertanian yang merupakan

IPM KABUPATEN ACEH TAMIANG

5.1. Komponen Penghitungan IPM 5.1. 1. Angka Harapan Hidup

Komponen angka harapan hidup diharapkan mampu menggambarkan keadaan lama hidup sekaligus hidup sehat dari masyarakat. Angka harapan hidup yang tinggi dianggap mencerminkan kesejahteraan penduduk yang tinggi pula. Hal ini disebabkan karena harapan hidup merupakan resultan dari berbagai faktor lain dari derajat sosial ekonomi penduduk.

Secara empiris terlihat bahwa pada masyarakat yang tingkat ekonominya baik terdapat kecenderungan harapan hidupnya tinggi. Karena pada masyarakat yang demikian, akses dari pelayanan terhadap kesehatan lebih memadai dibanding bila kondisi ekonominya tidak baik.

Hubungan positif juga ditunjukkan oleh tingkat pendidikan dimana semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, berarti semakin tinggi pula kesadaran mereka akan pentingnya hidup sehat, dan pada akhirnya akan memperpanjang usia harapan hidup mereka. Upaya mendidik kaum perempuan terbukti sebagai kunci untuk menghancurkan lingkaran setan kesehatan anak yang buruk, kinerja pendidikan yang rendah, pendapatan yang minim, serta tingkat fertilitas yang tinggi (Todaro, 2001).

penduduk Kabupaten Aceh Tamiang mengalami kenaikan dari 68,91 tahun menjadi 69,02 tahun. Angka 69,02 menunjukkan bahwa seseorang yang lahir pada 2010 mempunyai peluang rata- rata kelangsungan hidupnya selama 69,02 tahun ke depan. Berarti kualitas hidupnya meningkat, sebagai akibat dari hal-hal seperti pemenuhan makanan lebih baik, kesehatan terjaga, dan sebagainya sehingga membuat lama hidupnya bertambah.

Dibandingkan dengan daerah Kabupaten/Kota lainnya, Aceh Tamiang berada di pertengahan karena angka harapan hidup terendah pada tahun 2010 adalah 62,84 tahun untuk Kabupaten Simeulue. Sebaliknya, angka harapan hidup tertinggi adalah penduduk Kabupaten Bireuen yang mencapai 72,28 tahun disusul Kabupaten Aceh Besar (70,52 tahun). Namun demikian, jika dibandingkan dengan angka harapan hidup Provinsi Aceh ternyata harapan hidup penduduk Kabupaten Aceh Tamiang masih lebih tinggi. Angka harapan hidup Provinsi Aceh tercatat 68,50 tahun pada 2010. Gambaran tersebut mengindikasikan bahwa kondisi kesehatan penduduk Kabupaten Aceh Tamiang tidak lebih buruk daripada kondisi penduduk di Provinsi Aceh.

Karena gizi, kesehatan, pendidikan, keterampilan dan

harus dilakukan. Hal ini disebut sebagai pembentukan modal insani, yaitu proses peningkatan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan seluruh penduduk negara (Jhingan, 1983).

Gambar 5.1. Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2009 - 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik

Diyakini bahwa terdapat kaitan yang erat antara angka harapan hidup dan angka kematian bayi. Semakin tinggi angka

56.00 58.00 60.00 62.00 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00

NAD

Aceh Singkil Aceh Tenggara

Aceh Tengah Aceh Besar Bireuen

Aceh Barat Daya Aceh Tamiang Aceh Jaya Pidie Jaya

Kota Sabang Kota Lhokseumawe 2009 2010

Sebaliknya semakin rendah angka kematian bayi maka semakin tinggi usia harapan hidup. Hal ini disebabkan karena angka kematian bayi sangat mencerminkan pola kematian penduduk secara umum. Secara jelas Todaro (2010) menyebutkan bahwa angka fertilitas yang tinggi cenderung merugikan kesehatan ibu dan anak-anaknya yang pada akhirnya memperbesar kematian bayi dan anak.

Gambar 5.2. Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir Tahun 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas 2010

Kematian ibu dan bayi sangat tergantung pada kondisi kesehatan ibu dan bayi. Kesehatan ibu dan bayi terutama saat melahirkan akan lebih terjaga jika ditolong oleh tenaga profesional

NAD; Bidan;

70%

Atam Bidan; 86%

Atam;

Dukun bersalin; 9%

Atam;

Dokter; 5%

NAD; Dukun bersalin; 19%

NAD;

Dokter; 9%

NAD; Lainnya;

2%

sangat membantu masyarakat, namun pengetahuan dan keterampilan dukun harus ditingkatkan. Keberadaan dukun bayi masih diandalkan masyarakat mengingat keterbatasan tenaga medis terutama bagi daerah-daerah terpencil. Seperti di daerah lainnya, penolong kelahiran di Aceh Tamiang (tahun 2010) mayoritas dilakukan oleh bidan (86 persen). Angka tersebut jauh lebih tinggi daripada rata-rata angka provinsi yang baru mencapai 70 persen. Hal ini menunjukkan pembenahan fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang sudah mulai menampakkan hasilnya baik tenaga kesehatan maupun sarananya.

5.1.2. Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Bersekolah

Kedua indikator ini diharapkan mampu mencerminkan tingkat pengetahuan dan keterampilan penduduk. Angka melek huruf untuk keperluan ini adalah angka melek huruf penduduk 15 tahun keatas sehingga diharapkan tidak terjadi bias oleh penduduk usia anak-anak. Kemampuan baca tulis dan menyerap informasi sangat penting, karena literasi merupakan komponen dasar pengembangan manusia (Todaro, 1997).

Rata-rata lama bersekolah mencerminkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan atau sedang dijalani oleh penduduk usia 25 tahun keatas. Pada usia ini dianggap penduduk

bias akibat penduduk muda.

Kemampuan baca tulis penduduk di Provinsi Aceh secara umum sudah baik, yaitu mencapai 96,2 persen. Sedangkan 3,8 persen penduduk Provinsi Aceh masih buta huruf dan kemungkinan besar adalah penduduk usia lanjut atau penduduk yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Sementara itu angka melek penduduk Kabupaten Aceh Tamiang sebesar 94,20 persen, lebih rendah daripada angka provinsi (96,20 persen. Ini menunjukkan bahwa komponen kualitas sumberdaya manusia khususnya dilihat dari angka melek huruf di Kabupaten Aceh Tamiang masih harus ditingkatkan.

Demikian pula halnya dengan rata-rata lama bersekolah, salah satu komponen pembangunan manusia bidang pendidikan ini masih dibawah angka Provinsi Aceh. Pada tahun 2009 – 2010 penduduk Kabupaten Aceh Tamiang menghabiskan waktunya untuk bersekolah sekitar 8 tahun. Sementara rata-rata lama sekolah Provinsi Aceh mencapai 8,5 tahun pada 2009 – 2010.

Sedangkan rata-rata lama sekolah nasional berturut-turut 7,4 tahun dan 7,47 tahun. Waktu 8 tahun bersekolah berarti rata-rata penduduk belum menamatkan pendidikan 9 tahun atau tamat SLTP, jadi mereka hanya sempat menamatkan setara kelas 2 SLTP.

penghitungan angka IPM juga perlu diperhatikan indikator- indikator pendukung lainnya yang juga secara langsung ataupun tidak langsung turut berpengaruh dalam pembentukan angka indeks dari komponen langsung IPM, karena dari indikator- indikator itu dapat pula terbaca gambaran sisi lain keadaan sosial dari aktivitas masyarakat suatu wilayah.

Gambar 5.3.

Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2009-2010

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian anak didik. Dalam periode tinggal

80.00 82.00 84.00 86.00 88.00 90.00 92.00 94.00 96.00 98.00 100.00

NAD

Aceh Singkil Aceh Tenggara Aceh Tengah Aceh Besar Aceh Barat Daya Bireuen Aceh Tamiang Aceh Jaya Pidie Jaya Kota Sabang Kota Lhokseumawe

2009 2010

Pengertian pendidikan dalam jangka panjang ini dapat dipahami sebagai suatu proses pendidikan yang mempunyai kaitan erat dengan ketenagakerjaan khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya.

Dipandang dari sudut waktu, pendidikan mempunyai jangkauan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

Perbedaan pandangan dari dimensi waktu itu akan mempengaruhi atau mengubah skala atau dimensi ruang dari pendidikan. Dari dimensi ruang, pendidikan dipandang sebagai suatu sistem yaitu sistem pendidikan. Perubahan dimensi ruang ini akan menggeser inti permasalahan pendidikan yang dihadapi. Pergeseran inti permasalahan itu pada gilirannya akan mempengaruhi usaha pemecahan permasalahannya.

Pendidikan dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun atau dari hari ke hari), mencakup bagaimana permasalahan memperlancar proses belajar dan mengajar di dalam kelas.

Pendidikan dalam jangka panjang (lebih dari dua puluh lima tahun), merupakan gejala kebudayaan dan permasalahannya terpusat pada bagaimana mentransformasikan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan dalam jangka menegah (sekitar lima atau sepuluh tahun), merupakan gejala ekonomi yaitu bagaimana menyiapkan lulusan atau putus

atau putus sekolah ini merupakan input kepada subsistem ketenagakerjaan. Di dalam subsistem ketenagakerjaan ini lulusan dikenal sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja ini merupakan input yang diproses dalam lapangan kerja. Output dari proses yang berlangsung dalam lapangan kerja ini berupa produktivitas tenaga kerja. Dengan perkataan lain, permasalahan yang dihadapi dalam subsistem ketenagakerjaan tersebut adalah bagaimana meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Dengan kata lain, proses pendidikan apabila dilihat pada satu titik waktu mencakup tiga proses yang berjalan secara bersamaan yaitu berkaitan dengan proses belajar mengajar dalam lembaga pendidikan, berkaitan dengan penyiapan tenaga kerja, serta berkaitan dengan penerusan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam suatu sistem pembangunan nasional, peningkatan mutu sumberdaya manusia dapat dilihat sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui suatu proses yang berlangsung di dalam subsistem pendidikan, subsistem ketenagakerjaan, dan subsistem ekonomi.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2010 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 menegaskan bahwa (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu, (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik,

pendidikan khusus, (3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, (4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus, (5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Gambar 5.4.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kabupaten Aceh Tamiang dan Provinsi Aceh

Tahun 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas 2010

Dari ketentuan di atas maka setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan bahkan bagi masyarakat terpencil dan terbelakang sekalipun. Jadi dengan diwajibkannya pendidikan

0 20 40 60 80 100 120

Aceh Tamiang Prop. Aceh 7-12 13-15 16-18 19-24

sarana pendidikan. Namun, jika dilihat dalam angka partisipasi sekolah kasar seperti pada Tabel 4.7. terlihat bahwa partisipasi sekolah penduduk belum mencapai 100 persen, apalagi untuk mereka yang berusia 16-18 tahun.

Secara umum APS Provinsi Aceh dan juga Kabupaten Aceh Tamiang tidak jauh berbeda pada tahun 2010. Namun terlihat ada kesenjangan pada kelompok usia 16-18 tahun (masa SLTA) dan kelompok usia 19-24 tahun (sekolah tinggi), walaupun pada kelompok usia pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SLTP), APS di Aceh Tamiang cenderung lebih tinggi.

Keadaan ini cukup memberikan informasi bagi kita, bahwa bekal pendidikan bagi generasi muda di daerah ini masih kurang maksimal, karena pendidikan dasar sebagai modal hidup kurang memadai. Hal ini dapat dikarenakan oleh rendahnya minat orangtua atau anak dalam melanjutkan pendidikan, karena keterbatasan ekonomi keluarga, atau mungkin karena sarana dan prasarana pendidikan yang sangat terbatas. Oleh sebab itu, dengan mengamati angka-angka tersebut, hendaknya pembangunan pendidikan harus lebih diperhatikan. Karena dari hal itu berarti ada hal yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan pada program pendidikan anak yang dapat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia daerah di masa mendatang.

pendidikan penduduk adalah tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Jika dilihat dari proporsi mereka yang tidak atau belum pernah sekolah, semakin kecil proporsinya berarti semakin baik, sebaliknya bila proporsinya semakin besar berarti proses pencerdasan bangsa tidak mencapai sasaran. Disisi lain, jika proporsi yang menamatkan pendidikan tinggi semakin besar maka kualitas sumberdaya manusianya semakin baik.

Gambar 5.5.

Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Kabupaten Aceh Tamiang (L, P, L+P) dan

Provinsi Aceh (L+P) Tahun 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas 2010

Dua puluh persen lebih penduduk usia 10 tahun keatas di Kabupaten Aceh Tamiang belum atau tidak tamat sekolah dasar.

Angka ini sedikit lebih besar dari proporsi angka provinsi secara

0 5 10 15 20 25 30 35

L P L+P L+P (Aceh)

Tidak Tamat SD SD SLTP SLTA D1-S3

yang menamatkan sekolah dasar sama dengan angka propinsi secara umum, sedangkan proporsi penduduk yang menamatkan SLTP lebih besar di Kabupaten ini. Sebaliknya, untuk yang menamatkan pendidikan SLTA dan pendidikan tinggi, angkanya lebih rendah. Sehingga dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan di Kabupaten Aceh Tamiang lebih rendah dari kualitas pendidikan provinsi umumnya dan ini berakibat pada kualitas sumberdaya manusianya.

Gambar 5.6.

Penduduk Usia 25 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Kabupaten Aceh Tamiang (L, P, L+P) dan

Provinsi Aceh (L+P) Tahun 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas 2010

0% 20% 40% 60% 80% 100%

L P L+P L+P (NAD)

Tdk punya ijazah SD SD

Madrasah Ibtidaiyah SMP Umum/Kejuruan Madrasah Tsanaw iyah SMA

Madrasah Aliyah SMK

Program D.I/D.II Program D.III/Sarmud

Program D.IV/S1 S2/S3

dari persentase penduduk usia 25 tahun keatas menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Batasan umur 25 tahun diasumsikan bahwa seseorang sudah menyelesaikan pendidikan mulai tingkat dasar sampai universitas pada umur 25 tahun. Dari Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar penduduk Aceh Tamiang tahun 2010 usia 25 tahun ke atas adalah mereka yang hanya menamatkan pendidikan tingkat sekolah menengah pertama ke bawah, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Bahkan laki- laki yang tidak mengantongi ijazah dengan kata lain tidak pernah tamat dalam mengenyam pendidikan formal di sekolah adalah 17,44 persen dan perempuan 20,68 persen. Sedangkan tamatan SD sederajat sebanyak 27,75 persen untuk laki-laki dan 35,43 persen untuk perempuan.

Secara keseluruhan baik laki-laki maupun perempuan, tahun 2010 penduduk Aceh Tamiang umur 25 tahun keatas dengan tingkat pendidikan SLTP ke bawah sebanyak 74,85 persen, sisanya adalah penduduk dengan tingkat pendidikan tamatan SLTA ke atas. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Provinsi Aceh yang mencatat angka 67,28 persen penduduk dengan tingkat pendidikan SLTP kebawah.

Dalam dokumen IPM Kabupaten Aceh Tamiang 2011 (Halaman 33-37)

Dokumen terkait