• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1. Pengertian

Definisi KDRT menurut UU PDKRT (dalam Hardani, Wilaela, Bakhtiar, & Hertina, 2010) adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran atau perampasan kemerdekaan secara hukum dalam lingkup rumah tangga. KDRT adalah kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga. Kekerasan ini bukan hal yang biasa terjadi semacam ketegangan atau konflik sehari-hari seperti beda pendapat, perdebatan, pertengkaran, saling mengejek atau memaki sesaat. KDRT lebih buruk lagi.

2. Bentuk

Menurut Hardani dkk. (2010), KDRT dapat berbentuk mulai dari korban diremehkan, tidak dihargai, dihina, diejek, ditelantarkan secara emosional dan ekonomi, sampai ditampar, ditendang, dipukul, bahkan dibunuh. UU PKDRT (dalam Hardani dkk., 2010) membagi KDRT menjadi dua bentuk yaitu fisik dan non fisik (psikis) yang kemudian dapat

diderivasikan ke dalam empat ranah berdasarkan perspektif kekuasaan dan kontrol pelaku.

a. Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7). Kekerasan psikis dilakukan pelaku dengan cara seperti mencaci, mengejek, memaki, menghina, yang menyebabkan korban terluka secara psikologis sehingga menjadi stres, stres pasca trauma, pelaku sengaja membuat korban takut dan cemas, depresi, atau pelaku tidak memiliki belas kasih (Hardani dkk., 2010).

b. Penelantaran rumah tangga, yaitu disebutkan pada ayat 1 yang berbunyi menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut, dan ayat 2 yang berbunyi penelantaran pada ayat 1 juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9). Menurut Hardani dkk. (2010), penelantaran rumah tangga juga dapat disebut sebagai kekerasan ekonomi. Kekerasan ekonomi adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian secara ekonomi dan terlantarnya anggota keluarga dan/atau menciptakan ketergantungan ekonomi. Misalnya pelaku melarang untuk bekerja baik di dalam maupun di luar rumah, tidak memberi gaji dan/atau nafkah, sering memotong nafkah apabila korban melakukan kesalahan, korban tidak memiliki akses dan kontrol terhadap ekonomi keluarga dan juga uang miliknya sendiri, dan pelaku bersikap pelit pada korban (Hardani dkk., 2010).

c. Kekerasan seksual, yaitu disebutkan pada butir a yang berbunyi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang-orang yang menetap dalam lingkup sebuah rumah tangga, dan butir b yang

berbunyi pemaksaan hubungan seksual terhadap seseorang oleh salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu (Pasal 8). Contoh kekerasan seksual yang dapat dilakukan pelaku pada korban adalah pencabulan, pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seksual, pemerkosaan, dan lain sebagainya (Hardani dkk., 2010).

d. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). Menurut Hardani dkk. (2010) Kekerasan fisik dapat berbentuk korban jatuh sakit, cedera, luka, cacat, gugur kandungan, pingsan, dan/atau kematian, dan dapat berupa cubitan, tendangan, tamparan, pukulan, dan pembunuhan. Menurut Khairani (2021), kekerasan fisik dalam rumah tangga yang kerap dialami oleh kaum perempuan terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Kekerasan fisik berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang, memukul, menyundut, melakukan percobaan pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan: cedera tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari, pingsan, luka berat pada tubuh korban dan/atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati, dan kehilangan salah satu pancaindra, mendapat cacat dan menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih, gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan dan kematian korban.

2) Kekerasan fisik ringan, berupa menampar, menarik rambut dengan kasar, mendorong dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan cedera ringan dan rasa sakit dan luka fisik yang tidak termasuk dalam kategori berat.

Kekerasan dalam rumah tangga sampai saat ini masih dianggap sebuah dinamika yang tabu sehingga banyak perempuan cenderung enggan melaporkan kekerasan yang ia alami karena menganggapnya sebagai sebuah aib. Dengan demikian, mengetahui bahwa segala bentuk KDRT banyak ditemukan lewat kebiasaan yang kurang baik dan bijak, perlu

adanya kesadaran untuk meningkatkan kembali pengontrolan diri dari masing-masing yang terlibat serta kepekaan dan konsep diri yang kuat untuk menentang kekerasan baik secara fisik, psikis, maupun seksual.

3. Faktor Penyebab

Menurut Santoso (2019), sedikitnya terdapat dua faktor utama penyebab KDRT dapat terjadi. Kedua faktor tersebut di antaranya adalah:

a. Faktor Internal, yakni merupakan akibat dari melemahnya kemampuan adaptasi dari masing-masing anggota keluarga terhadap sesama. Hal ini akan mengarah kepada tindakan yang cenderung diskriminatif dan eksploitatif akan anggota keluarga yang lemah.

b. Faktor eksternal, yakni sebagai akibat dari intervensi lingkungan di luar keluarga yang baik langsung maupun tidak akan mempengaruhi sikap anggota keluarga yang akhirnya diwujudkan dalam sikap eksploitatif akan anggota keluarga lain, meliputi wanita dan anak.

Selain itu, Rochmat Wahab (dalam Santoso, 2019) berkesimpulan bahwa KDRT ternyata tidak hanya sekedar masalah ketimpangan gender.

Melainkan kurangnya komunikasi, kurangnya keharmonisan, alasan ekonomi, kurangnya kemampuan dalam mengendalikan emosi, mencari solusi dalam setiap masalah rumah tangga, hingga mabuk karena minuman keras dan narkoba. Beberapa kasus terkait dengan KDRT mengungkapkan bahwa terkadang suami melakukan kekerasan terhadap pasangannya karena merasa frustrasi tidak dapat melakukan sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya. Biasanya hal ini berkaitan dengan tidak siapnya para pasangan muda yang belum siap kawin atau menikah dalam usia yang masih ranum.

Suami belum siap dari segi finansial karena belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi baik kebutuhan dan keterbatasan kebebasan karena masih menumpang pada orang tua maupun mertua.

Beberapa kondisi tersebut membuat lelaki kerap mencari pelampiasan ke arah hal yang tidak baik seperti mabuk, judi, narkoba, seks, dan pelampiasan akan istri dalam berbagai bentuk.

Menurut Hardani dkk. (2010), hasil dari penelitian yaitu identifikasi akar masalah kekerasan dalam rumah tangga di Riau, terdapat analisis terhadap faktor-faktor penyebab kasus kekerasan seksual, fisik, psikologis dan ekonomi terhadap informan yang menunjukkan adanya enam faktor penyebab kekerasan, di antaranya sebagai berikut:

a. Kondisi kepribadian dan psikologis suami-istri yang tidak stabil, menurut Hardani dkk. (2010), kondisi kepribadian dan psikologis suami-istri yang tidak stabil dapat mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Dalam penelitian identifikasi akar masalah kekerasan dalam rumah tangga di Riau, ditemukan bahwa suami maupun istri yang melakukan kekerasan fisik, emosional dan ekonomi kepada salah satu pasangannya dalam rumah tangga disebabkan karena faktor internal seperti karakter yang emosional, keras kepala, pencemburu dan tersinggung. Jenis-jenis kekerasan yang dilakukan suami maupun istri terhadap salah satu pasangannya dalam rumah tangga akibat dari kondisi kepribadian dan psikologis tidak stabil adalah kekerasan fisik, emosional dan ekonomi.

b. Kemandirian ekonomi istri, menurut Moors (dalam Hardani dkk., 2010) kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga (biasa disingkat KDRT) bisa disebabkan oleh ketergantungan ekonomi istri kepada suaminya, karena mungkin istri akan direndahkan oleh suami. Gelles (dalam Hardani dkk., 2010) juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan seorang suami melakukan kekerasan terhadap istrinya adalah tidak mandirinya sang istri secara ekonomi. Kemudian Sharma (dalam Hardani dkk., 2010) berteori bahwa kemandirian ekonomi yang dimiliki oleh seorang perempuan akan meningkatkan harga dirinya dan menyebabkannya memiliki posisi tawar yang tinggi dalam hubungan dengan suaminya. Hal ini juga sejalan dengan pandangan feminisme liberal, bahwa apabila perempuan diberi peran publik (bekerja di luar rumah, sosial, ekonomi, politik) maka tidak ada lagi jenis kelamin yang lebih dominan, karena sumber tidak adil

terhadap perempuan menurut perspektif ini adalah pemisahan privat dan publik.

c. Perselingkuhan, Hardani dkk. (2010) mengatakan bahwa perselingkuhan suami dengan perempuan lain menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Perselingkuhan adalah kekerasan suami yang mungkin terjadi secara tiba-tiba, tanpa diketahui oleh istri. Berdasarkan penelitian identifikasi akar masalah kekerasan dalam rumah tangga di Riau, beberapa informan memang mendapati suaminya berselingkuh sebagai protes terhadap istrinya dan setelah ada masalah yang mengganggu hubungan antara suami istri.

Perselingkuhan dapat menyebabkan istri mengalami kekerasan seksual, fisik, psikologis dan ekonomi dalam rumah tangganya.

d. Masalah anak, Hardani dkk. (2010) menyatakan dalam penelitian identifikasi akar masalah kekerasan dalam rumah tangga di Riau, ditemukan bahwa masalah anak merupakan faktor lain yang menyebabkan timbulnya kekerasan domestik. Jenis-jenis kekerasan yang dilakukan suami maupun istri terhadap salah satu pasangannya dalam perkawinan akibat masalah anak adalah kekerasan fisik dan emosional.

e. Cemburu, salah satu terjadinya kekerasan suami terhadap istri adalah faktor cemburu (Hardani dkk., 2010).

f. Campur tangan orang ketiga, menurut Hardani dkk. (2010), campur tangan anggota keluarga dari pihak istri terutama ibu mertua, dalam penelitian identifikasi akar masalah kekerasan dalam rumah tangga di Riau, merupakan salah satu penyebab timbulnya kekerasan antara suami-istri. Ibu mertua yang suka menjelek-jelekkan menantunya dapat menyebabkan pemicu konflik dalam rumah tangga. Bentuk-bentuk kekerasan yang timbul akibat campur tangan pihak keluarga antara lain kekerasan fisik dan psikologis.

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) memiliki beberapa faktor penyebab utama yang perlu dipahami. Dua faktor utama adalah faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal terkait dengan melemahnya kemampuan adaptasi anggota keluarga terhadap sesama, yang dapat memicu tindakan diskriminatif dan eksploitatif terhadap anggota keluarga yang dianggap lemah. Di sisi lain, faktor eksternal dipengaruhi oleh intervensi lingkungan di luar keluarga yang pada gilirannya mempengaruhi sikap anggota keluarga, termasuk wanita dan anak-anak. Masalah KDRT tidak hanya berkaitan dengan ketimpangan gender, melainkan juga berkaitan dengan kurangnya komunikasi, kurangnya keharmonisan, masalah ekonomi, kurangnya kemampuan mengendalikan emosi, dan upaya mencari solusi dalam konflik rumah tangga. Beberapa kasus juga mengungkapkan bahwa tidak mampu secara finansial dan tekanan sosial, seperti mabuk dan narkoba, dapat mendorong suami melakukan kekerasan terhadap pasangannya, terutama ketika mereka belum siap secara ekonomi dan emosional untuk pernikahan. Beberapa faktor lain yang dapat memicu terjadinya KDRT sering kali di sangkut pautkan dengan kondisi kepribadian dan psikologis yang tidak stabil baik dari pihak suami maupun istri, ketergantungan ekonomi istri karena istri mungkin direndahkan oleh suaminya, perselingkuhan suami dengan perempuan lain, masalah anak, faktor cemburu, hingga campur tangan orang ketiga, seperti ibu mertua, juga dapat menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, mencakup kekerasan fisik dan emosional. Keseluruhan faktor-faktor tersebut tentunya tetap tidak membenarkan adanya kekerasan dalam segala bentuk dan menekankan perlunya upaya untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi kasus KDRT sehingga tidak timbul permasalahan baru di kemudian hari.

C. Wanita Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Dokumen terkait