• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agregat tanah merupakan karakteristik tanah yang sensitif terhadap perubahan akibat pengolahan tanah. Menurut Fadila et al. (2022), agregat tanah merupakan satu kesatuan dari partikel-partikel tanah yang saling terikat satu sama lainnya dan melekat lebih kuat dibandingkan dengan

partikel tanah lain di sekitarnya. Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang awalnya berada pada keadaan terdispersi kemudian bergabung membentuk agregat, sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah berada dalam keadaan masif kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil.

Hasil analisis indeks agregat tanah dengan sampel tanah alfisol KHDTK Gunung Bromo adalah indeks agregat yang tidak mantap. Hal tersebut diperoleh berdasarkan hasil perhitungan indeks kemantapan 48,875gr dan indeks ketidakmantapan sebesar 2,046 gr.

Menurut Pujawan et al. (2016), kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman, menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Pada tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur dan hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat. Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.

Perbaikan agregat tanah sebaiknya dilakukan dengan penambahan bahan organik. Menurut Widodo dan Kusuma (2018), pemberian bahan organik yang berupa kompos akan meningkatkan indeks stabilitas agregat karena adanya koloidal bahan organik yang berfungsi sebagai perekat partikel tanah. Bahan organik mengandung mikroba yang nantinya lendir mikroba tersebut akan melekatkan partikel tanah. Lendir mikroba digunakan untuk proses agregasi dengan mengikat partikel-partikel tanah sehingga akan membentuk agregat tanah, lendir ini akan digunakan untuk memantapkan agregat tanah.

36

V. KOMPREHENSIF

Sampel tanah yang digunakan dalam praktikum fisika tanah 2023 diambil dari empat tempat yang berbeda. Sampel tanah diambil di BPP Colomadu, Laboratorium Peternakan Jatikuwung, OISCA Karangpandan dan KHDTK Gunung Bromo. Semua sampel tanah tersebut memiliki klasifikasi jenis yang berbeda-beda sehingga memiliki sifat fisika tanah yang berbeda beda pula. Sampel tanah dari BPP Colomadu berjenis Entisol, sampel tanah Jatikuwung berjenis Vertisol, sampel tanah OISCA Karangpandan berjenis Inceptisol dan sampel tanah KHDTK Gunung Lawu berjenis Alfisol.

Analisis sifat fisika tanah yang pertama adalah analisis infiltrasi tanah analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui kecepatan atau laju maksimum air masuk ke dalam tanah. Pengamatan dan analisis dilakukan langsung di lapangan dengan dilakukan 5 kali ulangan lalu dicari rata-rata percepatan penyerapan air.

Infiltrasi tertinggi didapatkan di tanah Inceptisol Karangpandan dengan percepatan sebesar 1,49cm/menit, sedangkan infiltrasi terendah adalah tanah Vertisol Jatikuwung dengan laju infiltrasi 0,12 cm/menit. Laju infiltrasi tanah Alfisol KHDTK dan Entisol colomadu masing-masing adalah 0,15 cm/menit dan 0,38 cm/menit.

Analisis selanjutnya adalah permeabilitas tanah yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan tanah dalam melewatkan air. Analisis permeabilitas dilakukan di laboratorium dengan bantuan alat permiameter dan sampel tanah tidak terusik dalam ring. Hasil analisis permeabilitas menunjukkan permeabilitas tertinggi didapatkan oleh tanah Entisol Colomadu dengan 112,23 ml/jam dan permeabilitas terendah didapatkan oleh tanah Inceptisol Karangpandan dengan 0,803 ml/jam. Hasil analisis permeabilitas tanah pada tanah Alfisol KHDTK dan Vertisol Jatikuwung masing-masing 12,66 ml/jam dan 3,053 ml/jam.

Analisis selanjutnya adalah analisis kadar lengas tanah yang bertujuan untuk menentukan kadar air yang terdapat dalam tanah. Analisis kadar lengas mencakup tiga jenis analisis, yaitu kadar lengas tanah kering angin, lengas tanah maksimum dan kapasitas lapang. Kadar lengas tanah kering angin tanah Entisol sebesar 6,46%;

tanah Vertisol 10,69%; tanah Inceptisol 6,31% dan tanah Alfisol sebesar 7,15 %.

Berdasarkan data tersebut didapatkan kesimpulan kadar lengas kering angin tertinggi didapatkan oleh tanah Vertisol dan terendah didapatkan oleh tanah Inceptisol. Lengas tanah maksimum tertinggi ke terendah berturut turut adalah tanah Alfisol sebesar 75,4%; tanah Entisol 70,07%; tanah Vertisol sebesar 59,58%

dan Inceptisol sebesar 47,44%. Terakhir adalah kapasitas lapang, kapasitas lapang tertinggi didapatkan oleh tanah Vertisol dengan 59,315% dan terendah Alfisol dengan 1,49%. Hasil kapasitas lapang tanah Entisol dan Inceptisol masing-masing sebesar 58,1% dan 49,45%.

Analisis selanjutnya adalah analisis Atterberg yang terdiri atas 5 analisis, yaiitu batas lekat, batas cair, batas gulung, indeks plastisitas dan batas berubah warna. Batas lekat masing-masing sampel tanah adalah Entisol Colomadu sebesar 36,53%; Vertisol Jatikuwung 55,47%; Inceptisol Karangpandan 8,653% dan Alfisol KHDTK sebesar 84,87% yang merupakan batas lekat tertinggi di antara yang lain. Batas cair rata-rata Entisol, Vertisol, Inceptisol dan Alfisol berturut-turut adalah 2,2% (terendah); 2,732%; 3,338% (tertinggi) dan 3,227%. Hasil analisis batas gulung tanah Entisol, Vertisol, Inceptisol dan Alfisol berturut-turut sebesar 30,71%; 41,34%; 39,48%; 37,30%.

Analisis indeks plastisitas dilakukan pada dua ulangan ketukan, yaitu pada ketukan 40 dan 25. Indeks plastisitas tanah Entisol ketukan 40 sebesar 5,86 (rendah) dan ketukan 25 sebesar 6,16 (rendah). Indeks plastisitas tanah Vertisol ketukan 40 sebesar 9,46 (sedang) dan ketukan 25 juga sama 9,46. Indeks plastisitas Inceptisol ketukan 40 sebesar 13,3 (sedang) dan ketukan 25 sebesar 23,83 (tinggi). Indeks plastisitas Alfisol pada ketukan 40 sebesar 15,79 (sedang) dan ketukan 25 sebesar 15,40 (sedang). Analisis atterberg terakhir adalah batas berubah warna atau lebih mudah disebut dengan BBW. Batas berubah warna pada Tanah Entisol, Vertisol, Inceptisol dan Alfisol berturut-turut menghasilkan BBW senilai 6,4%; 15,74%;

17,419% dan 14,39%.

Analisis selanjutnya adalah analisis tekstur tanah, tekstur tanah merupakan perbandingan tiga fraksi clay, debu dan pasir yang mengisi partikel tanah. Tanah Entisol memiliki tekstur clay dengan perbandingan tiga fraksi (clay : debu : pasir)

sebesar 62,08% : 17,67% : 20,24%. Tanah Vertisol Jatikuwung masuk ke dalam klasifikasi tekstur lempung berpasir, hal tersebut didapat berdasarkan perbandingan tiga fraksi (clay : debu : pasir) sebesar 11,73% : 31,44% : 56,83%. Tanah Inceptisol Karangpandan masuk ke dalam klas tekstur liat atau clay dengan perbandingan tiga fraks (clay : debu : pasir) 56,04% : 33,44% : 10,52%. Terakhir tanah Alfisol KHDTK masuk ke dalam klas tekstur lempung berliat dengan perbandingan tiga fraksi (clay : debu : pasir) sebesar 20,88% : 15,78% : 63,34%.

Analisis selanjutnya adalah struktur tanah, analisis struktur terdiri atas bobot volume (BV), bobot jenis (BJ) dan porositas tanah. Tanah Entisol memiliki bobot volume sebesar 1,336 gr/cm3 dengan bobot jenis sebesar 2,104 gr/cm3 dan porositas tanah sebesar 20,6%. Tanah Vertisol memiliki bobot volume sebesar 1,179 gr/cm3 dengan bobot jenis 1,514 gr/cm3 dan porositas sebesar 22,12%. Tanah Inceptisol memiliki bobot volume sebesar 1,35 gr/cm3 dengan bobot jenis 2,3 gr/cm3 dan porositas sebesar 41,3%. Terakhir, tanah alfisol memiliki bobot volume sebesar 1,42 gr/cm3 dengan bobot jenis 1,69 gr/cm3 dan porositas sebesar 16%.

Analisis terakhir adalah analisis kemantapan agregat suatu tanah, kemantapan agregat akan mempengaruhi kekuatan tanah dalam menahan tingkat erosi. Analisis ini menggunakan data timbangan dari hasil pengayakan kering dan basah. Agregat tanah Entisol termasuk kurang mantap dengan besar ketidakmantapan agregat sebesar 1,215 dan kemantapan agregat 3,447%. Tanah Vertisol memiliki agregat yang termasuk sangat mntap, hal tersebut didapatkan berdasarkan nilai ketidakmantapan sebesar 0,299 dan kemantapan sebesar 334,4%.

Tanah Inceptisol memiliki agregat yang termasuk tidak mantap dengan nilai ketidakmantapan 0,98 dan indeks kemantapan 1,020%. Terakhir, tanah Alfisol memiliki agregat tanah yang tergolong kurang mantap, hal tersebut didapatkan berdasarkan nilai ketidakmantapan sebesar 1,871 dan indeks kemantapan sebesar 53,447%.

39

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan Praktikum Fisika Tanah yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sampel tanah praktikum Fisika Tanah diambil dari 4 tempat berbeda dengan jenis yang berbeda. Sampel tanah pertama adalah Entisol Colomadu, Vertisol Jatikuwung, Inceptisol Karangpandan dan Alfisol KHDTK.

2. Laju Infiltrasi tanah Alfisol KHDTK sebesar 0,15 cm/menit dan termasuk lambat. Laju infiltrasi tertinggi adalah Inceptiosol dan terendah vertisol.

3. Permeabilitas tanah Alfisol KHDTK sebesar 12,66 ml/jam, permeabilitas tertinggi adalah Entisol Colomadu dan terendah Inceptisol Karangpandan.

4. Kadar lengas kering angin Alfisol sebesar 7,15 %, kadar lengas maksimum Alfisol sebesar 75,4% dan kapasitas lapang Alfisol sebesar 1,49%.

5. Tanah Alfisol KHDTK masuk ke dalam klas tekstur lempung berliat dengan perbandingan tiga fraksi (clay : debu : pasir) sebesar 20,88% : 15,78% : 63,34%.

6. Batas lekat tanah Alfisol KHDTK sebesar 84,87% yang merupakan batas lekat tertinggi di antara yang lain. Batas Gulung tanah Alfisol sebesar 3,227%. Batas Gulung tanah Alfisol sebesar 37,30%. Indeks plastisitas Alfisol pada ketukan 40 sebesar 15,79 (sedang) dan ketukan 25 sebesar 15,40 (sedang). Batas berubah warna tanah Alfisol 14,39%.

7. Tanah Alfisol memiliki bobot volume sebesar 1,42 gr/cm3 dengan bobot jenis 1,69 gr/cm3 dan porositas sebesar 16%.

8. Tanah Alfisol memiliki agregat tanah yang tergolong kurang mantap, hal tersebut didapatkan berdasarkan nilai ketidakmantapan sebesar 1,871 dan indeks kemantapan sebesar 53,447%.

Dokumen terkait