Disusun oleh :
Nama : Rhafles Anugrah Avhisa Pati
NIM : H0222105
Kelompok : 21
Coass : Melika Firdauzi
LABORATORIUM FISIKA DAN KONSERVASI TANAH PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2023
ii dosen mata kuliah Fisika Tanah pada:
Hari :
Tanggal :
Disusun oleh :
Nama : Rhafles Anugrah Avhisa Pati
NIM : H0222105
Kelompok : 21
Program Studi : Ilmu Tanah
Mengetahui,
Dosen Koordinator Praktikum Fisika Tanah
Dwi Priyo Ariyanto, S.P., M.Sc., Ph.D.
NIP. 197901152005011001
Co Assisten Fisika Tanah
Melika Firdauzi NIM. H0221075
iii
Praktikum Fisika Tanah ini dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat nilai mata kuliah Fisika Tanah sekaligus diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang Fisika Tanah. Sebelum laporan ini disusun, penulis telah melakukan praktikum secara offline dengan baik dan lancar.
Dalam penyusunan laporan ini penulis dibantu oleh beberapa pihak yang telah membimbing dan memberi masukan guna terselesaikannya laporan ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimaksih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Dekan Fakultas Pertanian UNS Surakarta, Bapak Prof. Dr. Samanhudi, S.P., M.Si., yang telah membantu dalam pengadaan praktikum ini.
3. Dosen pengampu mata kuliah Fisika Tanah Ir. Jaka Suyana, M.Si. yang telah membimbing penulis.
4. Orang tua penulis yang telah memberikan semangat dan doa.
5. Tim Co-Asisten Fisika Tanah yang telah membimbing dan membantu dalam penyusunan laporan ini.
6. Teman-teman dan pihak lain yang telah mendukung penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan praktikum dan laporan praktikum Fisika Tanah ini tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan laporan ini. Akhir kata penulis mengharapkan laporan ini berguna bagi pembaca pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya.
Surakarta, Desember 2023
Penulis
iv
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Praktikum ... 2
II. METODE PRAKTIKUM ... 3
A. Waktu dan Tempat Praktikum ... 3
B. Bahan ... 3
C. Alat ... 4
D. Cara Kerja ... 8
III. HASIL PENGAMATAN ... 19
A. Sifat Fisik Tanah ... 19
B. Permeabilitas Tanah ... 19
C. Analisis Lengas Tanah... 20
1. Lengas Tanah Kering Angin ... 20
2. Lengas Tanah Maksimum ... 20
3. Kapasitas Lapang ... 21
D. Analisis Atterberg ... 21
1. Batas Lekat ... 21
2. Batas Cair ... 21
3. Batas Gulung ... 22
4. Indeks Plastisitas ... 22
5. Batas Berubah Warna ... 23
E. Analisis Tekstur Tanah ... 23
F. Analisis Struktur Tanah ... 24
1. Bobot Volume ... 24
2. Bobot Jenis ... 24
3. Porositas ... 25
G. Kemantapan Agregat ... 25
1. Ayakan Kering ... 25
2. Ayakan Basah ... 26
IV. PEMBAHASAN ... 28
A. Sifat Fisika Tanah ... 28
B. Permeabilitas Tanah ... 29
C. Analisis Lengas Tanah... 29
D. Analisis Atterberg ... 32
E. Analisis Tekstur Tanah ... 32
F. Analisis Struktur Tanah ... 33
G. Kemantapan Agregat ... 34
V. KOMPREHENSIF ... 36
VI. PENUTUP ... 39
v
vi
Tabel 3.3.2 Lengas Tanah Maksimum ... 20
Tabel 3.3.3 Kapasitas Lapang ... 21
Tabel 3.4.1 Batas Lekat ... 21
Tabel 3.4.2 Batas Cair ... 21
Tabel 3.4.3 Batas Gulung ... 22
Tabel 3.4.4 Indeks Plastisitas ... 22
Tabel 3.4.5 Batas Berubah Warna... 23
Tabel 3.5.1 Analisis Tekstur ... 23
Tabel 3.6.1 Bobot Volume ... 24
Tabel 3.6.2 Bobot Jenis ... 24
Tabel 3.6.3 Porositas ... 25
Table 3.7.1 Ayakan Kering ... 25
Tabel 3.7.2 Ayakan Basah ... 26
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah mempunyai sifat yang sangat kompleks, tanah terdiri atas komponen padatan yang berinteraksi dengan air dan udara.
Menurut Bachtiar (2019), kemampuan tanah untuk menumbuhkan tanaman tergantung selain pada suplai unsur-unsur hara yang seimbang di dalam tanah (sifat kimia) juga di pengaruhi oleh hubungan antara jumlah air dan udara yang seimbang di dalam tanah sehingga memudahkan unsur hara tersebut larut dan dalam kondisi tersedia (sifat fisik) sehingga memudahkan proses penyerapan unsur hara tersebut oleh tanaman. Sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati di lapang, sebagian dari sifat- sifat morfologi merupakan sifat-sifat fisik dari tanah tersebut.
Sifat fisik tanah merupakan salah satu indikator utama dalam konteks kesuburan dan kesehatan tanah. Menurut Nurhartanto et al. (2022), salah satu sifat tanah yang menjadi penentu baik atau buruknya kualitas tanah adalah sifat fisik tanah. Sifat fisik tanah seperti tekstur, berat volume, permeabilitas dan porositas menjadi indikator kesuburan tanah. Peranan sifat fisik terutama terhadap ketersediaan air di dalam matriks tanah, mengatur sirkulasi udara di dalam tanah, mempengaruhi sifat reaktif koloid tanah dan mempengaruhi tumbuh kembang tanaman. Sifat fisik tanah mempengaruhi pertumbuhan akar dan kemampuannya dalam menyerap air dan unsur hara, sehingga mempengaruhi produksi tanaman. Suatu tanah yang mempunyai sifat kimia yang baik tidak akan mencapai produksi tanaman yang optimal tanpa disertai dengan sifat fisik yang baik. Kaitannya dengan konservasi tanah dan air, sifat fisik tanah khususnya tekstur dan permeabilitas mempengaruhi laju erosi tanah. Kerusakan terhadap sifat fisik tanah umumnya bersifat permanen dan sukar diperbaiki dan berdampak terhadap sifat tanah yang lain serta mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman.
Analisis sifat fisika tanah yang dapat dilakukan adalah analisis infiltrasi, permeabilitas, lengas tanah, plastisitas, tekstur, struktur, porositas, dan kemantapan agregat. Analisis sifat fisika tanah dapat menjadi dasar pengelolaan tanah ke depannya. Menurut Tanga et al. (2020), setiap jenis- jenis tanah memiliki karakteristik fisika yang berbeda-beda sehingga kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara untuk pertumbuhan tanaman berbeda pula. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan praktikum Fisika Tanah pada jenis tanah yang berbeda. Tanah yang digunakan antara lain tanah Alfisol dan Vertisol.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Fisika Tanah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat melakukan pengambilan sampel tanah terusik dan tidak terusik di lapangan yang merupakan tahapan paling penting dalam penentuan sifat fisik tanah.
2. Mahasiswa mampu melakukan analisis sampel tanah yang ditinjau dari tingkat permeabilitas tanah beserta perhitungannya.
3. Mahasiswa mampu melakukan analisis sampel tanah yang ditinjau dari kadar lengas tanah beserta perhitungannya.
4. Mahasiswa mampu melakukan analisis dan perhitungan konsistensi sampel tanah secara kuantitatif berdasarkan angka atterberg.
5. Mahasiswa mampu menganalisis tekstur dan struktur tanah beserta perhitungannya secara kuantitatif.
3
II. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat Praktikum
1. Praktikum lapang pengambilan sampel tanah terusik dan tidak terusik dilaksanakan pada Sabtu 11 November 2023. Lokasi pengambilan sampel berada di empat tempat berbeda, yaitu BPP Colomadu, OISCA Karangpandan, Laboratorium Peternakan Jatikuwung dan KHDTK Gunung Bromo.
2. Praktikum analisis laboratorium dilaksanakan pada tanggal 12-17 November 2023, bertempat di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Bahan
1. Pengambilan Contoh Tanah a. Tanah terusik 2 kg
b. Tanah bongkah tidak terusik 2 kg
c. Tanah tidak terusik dalam ring sampel (6 buah) 2. Sifat Fisika Tanah Lapang
a. Infiltrasi Tanah
1) Tanah dilapangan/lahan b. Warna Tanah
1) Tanah yang diambil di lahan 3. Analisis Permeabilitas Tanah
a. Contoh tanah tidak terusik dalam ring sampel 4. Analisis Lengas Tanah
a. Analisis Lengas Tanah Kering Angin 1) Bongkahan tanah
2) Contoh tanah kering angin (ctka) Ø 2mm b. Analisis Lengas Tanah Maksimum
1) Ctka Ø 2mm 2) Aquades
c. Kapasitas Lapang 1) Ctka Ø 2mm 5. Analisis Atterberg
a. Ctka Ø 0,5 mm b. Aquadest
6. Analisis Tektur Tanah
a. Contoh tanah kering angin lolos 2 mm 10 g
b. H2O2 30%, H2O2 10% (H2O2 30% diencerkan tiga kali dengan air bebas ion)
c. HCL 2N
d. Larutan Na4P2O7 4%
7. Analisis Struktur Tanah a. Bobot Volume (BV)
1) Tanah bongkah asli 2) Air/aquades
3) Lilin
b. Bobot Jenis (BJ) 1) Ctka Ø 2mm 2) Aquadest 8. Kemantapan Agregat
a. Contoh tanah agregat utuh b. Air suling/air bersih C. Alat
1. Pengambilan Contoh Tanah
a. Pengambilan Contoh Tanah Terusik 1) Plastik
2) Label 3) Cangkul
b. Pengambilan Contoh Tanah Tidak Terusik (Utuh) 1) Cangkul
2) Ring sampel
3) Linggis 4) Palu
5) Tutup galon 6) Plastik es 7) Karet 8) Balok kayu 9) Pisau
2. Sifat Fisika Tanah Lapang a. Infiltrasi Tanah
1) Doublering infiltrometer 2) Stop watch dan penggaris 3) Blok kayu dan palu b. Warna Tanah
1) Buku standar warna tanah Munsell (Munsell soil Color Chart atau MSCC)
3. Analisis Permeabilitas Tanah a. Ring sampel
b. Bak perendam c. Permeameter d. Gelas piala e. Jam/stop watch f. Penggaris g. Gelas ukur
4. Analisis Lengas Tanah
a. Analisis Lengas Tanah Kering Angin 1) Botol timbang
2) Oven 3) Eksikator 4) Penimbang
b. Analisis Lengas Tanah Maksimum
1) Cawan tembaga yang bawahnya berlubang
2) Mortir porselen 3) Saringan Ø 2mm 4) Timbangan analitik 5) Spatel
6) Oven 7) Eksikator 8) Gelas arloji 9) Kertas saring 10) Petridish c. Kapasitas Lapang
1) Botol semprong 2) Kain kasa 3) Statif 4) Gelas piala 5. Analisis Atterberg a. Botol timbang b. Colet
c. Botol pemancar d. Eksikator e. Cassa grande f. Cawan penguap g. Oven
h. Timbangan analitik i. Spatel
j. Lempeng kaca k. Papan kayu 6. Analisis Tektur Tanah
a. Gelas piala 800 ml b. Penyaring berkefeld c. Ayakan 50 mikron d. Gelas ukur 500 ml
e. Pipet 20 ml
f. Pinggan alumunium g. Dispenser 50 mkl h. Gelas ukur 200 ml i. Stop watch
j. Oven berkipas k. Pemanas listrik
l. Neraca analitik ketelitian empat desimal 7. Analisis Struktur Tanah
a. Bobot Volume (BV) 1) Cawan pemanas 2) Lampu bunsen 3) Pipet ukur 4) Benang
5) Timbangan analitik 6) Thermometer b. Bobot Jenis (BJ)
1) Piknometer 2) Thermometer 3) Timbangan analitik 4) Kawat pengaduk 5) Corong kaca 6) Tabel BJ 7) Tissue 8. Kemantapan Agregat
a. Satu set ayakan kering b. Satu set ayakan basah c. Timbangan
d. Palu kecil e. Cawan nikel f. Buret
g. Oven h. Eksikator D. Cara Kerja
1. Pengambilan Contoh Tanah
a. Pengambilan Contoh Tanah Terusik
1) Menentukan atau memilih lokasi yang dianggap mewakili tanah di sekitarnya dengan memperhatikan bahwa lokasi bukan merupakan cekungan atau tergenang air atau berbatuan serta diusahakan berupa tanah yang relatif datar.
2) Membersihkan bagian permukaan tanah dari sisa organik atau seresah tanaman dan batuan. Jika dianggap perlu dan memungkinkan, mengupas bagian permukaan tanah untuk menghilangkan perakaran tanaman. Untuk pengambilan contoh tanah di lapisan bawah, diusahakan menggali sampai kedalaman yang diinginkan dengan memisahkan tanah bekas galian agar tidak tercampur dengan contoh tanah.
3) Mengambil contoh tanah secukupnya sesuai kebutuhan (umumnya sekitar 1-2 kg).
4) Menyimpan contoh tanah pada bungkus atau plastik yang sudah diberi nomor sampel dan ditutup dengan rapat.
5) Contoh tanah untuk analisis parameter tertentu (misalnya untuk biologi tanah) diusahakan contoh tanah disimpan dalam pendingin atau diawetkan sesuai tujuan dan prosedur yang ada (misalnya dengan menambahkan bahan kimia atau lainnya).
6) Contoh tanah untuk lainnya (misalnya kandungan unsur N, P, K atau bahan organik tanah), sebaiknya segera dikering anginkan sebelum dilakukan penumbukkan dan penyaringan sesuai ukuran yang dibutuhkan serta selanjutnya disimpan pada tempat yang kering dan terlindungi dari sinar matahari.
b. Pengambilan Contoh Tanah Tidak Terusik (Utuh)
1) Menentukan atau memilih lokasi yang dianggap mewakili tanah disekitarnya.
2) Membersihkan bagian permukaan tanah dari sisa organik atau seresah tanaman dan batuan. Jika kondisi tanah terlalu kering dapat disiram air hingga tanah menjadi kapasitas lapangan.
3) Meletakkan ring sampel pada permukaan tanah yang sudah rata dengan bagian ring sampel yang tajam pada posisi bawah (menyentuh permukaan tanah). Menggali sekeliling ring sampel (sekitar 10 cm dari lingkaran ring sampel terluar) hingga kedalaman sekitar 10- 15 cm.
4) Menekan ring sampel dengan bantuan balok kayu yang diletakkan di atas ring sampel hingga mendekati rata dengan tanah. Jika ring sampel tidak dapat ditekan, dapat dipukul-pukul secara berlahan agar tanah tidak rusak. Usahakan ring sampel tetap tegak lurus dengan permukaan tanah atau tidak miring.
5) Meletakkan ring sampel bantuan (yang kedua permukaannya rata). Tekan ring sampel bantuan hingga terbenam 1⁄2 atau 3⁄4 bagian tinggi ring sampel bantuan.
6) Mengambil ring sampel yang sudah tertanam dengan menggali dari sekeliling ring sampel.
7) Membersihkan sisi ring sampel dari tanah menggunakan pisau belati. Memotong bagian tanah antara ring sampel pertama dan ring sampel bantuan.
8) Meratakan secara perlahan permukaan ring sampel atas.
Kemudian menutup dengan tutup ring sampel. Melakukan hal yang sama pada permukaan tanah ring sampel bagian bawah 9) Memberi label pada ring sampel serta menandai untuk
membedakan bagian atas dan bagian bawah ring sampel.
10) Menyimpan ring sampel dalam kotak atau tempat yang terlindungi dari goncangan dan terhindar dari kekeringan.
2. Sifat Fisika Tanah Lapang a. Infiltrasi Tanah
1) Membenamkan ring secara vertikal ke dalam tanah sedalam 3- 10 cm menggunakan balok kayu dan palu atau penumbur hidrolik. Pastikan bahwa kedalaman ring cukup untuk membuat ring kuat berdiri. Namun demikian perhitungkan pula tebal ring yang akan digenangi, misalnya bila kedalaman pembenaman ring 5 cm dan kedalaman penggenangan juga 5 cm, maka panjang ring yang digunakan minimal 11 cm. Gangguan terhadap tanah akibat proses pembenaman ring harus seminimal mungkin. Hindari pengikisan atau perataan tanah. Bila double ring infiltrometer yang digunakan, maka ring pengukur dibenamkan terlebih dahulu.
2) Hindari kebocoran di sekitar dinding ring dengan cara memadatkan bagian tanah yang bersentuhan dengan dinding ring. Bila terbentuk celah yang besar, maka perlu dilakukan perekatan dengan menggunakan serbuk bentonit atau liat halus.
3) Menggenangi ring pengukur dengan tingkat kedalaman yang konstan, dan ukur kecepatan masuknya air ke dalam tanah. Bila double ring infiltrometer yang digunakan, maka samakan ketinggian genangan pada ring penyangga dengan ring pengukur. Tinggi genangan biasanya bekisar antara 5-20 cm.
Pointer (yang paling sederhana adalah penggaris atau batang kayu/logam yang ditera) atau bisa digunakan semacam kait pengukur (hook gauge). Ketika permukaan air dalam ring pengukur turun dan sampai pada titik penunjuk (pointer) atau hook gauge level, maka lakukan penambahan air sampai permukaan air dalam ring kembali ke titik awal/preset mark.
Rata-rata laju infiltrasi ditetapkan/ dihitung dari volume penambahan air dan interval waktu penambahan. Kedalaman
penggenangan (H) merupakan ketinggian air yang terletak pada pertengahan antara preset mark dan pointer (hook gauge).
b. Warna Tanah
1) Mengambil tanah yang akan diamati.
2) Mengamati tanah pada kondisi lembab dan kering, terhindar dari sinar matahari langsung.
3) Meletakkan tanah diletakkan di bawah lubang kertas Munsell.
3. Analisis Permeabilitas Tanah
a. Mengambil contoh tanah tidak terusik dari lapisan tanah atas di lapangan yang akan diukur laju erosinya.
b. Merendam contoh tanah beserta ringnya dalam bak perendam sampai setinggi 3 cm dari dasar bak perendam selama 24 jam.
c. Memindahkan contoh tanah dalam ring sampel yang telah direndam sampai jenuh air ke permeameter. Alirkan air ke selang masuk permeameter dan di atur aliran airnya hingga keluar permeameter tidak merusak struktur sampel tanah dalam ring sampel yang terpasang tadi.
d. Setelah aliran konstan, air yang keluar dari alat permeameter di tampung pada gelas piala
e. Melakukan pengukuran yaitu menampung air yang keluar dari permeameter memakai gelas piala dalam jeda waktu tertentu misalnya 1 menit (gunakan stop watch). Air ini lalu ditakar dengan menggunakan gelas ukur
f. Mengulangi pengukuran seperti ini sebanyak 5 kali lalu dihitung rata-ratanya.
g. Penghitungan:
Rumus permeabilitas :
𝐾 = 𝑄 × 𝐿
𝑇 × 𝐻 × 𝐴 𝑐𝑚/𝑗𝑎𝑚
4. Analisis Lengas Tanah
a. Analisis Lengas Tanah Kering Angin
1) Botol penimbang dan tutupnya ke dalam oven selama 30 menit kemudian mendinginkannya ke dalam eksikator dan menimbang botol penimbang dengan tutupnya (a g).
2) Memasukkan ctka kurang lebih 2/3 tinggi botol penimbang lalu menimbangnya (b g) dan masing-masing ctka dilakukan 2 kali ulangan.
3) Memasukkan ke dalam oven dengan keadaan terbuka bersuhu 105oC selama 4 jam.
4) Mendinginkan botol penimbang dan isinya pada eksikator dalam keadaan tertutup, kemudian melakukan penimbangan setelah dingin (c g).
5) Melakukan perhitungan kadar lengas Kadar lengas tanah = (𝑏−𝑐)
(𝑐−𝑎)× 100%
Nilai c –a adalah berat contoh tanah kering mutlak (ctkm) b. Analisis Lengas Tanah Maksimum
1) Menggerus ctka menjadi butir primer dan menyaringnya menjadi Ø 2 mm.
2) Mengambil cawan berlubang yang dasarnya diberi kertas saring yang sudah dibasahi.
3) Menimbang dengan gelas arloji sebagai alasnya (a gr).
4) Memasukkan ctka yang telah digerus dalam cawan tembaga kurang lebih 1/3 nya lalu diketuk-ketukkan, menambahkan lagi ctka sampai 2/3 lalu diketuk-ketukkan lagi, kemudian menambahkan lagi ctka sampai penuh, mengetuknya lagi dan meratakannya.
5) Memasukkan cawan tersebut ke dalam perendam kemudian diisi air sampai permukaan air mencapai kurang lebih 1⁄2 tinggi
dinding cawan, perendaman 12 jam (setelah direndam permukaan tanah akan cembung minimal rata/mendatar).
6) Mengangkat cawan dan membersihkan sisi luarnya lalu meratakan tanah setinggi cawan dengan diperes/disisir (bukan diperas) secara hati-hati dan menimbangnya dengan diberi alas gelas arloji (b gr).
7) Memasukkan ke dalam oven bersuhu 105°C selama 4 jam, lubang pembuangan air pada oven harus terbuka.
8) Memasukkan ke dalam eksikator kemudian menimbang dengan diberi gelas arloji (c gr).
9) Membuang tanah, membersihkan cawan dan kertas saring kemudian menimbangnya dengan diberi alas gelas arloji (d gr).
10) Menghitung kadar lengasnya
Kadar lengas maksimum tanah = (𝑏−𝑎)−(𝑐−𝑑)
(𝑐−𝑑) × 100%
c. Kapasitas Lapang
1) Membungkus atau menyumbat salah satu ujung botol dengan kain kassa.
2) Memasukkan ctka ke dalam botol semprong dengan bagian yang tertutup kain kassa sebagai dasarnya.
3) Memasang botol semprong pasa statif dan diatur seperlunya.
4) Merendam selama kurang lebih 48 jam.
5) Mengangkat semprong dan membiarkan air meneter sampai tetes terakhir
6) Mengambil contoh tanahnya yang berada pada 1/3 bagian tengah semprong, mengukur kadar lengasnya sebanyak 2 kali ulangan.
5. Analisis Atterberg a. Batas Lekas (BL)
1) Membuat gumpalan dengan pasta tanah sebesar bola pingpong.
2) 2) Menusuk gumpalan dengan spatel sedalam 2,5 cm dengan kecepatan 0,5 detik.
3) Bila tanah menempel 1/3 batas spatel (kurang lebih 8 mm) maka tanah di sekitar tusukan diambil dan menganalisis KL-nya.
4) Melakukan ulangan sebanyak 2 kali.
b. Batas Cair (BC)
1) Membuat pasta tanah dengan cara mencampur ctka 0,5 mm dengan air pada cawan penguap.
2) Mengambil pasta tanah secukupnya dan memasukkannya ke dalam cassagrande dan meratakan dengan colet setebal 1 cm, lalu membelah pasta tanah dengan spatel dalam keadaan tegak lurus sampai pada dasar cawan.
3) Mengatur tinggi rendah cawan cassagrande pada meja penumpunya, kemudian memutar alat cassagrande dengan kecepatan 2x per detik dan menghitung jumlah ketukan hingga pasta bertemu sepanjang 1-2 cm.
4) Mengulangi sebanyak 4 kali (2x untuk >10-<25 ketukan dan 2x untuk >25-<45 ketukan).
5) Mengambil tiap pasta tanah hasil ketukan dan menganalisis KL- nya.
6) Mencari log ketukan kemudian dianalisis dengan regresi (nilai BC = KL pada ketukan 25).
c. Batas Gulung (BG)
1) Menggiling-giling pasta tanah di atas lempeng kaca hingga terbentuk silindiris (3 mm) dan mulai retak-retak. Bila belum retak-retak menambah sedikit tanah lalu menggilingnya lagi.
Menghitung kadar lengas tanah tersebut dengan analisis lengas.
2) Mengulang sekali lagi sebagai duplo.
d. Batas Berubah Warna (BBW)
1) Membuat pasta tanah dengan cara mencampur ctka 0,5 mm dengan air pada cawan penguap.
2) Meratakan pasta tanah pada kayu membentuk elips dengan ketinggian pada bagian tengah kurang lebih 3 mm dan makin ke tepi makin tipis.
3) Membiarkan semalam dan setelah ada beda warna diambil tanahnya selebar 1 cm (warna terang dan gelap) untuk dianalisis KL-nya.
6. Analisis Tektur Tanah
a. Menimbang 10 g ctka Ø 2 mm, masukkan dalam gelas piala 500/1000 ml.
b. Menambahkan 50 ml aquades dan 15 ml H2O2 30% (diamkan sampai reaksi mereda).
c. Menambahkan 20 ml H2O2 30% dan panaskan (mendidih sekitar 5 menit).
d. Setelah dingin, tambahkan 20 ml HCl 2N dan panaskan (mendidih sekitar 5 menit).
e. Mendinginkan dan mengencerkan dengan aquades sampai 500/1000 ml, setelah mengendap disaring (diulang sampai tanah/ larutan bebas asam).
f. Memindahkan tanah ke tabung reaksi 500/1000 ml dan tambahkan lar. Na4P2O7 4% sebanyak 10 ml
g. Mengaduk tanah dan diamkan 1 menit kemudian di pipet sebanyak 20/25 ml kedalaman 20 cm, (siapkan cawan kosong (b g), masukan dalam cawan penguap dan oven sampai kering kemudian timbang (c g) (debu+liat+peptisator).
h. Setelah 3,5 jam kembali di pipet sebanyak 20/25 ml kedalaman 5 cm (liat+peptisator), (siapkan cawan kosong (d g), masukan dalam cawan penguap dan oven sampai kering kemudian timbang (eg) (debu+liat+peptisator).
i. Sisa filtrate yang ada kemudian disaring dengan ayakan 300 mm yang tertinggal di ayakan di keringkan dan timbang sebagai pasir kasar (untuk memisahkan pasir kasar dan pasir halus).
j. Perhitungan:
Debu (%) = (c-b-e+d) × 1000/25 × 100/((100 × a) /100+KL) × 100%
Liat/lempung = (e-d-0,01) × 1000/25 × 100/((100 × a) /100+KL) × 100%
Pasir = 100 – debu – lempung Pasir halus = % pasir - % pasir kasar 7. Analisis Struktur Tanah
a. Bobot Volume (BV)
1) Mengikat bongkah tanah dengan benang dan menimbangnya (a gr).
2) Mencairkan lilin sampai suhu lilin 600°C, kemudian menclupkan tanah ke dalam cairan lilin sampai terbungkus sempurna.
3) Menimbang tanah berlilin (b gr).
4) Mengisi tabung ukur dengan aquadest sampai volume tertentu (pcc).
5) Memasukkan tanah berlilin ke tabung ukur.
6) Mencatat volume air setelah tanah dimasukkan (q cc).
7) Bobot volume =87xa (100+ KL)x (0,87x (q-p)-(b-a)).
b. Bobot Jenis (BJ)
1) Mengambil piknometer kosong dan kering kemudian menimbang beserta tutupnya (a gr).
2) Mengisi piknometer dengan aquades sampai penuh kemudian menutupnya hingga ada aquades yang keluar dan mengeringkan aquades yang menempel pada bagian luar piknometer dengan tissue dan menimbangnya (b gr).
3) Mengukur suhu dengan thermometer dan menentukan BJnya dengan melihat tabel BJ sesuai suhu yang diukur (BJ1).
4) Membuang air dan membersihkannya hingga kering kemudian mengisi piknometer dengan tanah 5 gr dan memasang tutupnya serta menimbangnya (c gr).
5) Mengisi piknometer yang telah ditimbang dengan aquades hingga separuh volume.
6) Mengaduknya sampai tidak ada gelembung udara dan membiarkannya semalam dalam keadaan piknometer tertutup sumbatnya.
7) Membuang gelembungnya lalu mengisi piknometer dengan aquades sampai penuh dan menimbangnya (d gr).
8) Mengukur suhu dengan termometer dan menentukan BJnya sesuai tabel (BJ2).
c. Porositas
1) Rumus = (1-BV/BJ) × 100%
8. Kemantapan Agregat a. Pengayakan Kering
1) Menimbang contoh tanah kering undara sebanyak 500 g.
2) Meletakan pada ayakan paling atas (8 mm), di bawah ayakan ini berturut-turut terdapat ayakan 4,76 mm; 2,83 mm; 2 mm; dan penampung.
3) Gunakan tangan untuk mengayak tanah yang ada di dalam ayakan 8 mm sampai semua tanah turun melalui ayakan ini. Jika penggunaan tangan belum dapat melewatkan semua tanah, maka dapat digunakan alu kecil (anak lumpang). Tumbuk tanah perlahan-lahan menggunakan alu kecil sampai semua tanah turun.
4) Menggoncang ayakan dengan tangan sebanyak lima kali.
5) Masing-masing fraksi agregat pada setiap ayakan ditimbang, kemudian nyatakan dalam persen. Persentase = 100% dikurangi
% agregat lebih kecil dari 2 mm.
6) Lakukan pekerjaan ini sebanyak empat kali ulangan.
b. Pengayakan Basah
1) Agregat-agregat yang diperoleh dari pengayakan kering kecuali agregat < 2 mm ditimbang, dan masing-masing dimasukkan ke
cawan nikel (diameter 7,5 cm, tinggi 2,5 cm) banyaknya disesuaikan dengan perbandingan ketiga agregat tersebut dan totalnya harus 100 g.
2) Meneteskan air sampai kapasitas lapangan dari buret setinggi 30 cm dari cawan, sampai air menyentuh ujung penetes buret.
3) Simpan dalam inkubator pada suhu 20°C dengan kelembapan relatif 98-100% selama 24 jam.
4) Memindahkan setiap agregat dari cawan ke ayakan sebagai berikut:
a) Agregat antara 8 dan 4,76 mm di atas ayakan 4,76 mm.
b) Agregat antara 4,76 dan 2,83 mm di atas ayakan 2,83 mm.
c) Agregat antara 2,83 dan 2 mm di atas ayakan 2 mm.
5) Ayakan-ayakan yang digunakan dalam pengayakan basah selain dari yang tersebut di atas masih terdapat dibawahnya berturut turut ayakan 1 mm, 0,5 mm, dan 0,279 mm.
6) Memasang susunan ayakan-ayakan tersebut pada alat pengayak basah, dimana bejana yang disediakan telah diisi air suling/air bersih terlebih dahulu setinggi 25 cm dari dasar bejana.
7) Mengayak selama 3 menit (35 ayunan per menit dengan amplitudo 3,75).
8) Setelah selesai pengayakan, pindahkan agregat dari setiap ayakan ke cawan nikel (diameter 9 cm, tinggi 5 cm) yang beratnya telah diketahui. Pemindahan dibantu dengan corong Untuk memindahkan agregat- agregat lepas dari dasar ayakan, 23 harus dibantu dengan semprotan air yang dilakukan pada selang berdiameter kecil supaya alirannya deras.
9) Cawan yang telah berisi agregat dari air lalu dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 105°C selama 24 jam.
10) Setelah kering, tanah dimasukkan ke desikator, kemudian ditimbang.
19
III. HASIL PENGAMATAN A. Sifat Fisik Tanah
Tabel 3.1.1 Infiltrasi Tanah
No. Jenis Tanah Menit (ΔT) Penyusutan (ΔH) ΔH/ΔT
1. Alfisol 2 0,3 0,15
2. Alfisol 2 0,3 0,15
3. Alfisol 2 0,1 0,05
4. Alfisol 2 0,5 0,25
Total 0,6 0,15
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
1. 0,3
2 = 0,15 2. 0,3
2 = 0,15 3. 0,3
2 = 0,05 4. 0,1
2 = 0,05
Jumlah 0,6, rata-rata 0,15 B. Permeabilitas Tanah
Tabel 3.2.1 Analisis Permeabilitas Tanah No
.
Jenis Tana
h
Kedalam an
Q L H A K
U 1
U 2
U 3
U1 U2 U3
1. Alfis ol
5-10 cm 21 21 21 5c m
0,03 3
0,03 3
0,03 3
2c m
125, 6
12,6 6 Sumber: Laporan Sementara
Perhitungan:
K = 𝑄 𝑋 𝐿
𝑇 𝑋 𝐻 𝑋 𝐴 = 21 𝑋 5
0,033 𝑋 1,9 𝑋 125,6 = 105
8,289 = 12,66 ml/jam
C. Analisis Lengas Tanah
1. Lengas Tanah Kering Angin
Tabel 3.3.1 Lengas Tanah Kering Angin
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
KL = 71,322 −70,414
70,414 −57,730 x 100% = 0,918
12,684 x 100%
= 0,0715 x 100 % = 7,15 % 2. Lengas Tanah Maksimum
Tabel 3.3.2 Lengas Tanah Maksimum Jenis
Tanah
Ukuran ctka (mm)
Ulangan A B C D KL
Alfisol 2 1 20,730 88,561 58,809 20,141 75,4%
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
Kadar lengas maksimum tanah = (𝑏−𝑎)−(𝑐−𝑑)
(𝑐−𝑑) × 100%
(88,561 − 20,730) − (58,809 − 20,141)
(58,809 − 20,141) × 100%
67,831−38,668
38,668 x 100 % = 29,163
38,668 x 100% = 75,4%
Jenis Tanah
Ukuran ctka (mm)
Ulangan A B C KL
Alfisol 2 1 57,730 71,322 70,414 7,15%
bongkah 1
3. Kapasitas Lapang
Tabel 3.3.3 Kapasitas Lapang Jenis
Tanah
Ukuran ctka (mm)
Ulangan A B C KL
Alfisol 2 1 57,474 67,185 67,042 1,49%
Sumber: Laporan Sementara Kapasitas Lapang = (𝑏−𝑐)
(𝑐−𝑎) x 100%
= 67,185−67,042
67,042−57,474 x 100% = 0,143
9,568 x 100%
= 1,49 % D. Analisis Atterberg
1. Batas Lekat
Tabel 3.4.1 Batas Lekat No Ukuran
ctka
Ulangan A B C KL KL rata
1 0,5 1 56,229 63,330 56,987 84,87% 84,87%
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
Rumus batas lekat = 63,330−56,987
56,987−56,229 x 100% = 84,87%
2. Batas Cair
Tabel 3.4.2 Batas Cair Ukura
n ctka
Ulanga n
Ketuka n
A B C KL KL
rata
BC BC
rata
0,5 1 45 52,8
78
56,4 65
55,22 1
53,09
%
52,985%
3,353
%
3,227%
25 56,36 2
58,6 45
57,85 7
52,70
%
3,101
%
Sumber: Laporan Sementara BC = KL x (𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘𝑎𝑛)
0,12 (25)
A. Ketukan 45 = 56,465−55,221
55,221−52,878 x 100 = 53,094%
= 53,094 x (45)
0,12
(25) = 3,353% (BC) B. Ketukan 25 = 58,645−57,857
57,857−56,362 x 100 = 52,70%
= 52,70 x (25)
0,12
(25) = 3,101 (BC) C. KL rata-rata = 53,094+52,70
2 = 52,985%
D. BC rata-rata = 3,353+3,101
2 = 3,227%
3. Batas Gulung
Tabel 3.4.3 Batas Gulung No Ukuran
ctka
Ulangan A B C KL KL rata
1 0,5 1 54,15
6
58,04 3
56,98 7
37,30% 37,30%
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
Rumus batas gulung = 58,043−56,987
56,987−54,156 x 100% = 37,30%
4. Indeks Plastisitas
Tabel 3.4.4 Indeks Plastisitas
No Jenis tanah Ketukan BC BG IP Ket 1. Alfisol 45 53,09 37,30 15,79% Sedang 2 Alfisol 25 52,70 37,30 15,40% Sedang Sumber: Laporan Sementara
Perhitungan:
IP = BC – BG
A. Ketukan 1 = 53,09 – 37,30 = 15,79 B. Ketukan 2 = 52,70 – 37,30 = 15,40
C. IP rata-rata = 15,79+15,40
2 = 15,595 5. Batas Berubah Warna
Tabel 3.4.5 Batas Berubah Warna No Ukuran
ctka
Ulangan A B C KL KL rata
1 0,5 1 56,02
7
60,19 2
59,66 8
14,39% 14,39%
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
Rumus BBW = 60,192−59,668
59,668−56,027 x 100% = 14,39%
E. Analisis Tekstur Tanah Tabel 3.5.1 Analisis Tekstur
No Ukuran ctka A B C D E
1 10 gr 44,081 44,249 44,081 44,181
Presentase clay 20,88%
Presentase debu 15,78%
Presentase pasir 63,34%
Tekstur Lempung liat berpasir
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
Fk =(100+𝐾𝐿)
(100) = 100+7,15
100 = 1,0715 Persentase ctkm = 100
(100+𝐾𝐿)𝑥100% = 100
(100+7,15)𝑥100% = 93,32%
a = (tanah awal) 𝑥persen ctkm
= 10
(100) 𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑐𝑡𝑘𝑚 = 10
(100) 𝑥 92,32 = 9,232 % Persentase debu = (c-b-e+d) 𝑥𝑓𝑘𝑥(100)
(𝑎) 𝑥(𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟) (25)
= (44,249 – 44,081 – 44,181 + 44,081) x 1,0715 x (100)
9,232 𝑥500
(25)
= 0,063 x 1,0715 x 10,83 x 20 = 15,78 % Persentase clay = (e-d-0,01) 𝑥𝑓𝑘𝑥(100)
(𝑎) 𝑥(𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟) (25)
= (44,181 – 44,081 – 0,01) x 1,0715 x (100)
9,232 𝑥500
(25)
= 0,09 x 1,0715 x 10,83 x 20 = 20,88%
Persentase Pasir = 100 - debu - clay = 100 – 15,78 – 20,88 = 63,34%
F. Analisis Struktur Tanah 1. Bobot Volume
Tabel 3.6.1 Bobot Volume Ctka ᴓ
(mm)
Ulangan Berat Total
Mr Mc Ms Vt t d 𝐵𝑣
1 291,0 11
87,3 61
64,45 5
139,2 05
98,12 5
5 cm
5 cm
1,42 mg/
m3 Sumber: Laporan Sementara
Perhitungan:
Db = 𝑀𝑠
𝑉𝑡 = (𝑀𝑠+𝑀𝑟+𝑀𝑐)−(𝑀𝑟+ 𝑀𝑐) Vt
= 151,816
98,125 = 1,42
Vt = Vs + Vw + Va = 𝜋. 𝑟2. 𝑡 = 3,14. (2,4)2.5 = 98,125 2. Bobot Jenis
Tabel 3.6.2 Bobot Jenis
Ctka ᴓ (mm)
Ulan gan
A (gram)
B (gram)
C (gram)
D (gram)
Suhu 1
BJ 1 Suhu 2
BJ 2 BJ
2 1 16,862 41,601 21,979 44,530 30°C 0,9957 30° 0,9957 1,69
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
Bobot jenis = 100𝑥(𝑐−𝑎)𝑥(𝐵𝐽1𝑥𝐵𝐽2
(100+𝐾𝐿)𝑋(𝐵𝐽1𝑥(𝑏−𝑎)−𝐵𝐽2𝑥(𝑑−𝑐)
= 100((21,979−16,862))×(0,9957×0,9957)
(100+7,15)×((0,9957×(41,601−16,862)−0,9957(44,530−21,979))
= 507,09
298,519 = 2,293 mg/m3
3. Porositas
Tabel 3.6.3 Porositas
BV BJ N
1,42 2,29 16%
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
n = (1 - 𝐵𝑉
𝐵𝐽) × 100%
n = (1 - 0,84) × 100%
n = 16%
G. Kemantapan Agregat 1. Ayakan Kering
Tabel 3.7.1 Ayakan Kering Tanah Alfisol N
o
Diameter Agregat
Diameter rata-rata
Berat (g) Berat yang diambil (g) 1 8,00 - 4,75 mm 6,375 102,504 44,262 2 4,75 – 2,8 mm 3,775 107,463 46,403
3 2,8 – 2 mm 2,4 21,616 9,334
Total 231,583 99,999
Xa 4,820
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
Total berat
= 102,504 + 107,463 + 21,616
= 231,583
Berat yang diambil
A (berat tanah ayakan kering ukuran 4,75) A = 102,504
231,583×100% = 44,262 gram
B (berat tanah ayakan kering ukuran 2,8) B = 107,463
231,583×100% = 46,403gram C (berat tanah ayakan kering ukuran 2) C = 21,616
231,583×100% = 9,334 gram
• Xa = (𝐴 ×6,375)+(𝐵×3,775)+(𝐶×2,4) 100
Xa = (44,262×6,375)+(46,403×3,775)+(9,334×2,4) 100
Xa = 4,820 2. Ayakan Basah
Tabel 3.7.2 Ayakan Basah Tanah Alfisol No Diameter Agregat Diameter
rata-rata
Berat (g)
1 8,00 - 4,75 mm 6,375 17,863
2 4,75 – 2,8 mm 3,775 41,807
3 2,8 – 2 mm 2,4 2,38
4 1 mm 6,042
5 0,5 mm 6,88
6 0,25 mm 3,199
7 Penampung 4,071
Total 82,242
Xb 2,949
Indeks Kemantapan Agregat 53,447%
Indeks Ketidakmantapan Agregat 1,871%
Indeks Kemantapan Kurang mantap
Sumber: Laporan Sementara Perhitungan:
Berat tanah pengayakan basah
A. Penampung = 29,767 – 25,696 = 4,071 B. 0,25 mm = 67,198 – 63,999 = 3,199 C. 0,5 mm = 40,888 – 34,008 = 6,88 D. 1 mm = 39,034 – 32,992 = 6,042 E. 2 mm = 39,449 – 37,069 = 2,38 F. 2,8 mm = 68,142 – 26,335 = 41,807 G. 4,7 mm = 43,730 – 25,867 = 17,863
Ayak basah
A. Penampung = 4,071 x 0,125 = 2,949 B. 0,25 mm = 3,199 x 0,4 = 1,279 C. 0,5 mm = 6,88 x 0,75 = 5,16 D. 1 mm = 6,042 x 1,5 = 9,063 E. 2 mm = 2,38 x 2,4 = 5,712 F. 2,8 mm = 41,807 x 3,8 = 158,866 G. 4,7 mm = 17,863 x 64 = 114,323
Xb = (𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴 𝑥 6,375)+(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵 𝑥 3,775)+(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶 𝑥2,4)
(100)
= 113,876+157,821+5,712
100 = 277,409
100 = 2,774
Indeks ketidakmantapan agregat = Xa-Xb = 4,820 – 2,774 = 2,046 Indeks kemantapan agregat : 1
𝑋𝑎−𝑋𝑏 𝑥100 = 1
2,046 x 100 = 48,875
28
IV. PEMBAHASAN
A. Sifat Fisika Tanah
Sifat fisika tanah merupakan sifat-sifat dari tanah yang ditentukan oleh bahan penyusunnya. Sifat fisika tanah mencakup tekstur, struktur, porositas, warna tanah, lengas dan agregat. Menurut Susandi et al. (2015), sifat fisika tanah dan merupakan kunci penentu kualitas suatu lahan dan lingkungan. Lahan dengan sifat fisika tanah diambil sebagai pertimbangan pertama dalam menetapkan suatu lahan untuk pertanian. Sifat fisika tanah mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman karena tanah menentukan penetrasi akar, kemampuan menahan air, drainase, aerasi, dan ketersediaan unsur hara. Perkembangan akar tanaman membutuhkan kondisi tanah yang gembur. Akar tanaman tidak dapat berkembang dengan baik apabila tanah mengalami pemadatan, sehingga tanaman akan terganggu dalam menyerap air dan unsur hara.
Infiltrasi adalah suatu proses masuknya air hujan ke dalam tanah sebagai akibat dari adanya gaya kapiler sekaligus gaya gravitasi supaya air dapat masuk ke tanah yang lebih dalam. Menurut Kharisma (2016), infiltrasi juga dapat disebut sebagai cara air bergerak ke dalam tanah melalui celah- celah dan pori-pori tanah serta batuan menuju muka air tanah. Infiltrasi menjadi sumber kelembapan tanah yang berguna bagi pertumbuhan tanaman sekaligus pemasok air tanah. Percobaan infiltrasi pada praktikum Fisika tanah dilakukan selama 10 menit dan didapatkan hasil rata-rata 0,15 cm/menit. Tanah yang digunakan pada analisis sifat fisik tanah dan porositas adalah tanah Alfisol yang diambil pada KHDTK Gunung Bromo.
Kapasitas infiltrasi tanah berkaitan dengan kondisi tutupan dan vegetasi tanaman di atasnya. Menurut Endarwati et al. (2017), diketahui bahwa semakin rapat dan semakin padatnya tutupan vegetasi suatu lahan akan memberikan distribusi bahan organik yang melimpah, serta banyaknya vegetasi akan memberikan pengaruh positif terhadap banyaknya ruang pori
dalam tanah sehingga laju infiltrasi tanah semakin besar. Keberadaan tumbuhan bawah dapat berperan mengurangi limpasan permukaan.
B. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah merupakan salah satu dari sifat fisika tanah yang berpengaruh terhadap erosi yang berhubungan dengan kecepatan tanah dalam meloloskan air. Secara kuantitatif permeabilitas dapat dinyatakan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh. Menurut Luandra dan Andayono (2021), permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam meloloskan air yang mana nilainya tergantung oleh kondisi tanah tersebut. Permeabilitas tanah erat hubungannya dengan ketersediaan pori dalam tanah.
Menurut Mulyono et al. (2019), ukuran pori dan adanya hubungan antar pori-pori sangat menentukan apakah tanah mempunyai permeabilitas rendah atau tinggi di mana permeabilitas juga mungkin mendekati nol apabila pori-pori tanah sangat kecil, seperti pada tanah liat.
Hasil analisis permeabilitas tanah dengan sampel tanah tidak terusik Alfisol KHDTK Gunung Bromo menunjukkan bahwa kelas permeabilitas tanah tersebut adalah agak cepat dengan hasil perhitungan 12,66 ml/jam.
Menurut Luandra dan Andayono (2021), nilai permeabilitas merupakan bagian penting dari siklus hidrologi yang dapat mempengaruhi jumlah air di dalam tanah. Nilai permeabilitas dapat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah, yaitu berat jenis tanah, berat isi tanahm dan kadar air tanah. Nilai permeabilitas tanah dapat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah, yaitu berat jenis tanah, berat isi tanah, dan kadar air tanah
C. Analisis Atterberg 1. Batas Cair
Batas cair merupakan salah satu batas yang dianalisis dalam analisis atterberg. Menurut Widjaja dan Sundayo (2016), batas Cair (Liquid Limit) adalah kadar air tertentu di mana perilaku tanah berubah dari kondisi plastis ke cair. Pada kadar air tersebut tanah mempunyai kuat
geser terendah. Pengukuran batas cair tanah biasanya dilakukan dengan alat cassagrande. Menurut Budiasih et al. (2023), tanah yang telah dicampur dengan air ditaruh di dalam mangkuk Cassagrande dan di dalamnya dibuat alur dengan menggunakan alat spatel (grooving tool).
Hasil analisis batas cair tanah Alfisol KHDTK Gunung Bromo dengan ctka 0,5 mm didapatkan hasil batas cair sebesar 3,353% pada ulangan pertama dan 3,101% pada ulangan kedua, sehingga batas cair rata- ratanya adalah 3,227%.
2. Batas Lekat
Batas lekat adalah kadar air dimana tanah mulai tidak dapat melekat pada benda lain, apabila kadar air lebih rendah dari batas lekat, maka tanah tidak dapat melekat, tetapi bila kadar air lebih tinggi dari batas lekat, maka tanah akan mudah melekat bada benda lain.
Menurut Ma’shum (2022), lekat atau tidaknya konsistensi tanah tersebut disebabkan oleh kurangnya kandungan liat pada pada tekstur tanah dan juga rendahnya kandungan bahan organik pada lokasi penelitian, sehingga mengakibatkan mudahnya air diloloskan atau rendahnya partikel-partikel tanah menahan air. Hasil analisis bats lekat ctka 0,5mm tanah Alfisol KHDTK Gunung Bromo menunjukkan angka 84,87%. Menurut Budiato dan Sartohadi (2016), tingginya nilai batas cair, batas lekat, batas gulung, dan batas berubah warna menyebabkan kondisi persediaan air maksimum pada seluruh lapisan tanah harus diturunkan.
3. Batas Gulung
Batas gulung adalah kadar lengas yang memungkinkan tanah dapat digulung-gulung menjadi batangan kecil berdiameter 1/2 mm yang mulai retak-retak dan pecah. Menurut Wirawan dan Danang (2020), semua mineral liat mempunyai sifat plastis yang dapat digulung atau di ulir tipis seperti benang pada kadar air tertentu dan tidak menjadi hancur.
Hasil analisis batas gulung ctka 0,5 mm tanah Alfisol KHDTK Gunung Bromo didapatkan hasil KL rata-rata 37,30% dan dapat dikatakan cukup
tinggi. Hasil perhitungan analisis atterberg dapat menjadi acuan untuk klasifikasi tanah. Menurut Fathurrozi dan Rezqi (2016), berdasarkan hasil analisa distribusi partikel dan batas-batas Atterberg, tanah dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan yang terdapat dalam sistem klasifikasi tanah.
4. Indeks Plastisitas
Indeks plastisitas berkaitan erat dengan pemampatan suatu tanah.
Menurut Budiasih et al. (2023), indeks plastisitas berhubungan dengan nilai batas cair dan nilai batas plastis, semakin besar indeks plastisitas pemampatan primer maka kurang menguntungkan karena akan mengakibatkan deformasi/perubahan bentuk tanah yang besar. Manfaat mengetahui karakteristik pemampatan tanah adalah mengetahui nilai kohesi (c). Indeks plastisitas tanah Alfisol KHDTK Gunung Bromo dikatakan sedang, hal tersebut didapatkan berdasarkan hasil analisis ulangan pertama sebesar 15,79% dan ulangan kedua 15,40%. Menurut Wijaya (2021), jika tanah memiliki nilai indeks plastisitas yang tinggi, maka tanah banyak mengandung butiran lempung, jika indeks plastisitasnya rendah, maka pengurangan kadar air dapat mengakibatkan tanah menjadi kering.
5. Batas Berubah Warna
Batas berubah warna diartikan sebagai kadar lengas tanah pada titik perubahan warna tanah yang lebih terang akibat dari tanah yang lambat laun menjadi kering. Batas berubah warna menunjukkan batas terendah air tanah yang dapat diserap oleh system perakaran suatu tanaman.
Menurut Fitriani et al. (2022), warna adalah sifat fisik tanah yang memungkinkan kita mengetahui beberapa karakteristik terpentingnya, usia, dan proses pembentukan tanah. Hasil analisis BBW tanah alfisol KHDTK Gunung Bromo menunjukkan hasil KL BBW rata-rata sebesar 14,39%.
Batas berubah warna merupakan salah satu bagian dari konsistensi tanah. Menurut Budianto dan Sartohadi (2016), penggambaran batas-
batas konsistensi tanah yang berbutir halus dilakukan melalui nilai batas cair, batas lekat, batas gulung, dan batas berubah warna. Penentuan warna tanah tidak mudah karena banyaknya jenis tanah dan tingginya tingkat kemiripan warna tanah.
D. Analisis Kadar Lengas
Kadar lengas adalah banyaknya kandungan air pada pori tanah dan bahan-bahan terlarut di dalamnya yang terikat oleh berbagai gaya ikat matriks, osmosis, dan kapiler. Kadar lengas tanah memiliki peranan penting terhadap pembentukan tanah dan pertumbuhan tanaman.
Menurut Hasibuan (2015), lengas tanah adalah air yang mengisi sebagian atau seluruh ruang pori tanah dan teradsorpsi pada permukaan zarah tanah.
Lengas tanah juga dapat diartikan sebagai air yang terdapat dalam tanah yang terikat oleh berbagai kakas, yaitu kakas ikat matrik, osmosis, dan kapiler.
Besaran kadar lengas tanah berkaitan dengan ketersediaan air bagi tanaman. Kemampuan tanah menahan air adalah identik dengan air tersedia bagi tanaman. Menurut Achmad dan Putra (2016), besarnya air tersedia bagi tanaman merupakan selisih antara kadar lengas pada kapasitas lapang dan kadar lengas pada titik layu permanen. Tiap-tiap kelas tekstur tanah memiliki kemampuan menahan air yang berbeda. Besar kecilnya kadar lengas umumnya dipengaruhi oleh beberapa hal, terutama kandungan utama dari tanah tersebut. Menurut Kristantyo et al. (2018), faktor yang mempengaruhi kandungan lengas dalam tanah antara lain iklim, kandungan bahan organik, fraksi lempung tanah, topografi, dan adanya bahan penutup tanah baik organik maupun anorganik. Analisis kadar lengas dibagi menjadi tiga, yaitu lengas tanah kering angin dengan hasil 7,15%, lengas tanah maksimum dengan hasil 75,4% dan kapasitas lapang dengan hasil 1,49%.
E. Analisis Tekstur
Tekstur tanah juga berkaitan erat dengan kelengasan tanah terutama faktor kemampuan menahan air tanah. Menurut Achmad dan Putra (2016),
pengelolaan kelengasan tanah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan tanah dalam menahan air adalah tekstur tanah. Tekstur tanah merupakan ukuran dan perbandingan butir-butir tunggal tanah (soil fraction). Tekstur tanah terbagi berdasarkan fraksi penyusun tanah tersebut.
Menurut Isra et al. (2019), tekstur menunjukan sifat halus atau kasar butiran-butiran tanah lebih khas lagi tekstur ditentukan oleh perimbangan kandungan antara pasir (sand), liat (clay), dan debu (slit) yang terdapat dalam tanah.
Hasil analisa tekstur tanah Alfisol KHDTK Gunung Bromo menunjukkan bahwa tanah tersebut terdiri atas 20,88% clay, 15,78% debu dan 63,34% pasir. Kesimpulannya, tanah Alfisol KHDTK Gunung Bromo memiliki tekstur lempung liat berpasir. Menurut Mustawa et al. (2017), tekstur tanah merupakan suatu sifat fisik yang penting karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman serta secara tidak langsung dapat memperbaiki peredaran air, udara dan panas, aktivitas jasad hidup tanah, tersedianya unsur hara bagi tanaman, perombakan bahan organik, dan mudah tidaknya akar dapat menembus tanah lebih dalam.
F. Analisis Struktur 1. Bobot Volume
Bobot volume merupakan perbandingan bobot dengan volume tanah dengan mengikutsertakan pori-pori tanah. Menurut Dahu (2022), berat volume tanah merupakan petunjuk kepadatan tanah, semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi BV yang berati semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman, semakin rendah berat volume tanah maka porositas tanah dan laju permeabilitas semakin meningkat. Menurut Atmanto (2017), bobot isi tanah penting untuk diketahui, karena dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan pupuk dan air per hektarnya yang didasarkan pada berat tanah per hektar. Berat isi merupakan suatu sifat tanah yang menggambarkan taraf kemampatan
tanah. Hasil analisis bobot volume tanah Alfisol KHDTK Gunung Bromo adalah 1,42 g/cm3.
2. Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan perbandingan antara bobot partikel tanah dengan volume pertikel tanah (tanpa pori-pori tanah). Menurut Handayani dan Wahyuni (2016), berat jenis partikel (particle density) dari suatu tanah menunjukkan kerapatan dari partikel padat secara keseluruhan. Hasil analisis dan perhitungan menunjukkan berat jenis tanah Alfisol KHDTK Gunung Bromo adalah sebesar 1,69.
Menurut Sulistyono dan Abdillah (2017), bobot jenis tanah dapat diperbaiki antara lain dengan penambahan bahan organik atau pupuk kandang dan pengolahan tanah.
3. Porositas
Porositas tanah merupakan proporsi ruang pori-pori tanah (ruang kosong) yang terdapat dalam suatu volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara. Menurut Kusuma dan Yulfiah (2018), porositas adalah persentase total pori dalam tanah yang ditempati oleh air dan udara, dibandingkan dengan volume total tanah. Pori tanah pada umumnya ditempati udara untuk pori kasar, sementara pada pori kecil akan ditempati air. Menurut Nuraida et al. (2021), tingginya porositas tanah pada kebun campuran dan hutan tanaman disebabkan kedua lahan tersebut jarang dilakukan pengolahan tanah sehingga tidak terjadi pemadatan tanah. Selain itu lahan hutan memiliki sistem perakaran yang kokoh sebagai penyokong dan penyeimbang dengan bentuk pohonnya yang tinggi. Hasil analisis dan perhitungan porositas tanah Alfisol KHDTK Gunung Bromo menunjukkan porositas sebesar 16%.
G. Kemantapan Agregat
Agregat tanah merupakan karakteristik tanah yang sensitif terhadap perubahan akibat pengolahan tanah. Menurut Fadila et al. (2022), agregat tanah merupakan satu kesatuan dari partikel-partikel tanah yang saling terikat satu sama lainnya dan melekat lebih kuat dibandingkan dengan
partikel tanah lain di sekitarnya. Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang awalnya berada pada keadaan terdispersi kemudian bergabung membentuk agregat, sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah berada dalam keadaan masif kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil.
Hasil analisis indeks agregat tanah dengan sampel tanah alfisol KHDTK Gunung Bromo adalah indeks agregat yang tidak mantap. Hal tersebut diperoleh berdasarkan hasil perhitungan indeks kemantapan 48,875gr dan indeks ketidakmantapan sebesar 2,046 gr.
Menurut Pujawan et al. (2016), kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman, menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Pada tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur dan hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat. Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.
Perbaikan agregat tanah sebaiknya dilakukan dengan penambahan bahan organik. Menurut Widodo dan Kusuma (2018), pemberian bahan organik yang berupa kompos akan meningkatkan indeks stabilitas agregat karena adanya koloidal bahan organik yang berfungsi sebagai perekat partikel tanah. Bahan organik mengandung mikroba yang nantinya lendir mikroba tersebut akan melekatkan partikel tanah. Lendir mikroba digunakan untuk proses agregasi dengan mengikat partikel-partikel tanah sehingga akan membentuk agregat tanah, lendir ini akan digunakan untuk memantapkan agregat tanah.
36
V. KOMPREHENSIF
Sampel tanah yang digunakan dalam praktikum fisika tanah 2023 diambil dari empat tempat yang berbeda. Sampel tanah diambil di BPP Colomadu, Laboratorium Peternakan Jatikuwung, OISCA Karangpandan dan KHDTK Gunung Bromo. Semua sampel tanah tersebut memiliki klasifikasi jenis yang berbeda-beda sehingga memiliki sifat fisika tanah yang berbeda beda pula. Sampel tanah dari BPP Colomadu berjenis Entisol, sampel tanah Jatikuwung berjenis Vertisol, sampel tanah OISCA Karangpandan berjenis Inceptisol dan sampel tanah KHDTK Gunung Lawu berjenis Alfisol.
Analisis sifat fisika tanah yang pertama adalah analisis infiltrasi tanah analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui kecepatan atau laju maksimum air masuk ke dalam tanah. Pengamatan dan analisis dilakukan langsung di lapangan dengan dilakukan 5 kali ulangan lalu dicari rata-rata percepatan penyerapan air.
Infiltrasi tertinggi didapatkan di tanah Inceptisol Karangpandan dengan percepatan sebesar 1,49cm/menit, sedangkan infiltrasi terendah adalah tanah Vertisol Jatikuwung dengan laju infiltrasi 0,12 cm/menit. Laju infiltrasi tanah Alfisol KHDTK dan Entisol colomadu masing-masing adalah 0,15 cm/menit dan 0,38 cm/menit.
Analisis selanjutnya adalah permeabilitas tanah yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan tanah dalam melewatkan air. Analisis permeabilitas dilakukan di laboratorium dengan bantuan alat permiameter dan sampel tanah tidak terusik dalam ring. Hasil analisis permeabilitas menunjukkan permeabilitas tertinggi didapatkan oleh tanah Entisol Colomadu dengan 112,23 ml/jam dan permeabilitas terendah didapatkan oleh tanah Inceptisol Karangpandan dengan 0,803 ml/jam. Hasil analisis permeabilitas tanah pada tanah Alfisol KHDTK dan Vertisol Jatikuwung masing-masing 12,66 ml/jam dan 3,053 ml/jam.
Analisis selanjutnya adalah analisis kadar lengas tanah yang bertujuan untuk menentukan kadar air yang terdapat dalam tanah. Analisis kadar lengas mencakup tiga jenis analisis, yaitu kadar lengas tanah kering angin, lengas tanah maksimum dan kapasitas lapang. Kadar lengas tanah kering angin tanah Entisol sebesar 6,46%;
tanah Vertisol 10,69%; tanah Inceptisol 6,31% dan tanah Alfisol sebesar 7,15 %.
Berdasarkan data tersebut didapatkan kesimpulan kadar lengas kering angin tertinggi didapatkan oleh tanah Vertisol dan terendah didapatkan oleh tanah Inceptisol. Lengas tanah maksimum tertinggi ke terendah berturut turut adalah tanah Alfisol sebesar 75,4%; tanah Entisol 70,07%; tanah Vertisol sebesar 59,58%
dan Inceptisol sebesar 47,44%. Terakhir adalah kapasitas lapang, kapasitas lapang tertinggi didapatkan oleh tanah Vertisol dengan 59,315% dan terendah Alfisol dengan 1,49%. Hasil kapasitas lapang tanah Entisol dan Inceptisol masing-masing sebesar 58,1% dan 49,45%.
Analisis selanjutnya adalah analisis Atterberg yang terdiri atas 5 analisis, yaiitu batas lekat, batas cair, batas gulung, indeks plastisitas dan batas berubah warna. Batas lekat masing-masing sampel tanah adalah Entisol Colomadu sebesar 36,53%; Vertisol Jatikuwung 55,47%; Inceptisol Karangpandan 8,653% dan Alfisol KHDTK sebesar 84,87% yang merupakan batas lekat tertinggi di antara yang lain. Batas cair rata-rata Entisol, Vertisol, Inceptisol dan Alfisol berturut-turut adalah 2,2% (terendah); 2,732%; 3,338% (tertinggi) dan 3,227%. Hasil analisis batas gulung tanah Entisol, Vertisol, Inceptisol dan Alfisol berturut-turut sebesar 30,71%; 41,34%; 39,48%; 37,30%.
Analisis indeks plastisitas dilakukan pada dua ulangan ketukan, yaitu pada ketukan 40 dan 25. Indeks plastisitas tanah Entisol ketukan 40 sebesar 5,86 (rendah) dan ketukan 25 sebesar 6,16 (rendah). Indeks plastisitas tanah Vertisol ketukan 40 sebesar 9,46 (sedang) dan ketukan 25 juga sama 9,46. Indeks plastisitas Inceptisol ketukan 40 sebesar 13,3 (sedang) dan ketukan 25 sebesar 23,83 (tinggi). Indeks plastisitas Alfisol pada ketukan 40 sebesar 15,79 (sedang) dan ketukan 25 sebesar 15,40 (sedang). Analisis atterberg terakhir adalah batas berubah warna atau lebih mudah disebut dengan BBW. Batas berubah warna pada Tanah Entisol, Vertisol, Inceptisol dan Alfisol berturut-turut menghasilkan BBW senilai 6,4%; 15,74%;
17,419% dan 14,39%.
Analisis selanjutnya adalah analisis tekstur tanah, tekstur tanah merupakan perbandingan tiga fraksi clay, debu dan pasir yang mengisi partikel tanah. Tanah Entisol memiliki tekstur clay dengan perbandingan tiga fraksi (clay : debu : pasir)
sebesar 62,08% : 17,67% : 20,24%. Tanah Vertisol Jatikuwung masuk ke dalam klasifikasi tekstur lempung berpasir, hal tersebut didapat berdasarkan perbandingan tiga fraksi (clay : debu : pasir) sebesar 11,73% : 31,44% : 56,83%. Tanah Inceptisol Karangpandan masuk ke dalam klas tekstur liat atau clay dengan perbandingan tiga fraks (clay : debu : pasir) 56,04% : 33,44% : 10,52%. Terakhir tanah Alfisol KHDTK masuk ke dalam klas tekstur lempung berliat dengan perbandingan tiga fraksi (clay : debu : pasir) sebesar 20,88% : 15,78% : 63,34%.
Analisis selanjutnya adalah struktur tanah, analisis struktur terdiri atas bobot volume (BV), bobot jenis (BJ) dan porositas tanah. Tanah Entisol memiliki bobot volume sebesar 1,336 gr/cm3 dengan bobot jenis sebesar 2,104 gr/cm3 dan porositas tanah sebesar 20,6%. Tanah Vertisol memiliki bobot volume sebesar 1,179 gr/cm3 dengan bobot jenis 1,514 gr/cm3 dan porositas sebesar 22,12%. Tanah Inceptisol memiliki bobot volume sebesar 1,35 gr/cm3 dengan bobot jenis 2,3 gr/cm3 dan porositas sebesar 41,3%. Terakhir, tanah alfisol memiliki bobot volume sebesar 1,42 gr/cm3 dengan bobot jenis 1,69 gr/cm3 dan porositas sebesar 16%.
Analisis terakhir adalah analisis kemantapan agregat suatu tanah, kemantapan agregat akan mempengaruhi kekuatan tanah dalam menahan tingkat erosi. Analisis ini menggunakan data timbangan dari hasil pengayakan kering dan basah. Agregat tanah Entisol termasuk kurang mantap dengan besar ketidakmantapan agregat sebesar 1,215 dan kemantapan agregat 3,447%. Tanah Vertisol memiliki agregat yang termasuk sangat mntap, hal tersebut didapatkan berdasarkan nilai ketidakmantapan sebesar 0,299 dan kemantapan sebesar 334,4%.
Tanah Inceptisol memiliki agregat yang termasuk tidak mantap dengan nilai ketidakmantapan 0,98 dan indeks kemantapan 1,020%. Terakhir, tanah Alfisol memiliki agregat tanah yang tergolong kurang mantap, hal tersebut didapatkan berdasarkan nilai ketidakmantapan sebesar 1,871 dan indeks kemantapan sebesar 53,447%.
39
VI. PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan Praktikum Fisika Tanah yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sampel tanah praktikum Fisika Tanah diambil dari 4 tempat berbeda dengan jenis yang berbeda. Sampel tanah pertama adalah Entisol Colomadu, Vertisol Jatikuwung, Inceptisol Karangpandan dan Alfisol KHDTK.
2. Laju Infiltrasi tanah Alfisol KHDTK sebesar 0,15 cm/menit dan termasuk lambat. Laju infiltrasi tertinggi adalah Inceptiosol dan terendah vertisol.
3. Permeabilitas tanah Alfisol KHDTK sebesar 12,66 ml/jam, permeabilitas tertinggi adalah Entisol Colomadu dan terendah Inceptisol Karangpandan.
4. Kadar lengas kering angin Alfisol sebesar 7,15 %, kadar lengas maksimum Alfisol sebesar 75,4% dan kapasitas lapang Alfisol sebesar 1,49%.
5. Tanah Alfisol KHDTK masuk ke dalam klas tekstur lempung berliat dengan perbandingan tiga fraksi (clay : debu : pasir) sebesar 20,88% : 15,78% : 63,34%.
6. Batas lekat tanah Alfisol KHDTK sebesar 84,87% yang merupakan batas lekat tertinggi di antara yang lain. Batas Gulung tanah Alfisol sebesar 3,227%. Batas Gulung tanah Alfisol sebesar 37,30%. Indeks plastisitas Alfisol pada ketukan 40 sebesar 15,79 (sedang) dan ketukan 25 sebesar 15,40 (sedang). Batas berubah warna tanah Alfisol 14,39%.
7. Tanah Alfisol memiliki bobot volume sebesar 1,42 gr/cm3 dengan bobot jenis 1,69 gr/cm3 dan porositas sebesar 16%.
8. Tanah Alfisol memiliki agregat tanah yang tergolong kurang mantap, hal tersebut didapatkan berdasarkan nilai ketidakmantapan sebesar 1,871 dan indeks kemantapan sebesar 53,447%.
B. Saran
Berdasarkan praktikum Fisika Tanah 2023 dapat diberi saran sebagai berikut:
1. Diharapkan diberikan bimbingan perhitungan analisis karena cukup rumit.
2. Pengembalian revisi boardlist diharapkan tidak terlalu lama.
3. Sebaiknya pemberian dateline draft jadi dapat lebih dilonggarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S. R., Putra, R. C. 2016. Pengelolaan lengas tanah dan laju pertumbuhan tanaman karet belum menghasilkan pada musim kemarau dan penghujan. Warta Perkaretan, 35(1): 1-10.
Atmanto, M. D. 2017. Hubungan Bulk Density dan Permeabilitas Tanah di Wilayah Kerja Migas Blok East Jabung (The Relationship of Bulk Density and Soil Permeability in East Jabung Oil and Gas Working Area). Lembaran publikasi minyak dan gas bumi, 51(1): 23-29.
Bachtiar, B. 2019. Hubungan antar sifat-sifat tanah di bawah tegakan Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala Lam De Witt.). BIOMA: Jurnal Biologi Makassar, 4(2): 173-182.
Budianto, Y., Sartohadi, J. 2016. Keterdapatan sensitive clay pada lokasi longsorlahan di DAS Bompon, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Jurnal Bumi Indonesia, 5(4).
Budiasih, T., Alihudien, A., Ahmad, H. H. 2023. Analisis pengaruh Batas Cair dan Angka Pori Terhadap Indeks Pemampatan Primer (Studi Kasus: Tanah Lempung di Kranjingan, Kabupaten Jember). Jurnal Smart Teknologi, 4(6):
827-833.
Dahu, A. R. 2022. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Kultivar Ubi Jalar (Ipomoea batatas, L.). Savana Cendana, 7(01):
1-4.
Endarwati, M. A., Wicaksono, K. S., Suprayogo, D. 2017. Biodiversitas vegetasi dan fungsi ekosistem: hubungan antara kerapatan, keragaman vegetasi, dan infiltrasi tanah pada inceptisol lereng Gunung Kawi, Malang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 4(2): 577-588.
Fadila, I., Khairullah, K., Manfarizah, M. 2022. Analisis Indeks Stabilitas Agregat Tanah pada Beberapa Kelas Lereng dan Penggunaan Lahan di Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 7(2):
705–711.
Fathurrozi, F., Rezqi, F. 2016. Sifat-sifat fisis dan mekanis tanah timbunan badan jalan kuala kapuas. Poros Teknik, 8(1): 16-24.
Fitriani, D. A., Mahrup, M., Yasin, I., Bakti, L. A. A. 2022. Kecendrungan Warna Tanah dan Status Bahan Organik Pada Lahan Pertanian yang Mengalami Penutupan Awan Rendah Berbasis Peta Terra Modis di Pulau Lombok. Journal of Soil Quality and Management, 1(1): 1-6.
Handayani, T., Wahyuni, D. 2016. Pengaruh Sifat Fisik Tanah terhadap Konduktivitas Hidrolik Jenuh pada Lahan Pertanian Produktif di Desa Arang Limbung Kalimantan Barat. Prisma Fisika, 4(1).
Hasibuan, A. S. Z. 2015. Pemanfaatan bahan organik dalam perbaikan beberapa sifat tanah pasir pantai selatan Kulon Progo. Planta Tropika, 3(1): 31-40.
Isra, N., Lias, S. A., Ahmad, A. 2019. Karakteristik Ukuran Butir Dan Mineral Liat Tanah Pada Kejadian Longsor (Studi Kasus: Sub Das Jeneberang). Jurnal Ecosolum, 8(2): 62-73.
Kharisma, V. L. 2016. Pemodelan Plume Pencemaran Air Tanah Bebas dengan Menggunakan Software Visual Modflow di TPA Leuwigajah Kecamatan
Cimahi Selatan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat (Doctoral dissertation, Fakultas Teknik (UNISBA)).
Kristantyo, Y., Winarsih, S., Tyasmoro, S. Y., Sugito, Y. 2018. Pengaruh Aplikasi Polimer Superabsorben pada Beberapa Kadar Lengas Tanah Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). PLANTROPICA: Journal of Agricultural Science, 1(2).
Kusuma, M. N., Yulfiah, Y. 2018. Hubungan Porositas Dengan Sifat Fisik Tanah Pada Infiltration Gallery. In Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan (pp. 43-50).
Ma'shum, M., Padusung, P., Tejowulan, R. S. 2022. Tingkat Nilai Konsistensi Tanah pada Berbagai Macam Lahan Terdegradasi di Daerah Kayangan Kabupaten Lombok Utara. Journal of Soil Quality and Management, 1(2):
18-22.
Mulyono, A., Lestiana, H., Fadilah, A. 2019. Permeabilitas tanah berbagai tipe penggunaan lahan di tanah aluvial pesisir DAS Cimanuk, Indramayu. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(1): 1-6.
Mustawa, M., Abdullah, S. H., Putra, G. M. D. 2017. Analisis efisiensi iriga