• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendala Pelaksanaan Jaminan Produk Halal Oleh Lembaga Yang Berwenang

Dalam dokumen UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN (Halaman 111-116)

C. Kendala dan Konsekuensi Hukum Kewajiban Sertifikasi Halal Dalam Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal

1. Kendala Pelaksanaan Jaminan Produk Halal Oleh Lembaga Yang Berwenang

a. Tenaga Ahli:

Pada awalnya MUI menjalankan fungsi pemberian Fatwa Halal, namun saat itu para ulama mengeluarkan fatwa belum berdasarkan penelitian sains ataupun keterlibatan tenaga ahli (sains). Sehingga kalangan akademisi menyarankan MUI agar terlebih dahulu mengkaji produk dari aspek ilmiahnya sebelum memutuskan halal atau tidaknya suatu produk. Hingga kini Minimnya tenaga ahli tentunya menjadi kendala MUI dalam melaksanakan tugasnya dalam jaminan produk halal, karena harapannya dibentuk LPPOM MUI sebagai jalan untuk menggunakan ilmu pengetahuan/sains

sebagai bahan pertimbangan pengambilan fatwa halal atau tidaknya suatu produk.121

b. Ketidak percayaan masing-masing pihak/ lembaga dan tarik menarik kepentingan;

MUI mengharapkan dukungan Ormas Islam agar kewenangan sertifikasi halal tetap di MUI, tidak perlu diambil oleh pemerintah karena masalah konsumsi halal merupakan ajaran agama, maka perlu dasar fatwa ulama. MUI Sumatera Utara mengakui, telah terjadi tarik-menarik yang sangat kuat karena pihak Kementerian Agama bersikeras agar kewenangan menerbitkan sertifikasi halal ditarik ke pihaknya. Selain itu, MUI Sumatera Utara juga mengharap kerelaan dari Ormas Islam agar sertifikasi halal tidak dicampuri oleh ormas yang memiliki lembaga fatwa. Tujuannya, agar tak terjadi tumpang-tindih dan kebingungan terkait sertifikasi halal. Di MUI sudah ada Komisi Fatwa yang terdiri dari sejumlah Ormas Islam. Namun, disisi lain, DPR juga berkeinginan mengambil jalan tengah dengan membentuk sebuah badan di bawah Kementerian Agama yang berhak menerbitkan sertifikat halal, sementara MUI hanya berfatwa.122

c. Perubahan Kewenangan Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal: Walaupun MUI dan LPPOM MUI bukan merupakan lembaga yang berada dibawah

121 Wawancara dengan H. Rahmat Hidayat Nasution, Lc, selaku Pjs Sekretaris Umum MUI Kota Medan, Kamis, Tanggal 26 Juli 2019.

122Hasil wawancara dengan MUI Sumatera Utara

pemerintah, bukan berarti kedua lembaga ini tidak memiliki legalitas dalam menjalankan tugasnya. Pada Tahun 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 519 Tahun 2001 Tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal, yang menyatakan bahwa Majelis Ulama Indonesia ditunjuk sebagai lembaga pelaksana pemeriksaan pangan yang dinyatakan halal, yang dikemas untuk diperdagangkan di Indonesia. Bahkan pada tingkat internasional, LPPOM MUI sudah terkenal dan diakui oleh berbagai negara dalam kompetensinya di bidang kehalalan.

LPPOM MUI sebagai perwakilan Indonesia dikenal sebagai inisiator terbentuknya Dewan Halal Dunia (World Halal Food Council).

Dewan ini dibentuk untuk mendiskusikan standar kehalalan bersama antar lembaga-lembaga pemeriksa halal seperti LPPOM MUI yang ada di dunia. Pada dasarnya, Indonesia mengakui Sertifikat Halal dari negara lain yang Lembaga Halalnya memegang prinsip dan standar yang sama dengan yang dimiliki LPPOM MUI.

Namun pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, dan hingga saat ini belum terlaksananya BPJPH pada tiap-tiap provinsi tentunya hal ini berdampak pada kepercayaan dan kepatuhan hukum bagi pelaku usaha atas kewajiban sertifikat halal atas prodak usahanya.

Sehingga menimbulkan asumsi negative bahwa dibalik lahirya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk

Halal ada ketidak percayaan antara lembaga swasta (MUI) dan pemerintah (Kemenag) atas kinerja lembaga terkait kehalalan dan disamping asumsi tersebut adanya tarik menarik kepentingan

“jaminan produk halal”, karena melihat hal ini merupakan job yang memiliki keuntangan yang besar.123

d. Harga

Perlindungan konsumen di negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia perlu dilakukan. Salah satunya ialah dengan langkah sertifikasi halal. Namun, perlindungan konsumen acap kali terbentur persoalan harga sertifikasi. Untuk itu, regulasi perlu diperkuat. Sertifikasi halal didasari kekhawatiran akan beban ekonomi yang ditanggung pengusaha. Namun ujung-ujungnya para pengusaha bakal mengalihkan beban ekonomi tersebut kepada konsumen. Masalah harga untuk mendapatkan label halal, diakui menjadi salah satu hambatan perlindungan konsumen. Sejauh ini, hanya pengusaha, misalnya pengusaha makanan dan minuman yang besar saja, yang bisa mengantongi label halal. Sementara industri kecil menengah (IKM) sulit secara finansial untuk melabeli produknya dengan cap halal. untuk mendapatkan sertifikasi halal dari MUI, perusahaan harus merogoh kocek mulai dari Rp 0 hingga Rp 5 juta per produk, tergantung jenisnya, di luar biaya-biaya lain.

"Standar per sertifikat Rp 1 juta sampai Rp 5 juta untuk perusahaan

123 Hasil wawancara dengan MUI Sumatera Utara

menengah ke atas, dan untuk perusahaan kecil dan menengah Rp 0 sampai Rp 2,5 juta. Ini di luar dari transportasi dan akomodasi, tergantung besar atau kecilnya perusahaan.124

e. Ketidak siapan pemerintah dari segi anggaran

Tidak terbentuknya BPJPH hingga saat ini, ditiap-tiap provinsi sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, tentunya juga terkait mengenai ketidak siapan pemerintah dalam hal anggaran.

Kementerian Agama Sumatera Utara menjelasakan bahwa untuk membentuk BPJPH di Provinsi Suamatera Utara membetuhkan dana 15 Miliar dan pemerintah hanya memberikan dana 3 miliar.

Tentunya dana yang diberikan yang jumlahnya jauh lebih sedikit menjadi kendala Kementerian Agama dalam membentuk BPJPH di Sumatera Utara, bahkan hingga kini BPJPH juga belum kunjung terbentuk.125

Kendala-kendala dalam pelaksanaan jaminan produk halal yang di alami oleh lembaga yang berwenang (Kementerian Agama Sumatera Utara dan MUI Sumatera Utara) tentunya berdampak pada kepercayaan masyarakat khususnya pelaku usaha dalam melakukan kewajiban sertifikasi halal dalam prodak usahanya. Hal ini dapat dilihat sebagaimana tabel dibawah ini;

Daftar Rekapitulasi Sertifikasi Halal, Produk dan Perusahaan

124 Hasil wawancara dengan MUI Sumatera Utara

125 Hasil wawancara dengan Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara

No Tahun Jumlah

Sertfikasi Halal

Jumlah Produk

Jumlah Prusahaan

Keteranga n

1 2017 184 1611 332 Sistem

Cerol

2 2018 1135 167 Januari-

Juli

Dalam dokumen UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN (Halaman 111-116)