• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Interpretasi Amina Wadud dan Khaled M

C. Interpretasi Amina Wadud dan Khaled M. Abou

1. Kesadaran Keterpengaruhan oleh Sejarah . 164

mengedepankan bahasa, serta konteks Khaled juga dalam konteks mehamami ayat tentang saksi ia banyak mengutip hadis sebagai landasan kedua setelah al-Qur’an.

C. Interpretasi Amina Wadud dan Khaled M. Abou El

kehidupan bangsa asing, dengan memandang dunia dari kacamata asing tersebut merupakan salah satu upaya untuk memahami.

Pernyataan tersebut memberi satu pemahaman bahwa setiap mufasir ketika akan mmemahami sebuah teks, tidak akan bisa melepas dirinya dari sejarah, tradisi, dan kultur yang melingkupinya. sehingga seseorang perlu menyadari posisi tersebut dapat memberi pengaruh dan mewarnai pemahamannya terhadap teks yang ditafsirkan.

Maka, dalam mebaca teks al-Qur’an baik Amina Wadud maupun Khaled M. Abou El Fadl berangkat dari tradisi atau situasi sosio-historis yang keduanya alami. Amina Wadud, bermula dari rasisme Amerika lantaran fenomena kehidupan yang mencekam dirinya yaitu penindasan ganda sebagai perempuan Afrika-Amerika. Wadud terjebak dalam diskriminasi ras dan seksual Amerika yang miskin dan tidak mendapatkan hak istimewa ditambah dengan masalah sosial yang meliputi logika kapitalis dan lelaki kulit putih.

Menemukan Islam sebagai sandaran baru yang “menawarkan perhatian, perlindungan, dukungan finansial dan menghormati perempuan” mendorong Wadud keluar dari sangkar penindasan dan mulai memperjuangkan keadilan bagi banyak orang.

Dengan penuh kesadaran Wadud selalu membaca al- Qur’an dan menghubungkannya dengan kondisi sosial dan keadaan sejarah yang spesifik serta mendobrak dominasi laki- laki dalam segala hal yang menyangkut Islam, agama yang membawa misi keadilan dan kesetaraan. Ahmad Musthafa Haroen, salah satu orang yang pernah berbincang-bincang

secara langsung dengan Wadud dalam sebuah workshop di Virginia, mempunyai kesan terhadap Wadud bahwa dari fisik dan tutur kata, Wadud merupakan salah satu prototipe muslimah dengan unsur feminintas yang sangat teruji.

Kedalaman dan ketekunan dalaam menimba ilmu pengetahuan agama khususnya menyakut bidang tafsir tidak diragukan lagi.

Berbeda dengan pengalaman Amina Wadud, pemikiran Khaled El Fadl juga dipengaruhi oleh kondisi sosial politik Mesir yang chaos di era itu maka maka tahun 1982 Khaled meninggalkan Mesir dan pergi ke Amerika dengan maksud untuk melihat sebab-sebab kemajuan Barat secara lebih dekat.247 Selain itu, pengalaman pada masa remajanya, Khaled termasuk anggota dalam gerakan puritan Wahabi yang memang tumbuh subur di lingkungannya.

Akan tetapi, keluarga Khaled termasuk terbuka terhadap pemikiran. Mereka menawarkan berbagai khazanah keilmuan Islam dari berbagai aliran kepada Khaled. Semua ini mendorong Khaled untuk memperluas wawasan yang ia miliki.

Sebagaimana disebutkannya sendiri. Latar belakang tulisan dan karyanya adalah sebagai respons atas munculnya fatwa-fatwa keagamaan yang dikeluarkan oleh SAS (The Society for Adherence to the Sunnah/Masyarakat Taat Sunnah) di Amerika dan CRLO (Council for Scientific Research and Legal Opinions/Al-Lajnah al-Da’imah li al-Buhuts wa al-

247Ulya, Studi Kritis Terhadap Ide Khled Abou El Fadl dalam Speaking in God’s Name, Jurnal Hermeneutik, Vol. 9, No. 1, Juni 2015, 143.

Ifta’/Lembaga Pengkajian Ilmiah dan Fatwa) di Arab Saudi.

Ia melihat dalam fatwa-fatwa dua lembaga keagamaan tersebut terdapat sejumlah keganjalan.

Setelah melakukan penelitian secara mendalam terhadap kaum imigran muslim, Khaled menemukan problem atau krisis otoritas. Otoritas yang dimaksud bukan otoritas di ranah politik atau sosial sekalipun keduanya juga dipersoalkan tetapi lebih pada otoritas tekstual. Lebih jauh Khaled menerangkan bahwa problem ini tidak seberat problem minimnya kerangka institusional dalam menyalurkan otoritas teks. Tetapi lebih pada pengembangan kerangka konseptual yang digunakan untuk mendekati, mengkonstruksi, dan menghadirkan teks.248

Menurut Khaled, Umat Islam di Amerika tidak mengembangkan cara-cara logis untuk memahami dan menafsirkan teks-teks Islam. Bahkan, mereka tidak mengembangkan cara mengevaluasi keabsahan (otoritas) berbagai bentuk cara yang bisa digunakan untuk membaca dan menafsirkan teks-teks Islam. Dari segi pemikiran selama menetap di Timur Tengah memang Khaled dipengaruhi oleh Muhammad al-Gazhali yang merupakan salah satu tokoh moderat al-Azhar yang disukainya. Sebagai seorang imigran, pemikiran Khaled M. Abou El Fadl juga banyak dipengaruhi oleh konteks masyarakat Islam imigran yang membangun karir di negara-negara Barat dan eropa. Mereka adalah kaum

248Aji Damanuri, Hermeneutika Negosiatif Khaled M. Abou El Fadl: Menangkal Otoritarianisme Tafsir Agama dalam Hukum Islam, 94.

muslim minoritas yang hidup dalam teradisi masyarakat Barat yang sangat plural dan demokratis.249

2. Penggabungan Horizon (Perspektif)

Pada tahap ini mengacu pada teori Gadamer, yang dikenal dengan teori dialog (dialektis). Di sini terdapat peleburan antara dua horison (perspektif) antara penafsir dengan teks. Sehingga dalam penafsiran teks, terutama yang berkaitan dengan ayat-ayat gender selalu terjadi dialektika penafsir dengan teks yang ditafsirkan. Sehingga produk yang dihasilkan merupakan paduan antara subjektifitas penafsir dan objektifitas teks.250

Dalam bukunya Wadud menjelaskan diantara tujuan yang ingin diwujudkan dalam memperjuangkan isu-isu feminis (kesetaraan gender) adalah membuat al-Qur’an memiliki makna dalam kehidupan wanita di era modern.

Sehingga dapat dipahami, perlunya melakukan peninjauan ulang ayat-ayat al-Qur’an beserta konteksnya. Selain ingin menggambarkan interpretasik teks, pada saat yang sama Wadud ingin menggambarkan prior teks (persepsi, keadaan dan latar belakang) orang yang membuat interpretasi tersebut.251

Begitu juga dengan Khaled El Fadl, bahwa dengan hermeneutika yang ditawarkannya bertujuan untuk

“menemukan makna teks” sebagaimana hermeneutika

249Hanik Rosyida, Kritik Interpretasi Otoritatif: Studi Hermeneutika Khaled M. Abou El Fadl, Syariati: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hukum, Vol. VII, No. 01, Mei 2021, 19.

250Irsyadunnas, Hermeneutika Feminisme dalam Pemikiran Tokoh Islam Kontemporer, 132.

251Amina Wadud, Women and Qur’an, 1.

Wadud, tetapi juga bertujuan untuk “mengungkap kepentingan penggagas atau pembaca yang tersimpan dibalik teks serta menawarkan strategi pengendalian tindakan sewenang-wenang penggagas dan pembaca terhadap teks.