• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesimpulan

Dalam setiap negara hukum termasuk Indonesia, dipersyaratkan berlakunya Asas Legalitas dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintah harus didasarkan atas Peraturan Perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan Perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dahulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Indonesia sebagai negara hukum dalam mengimplementasikan berbagai produk hukum menggunakan teori norma hukum yang berjenjang (hierarki) dalam artian bahwa produk hukum yang berada di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi di atasnya (lex superior derogat legi inferior). Teori norma hukum yang berjenjang (hierarki) yang digunakan Indonesia dalam mengimplementasikan berbagai produk hukum didasarkan pada teori jenjang norma hukum (Stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dan kemudian dikembangkan oleh salah satu murid Hans Kelsen, yakni Hans Nawiasky menjadi teori jenjang norma hukum (die Theorie vom Stufentordnung der Rechtsnormen).

Hans Nawiasky dalam die Theorie vom Stufentordnung der Rechtsnormen menyatakan bahwa sesuai dengan teori Hans kelsen suatu norma hukum dari negara manapun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang di mana norma yang di bawah berlaku, berdasar, dan bersumber pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, berdasar, dan bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi sampai pada suatu norma yang tertinggi yang disebut Norma Dasar. Tetapi Hans Nawiasky

juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-kelompok. Berdasarkan teori tersebut kelompok norma dari yang tertinggi ke yang terendah pada struktur tata hukum Indonesia adalah:

1. Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).

2. Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan.

3. Formell gesetz: Undang-Undang.

4. Verordnung en Autonome Satzung: Secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota

Penggunaan teori norma hukum yang berjenjang ini diperlukan agar terdapat keselarasan dalam segala produk hukum yang dibentuk sehingga dapat mewujudkan tujuan pembentukan negara Indonesia. Untuk menjaga adanya keselarasan dalam segala produk hukum yang dibentuk, tata cara pembentukan dan materi Undang-Undang beserta Peraturan Perundang-undangan di bawahnya termasuk Peraturan Pemerintah, diatur di dalam Undang-Undang yaitu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Seluruh Undang-Undang beserta Peraturan Perundang-undangan di bawahnya tanpa terkecuali Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

(COVID-19), harus memenuhi seluruh ketentuan bagi tiap-tiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Ketentuan-ketentuan terkait Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Ketentuan terkait pembentukan Peraturan Pemerintah yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

2. Ketentuan terkait materi muatan atau substansi Peraturan Pemerintah.

Setelah mengkaji ketentuan-ketentuan terkait Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, nampak bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan

Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tidak memenuhi ketentuan- ketentuan tertentu terkait Peraturan Pemerintah yang menyangkut segi formil maupun materiilnya. Dipenuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuan tersebut dipengaruhi oleh alasan pembentukan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Apabila alasan pembentukan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) adalah untuk memenuhi amanat atau perintah Pasal 60 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, maka ketidaksesuaian-ketidaksesuaian antara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan ketentuan-ketentuan terkait Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Jo.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan judul dengan frasa “Pembatasan Sosial Berskala Besar” saja dan frasa “Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)”. yangmana judul tersebut mencerminkan bahwa materi muatan dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 hanya mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk mencegah

kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) adalah tidak sesuai dengan amanat atau perintah Pasal 60 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 yang dijalankannya. Pasal 60 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 memerintahkan ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sehingga Peraturan Pemerintah ini dapat berlaku terus menerus dalam arti, ketentuannya selalu dapat digunakan untuk mencegah penyebaran segala penyakit atau kontaminasi yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang dapat muncul kapanpun pada masa yang akan datang. Penggunaan frasa“Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)” membuat ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tidak dapat diterapkan setelah wabah COVID-19 dapat teratasi, hal ini tidak sesuai dengan amanat Pasal 60 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tersebut. Sebagai Peraturan Pemerintah yang dibentuk untuk melaksanakan amanat atau perintah Pasal 60 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tersebut, materi muatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 seharusnya adalah kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan materi tersebut harus

tercermin pada judul. Karena materi tersebut tidak tercermin pada judul maka Penggunaan judul dengan frasa “Pembatasan Sosial Berskala Besar”

saja dan “Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)” selain tidak sesuai dengan amanat atau perintah Pasal 60 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018, dalam hal ini otomatis tidak sesuai pula dengan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–undangan, dan ketentuan Nomor 3 Bab I Kerangka Peraturan Perundang–undangan Lampiran II Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–undangan.

2. Tidak dicantumkannya Pasal 60 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 yang memerintahkan pembentukannya pada bagian Konsideransnya. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Nomor 24 Bab I Kerangka Peraturan Perundang–undangan Lampiran II Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011.

3. Definisi Pembatasan Sosial Berskala Besar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 yang berbeda dengan definisi Pembatasan Sosial Berskala Besar yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019, Pasal 5 huruf c

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011, dan Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011.

4. Materi muatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 yang tidak sesuai dengan amanat atau perintah Undang-Undang induknya. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019, Pasal 12 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 5 huruf c Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011.

5. Tidak memenuhi ketentuan-ketentuan terkait kejelasan rumusan Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 huruf f Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–undangan dan ketentuan Nomor 242, 243, dan 244 Bab III Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan yang terdapat Lampiran II Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–undangan.

Sedangkan, dinilai dari apabila alasan pembentukan Peraturan Pemerintah ini adalah untuk menjalankan Undang-Undang dan bukan untuk memenuhi amanat atau perintah Pasal atau Pasal-Pasal tertentu dari Undang-Undang induknya, judul Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 ini tetap tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019, ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011, Ketentuan Nomor 3 Bab I Kerangka Peraturan Perundang–undangan Lampiran II Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–undangan, dan ketentuan Pasal 5 huruf c

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011. Karena, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 juga mencantumkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sebagai dasar hukum pembentukannya, sehingga judul Peraturan Pemerintah yang dibentuk untuk menjalankan tiga Undang-Undang ini tetap harus dan telah mencerminkan materi muatannya yang tidak lain adalah ketentuan-ketentuan yang dijalankannya dari ketiga Undang-Undang yang menjadi dasar pembentukannya.

Selanjutnya, sekalipun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 ini dibentuk untuk menjalankan Undang-Undang dan bukan untuk memenuhi amanat atau perintah dari Pasal atau Pasal-Pasal tertentu dalam Undang- Undang, materi muatan atau substansi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 ini tetap tidak memenuhi ketentuan Pasal 12 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 dan Pasal 5 huruf c Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 karena materi muatannya hanya berisi pengaturan mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk mencegah kemungkinan penyebaran COVID-19, itupun dengan pengaturan yang tidak rinci seperti peraturan dalam Peraturan Pemerintah pada umumnya. Materi muatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 hanya mengatur Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan pengaturan yang sederhana, dengan adanya pengulangan norma-norma yang ada di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018. Pengulangan norma-norma tersebut seharusnya dilakukan dalam batas yang ditetapkan Ketentuan Nomor 215 Bab II Hal-Hal

Khusus Lampiran II Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–undangan. Materi muatan yang hanya berisi pengaturan sederhana mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk mencegah kemungkinan penyebaran COVID-19 membuat tidak jelas mana ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020. Padahal, materi muatan Peraturan Pemerintah seharusnya adalah pengaturan lebih rinci dan lebih teknis dari satu atau lebih ketentuan yang dijalankan dari Undang-Undang yang dijadikan dasar hukum pembentukannya.

Apabila Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 ini dibentuk untuk menjalankan Undang-Undang dan bukan untuk memenuhi amanat atau perintah dari Pasal atau Pasal-Pasal tertentu dalam Undang-Undang, berkaitan dengan Undang-Undang yang menjadi dasar hukum pembentukannya, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana tetap kurang tepat jika dijadikan dasar penerbitan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 dikarenakan beberapa hal yang diantaranya adalah karena materi muatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tidak ada satupun yang merupakan pelaksanaan langsung dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular

237 dan keadaan darurat yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ini adalah Status Keadaan Darurat Bencana dan bukan Darurat Kesehatan Masyarakat sebagaimana ditentukan dalam Keppres Nomor 11 Tahun 2020238. Terakhir, sekalipun alasan pembentukan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 adalah untuk menjalankan Undang-Undang dan bukan untuk memenuhi amanat atau perintah dari Pasal atau Pasal-Pasal tertentu dalam Undang-Undang, Penggunaan kata libur pada Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 dan tidak dijelaskannya frasa “kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya” yang terdapat pada penjelasan Pasal 4 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020, membuat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 ini tetap tidak memenuhi ketentuan Pasal 5 huruf f Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–undangan dan ketentuan Nomor 242, 243, dan 244 Bab III Ragam Bahasa Peraturan Perundang- undangan Lampiran II Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–undangan.

Tetapi, apabila alasan pembentukan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 adalah untuk menjalankan Undang-Undang dan bukan untuk memenuhi amanat atau perintah dari Pasal atau Pasal-Pasal tertentu dalam

237 Gunawan Widjaja, (07 April 2020), Covid-19: Regulasi Setengah Hati, Diakses pada 31 Oktober 2020. Website:.https://www.hukumonline.com/berita/baca/ lt5e8bfd9397a9b/covid-19- -regulasi-setengah-hati-oleh--gunawan-widjaja?page=3.

238 Gunawan Widjaja, (07 April 2020), Covid-19: Regulasi Setengah Hati, Diakses pada 31 Oktober 2020. Website:.https://www.hukumonline.com/berita/baca/ lt5e8bfd9397a9b/covid-19-- regulasi-setengah-hati-oleh--gunawan-widjaja?page=4.

Undang-Undang, mengenai tidak adanya pencantuman Pasal pada bagian Konsiderans dan adanya perbedaan definisi Pembatasan Sosial Berskala Besar tidak menjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan terkait Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Karena, apabila yang menjadi alasan pembentukan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 ini adalah untuk menjalankan ketentuan-ketentuan tertentu dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018, maka tidak dicantumkannya Pasal dari ketiga Undang-Undang yang menjadi dasar hukum pembentukannya dalam Konsiderans Peraturan Pemerintah ini adalah benar sebab memang tidak ada Pasal dalam ketiga Undang-Undang induknya yang memerintahkan pembentukan Peraturan Pemerintah ini. Adanya perbedaan definisi Pembatasan Sosial Berskala Besar juga bukanlah sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan terkait Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan sebab Peraturan Pemerintah ini dibentuk karena Presiden menganggap perlu adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih lanjut mengenai

pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang diterapkan khusus untuk menangani COVID-19. Adapun akibat dari adanya ketidaksesuaian- ketidaksesuaian antara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020, dengan ketentuan-ketentuan terkait Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019, baik Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 ini dibentuk untuk menjalankan Undang-Undang ataupun untuk memenuhi amanat atau perintah Undang-Undang, adalah sebagai berikut:

1. Mengakibatkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 memiliki ketidaksesuaian (bertentangan) dengan Undang-Undang sehingga memenuhi salah satu dari empat syarat, yang apabila keempatnya terpenuhi, mengakibatkan suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang layak untuk dijadikan objek permohonan keberatan hak uji materiil pada Mahkamah Agung sehingga keberlakuannya berpotensi dapat dibatalkan (Vernietigbaar). keempat syarat tersebut adalah sebagai berikut:

a. Memiliki ketidaksesuaian (bertentangan) dengan Undang-Undang; b.

Mengakibatkan hak salah satu atau seluruh kelompok subjek hukum yang telah disebutkan pada Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 dirugikan oleh berlakunya Peraturan Perundang-undangan dibawah Undang-undang yang dipermasalahkan, kerugian tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak- tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan

akan terjadi239; c. Mengakibatkan adanya hubungan sebab akibat atau hubungan kausal (causal verband) antara kerugian hak yang dipunyai salah satu atau seluruh kelompok subjek hukum yang telah disebutkan pada Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 dan berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang dipersoalkan; d.

Apabila permohonan keberatan hak uji materiil yang bersangkutan kelak dikabulkan, maka kerugian yang bersangkutan memang dapat dipulihkan kembali dengan dibatalkannya Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang dimaksud240. Jadi ada kemungkinan dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.241

2. Menciptakan adanya kemungkinan pada masa depan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 dapat memenuhi syarat-syarat terkait kerugian hak dari empat syarat sebagaimana yang telah diuraikan pada nomor 1, yang apabila keempatnya terpenuhi, mengakibatkan suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang layak untuk dijadikan objek permohonan keberatan hak uji materiil pada Mahkamah Agung sehingga keberlakuannya berpotensi dapat dibatalkan (Vernietigbaar).

239 H. Imam Soebechi, (2016), Hak Uji Materiil, Cetakan Pertama, Jakarta Timur: Sinar Grafika. h. 229-330.

240 Ibid., h. 206-207.

241 Ibid., h. 230.

3. Mengakibatkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga tidak dapat memenuhi tujuan pembentukannya.

Dari data yang menunjukkan kasus positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai 758.473 per 2 Januari 2021 dengan penambahan jumlah penderita baru yang mencapai ribuan per 24 jam, keberhasilan vaksinasi yang lebih mudah terjadi pada kondisi kurva pandemi virus corona yang sudah melandai sedangkan di Indonesia kurvanya masih terus naik, sehingga dikhawatirkan vaksinasi COVID- 19 menjadi tidak efektif atau butuh waktu lebih lama untuk menciptakan herd immunity242 dan banyaknya jumlah tenaga medis yang meninggal akibat COVID- 19, Pemerintah perlu (harus) mulai mempersiapkan revisi atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 atau Peraturan Pemerintah Penggantinya yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019, yang memenuhi amanat-amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 sebagai antisipasi penambahan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia semakin tidak terkontrol sehingga penerapan Pembatasan Berskala Besar atau Karantina Wilayah di banyak daerah menjadi harus dilakukan. Peraturan revisi atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 atau Peraturan Pemerintah Penggantinya harus disiapkan sebaik mungkin mulai sekarang agar dapat mewujudkan seluruh tujuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018. Pemerintah

242 Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas, (2 Januari 2021) Covid-19 Indonesia Masuki Masa Kritis, Vaksin Corona bukan Solusi Hentikan Pandemi, Diakses pada 2 Januari 2021. Website:

https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/02/180200623/covid-19-indonesia-masuki-masa- kritis-vaksin-corona-bukan-solusi-hentikan?page=all

juga perlu (harus) mulai menyiapkan segala sesuatu untuk pelaksanaan ketentuan- ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 terutama pembiayaan sebagai antisipasi jikalau penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau Karantina Wilayah perlu (harus) dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia baik untuk mencegah penyebaran COVID-19 maupun untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit lain atau kontaminasi yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Dokumen terkait