KEBEBASAN MANUSIA DANPEMBEBANANHUKUM
E. KO-EKSISTENSI
Manusia adalah makhluk yang paling sempuma di alam ini, berbeda dari makhluk-makhluk lain. Perbedaan itu tampak dari karakteristik sebagaimana para filosof menyebut hakikat manusia dengan istilah-istilahhomo rationale, homo simbolicuin, homo econo- tnicus, homo social (Arsitoteles),homo ludens (Huizinga), homo men- sura (Protagoras), homo mechanicus (La Mettrie), homo viator (Gabriel Marcel), homo creator (Michael Landman).Professor Noto- nagoro (aIm) memandang hakikat dasar ontologis manusia dalam Negara Republik Indonesia yang ber-Pancasila sebagai makhluk yang monopluralis. Manusia sebagai makhluk yang monopluralis oleh Professor Notonagoro (aIm) diartikan sebagai makhluk yang merniliki 3 (tiga) hakikat kodrat sebagai berikut:
a Sifat kodrat, yaitu manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
b. Susunan kodrat, yaitu manusia sebagai makhluk yang tersusun dari dua un sur, yaitu raga danjiwa.
c. Kedudukan kodrat, yaitu manusia sebagai makhluk yang berdiri sendiri dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
134
Atas dasar pemahaman hakikat kodrat ontologi manusia yang monopluralis itu maka kita dapat dengan mudah memahami hubungan antara manusia dengan nilai-nilai hidupnya. Pada kenyataannya manu- sia hidup bersama-sama dengan orang lain dan kebersamaan ini nyata dalam seluruh hidup manusia dalam segala tindakannya. Oleh karena itu eksistenis manusia selalu berarti juga ko-eksistensi. Dalam koeksistensiterdapat tiga tingkat (Huijbers, 1995: 62-64):
1). Ko-eksistensi biologis-psikis, yang berdasarkan kebutuhan 'aku'.
Dalam keadaan ini 'aku' dipandang lebih tinggi daripada manusia lain. Orang lain sedapat-dapatnya diarahkan untuk meme- nuhi kebutuhan-kebutuhan 'aku'. Akibatnya hidup bersama itu di- tandai dengan eksploitasi dan dominasi manusia pada manusia lain.
Bila kebutuhan-kebutuhan pribadi itu menjadi satu-satunya tiang bagi pembentukan hidup, maka dengan demikian hidup itu bertum- pu pada suatu egoisme individual belaka.
Herbert Spencer (1820-1903) berpendirian bahwa memang inilah situasi hidup yang sebenamya. Sesuai dengan teori evolusi Charles Darwin dijelaskan bahwa prinsip-prinsip evolusi berlaku bagi kehidupan manusia juga, seperti struggle for life, the survival ofthe fittest, natural selection. Teori ini disebut Darwinisme sosial, hukum dibuat untuk mengatur evolusi kehidupan bersama dalam masyarakat industri modem yang bertumpu pada egoisme indivi- dual (Copleston, 1961-1975: 142-168).·
2). Ko-eksistensi etis berdasarkan kesamaan hak.
Dalam keadaan ini aku dipandang sama tinggi dengan manusia lain. Prinsip rasional ini yang menjadi sumber hukum.
3). Ko-eksistensi etis berdasakan kewajiban.
Dalam keadaan ini manusia lain dipandang lebih tinggi daripada aku. Prinsip rasional ini yang menjadi sumber moral hidup manusia.
135 F. KEPEMILIKAN
1.Pengertian Hak Milik
Istilah milik berasal dari bahasa arab yaitu milk. Milik secara lughowi diartikan sebagai "memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya" (Hasbi Ash-Shiddieqy, 1989: 8). Menurut istilahi milik didefinisikan sebagai suatu iklitisas yang menghalangi orang lain, menurut syariat, yang membenarkan pemilik ikhtisas itu bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya, kecuali ada penghalang(Hasbi Ash-Shiddieqy,1989: 8).
Kata 'menghalangi' dalam definisi diatas maksudnya adalah sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemilik sesuatu barang untuk mempergunakan atau memanfaatkan dan bertindak tanpa per- setujuan terlebih dahulu dari pemiliknya. Sedangkan pengertian 'penghalang' adalah sesuatu ketentuan yang mencegah pemilik untuk bertindak terhadap hart a miliknya.
Hak milik dalam pandangan Hukum Islam dapat dibedakan menjadi:
I. Hak milik yang sempuma tmilkut tam),yaitu kepemilikan yang meliputi penguasaan terhadap bendanya (zatnya) dan manfaat- ,nya (hasil) benda secara keseluruhan .
2. Hak milik yang kurang sempuma (milkun naqish), disebut demikian karena kepemilikan tersebut hanya meliputi bendanya saja,atau manfaatnya saja.
2. Sebab Hak Milik
Selanjutnya dapat dikemukakan sebab-sebab seseorang mempu- nyai hak milik menurut Hukum Islam, dapat diperoleh dengan cara:
1).Disebabkan Ihrazul mubaltat (memiliki benda yang boleh dimiliki)
Baranglbenda yang dapat dijadikan sebagai objek kepemilikan adalah bukan benda yang menjadi hak orang lain dan bukan pula benda dimana ada larangan hukum agama untuk diambil
~
sebagai hak milik. Diantaranya dengan: berburu, membuka ta- nah baru yang belum ada pemiliknya, air di sungai, pengusa- haan barang tambang(rikaz) dan hart a rampasan perang.
2). Disebabkanal-Uqud(akad)
Pengertian akad atau perikatan dalam lapangan hukum harta kekayaan adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut sarang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu (Soe- bekti, 1996: 122-123). Adapun klasifikasi perbuatan hukum tersebut adalah:
a. Perbuatan sepihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada pihak yang lainnya, misal: pembuatan surat wasiat, dan pemberian hadiah (hibah).
b. Perbuatan hukum dua pihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak secara timbal balik, misal: jual beli, sewa menyewa, perjanjian kerja dan lain sebagainya.
3). Disebabkanal-Khalafiyah (pewarisan)
Yaitu seseorang memperoleh hak milik disebabkan karena menempati temp at orang lain (Suhrawardi, 2004: 11). Lahimya hak milik ini dapat dikelompokkan menjadi dua:
a. Khalafiyah syakhsyan syakhsy, sering juga diistilahkan dengan irts, yaitu ahli waris menempati tempat si pewaris meliputi kepemilikan segala harta yang ditinggalkan oleh pewaris terse but.
b. khalafiyah syai'an syaiin, sering dinamakan juga dengan tadlmin atau ta'wild atau menjamin kerugian. Maksudnya apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang meru- gikan orang lain, maka orang tersebut diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut. Barang ganti kerugian (diyatl iwald, dan arsyul jinayat) menjadi sepenuhnya milik dari yang menenma.
4). Attawalludu minal mamluk (beranak pinak)
Segala yang lahir/terjadi dari benda yang dimiliki merupakan hak bagi pemilik barang atau benda tersebut,misal: anak bina- tang-yang lahir dari induknya, susu lembu yang keluar dari seekor lembu.
3. Prinsip Kepemilikan
Pemilikan pribadi dalam pandangan Islam tidak bersifat mutlak (absolute). Dalam berbagai ketentuan, Islam melakukan pembatasan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan harta benda milikny a. Ada beberapa prinsip dasar mengenai kepemilikan terhadap harta benda, seperti dikemukakan oleh Sayyid Quthb berikut ini:
1). Pada hakikatnya individu hanyalah wakil masyarakat
Prinsip ini menekankan bahwa sesungguhnya individu (pribadi) hanya merupakan wakil masyarakat yang diserahi amanah , yaitu mengurus dan memegang harta benda. Sesungguhnya keseluruhan harta benda tersebut secara umum adalah hakmilik masyarakat. Sedangkan yang menjadi pemilikmutlak dari harta benda terse but adalah Allah. Hal ini didasarkan pada finnan Allah:
"Beritnanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkah- kanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya". (QS. AI-Hadid:7).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemilikan pribadi atas sesuatu harta benda dalam pandangan Islam sebenamya hanya bersifat "pemilikan hak pembelanjaan dan pemanfaatan belaka.
Dengan demikian , apapun bentuk kepemilikan pribadi (yang diperoleh berdasarkan usaha-usaha yang tidak menyimpang dari syariat Islam) akan didapati hak masyarakat. Dalam bahasa sederhana dapat dikemukakan bahwa hak kepemilikan pribadi dalam Islam mempunyai dimensi fungsi sosial.
2). Harta benda tidak boleh hanya berada di tangan pribadi (seke- lompok) anggota masyarakat.
Prinsip ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan dan ke-
stabilan dalam masyarakat. Karena seperti kita ketahui bahwa kepemilikan hanya pada satu orang atau kelompok anggota ma- syarakat (monopoli) memberikan dampak yang dapat merugi- kan masyarakat. Ketidakbolehan penumpukan harta ini didasar- kan pada finnan Allah:
"... supaya liar/a itu jangan hanya beredar di antara orang- orang yang kaya saja diantara kamu ... " (QS. AI-Hasyr: 7).
Oalam konteks kekinian, hal tersebut yang diambil ilustrasi bahwa sikap mental oligopoli, monopoli, kartel dan yang sejenis dengannnya merupakan sikap mental pengingkaran nurani kemanusiaan dan jelas-jelas menyimpang dari aturan Islam (Suhrawardi, 2000: 7).
Walaupun di dalam syariat Islam diakui adanya hak-hak yang bersifat perorangan terhadap suatu benda, bukan berarti atas sesuatu benda yang dimilikinya tersebut sesorang dapat berbuat sewenang- wenang. Adanya hak masyarakat yang melekat terhadap hak milik yang diperoleh seseorang, dibuktikan dengan kctentuan sebagai berikut (Suhrawardi, 2004: 12-14):
a. Larangan menimbun barang
Dalam ketentuan syariat Islam seseorang pemilik harta tidak diperbolehkan untuk menimbun barang dengan maksud agar harga barang tcrsebut naik, kemudian penirnbun akan menjual barang pad a harga yang tinggi tersebut. Larangan tersebut tercermin dari hadis yang diriwayatkan oleh Abu Oaud, At- Tirmidzi dan Muslim dari Mu'ammar bahwa Nab i SAW bersabda, "siapa yang tnelak ukan penitnbunan, ia dianggap bersalah. "
b. Larangan memanfaatkan harta untuk hal-hal yang mernbahaya- kan masyarakat
Pengertian membahayakan di sini adalah hal-hal yang yang dapat mengakibatkan bahaya atau kerusakan bagi masyarakat, baik fisik maupun non-fisik seperti membahayakan keh idupan beragama, membahayakan akal pikiran manusia maupun mem-
bahayakankeutuhan dan persatu anmasyarakat.
c. Larangan pembeku anharta
Pemb ekuan harta di sini maksudnya adalah membia rkan harta atau bend a miliknya terlantar, tidak berman faat, dan tidak pro- duktif. Padahal di sisi lain jika barang tersebut dikuasai oleh orang lain, maka sangat mungkin untuk dimanfaatkan bagi usaha-usaha produktif yang bermanfaat bagi oran g terse but maupun masyarakatsecara luas. .
BABIX