BAB II KERANGKA TEORI
B. Konsep Anak Berhadapan Dengan Hukum
Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tak terkecuali Indonesia.23 Dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang
22Bastaman. H. D. Logoterapi, Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup Dan Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 88-83
23Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.1.
pengadilan Anak, Terdapat definisi Anak, Anak Nakal, Anak Didik Pemasyarakatan. Yang dimaksud dengan Anak dalam Undang-Undang ini yaitu orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Anak Nakal adalah Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi Anak, baik menurut peraturan perundangundangan maupun menurut peraturan Hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Anak Didik Pemasyarakatan, balai pemasyarakatan, Tim Pengamat Pemasyarakatan, dan Klien pemasyarakatan adalah Anak Didik pemasyarakatan, Balai pemasyarakatan, Tim Pengamat Pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.24
Sedangkan Dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012 Tentang sistem peradilan pidana Anak, pengertian anak menurut Undang-undang ini yang disebut Anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Dalam Undang-undang ini juga Terdapat Lembaga-lembaga antara lain:
Lembaga pembinaan khusus Anak (LPKA) yaitu lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya, Lembaga penempatan Anak sementara (LPAS) yaitu Tempat Sementara bagi Anak Selama proses peradilan berlangsung dan Lembaga penyelengaraan kesejahteraan Sosial
24Undang-undang No 3 Tahun 1997 tentang pengadilan Anak
(LPKS) yaitu lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelengaraan kesejahteraan sosial yang melaksanakan penyelengaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.25 Selanjutnya pengertian anak menurut Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menurut pasal 1 angka 1 (satu) anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2. Anak-anak yang Berhadapan Dengan Hukum
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan saksi tindak pidana. Masalah anak merupakan arus balik yang tidak diperhitungkan dari proses dan perkembangan pembangunan bangsa-bangsa yang mempunyai cita-cita tinggi dan masa depan cemerlang guna menyongsong dan menggantikan pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia. Terkait dengan hal itu paradigma pembangunan haruslah pro anak.26
Harry E. Allen and Clifford E. Simmonsen menjelaskan bahwa ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat anak harus berhadapan dengan hukum, yaitu:27
25Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang sistem pradilan pidana Anak
26Muhammad Joni dan Zulchaina Z Tanamas, Aspek Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1999), h. 83
27Harry E. Allen and Clifford E. Simmonsen dalam Purniati, Mamik, Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, Correction in America An Introduction, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) di Indonesia, (Jakarta, UNICEF, 2003), h. 2
a. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah, atau kabur dari rumah
b. Juvenile Deliquence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.
c. Selain itu anak yang berhadapan dengan hukum adalah seorang anak yang sedang terlibat dengan masalah hukum atau sebagai pelaku tindak pidana, sementara anak tersebut belum dianggap mampu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, menginggat usianya yang belum dewasa dan sedang bertumbuh berkembang, sehingga berhak untuk dilindungi sesuai dengan undang-undang.
Berdasarkan penjelasan diatas anak yang berhadapan dengan hukum atau anak yang berkonflik dengan hukum adalah mereka yang berkaitan langsung dengan tindak pidana, baik itu sebagai korban maupun saksi dalam suatu tindak pidana. Ada juga perbedaan dari perilaku atau perbuatan melawan hukum anak dan orang dewaa yang tidak bisa di samakan, dimana sebuah perbuatan yang dilakukan anak bisa saja menjadi suatu perbuatan melawan hukum, namun untuk orang dewasa itu bukan merupakan perbuatan melawan hukum, maupun sebaliknya.
Menurut hal ini adalah anak yang telah mencapai umur 8 tahun dan belum mencapai 18 tahun atau belum menikah. Faktor penyebab anak berhadapan dengan hukum di kelompokan menjadi 2 faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal, yang pertama faktor internal anak berhadapan dengan hukum mencakup: keterbatasan ekonomi keluarga; keluarga tidak harmonis (Broken Home); tidak ada perhatian dari orang tua, baik karena orang tua sibuk bekerja ataupun bekerja di luar negeri sebagai TKI;
lemahnya iman dan takwa pada anak maupun orang tua. Sedangkan untuk faktor eksternal ialah kemajuan globalisasi dan kemajuan tekhnologi tanpa diimbangi kesiapan mental oleh anak; lingkungan pergaulan anak dengan teman-temanya yang kurang baik; tidak adanya lembaga atau forum curhat untuk konseling tempat anak menuangkan isi hatinya; kurangnya fasilitas bermain anak mengakibatkan anak tidak bisa menyalurkan kreativitasnya dan kemudian mengarahkan kegiatannya untuk melanggar hukum.7 Undang-undang No. 11 tahun 2012 Pasal 1 ayat 2 (dua) dan 3 (tiga) tentang sistem peradilan pidana anak juga terdapat pengertian mengenai Anak yang berhadapan dengan Hukum yaitu anak yang berkonflik dengan Hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak yang berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.28
Ada beberapa perbedaan dari anak yang berhadapan dengan hukum dan pelaku dewasa yang jelas berbeda adlah dari segi pemidanaannya,
28 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana Anak
menurut Undang-Undang SPPA Pasal 71 ayat (1) pidana pokok untuk anak yang berhadapan dengan hukum yaitu :
a. Pidana peringatan;
b. pidana dengan syarat:
1) Pembinaan di luar lembaga 2) Pelayanan masyarakat, atau 3) Pengawasan.
c. Pelatihan kerja
d. Pembinaan dalam lembaga dan e. Penjara
Berbeda dengan KUHP, pidana pokok yang disebutkan dalam KUHP Pasal 10, yaitu:
a. Pidana mati b. Pidana penjara c. Kurungan, dan d. denda
Perbedaan ABH dan pelaku dewasa ini terlihat dalam pemidanaannya, pelaku dewasa hukuman mati merupakan pidana terakhir untuk pelaku dewasa, sedangkan anak adalah penjara itupun untuk sebagai pilihan terakhir dan tidak diperbolehkan hukuman mati/penjara seumur hidup.
Perbedaan lainnya juga ada dalam proses peradilannya, untuk anak proses penahanannya dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan
relatif lebih singkat dibandingkan orang dewasa. Selain itu selama proses tersebut ABH juga harus selalu di dampingi oleh orangtua/wali, Bapas, Peksos, dan pihak-pihak terkai lainnya. Berbeda dengan orang dewasa yang hanya mendapatkan hak didampingi oleh kuasa hukum atau mendapatkan bantuan hukum.
Proses persidangan untuk ABH juga berbeda dengan orang dewasa, proses persidangan di pengadilan anak hakim tidak diperbolehkan menggunakan toga dan atribut kedinasan. Berbeda dengan orang dewasa dimana hakim menggunakan toga saat proses perdilan. Proses peradilan untuk anak wajib dilakukan dengan sidang tertutup untuk umum, berbeda dengan terpidana orang dewasa yang sidangnya terbuka untuk umum.
C. Pandangan Islam tentang Pelaksanaan Bimbingan Konseling Terhadap