• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HAK ASASI MANUSIA

A. Konsep Dasar Hak Asasi Manusia

P

engertian hak asasi manusia dalam bahasa Indonesia sebagai hak-hak dasar pada diri manusia,267 membicarakan hak asasi manusia berarti membicarakan dimensi kehidupan manusia, hak asasi manusia ada bukan karena diberikan oleh masyarakat dan kebaikan dari negara, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia.268 Pada dasarnya terdapat dua hak dasar pada manusia yaitu: pertama, hak manusia (human rights) yaitu hak yang melekat pada manusia dan secara asasi ada sejak manusia itu dilahirkan.

Ia berkaitan dengan eksistensi hidup manusia, bersifat tetap dan utama, tidak dapat dicabut, tidak tergantung dengan ada atau tidaknya orang lain di sekitarnya, dalam skala yang lebih luas hak asasi menjadi asas undang-undang. Wujud hak ini diantaranya berupa kebebasan batin, kebebasan beragama, kebebasan hidup pribadi, atas nama baik, melakukan pernikahan, kebebasan untuk

267 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1994), hlm. 334.

268 Franz Magnis Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm . 121.

144 Dian Aries Mujiburohman

berkumpul dan mengeluarkan pendapat, emansipasi wanita.269 Istilah hak asasi manusia adalah terjemahan dari istilah droit de l’ homme dalam bahasa Perancis yang berarti hak manusia, hak asasi manusia dalam bahasa Inggrisnya adalah human rights, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan menselijke rechten.270 Istilah hak asasi manusia dalam bahasa Inggris adalah human rights di pergunakan secara resmi dalam Preambul dan Pasal 1 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diterima di Francisco pada tanggal 25 Juli 1945 dan diratiikasi oleh mayoritas penandatanganya Piagam tersebut pada bulan Oktober 1945.

Istilah itu dipilih karena dianggap lebih tepat dari pada hak-hak kodrati (natural Rights) atau hak-hak manusia (the rights of man).271

Di Indonesia umumnya digunakan istilah “hak-hak asasi” atau hak-hak dasar yang merupakan terjemahan dari basic rights (bahasa Inggris) dan grondrechetan (bahasa Belanda) di beberapa literatur sebagaian pengarangnya mengunakan istilah hak-hak asasi menjadi istilah hak-hak fundamental, sebagai terjemahan dari fundamental rights dalam bahasa Inggris dan fundamentele rechten dalam bahasa belanda, di Amerika Serikat disamping dipergunakan istilah human rigths, dipakai juga istilah civil rights.272

Pengertian hak asasi manusia dalam Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah

269 I Gede Arya B. Wiranata, Hak Asasi (Anak) Dalam Realitas Quo Vadis?

(Bandung: Reika Aditama, 2007), hlm. 229.

270 Joko Sulistyanto, Hak Asasi Manusia di Negara Pancasila: Suatu Tinjauan Yuridis Normatif tentang Sejarah Hak Asasi Manusia dalam Hubungannya dengan UndangUndang Dasar 1945, (Jakarta:

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997), hlm. 14.

271 Achmad Roestandi, Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm. 54-57.

272 Ramdlon Naning, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia, (Jakarta: Lembaga Kriminolog UI Program Bantuan Hukum Indonesia, 1983), hlm. 7.

seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Gagasan mengenai hak asasi manusia tidak terlepas dari kontribusi pemikiran para pemikir besar yang mempengaruhi kemunculan maupun perkembangan HAM. Gagasan tersebut ditandai dengan munculnya konsep hak kodrati (natural rights theory).

Meskipun beberapa pakar menyatakan dapat merunut konsep HAM yang sederhana sampai kepada ilsafat Stoika di zaman kuno lewat yurisprudensi hukum kodrati (natural law) Grotius dan ius naturale dari Undang-Undang Romawi, tampak jelas bahwa asal usul konsep HAM yang modern dapat dijumpai dalam revolusi Inggris, Amerika Serikat dan Prancis pada abad ke-17 dan ke-18.273

Hugo de Groot seorang ahli hukum Belanda yang dinobatkan sebagai “bapak hukum internasional” atau yang dikenal dengan nama Latinnya, Grotius, mengembangkan lebih lanjut teori hukum kodrat Aquinas dengan memutus asal-usulnya yang teistik dan membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang rasional.

Dengan landasan inilah kemudian, pada perkembangan selanjutnya, salah seorang kaum terpelajar pasca-Renaisans, John Locke mengajukan pemikiran mengenai teori hak-hak kodrati. Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang melandasi munculnya revolusi hak dalam revolusi yang meletup di Inggris, Amerika Serikat dan Prancis pada abad ke-17 dan ke-18.274

273 Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional, (Jakarta: Graiti, 1994), hlm. 2.

274 Smith, Rhona K. M. Smith, et. al., Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008), hlm. 12.

146 Dian Aries Mujiburohman

Gagasan hak asasi manusia yang berbasis pada pandangan hukum kodrati itu mendapat tantangan serius pada abad 19. Edmund Burke, orang Irlandia yang resah dengan Revolusi Perancis, adalah salah satu di antara penentang teori hak-hak kodrati. Burke menuduh para penyusun “ Declaration of the Rights of Man and of the Citizen

mempropagandakan “rekaan yang menakutkan mengenai persamaan manusia”. Deklarasi yang dihasilkan dari Revolusi Perancis itu baginya merupakan “ide-ide yang tidak benar dan harapan- harapan yang sia-sia pada manusia yang sudah ditakdirkan menjalani hidup yang tidak jelas dengan susah payah.” Tetapi penentang teori hak kodrati yang paling terkenal adalah Jeremy Bentham, seorang ilsuf utilitarian dari Inggris. Kritik Bentham yang mendasar terhadap teori tersebut adalah bahwa teori hak-hak kodrati itu tidak bisa dikonirmasi dan diveriikasi kebenarannya. Bagaimana mungkin mengetahui dari mana asal hak-hak kodrati itu, apa sajakah hak itu dan apa isinya. Serangan dan penolakan kalangan utilitarian itu kemudian diperkuat oleh mazhab positivisme, yang dikembangkan belakangan dengan lebih sistematis oleh John Austin. Kaum positivis berpendapat bahwa eksistensi dan isi hak hanya dapat diturunkan dari hukum negara. Satu-satunya hukum yang sahih adalah perintah dari yang berdaulat. Ia tidak datang dari “alam” atau “moral”.275

Terlepas dari pendapat yang dikemukakan oleh kaum utilitarian dan positivis terhadap teori hak-hak kodrati bahwa teori ini mengilhami kemunculan gagasan hak asasi manusia di panggung internasional telah menjadi tonggak munculnya gagasan hak asasi manusia yang universal yang ditandai dengan banyaknya instrumen hukum internasional mengenai perlindungan hak asasi manusia melalui suatu perserikatan bangsa-bangsa (PBB).

275 Suparman Marzuki, Eko Riyadi, ed, Hukum Hak Asasi Manusia.

(Yogyakarta : Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, 2008), hlm, 13.