• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III SUBJEKTIF DAN KERANGKA KERJA PELAKSANAAN STUDI KASUS PELAKSANAAN STUDI KASUS

K. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Normal a. Pengkajian

1) Data Subyektif

a) Keluhan utama yang sering dijumpai pada neonatus diantaranya sariawan/jamur pada mulut (Oral Trush), muntah, gumoh, ruam popok, kuning atau ikterus (Ambarwati, 2012).

b) Pola fungsional kesehatan antara lain:

Pola Keterangan

Nutrisi Pada hari – hari pertama kelahiran bayi, apabila pengisapan putting susu cukup adekuat maka akan dihasilkan secara bertahap 10 – 100 ml ASI.

Produksi ASI akan optimal setelah hari 10 – 14 usia bayi. Bayi sehat akan mengkonsumsi 700 – 800 ml ASI per hari (kisaran 600 – 1000 ml) untuk tumbuh kembang bayi (Wiknjosastro, 2008)

Eliminasi Minggu pertama; neonatus normal akan berkemih hingga tiga puluh kali sehari (Kelly, 2010)

BAK: 24 jam pertama 15-60 ml dengan frekuensi lebih dari 20 x BAB: turun 5-13% pada hari ke 4-5 diakibatkan karena intake minimal dan metabolisme meningkat

Pola Istirahat

Status sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama. Bayi tampak semi-koma saat tidur dalam;

meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata cepat (REM); tidur sehari rata-rata 20 jam (Doenges, 2011)

Personal Hygiene

Neonatus perlu mandi setiap hari.

Kepala dan popok neonatus perlu di bersihkan/diganti setiap kali area tersebut kotor dan perawatan tali pusat yang sesuai dapat mencegah infeksi neonatorum

(Varney, 2007)

Aktivitas Neonatus banyak tidur (Doenges, 2011)

2) Data Obyektif

a) Pemeriksaan umum terdiri dari kesadaran yaitu compos mentis, tanda-tanda vital meliputi nadi dimana rata-rata nadi apikal 120160 dpm (115 dpm pada 4-6 jam, meningkat

sampai 120 dpm pada 12-24 jam setelah kelahiran); dapat berfluktuasi dari 70-100 dpm (tidur) sampai 180 dpm (menangis) (Doenges, 2001), pernapasan berkisar antara 40- 60 kali/menit, suhu berkisar antara 36,5oC-37,5oC (Sitiatava, 2012), serta antropometri meliputi berat badan (BB) saat lahir yaitu 2500-4000 gram, BB saat ini yaitu 2500-4000 gram, panjang badan yaitu 48-52 cm, lingkar kepala antara lain : circumferentia subocciput bregmatika yaitu 32 cm, circumferentia fronto occipitalis yaitu 34 cm dan circumferentia mento occipitalis yaitu 35 cm, lingkar dada berkisar antara 30 – 38 cm yang pada umumnya tidak > 3 cm dari ukuran lingkar kepala pada BBL namun setelah anak berusia > 1 tahun lingkar dada relatif lebih besar di banding lingkar kepala, dan lingkar lengan

atas (LILA) harus ≥ 11 cm karena neonatus dengan LILA dibawah 11 cm dapat diindikasikan Kekurangan Energi Kalori (KEK), Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan Kecil Masa Kehamilan

(Sitiatava, 2012)

b) Pemeriksaan fisik head to toe terdiri dari pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada pemeriksaan inspeksi meliputi pemeriksaan kepala didapatkan hasil bentuk kepala bulat, tidak terdapat caput succedeneum, maupun cephal hematoma, kulit kepala bersih, tidak ada lesi,

ubun-ubun datar, kontruksi rambut tampak kuat, distribusi rambut merata, tekstur lembut, dan bersih, selanjutnya pada pemeriksaan wajah didapatkan hasil tidak oedem, wajah tidak pucat, untuk pemeriksaan mata didapatkan hasil tampak simetris, bersih, tidak strabismus, fungsi penglihatan baik, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak kuning, tidak perdarahan, tidak oedema pada kelopak mata, pupil kontriksi bila sinar mendekati, dilatasi bila sinar menghilang (Wong, 2009), untuk pemeriksaan telinga didapatkan hasil bersih dan tidak ada secret, terdapat lubang telinga, daun telinga normal, tidak sianosis pada daun telinga, pendengaran baik (menilai adanya gangguan pendengaran dilakukan dengan membunyikan bel atau suara apabila terjadi refleks terkejut, kemudian apabila tidak terjadi refleks maka kemungkinan akan terjadi gangguan pendengaran (Aziz, 2009), untuk pemeriksaan hidung didapatkan hasil ada lubang hidung, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, tidak ada sekret, untuk pemeriksaan mulut didapatkan hasil tidak sianosis di sekitar mulut dan membran mukosa lembab, bibir simetris, tidak stomatitis, tidak ada oral trush, palatum mole dan durum tidak ada kelainan, tidak ada Labioskizis dan Labio Palato Skizis, belum terdapat gigi, suara tangisan kuat, untuk pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak ada peradangan tonsil dan faring, tidak ada pembesaran vena jugularis,

kelenjar tiroid, dan kelenjar getah bening, untuk dada dengan hasil tidak ada retraksi dinding dada dan pergerakan pernafasan tidak berlawanan, bentuk dada tidak ada barrel chest, funnel chest, pigeon chest, khyposcoliosis, kedua sisi dada simetris (Depkes, 2004), untuk pemeriksaan abdomen didapatkan hasil tidak ada pembesaran abdomen, simetris, tidak ada asites, tali pusat telah putus, untuk pemeriksaan punggung didapatkan hasil simetris, tidak ada spina bifida, pemeriksaan genetalia eksterna meliputi genetalia perempuan yaitu labia mayora menutupi labia minora, terdapat klitoris dan terletak pada ujung anterior labia minora dan tertutup oleh lipatan kecil kulit (prepusium), meatus uretra berada didepan orifisium vagina, lubang uretra terpisah dengan lubang vagina dan genetalia lakilaki tampak testis turun pada skrotum, rugae nampak dengan jelas, meatus urinarius berada ditengah dan diujung glands, tidak tampak kelainan epispadius dan hipospadius, penis lurus proposional pada tubuh, pemeriksaan anus didapatkan hasil ada lubang anus, tidak terdapat ruam popok, serta ekstremitas dengan hasil tampak simetris ,tidak ada kelainan, sama panjang, tidak terdapat luka, jari kaki dan tangan tidak ada polidaktili, sindaktili maupun brakidaktili

Pemeriksaan palpasi meliputi pemeriksaan kepala didapatkan hasil tidak terba benjolan atau kelainan,

pemeriksaan wajah didapatkan hasil tidak teraba oedem, pemeriksaan mata didapatkan hasil palpebra tidak oedem, pemeriksaan hidung didapatkan hasil tidak teraba pembesaran polip, pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak terba pembesaran vena jugularis, kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening, pemeriksaan abdomen didapatkan hasil teraba lembek, tidak teraba kelainan, tugor kulit

kembali ≤ 3 detik, pemeriksaan genetalia meliputi genetalia lakilaki didapatkan hasil tidak teraba massa/benjolan, rugae pada skrotum teraba dengan jelas dan genetalia perempuan didapatkan hasil tidak teraba massa/benjolan, tidak teraba pembesaran pada kelenjar bartholin, dan pemeriksaan ekstremitas didapatkan hasil

tidak teraba oedema, cavilarie refille kembali ≤ 3 detik Pada pemeriksaan auskultasi meliputi pemeriksaan dada terdiri dari pemeriksaan paru didapatkan hasil bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya, pemeriksaan jantung didapatkan hasil terdengar reguler, murmur jantung sering ada selama periode transisi (Doenges, 20011) dalam hal ini evaluasi bunyi jantung terkait dengan (1) kualitas (harus jelas dan dapat dibedakan, tidak tertutupi, tidak difus, atau jauh) (2) Intensitas (3) frekuensi (harus sama dengan denyut nadi radialis (4) irama (Wong, 2009)

dimana bunyi jantung I karena katup mitral dan trikuspidalis menutup pada permulaan systole (kontraksi), bersamaan dengan ictus kordis, denyutan karotis, terdengar jelas di apeks), bunyi jantung II karena katup aorta dan katup pulmonal menutup pada permulaan diastole (relaksasi jantung), paling jelas di sela iga 2 tepi kiri sternum terpecah pada inspirasi dan tunggal pada ekspirasi) (Aziz, 2009), dan pemeriksaan abdomen didapatkan hasil frekuensi peristaltik usus 5-35 kali/menit.

Kemudian pada pemeriksaan perkusi yang meliputi pemeriksaan dada didapatkan hasil suara sonor, dan pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil tidak terdengar hipertimpani pada abdomen.

c) Pemeriksaan neurologis/refleks meliputi refleks morro didapatkan hasil positif, terkejut saat ada suara, refleks rooting didapatkan hasil positif, membuka mulut jika ada yang menyentuh bibir (Wiknjosastro, 2008), refleks sucking didapatkan hasil positif, dapat menghisap putting susu, refleks swallowing dengan hasil positif, dapat menelan (Wiknjosastro,2008), refleks babinsky didapatkan hasil positif, jari kaki menekuk ke bawah (Sitiava, 2012), dan refleks graft didapatkan hasil positif, kaki seakan-akan berjalan ketika bayi diangkat

d) Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada neonatus di jam pertama kelahiran (Doenges, 2011) antara lain: pemeriksaan pH tali pusat didapatkan hasil tingkat pH 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status praasidosis dimana tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht) berkisar antara 15-20 g untuk Hb dan 43%-61% untuk Ht, tes Coombs langsung pada darah tali pusat yang menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik. Selanjutnya pada neonatus usia 2 jam sampai 3 hari (Doenges, 2011) antara lain: pemeriksaan jumlah sel darah putihdidapatkan hasil 18.000/mm3, neutrofil meningkat sampai 23.00024.000/mm3 hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis), pemeriksaan hemoglobin (Hb) berkisar antara15-20 g/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia atau hemolisis berlebihan), pemeriksaan hematokrit (Ht) berkisar antara 43%61% (peningkat sampai 65% atau lebih menandakan polisitemia; penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragi prenatal/perinatal), pemeriksaan Essai Inhibisi Guthrie adalah tes untuk adanya metabolit fenilalanin, menandakan fenilketonuria (PKU), pemeriksaan bilirubin total didapatkan hasil 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1 sampai 2 hari, dan 12 mg/dl pada 3

sampai 5 hari, dan pemeriksaan detroksik dimana tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran ratarata 40 sampai 50 mg/dl, meningkat 60 sampai 70 mg/dl pada hari ketiga.

b. Interpretasi Data Dasar

Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.

Diagnosis : NCB SMK usia….. hari

Masalah : Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman hal yang sedang dialami klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis.

c. Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial

Langkah ini diambil berdasarkan diagnosis dan masalah aktual yang telah diidentifikasi. Pada langkah ini juga dituntut untuk merumuskan tindakan antisipasi agar diagnosis/masalah potensial tersebut tidak terjadi.

Diagnosis potensial dan masalah potensial bias saja tidak ada.

d. Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera

Langkah ini mencakup rumusan tindakan emergensi/darurat yang harus dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan.

Kebutuhan Tindakan Segera : Tidak ada e. Intervensi

Intervensi menurut Doenges (2001) dan Sitiatava (2012) antara lain:

1) Jelaskan hasil pemeriksaan pada pendamping pasien

Rasional : Informed consent, hak pendamping untuk mengetahui keadaan bayinya

2) Berikan KIE personal hygiene bayi

Rasional: Menjaga personal hygiene untuk memberikan rasa nyaman dan mencegah infeksi

3) Berikan pendidikan kesehatan mengenai kebutuhan nutrisi Rasional:Pendidikan kesehatan mengenai kebutuhan nutrisi dapat mencegah bayi/balita/anak terkena penyakit.

4) Anjurkan ibu untuk memberikan stimulasi tumbuh kembang yang sesuai dengan usia anak

Rasional:Stimulasi yang sesuai dengan usia anak dapat meningkatkan pencapaian tumbuh kembang bayi/balita/anak yang optimal

5) Berikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya pemberian imunisasi

Rasional:Pendidikan imunisasi diberikan bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.

6) Kaji frekuensi pernapasan; perhatikan takipnea (frekuensi lebih besar dari 60 x/menit)

Rasional :Bayi menjadi takipnea dalam respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen yang dihubungkan dengan stres dingin dan upaya mengeluarkan kelebihan karbondioksida untuk menurunkan asidosis respiratori.

7) Tunda mandi pertama sampai suhu tubuh stabil dan mencapai 36,50C Rasional: Membantu mencegah kehilangan panas lanjut karena evaporasi.

8) Perhatikan tanda-tanda stres dingin (peka rangsang, pucat, belang, distres pernapasan, tremor, letargi dan kulit dingin) Rasional:Hipotermia, yang meningkatkan laju penggunaan oksigen dan glukosa, sering disertai dengan hipoglikemia dan Distres pernapasan. Pendinginan juga mengakibatkan vasokonstriksi perifer, dengan penurunan suhu kulit yang terlihat menjadi pucat atau belang.

Iritabilitas dan apnea yang dihubungkan dengan hipoksia

9) Posisikan bayi miring dengan gulungan handuk untuk menyokong punggung

Rasional : Memudahkan drainase mukus 10) Perhatikan simetris gerakan dada

Rasional: Asimetris dapat menunjukkan Pneumotoraks berkenaan dengan tindakan resusitatif sebelumnya.

11) Inspeksi kulit terhadap ruam atau kerusakan integritas kulit.

Gunakan sabun lembut, dan lap kulit dengan perlahan untuk mengeringkan setelah mandi; hindari menggosok secara berlebihan

Rasional: Kulit adalah barier Imunitas nonspesifik yang mencegah invasipatogen. Kemungkinan terjadi infeksi ditingkatkan dengan jumlah bermakna merupakan jalam masuk potensial untuk organisme infeksius, seperti pembuluh darah tali pusat , sisi sirkumsisi, dan kulit robek akibat forsep atau elektroda kulit kepala internal.

12) Jelaskan kepada orang tua untuk tidak meninggalkan bayi di dalam ruangan sendirian dan ruangan yang datar tanpa penghalang.

Rasional : Menurunkan resiko cidera karena regurgitasi yang tidak terdeteksi atau jatuh.

13) Demonstrasikan dan awasi aktivitas perawatan bayi yang berhubungandengan memberi makan; mandi, memasang popok, dan pakaian; dan perawatan putung umbilikal

Rasional:Meningkatkan pemahaman dengan prinsip-prinsip dan teknik perawatan neonatus; membantu mengembangkan keterampilan orangtua sebagai pemberi perawatan.

14) Instruksikan orang tua mengenai perawatan khusus terhadap popok, pengenalan ruam, dan tindakan yang tepat Rasional : Mencegah ruam karena popok

15) Bantu orang tua dalam mempelajari tanda-tanda distres neonatus (mis., ngorok, retraksi, pernapasan cuping hidung), perhatikan bila mereka harus menghubungi pemberi layanan kesehatan Rasional: Menurunkan ansietas dan memberikan bimbingan untuk orang tua sehingga mereka tahu waktu yang tepat mencari bantuan 16) Anjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang

Rasional: Menetapkan pemeriksaan yang penting untuk bayi dan untuk mendeteksi komplikasi yang terjadi pada bayi

f. Implementasi

Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.

g. Evaluasi

Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk SOAP.

1. Konsep Dasar ASI eksklusif

1. Manfaat ASI eksklusif (Prasetyono, 2009) a) Manfaat ASI bagi bayi :

• Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit dan jika bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuknya.

• ASI selalu siap sedia ketika bayi menginginkannya.

• Bayi yang lahir premature lebih tumbuh cepat jika diberi ASI b) Manfaat ASI bagi Ibu :

• Resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara lebih rendah.

• Menyusui bayi lebih menghemat waktu.

• ASI lebih praktis, murah, kuman, dan tidak pernah basi.

2. Cara menyusui yang benar

(1) Cara menyusui dengan sikap duduk

a) Duduk dengan posisi santai dan tegak dengan menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.

b) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian di oleskan di putting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan putting susu.

c) Gunakan bantal atau selimut untuk menopang bayi, bayi di tidurkan di atas pangkuan ibu dengan cara :

(a) Bayi di pegang dengan satu lengan, kepala bayi diletakkan pada lengkung siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan.

Kepala bayi tidak boleh tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu.

(b) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di depan, perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus, dan ibu menatap bayi dengan kasih sayang.

d) Tangan kanan menyangga payudara kiri dan keempat jari dan ibu jari ibu menekan payudara bagian atas areola

e) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara menyentuh pipi dengan putting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.

f) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi di dekatkan ke payudara ibu dengan putting serta areola dimasukkan ke dalam mulut bayi.

(a) Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi, sehingga putting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola.

(b) Setelah bayi mulai menghisap, payudara tidak perlu di pegang atau disanggah lagi.

(2) Melepaskan isapan bayi

Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya diganti menyusui pada payudara yang lain. Melepas isapan bayi dengan cara jari kelingking ibu dimasukkan mulut bayi melalui sudut mulut atau dagu bayi di tekan ke bawah.

(3) Menyusui berikutnya dimulai pada payudara yang belum terkosongkan (4) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan

pada putting susu dan areola disekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya.

(5) Menyendawakan bayi untuk mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah setelahmenyusui dengan cara menggendong bayi dengan tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggungnya di tepuk perlahanlahan atau dengan menelungkupkan bayi di atas pangkuan ibu, lalu usap-usap punggung bayi sampai bayi bersendawa.

3. Dampak Pada Bayi Tidak ASI Esklusif

a) Risiko penyakit dan infeksi mengkonsumsi susu formula akan meningkatkan peluang bayi mengalami alergi, asma, gangguan pencernaan, anemia dan sebagainya. Hal itu di sebabkan oleh kandungan nutrisi yang ada dalam susu formula tidak sesuai dengan nutrisi yang bayi butuhkan sesuai dengan umurnya. Selain hal itu faktor pendukung lainnya adalah jika bayi tidak mengkonsumsi ASI otomatis dia akan mengkonsumsi susu formula menggunakan dot.

b) Menurunkan Kecerdasan Otak

Efek bayi tidak minum ASI yang per orang tua perhatikan selanjutnya adalah menurunkan kecerdasan otak. Hasil ini merupakan hasil dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh smith dkk yang di dalam Roesli (2008), bayi yang tidak memperoleh ASI dengan maksimal bahkan sama sekali tidak mendapatkan ASI kecerdasan otak (kognitif) anak akan menurun.

c) Kurang Gizi

Pemberian susu formula secara berlebihan anak kemungkinan akan mengalami kegemukan. Ini akan sangat berbahaya bagi bayi.

Mengurangi jumlah takaran susu formula sama dengan mengurangi jumlah nutrisi yang akan di berikan kepada sang anak.

d) Obesitas

Bayi yang tidak di beri ASI otomatis akan di berikan susu formula untuk mengganti ASI tersebut. Karena dalam susu formula mengandung lemak yang tinggi sehingga mengakibatkan bayi yang mengkonsumsi susu formula bisa mengalami kegemukan atau obesitas.

e) Kerusakan Struktur Gigi (karies gigi)

Bayi yang tidak di berikan ASI, akan terus menerus meminum susu formula. Di dalam susu formula terdapat kandungan sukrosa yang cukup tinggi. Sukrosa merupakan karbohidrat di dalam susu yang memberikan rasa manis pada susu formula. Jika anak terus menerus

mengkonsumsi susu formula dalam jangka waktu yang cukup lama.

Sukrosa akan terus menumpuk dan dapat merusak struktur gigi bayi 2. Ikterus Neonatorum

a. Pengertian

Ikterus neonatorum yaitu warna kuning pada kulit dan sklera bayi baru lahir yang dihasilkan dari hiperbilirubinemia. (Jardine dan Woodgate, 2012) Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl (Kosim, 2012).

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2mg%, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirek (“unconjugated”) dan atau kadar bilirubin direk (“conjugated”). (Hasan dan Alatas, 2007)

b. Klasifikasi

1) Ikterus Fisiologis menurut Dewi (2010) :

a) Kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang beraksi indirek adalah 1-3 mg/dl dan naik dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam.

b) Timbul pada hari ke-2 sampai ke-3, biasanya berpuncak antara hari ke2 dan ke-4 dengan kadar bilirubin 5-6 mg/dl dan menurun sampai dibawah 2 mg/dl antara umur hari ke-5 dan ke-7

c) Bayi biasa, minum baik, BB naik normal

d) Kadar bilirubin serum bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl dan BBLR 10 mg/dl

e) Ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan meliputi puncak kadar bilirubin indirek tidak lebih dari 12 mg/dl pada usia hari ketiga.

Pada bayi prematur puncaknya lebih tinggi (15 mg/dl) dan terjadi lebih lambat (hari kelima). Puncak kadar bilirubin indirek selama ikterus fisiologis lebih tinggi pada bayi ASI (15-17 mg/dl) daripada bayi non-ASI (12 mg/dl). Hal tersebut sebagian akibat penurunan asupan cairan ASI.

(Behrman, 2010)

Bayi yang mendapat ASI cenderung mengalami hiperbilirubinemia daripada bayi yang mendapat susu formula.

Kondisi ini secara acak dibagi menjadi awitan cepat yang terjadi pada usia 2-4 hari dan awitan lambat yang mulai terjadi pada usia 4-7 hari. Pada bayi baru lahir yang mendapat ASI, kadar bilirubin umumnya mencapai puncak yang berkisar 10-30 mg/dl yang akan menetap selama 4-10 hari pada kadar tersebut sebelum menurun secara perlahan pada usia 3-12 minggu. Bayi kurang bulan yang

mendapat ASI juga memiliki kadar bilirubin yang secara signifikan lebih tinggi daripada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula. Tidak terdapat perbedaan antara angka produksi bilirubin pada bayi yang mendapat susu formula dan bayi yang mendapat ASI sehingga tingginya tingkat hiperbilirubinemia tidak berkaitan dengan produksi, tetapi berkaitan dengan konjugasi dan ekskresi bilirubin (Belde, et.al 2011 dan Schwartz, 2005).

Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan resiko terjadinya kern-icterus, misalnya secara klinis ( rumus Kramer) dilakukan di bawah sinar biasa (day light). Sebaiknya penilaian ikterus dilakukan secara laboratories, apabila tidak memungkinkan, dapat dilakukan secara klinis. (Hasan dan Alatas, 2007). tabel. 2.9 pembagian icterus neonatorum menurut metode kramer

c. Penatalaksanaan dan Pengobatan Dalam

penanganan ikterus, cara–

cara yang dipakai ialah untuk

mencegah dan mengobati, sampai saat ini cara–cara itu

dapat dibagi dalam empat jenis usaha, yaitu :

1) Early breast feeding, menyusui bayi dengan ASI. Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi

Derajat ikterus Daerah ikterus

I Daerah kepala dan leher II Daerah I sampai badan atas

III Daerah II sampai badan bawah hingga bawah tungkai

IV Daerah III sampai daerah lengan, kaki bawah, lutut

Dokumen terkait