BAB III HACCP DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN
Bagian 4 Konsep Sistem Manajemen Keamanan Pangan Modern
Konsep Sistem Manajemen Keamanan Pangan Modern
Sistem manajemen keamanan pangan terus berkembang seiring dengan perubahan yang terjadi baik dalam hal rantai pangan, teknologi, dan semakin terbukanya perdagangan pangan.
Saat ini sistem manajemen keamanan pangan yang dianggap lebih tepat adalah yang berbasiskan risiko dan bukan hanya berbasiskan bahaya. Dengan demikian, pengetahuan mengenai jumlah/dosis serta paparan menjadi sangat penting untuk diketahui dalam menyusun suatu kebijakan tentang bahaya keamanan pangan.
Dalam era perdagangan bebas, perdagangan pangan antar negara yang berada dalam payung WTO memiliki suatu perjanjian dimana perlu adanya jaminan bahwa perdagangan pangan tidak akan mengganggu kesehatan hewan, tanaman, maupun manusia. Untuk itu, meskipun tiap negara memiliki keleluasaan untuk mengatur keamanan pangannya, akan tetapi ada rujukan internasional yang dapat diacu agar tiap warga terlindung dari bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh masuknya pangan dari luar.
Dalam konsep sistem manajemen keamanan pangan modern, diperkenalkan beberapa metrik baru yang melandasi suatu kebijakan pengelolaan keamanan pangan. Dalam konsep tersebut, suatu negara dapat menyusun suatu Food Safety Objective (FSO) yakni jumlah atau frekuensi maksimum dari suatu bahaya yang boleh terdapat dalam produk pangan pada tahap konsumsi yang dapat memberikan tingkat perlindungan yang tepat atau appropriate level of protection (ALOP). Berdasarkan FSO tersebut, tiap industri kemudian menetapkan satu atau lebih Performance Objective (PO), Performance Criterion (PC), dan Control Measures (CM).
PO adalah jumlah atau frekuensi maksimum dari suatu bahaya yang boleh terdapat pada produk pangan pada tahap yang ditetapkan untuk mencapai FSO. PC adalah pengaruh terhadap frekuensi dan/atau konsentrasi bahaya dalam pangan yang harus dicapai dengan mengaplikasikan satu atau lebih CM dimana CM adalah tindakan pencegahan yang digunakan untuk menurunkan dan/atau mempertahankan tingkat bahaya agar PO dan kemudian FSO tercapai. Ilustrasi mengenai FSO, PO, PC, dan CM dapat dilihat pada Gambar 5. Dalam kaitannya dengan HACCP, CM adalah tindakan pencegahan yang seringkali menjadi suatu titik kritis (CL). Adanya konsep FSO ini tidak mengubah kebutuhan akan GMP
28 dan HACCP karena keduanya adalah piranti yang dapat digunakan untuk mencapai PO dan kemudian FSO.
Gambar 5. Model rantai pangan yang menunjukkan posisi FSO dan PO yang diturunkan dari FSO (sumber: Google)
29
PENERAPAN HACCP DI UMKM
Bagian 1
Fleksibilitas untuk UMKM terhadap pemenuhan persyaratan HACCP
Penerapan prinsip HACCP untuk mengembangkan sistem HACCP yang efektif merupakan tanggung jawab dari setiap bisnis individu. Namun otoritas yang berwenang dan pelaku usaha menyadari bahwa ada hambatan yang menghalangi penerapan prinsip HACCP yang efektif oleh bisnis pangan individu, dimana hal ini relevan dalam kasus pelaku usaha UMKM. Hambatan penerapan HACCP di UMKM telah diketahui dan pendekatan yang fleksibel untuk penerapan HACCP dalam bisnis tersebut disediakan dan disosialisasikan.
Beberapa pendekatan mungkin menyediakan cara untuk mengadaptasi pendekatan HACCP untuk membantu otoritas berwenang dalam mendukung UMKM, misalnya pengembangan sistem berbasis HACCP yang konsisten dengan tujuh prinsip HACCP namun tidak sesuai dengan langkah atau susunan yang dijelaskan sebelumnya. Diakui bahwa fleksibiltas sesuai dengan bisnis adalah poin penting saat menerapkan HACCP. Ketujuh prinsip tetap wajib diperharikan dalam mengembangkan sistem HACCP. Fleksbilitas ini umumnya mempertimbangkan sifat operasi termasuk sumber daya manusia dan sumber daya keuangan, infrastruktur, proses, dan pengetahuan kendala praktis, serta risiko terkait dengan pangan yang diproduksi. Penerapan fleksibilitas ini misalnya hanya merekam hasil pemantauan saat ada penyimpangan, bukan pada setiap hasil pemantauan, agar mengurangi beban rekaman yang tidak perlu untuk jenis usaha tertentu. Hal ini tidak dimaksudkan untuk memberi dampak negatif kepada keberhasilan sistem HACCP yang diterapkan oleh pelaku usaha UMKM dalam mencapai tujuan penerapannya, dan juga tidak berdampak pada bahaya keamanan pangan.
Bisnis pangan UMKM tidak selalu memiliki sumber daya dan keahlian yang diperlukan di lapangan untuk pengembangan dan penerapan sistem HACCP yang efektif. Dalam situasi tersebut, pendapat ahli diperlukan dari sumber lain, contoh asosiasi perdagangan dan industri, ahli independen dan otoritas berwenang. Adanya literatur HACCP dan panduan HACCP spesifik setiap sektor dapat sangat bermanfaat. Panduan HACCP yang dikembangkan oleh para ahli yang relevan dengan proses atau jenis produk dapat menjadi alat yang berguna dalam merancang dan menerapkan rencana HACCP. Namun demikian, keberhasilan suatu sistem HACCP dalam mencapai tujuan penerapannya sangat bergantung pada manajemen dan personil yang memiliki pengetahuan serta keterampilan HACCP yang sesuai, sehingga proses pelatihan berkelanjutan diperlukan untuk semua tingkat personil, termasuk manajer, yang sesuai dengan usaha pangan tersebut.
30
Bagian 2
Identifikasi kondisi umum UMKM terhadap pemenuhan persyaratan HACCP
Untuk UMKM, terutama produk pangan, hal yang mendasar yang harus diterapkan sebelum pemenuhan persyaratan HACCP adalah pemenuhan pre-requisite program (PRP, program kelayakan dasar). Pada dasarnya, program persyaratan kelayakan dasar terdiri dari dua bagian, yaitu Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) atau Good Manufacturing Practice (GMP). Cara produksi pangan olahan yang baik (GMP) dapat sesuai dengan:1. Peraturan BPOM No. HK 03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 mengenai Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga ;
2. Permenperind No. 75/M-IND/PER/7/2010 Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik (Good Manufacturing Practices);
3. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 52.A/KEPMEN -KP/2013 Tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi;
4. SNI CXC 1-1969 (Revisi 2020, IDT) Prinsip Umum Higiene Pangan.
Gambar 6. Contoh Kondisi Awal UMKM Pangan Dodol Pisang Raisya Garut (sumber: dokumentasi unit kerja)
Identifikasi dan analisa kesenjangan kondisi UMKM produk pangan dilakukan terhadap pemenuhan persyaratan SNI CXC 1-1969 (Revisi 2020, IDT) – Prinsip umum higiene pangan, terutama persyaratan mengenai lokasi, bangunan, peralatan dan fasilitas/sarana produksi.
Beberapa hal yang perlu diketahui dalam identifikasi awal:
1. Lokasi tempat produksi
Sumber kontaminasi potensial perlu dipertimbangkan ketika memutuskan lokasi sarana produksi pangan dan keadaan lingkungan yang bebas dari sumber pencemaran. Sarana produksi seharusnya tidak ditempatkan di lokasi yang jelas akan menimbulkan ancaman
31 terhadap kemanan atau kelayakan pangan. Berikut adalah pertimbangan lokasi/tempat produksi:
Gambar 7. Lokasi produksi yang jauh dari lingkungan tercemar atau hal yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap pangan (sumber: dokumentasi unit kerja) a. Area produksi harus jauh dari daerah lingkungan yang tercemar atau daerah tempat
kegiatan industri yang menimbulkan pencemaran terhadap pangan.
b. Jalan menuju area produksi seharusnya tidak menimbulkan debu atau genangan air, dengan disemen, dipasang batu atau paving block dan dibuat saluran air yang mudah dibersihkan.
c. Lingkungan area produksi harus bersih dan tidak ada sampah yang teronggok.
d. Area produksi seharusnya tidak berada di daerah yang mudah tergenang air atau daerah banjir.
e. Area produksi seharusnya bebas dari semak-semak atau daerah sarang hama.
f. Area produksi seharusnya jauh dari tempat pembuangan sampah umum, limbah atau permukiman penduduk kumuh, tempat rongsokan dan tempatlain yang dapat menjadi sumber cemaran.
g. Lingkungan luar bangunan produksi yang terbuka seharusnya tidak digunakan untuk kegiatan produksi.
2. Bangunan dan Ruangan
Bangunan dan ruangan dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi serta sesuai dengan urutan proses produksi, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilakukan kegiatan sanitasi, mudah dipelihara dan tidak terjadi kontaminasi silang diantara produk.
a. Desain dan tata letak
Desain internal dan tata letak area produksi seharusnya memenuhi persyaratan higiene pangan yang baik dengan cara mudah dibersihkan dan didesinfeksi, termasuk melindungi pangan terhadap kontaminasi silang selama proses produksi.
32 Gambar 8. Desain tata letak ruang produksi yang memiliki 1 alur (sumber: Google) b. Struktur internal dan kelengkapannya
Struktur dalam area produksi pangan seharusnya dibangun dari bahan yang tahan lama dan mudah untuk dipelihara, dibersihkan dan bila diperlukan, dapat didesinfeksi. Persyaratan mengenai struktur ruangan produksi pengolahan pangan adalah sebagai berikut:
1) Lantai
a) Lantai ruangan produksi seharusnya kedap air, tahan terhadap garam, basa, asam atau bahan kimia lainnya, permukaan rata tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan.
Gambar 9. Lantai dengan kondisi bersih, mudah dibersihkan, dan dinding tidak membentuk sudut (sumber: dokumentasi unit kerja)
b) Lantai ruangan produksi yang juga digunakan untuk proses pencucian, seharusnya mempunyai kemiringan yang cukup sehingga memudahkan pengaliran air dan mempunyai saluran air atau lubang pembuangan sehingga tidak menimbulkan genangan air dan tidak berbau.
c) Lantai dengan dinding seharusnya tidak membentuk sudut mati atau sudut siku-siku yang dapat menahan air atau kotoran tetapi membentuk sudut melengkung dan kedap air.
d) Lantai ruangan untuk kamar mandi, tempat cuci tangan dan toilet seharusnya memiliki kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan sehingga tidak menimbulkan genangan air dan tidak berbau.
33 2) Dinding
a) Dinding ruang produksi seharusnya terbuat dari bahan yang tidak beracun.
b) Permukaan dinding ruang produksi bagian dalam seharusnya terbuat dari bahan yang halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.
Gambar 10. Permukaan dinding halus sehingga mudah dibersihkan dan berwarna terang (sumber: dokumentasi unit kerja)
c) Dinding ruang produksi seharusnya setinggi minimal 2m dari lantai dan tidak menyerap air, tahan terhadap garam, basa, asam, atau bahan kimia lain.
d) Pertemuan dinding dengan dinding pada ruang produksi seharusnya tidak membentuk sudut mati atau siku-siku yang dapat menahan air dan kotoran, tetapi membentuk sudut melengkung sehingga mudah dibersihkan.
e) Permukaan dinding kamar mandi, tempat cuci tangan dan toilet, seharusnya setinggi minimal 1`m dari lantai dan tidak menyerap air serta dapat dibuat dari keramik berwarna putih atau warna terang lainnya.
3) Atap dan langit-langit
a) Atap seharusnya terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor.
Gambar 11. Permukaan dinding halus sehingga mudah dibersihkan dan berwarna terang (sumber: dokumentasi unit kerja)
34 b) Langit-langit seharusnya terbuat dari bahan yang tidak mudah terkelupas
atau terkikis, mudah dibersihkan dan tidak mudah retak.
c) Langit-langit seharusnya tidak berlubang dan tidak retak untuk mencegah keluar masuknya binatang termasuk tikus dan serangga serta mencegah kebocoran.
d) Langit-langit dari lantai seharusnya minimal 3m untuk memberikan aliran udara yang cukup dan mengurangi panas yang diakibatkan oleh proses produksi.
e) Permukaan langit-langit seharusnya rata, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
f) Permukaan langit-langit di ruang produksi yang menggunakan atau menimbulkan uap air seharusnya terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi cat tahan panas.
g) Penerangan pada permukaan kerja dalam ruangan produksi seharusnya terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan serta mudah dibersihkan.
Gambar 12. Permukaan pintu berwarna terang dan mudah dibersihkan (sumber: dokumentasi unit kerja)
4) Pintu
a) Pintu seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, kuat dan tidak mudah pecah.
b) Permukaan pintu ruangan seharusnya rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
c) Pintu ruangan termasuk pintu kasa dan tirai udara harus mudah ditutup dengan baik.
d) Pintu ruangan produksi seharusnya membuka keluar agar tidak masuk debu atau kotoran dari luar.
35 5) Jendela dan Ventilasi
a) Jendela dibuat dari bahan yang tahan lama, tidak mudah pecah atau rusak.
b) Permukaan jendela harus rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
Gambar 13. Ventilasi yang diberi kasa pencegah serangga (sumber: dokumentasi unit kerja)
c) Jendela dari lantai seharusnya setinggi minimal 1m untuk memudahkan membuka dan menutup, dengan letak jendela tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan masuknya debu.
d) Jumlah dan ukuran jendela seharusnya sesuai dengan besarnya bangunan.
e) Desain jendela seharusnya dibuat untuk mencegah terjadinya penumpukan debu.
f) Jendela seharusnya dilengkapi dengan kasa pencegah serangga yang dilepas sehingga mudah dibersihkan.
g) Ventilasi seharusnya menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu dan panas yang timbul selama pengolahan yang dapat membahayakan kesehatan karyawan.
h) Ventilasi dapat mengontrol suhu agar tidak terlalu panas dan bau yang mungkin timbul.
i) Ventilasi harus tidak mencemari pangan yang diproduksi melalui aliran udara yang masuk.
j) Lubang ventilasi seharusnya dilengkapi dengan kasa untuk mencegah masuknya serangga serta mengurangi masuknya debu/kotoran ke dalam ruangan, mudah dilepas dan dibersihkan.
6) Permukaan Tempat Kerja
a) Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan harus berada dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi.
36 b) Permukaan tempat kerja seharusnya dibuat dari bahan yang tidak menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan pangan, detergen dan desinfeksi.
Gambar 14. Permukaan tempat kerja dibuat dari bahan yang tidak menyerap air dan tidak mudah berkarat (sumber: dokumentasi unit kerja) 7) Penggunaan bahan gelas
Perusahaan seharusnya mempunyai kebijakan bahan gelas yang bertujuan mencegah kontaminasi bahaya fisik terhadap produk jika terjadi pecahan gelas.
3. Fasilitas sanitasi
a. Sarana Persediaan air
1) Sarana penyediaan air (air sumur atau air PAM) seharusnya dilengkapi dengan ternpat penampungan air dan pipa-pipa untuk mengalirkan air;
2) Sumber air minum atau air bersih untuk proses produksi harus cukup dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan perundang- undangan;
Gambar 15. Air yang digunakan harus sesuai dengan regulasi berlaku (sumber: Google)
3) Air yang digunakan untuk proses produksi dan mengalami kontak langsung dengan bahan pangan olahan seharusnya memenuhi syarat kualitas air bersih;
37 4) Air yang tidak digunakan untuk proses produksi dan tidak mengalami kontak langsung dengan bahan pangan olahan seharusnya mempunyai sistem yang terpisah dengan air untuk konsumsi atau air minum; dan
5) Sistem pemipaan seharusnya dibedakan antara air minum atau air yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan dengan air yang tidak kontak langsung dengan bahan pangan olahan, misalnya denaan tanda atau wama berbeda.
b. Drainase dan pembuangan limbah
1) Pembuangan air dan limbah seharusnya terdiri dari sarana pembuangan limbah cair, semi padat atau padat.
2) Sistem pembuangan air dan limbah didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan olahan, air minum dan air bersih.
3) Limbah harus segera dibuang ke tempat khusus untuk mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama binatang pengerat, serangga atau binatang lainnya agar tidak mencemari bahan pangan maupun sumber air.
4) Wadah untuk limbah bahan berbahaya, seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, diberi tanda dan tertutup rapat untuk menghindari terjadinya tumpah yang dapat mencemari produk.
Gambar 16. Drainase diatur supaya air tidak tergenang dan ditutup dengan net/penutup (sumber: dokumentasi unit kerja)
c. Pembersihan
1) Pembersihan seharusnya dilengkapi dengan sarana yang cukup untuk pembersihan: bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (lantai, dinding dan lain-lain)
2) Sarana pembersihan seharusnya dilengkapi dengan sumber air bersih dan apabila memungkinkan dapat dilengkapi dengan penyediaan air panas dan dingin. Air panas digunakan untuk melarutkan sisa-sisa lemak dan untuk tujuan desinfeksi peralatan.
38 Gambar 17. Sarana pencucian tangan tersedia dan terjaga dengan baik
(sumber: Google) d. Fasilitas higiene karyawan dan toilet
Fasilitas higiene karyawan seharusnya tersedia untuk memastikan bahwa tingkat higiene personal yang sesuai dapat dipelihara dan untuk menghindari kontaminasi pangan. Fasilitas higiene karyawan dan toilet seharusnya mencakup:
1) Sarana yang memadai untuk mencuci dan mengeringkan tangan secara higienis, termasuk tempat cuci tangan dan persediaan air panas dan dingin (atau air yang dikendalikan pada suhu yang sesuai).
2) Toilet didesain yang higienis dan mendapatkan penerangan serta berventilasi.
3) Fasilitas ruang ganti pakaian karyawan untuk mengganti pakaian dari luar dengan pakaian kerja seharusnya dilengkapi tempat menyimpan/menggantung pakaian kerja dan pakaian luar yang terpisah.
4. Mesin dan peralatan
Peralatan dan wadah (selain wadah dan kemasan sekali pakai) yang kontak dengan pangan, seharusnya didesain, dikonstruksi dan diletakkan sehingga untuk menjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Peralatan yang dipergunakan dalam proses produksi seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sesuai dengan jenis produksi.
b. Permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan: halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air dan tidak berkarat.
c. Tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari peralatan, minyak pelumas, bahan bahan bakar atau bahan- bahan lain yang menimbulkan bahaya.
d. Mudah dilakukan pembersihan, didesinfeksi dan pemeliharaan untuk mencegah pencemaran terhadap bahan pangan.
e. Terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang, sehingga memudahkan pemeliharaan, pembersihan, desinfeksi, pemantauan dan pengendalian hama.
39 f. Peralatan seharusnya diletakkan sesuai dengan urutan proses sehingga memudahkan praktek higiene yang baik dan mencegah terjadinya kontaminasi silang.
g. Peralatan harus selalu diawasi, diperiksa dan dipantau untuk menjamin bahwa proses produksi pangan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
h. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi (memasak, memanaskan, membekukan, mendinginkan atau menyimpan pangan) harus mudah diawasi dan dipantau.
i. Peralatan dapat dilengkapi dengan alat pengatur dan pengendali kelembaban, aliran udara dan perlengkapan lainnya yang mempengaruhi keamanan pangan.
j. Bahan perlengkapan peralatan yang terbuat dari kayu seharusnya dipastikan cara pembersihannya yang dapat menjamin sanitasi.
k. Alat ukur yang terdapat pada peralatan seharusnya dipastikan keakuratannya.
l. Wadah untuk limbah, produk samping dan bahan yang tidak dapat dikonsumsi atau berbahaya seharusnya dapat diidentifikasi, dikonstruksi secara tepat atau bila diperlukan terbuat dari bahan kedap.
m. Wadah yang digunakan untuk menyimpan bahan berbahaya seharusnya diidentifikasi dan bila sesuai, dapat dikunci untuk mencegah kesengajaan atau terjadinya kontaminasi pangan.
Gambar 18. Alat produksi yang digunakan tidak mudah berkarat, awet, dan mudah dibersihkan (sumber: dokumentasi unit kerja)
5. Bahan
a. Persyaratan bahan
1) Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan;
2) Bahan yang digunakan harus tidak rusak, busuk atau mengandung bahan-bahan berbahaya;
40 3) Bahan yang digunakan harus tidak merugikan atau membahayakan kesehatan
dan memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan; dan
4) Penggunaan BTP yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan seharusnya memiliki izin dari otoritas kompeten.
Gambar 19. BTP yang diijinkan (sumber: Google) b. Persyaratan air
1) Air yang merupakan bagian dari pangan olahan seharusnya memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai peraturan perundang- undangan;
2) Air yang digunakan untuk mencuci/kontak langsung dengan bahan pangan olahan, seharusnya memenuhi persyaratan air bersih sesuai peraturan perundang -undangan;
3) Air, es dan uap panas (steam) harus dijaga
4) jangan sampai tercemar oleh bahan-bahan dari luar;
5) Uap panas (steam) yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan atau mesin / peralatan harus tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi keamanan pangan olahan; dan
6) Air yang digunakan berkali-kali (resirkulasi) seharusnya dilakukan penanganan dan pemeliharaan agar tetap aman terhadap pangan yang diolah.
6. Pengawasan
a. Pengawasan proses
1) Memformulasikan persyaratan - persyaratan yang berhubungan dengan bahan baku, komposisi, proses pengolahan dan distribusi; dan
2) Mendesain, mengimplementasikan memantau dan mengkaji ulang system pengawasan yang efektif.
b. Pengawasan jenis produk
Untuk setiap jenis produk seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan mengenai:
1) Jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan, 2) Tahap-tahap proses produksi secara terinci,
3) Langkah- langkah yang perlu diperhatikan selama proses produksi,
41 4) Jumlah produk yang diperoleh untuk satu kali proses produksi; dan
5) Lain-lain informasi yang diperlukan c. Pengawasan jenis pengolahan
Untuk setiap satuan pengolahan (satu kali proses) seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan mengenai:
1) Nama produk;
2) Tanggal pembuatan dan kode produksi;
3) Jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan dalam satu kali proses pengolahan;
4) Jumlah produksi yang diolah; dan 5) Lain-lain informasi yang diperlukan.
d. Pengawasan waktu dan suhu proses
Waktu dan suhu dalam proses produksi (pemanasan, pendinginan, pembekuan, pengeringan dan penyimpanan produk) harus mendapat pengawasan dengan baik untuk menjamin keamanan produk pangan olahan
e. Pengawasan bahan
1) Bahan yang digunakan dalam proses produksi seharusnya memenuhi persyaratan mutu;
2) Bahan yang akan digunakan seharusnya diperiksa terlebih dahulu secara organoleptik dan fisik (adanya pecahan gelas, kerikil dan lain- lain) dan juga diuji secara kimia dan mikrobiologi di laboratorium; dan
3) Perusahaan seharusnya memelihara catatan mengenai bahan yang digunakan.
f. Pengawasan terhadap kontaminasi
1) Proses produksi harus diatur sehingga dapat mencegah masuknya bahan kimia berbahaya dan bahan asing ke dalam pangan yang diolah, misalnya bahan pembersih, pecahan kaca, potongan logam, kerikil dan lain-lain;
2) Bahan-bahan beracun harus disimpan jauh dari tempat penyimpanan pangan dan diberi label secara jelas;
3) Bahan baku harus disimpan terpisah dari bahan yang telah diolah atau produk akhir;
4) Tempat produksi harus selalu mendapat pengawasan dengan baik;
5) Karyawan seharusnya menggunakan alat-alat pelindung seperti baju topi dan sepatu karet serta selalu mencuci tangan sebelum masuk tempat produksi;
6) Permukaan meja peralatan dan lantai tempat produksi harus selalu bersih dan bila perlu didesinfeksi setelah digunakan untuk mengolahl menangani bahan baku, terutama daging, unggas dan hasil perikanan; dan
7) Kontaminasi bahan gelas (glass):