BAB II LANDASAN TEORI
B. Simpanan Mudharabah
2. Landasan Hukum Mudharabah
Dasar hukum atas produk perbankan syariah berupa tabungan dalam hukum positif Indonesia adalah UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Saat ini secara khusus mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.26
Tabungan sebagai salah satu produk penghimpunan dana juga mendapatkan dasar hukum dalam PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008. Pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan antara lain kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain Akad Wadiah dan Mudharabah.27
Sebelum keluarnya PBI tersebut, tabungan sebagai produk perbankan syariah telah mendapatkan pengaturan dalam Fatwa DSN No.
02/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 12 Mei 2000 yang intinya menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan
26 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2009), h. 93.
27Ibid.
kesejahteraan dan dalam menyimpan kekayaan, memerlukan jasa perbankan, salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan dana dari masyarakat adalah tabungan.28
Sungguhpun pada dasarnya Mudharabah dapat dikategorikan ke dalam salah satu bentuk Musyarakah, namun para cendikiawan fikih Islam meletakan Mudharabah dalam posisi yang khusus dan memberikan landasan hukum yang tersendiri.29
Alquran
Ayat-ayat Alquran yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-Mudharabah, adalah :
Artinya: “Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Baqarah: 198)30
28 Ibid.
29 Muhamad, Sistem & Prosedur, h. 14-16.
30 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung : PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007), h. 31
Tafsir Quraish Shihab mengenai ayat di atas menjelaskan bahwa sebelumnya ada diantara kalian yang merasa bersalah jika melakukan perniagaan dan mencari rezeki pada musim haji. Sebenarnya, kalian tidak berdosa melakukan hal itu. Maka berniagalah dengan cara-cara yang disyariatkan, carilah karunia dan nikmat Allah. Apabila para haji telah beranjak dari Arafah setelah melakukan wukuf dan mereka tiba di Muzdalifah pada malam Idul Adha, maka hendaknya mereka berdzikir kepada Allah di al-Masy’ar al-Haram, di bukit Muzdalifah. Hendaknya mereka memperbanyak tahlil, talbiyah dan takbir. Agungkan dan pujilah nama Tuhanmu yang telah memberi hidayah untuk memeluk agama yang benar dan melakukan ibadah haji. Sebelumnya mereka itu berada dalam kesesatan.31
Jadi, tidak ada halangan dalam mencari rezeki yakni dengan berniaga. Maka berniagalah dengan cara-cara yang disyariatkan, carilah karunia dan nikmat Allah. Maka hendaknya mereka berdzikir kepada Allah. Agungkan dan pujilah nama tuhan yang telah memberi hidayah sebelum mereka berada dalam kesesatan.
31 https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-198#tafsir-quraish-shihab diakses pada tanggal 26 Juli 2017 jam 10.50
Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasannya kamu berdiri kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lagi berperang dijalan Allah, maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah zakat pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(QS. Al-Muzammil: 20)32
Tafsir Quraish Shihab mengenai ayat di atas menjelaskan bahwa Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu terkadang bangun
32 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 575.
malam kurang dari dua pertiganya. Di malam yang lain kamu bangun pada seperdua atau disepertiganya. Para pengikutmu pun melakukan hal yang sama seperti kamu. Tidak ada yang dapat menetapkan ukuran siang dan malam serta memastikan waktunya selain Allah. Dia mahatahu bahwa kamu tidak mungkin dapat menghitung secara pasti seluruh bagian siang dan malam itu. Dari itu, Allah memberikan keringanan kepada kalian. Maka bacalah, dalam salat, ayat-ayat al-Quran yang mudah. Allah Mahatahu bahwa diantara kalian ada yang menderita sakit sehingga sulit untuk melakukan ibadah di waktu malam. Demikian pula Allah mengetahui diantara kalian ada yang selalu bepergian untuk berniaga dan bekerja mencari karunia Allah. Diantara kalian pun ada yang tengah berjihad dijalan Allah untuk menegakkan kebenaran. Maka bacalah ayat al-Qur’an yang mudah, lakukanlah kewajiban salat, tunaikanlah kewajiban zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, yaitu dengan cara bersedekah kepada kaum fakir sebagai tambahan atas kewajiban yang telah ditentukan.
Sesungguhnya kebajikan yang kalian lakukan akan mendapatkan ganjaran di sisi Allah, suatu ganjaran yang besar dan lebih baik dari segala yang kalian tinggalkan. Mintalah ampunan Allah atas segala kekurangan dan perbuatan buruk yang kalian lakukan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun segala dosa orang beriman serta Mahakasih kepada mereka.33
33 https://tafsirq.com/73-al-muzzammil/ayat-20#tafsir-quraish-shihab diakses pada
Jadi, sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu terkadang bangun malam kurang dari dua pertiganya. Para pengikutmu pun melakukan hal yang sama seperti kamu. Dia Maha Mengetahui di antara kalian ada yang selalu berpergian untuk berniaga dan bekerja mencari karunia Allah. Di antara kalian pun ada yang tengah berjihad di jalan Allah untuk menegakkan kebenaran.
Mudharib sebagai enterpreneur adalah sebagian dari orang- orang yang melakukan perjalanan untuk mencari karunia Allah swt. dari keuntungan investasinya. Di tempat lain dalam Alquran kita masih memiliki ayat-ayat yang senada misalnya :
Artinya: “Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah swt dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”(QS. Al-Jum’ah:
10)34
Tafsir Quraish Shihab mengenai ayat di atas menjelaskan bahwa apabila kalian telah melakukan salat, maka bertebaranlah untuk berbagi kepentingan. Carilah karunia Allah dan berdzikirlah kepada-Nya banyak-
tanggal 26 Juli 2017 jam 10.50
34 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h.554
banyak, dalam hati maupun dan dengan ucapan. Mudah-mudahan kalian memperoleh keberuntungan dunia dan akhirat.35
Perintah setelah larangan menunjukkan mubah, yakni silahkan bertebaran lagi di bumi untuk mencari rezeki. Oleh karena kesibukan untuk bekerja dan berdagang biasanya membuat lalai dari mengingat Allah, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan untuk banyak mengingat-Nya. Karena banyak berdzikir marupakan sebab terbesar untuk beruntung.
Ijma
Imam Zailai dalam kitabnya Nasbu ar-Rayah (4/13) telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus akan legitimasi pengolahan harta anak yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadis yang dikutip oleh Abu Ubaid dalam kitabnya al-Amwal (454)36
“Rasulullah saw. telah berkhotbah di depan kaumnya seraya berkata wahai para wali Yatim, bergegaslah untuk menginvestasikan harta amanah yang ada di tanganmu janganlah didiamkan sehingga termakan oleh zakat”37
35 https://tafsirq.com/62-al-jumuah/ayat-10#tafsir-quraish-shihab diakses pada tanggal 26 Juli 2017 jam 10.50
36 Muhamad, Sistem & Prosedur, h. 14-16.
37 Ibid.
Indikasi dari hadis ini adalah apabila menginvestasikan harta anak yatim secara mudharabah sudah dianjurkan, apalagi mudharabah dalam harta sendiri. Adapun pengertian zakat disini adalah seandainya harta tersebut diinvestasikan, maka zakatnya akan diambil dari keuntungan bukan dari modal. Dengan demikian harta amanat tersebut akan senantiasa berkembang, bukan berkurang.
Konsensus lain diungkapkan oleh Imam Malik dalam bukunya Al-Muwatta’:
“Abdullah dan Ubaidillah, putra-putra Umar bin Khattab turut dalam suatu pasukan perang ke Irak. Setelah tugas usai keduanya menemui Gubernur Basrah, Abu Musa al-Asy’ary.
Keduanya diterima dengan ramah dan sambutan hangat oleh tuan rumah seraya berkata seandainya aku dapat melakukan sesuatu untuk kepentinganmu berdua niscaya akan kulakukan, Abu Musa berhenti sejenak kemudian menyambung pembicaraan... oh iya ini ada harta negara, saya akan meminjamkannya ke Amirul Mukminin di Madinah, saya akan meminjamkannya kepada kalian dan dengannya kalian berdua dapat membeli barang-barang Irak dan menjualnya di Madinah. Adapun keuntungan adalah untuk kalian setelah kalian mengembalikan modal awal ke Amirul Mukminin. Abu Musa al-Asy’ary pun menulis surat ke Umar bin Khattab agar mengambil uang negara yang dititipkan melalui kedua putranya. Sesampainya di Madinah dan memperoleh keuntungan dari dana titipan tersebut Abdullah dan Ubaidullah menghadap ke Amirul Mukminin dengan maksud hendak mengembalikan uang negara tersebut. Tetapi Umar terlebih dahulu bertanya apakah semua tertera mendapatkan pinjaman?
keduanya menjawab tidak!, Umar menanggapi dengan geram, karena kalian putra khalifah maka kalian mendapat pinjaman, kembalikan modal dan seluruh keuntungan. Mendengar
gertakan ini Abdullah dian tersipu makala Ubaidullah mencoba untuk berkata : Wahai Amirul Mukminin keuntungan itu adalah milik kami sebab jikalau uang negara itu hilang atau rusak kamilah yang menanggungnya. Umar kembali berkata : kembalikan modal dan seluruh keuntungan. Abdullah masih terdiam, tetapi makala Ubaidullah mencoba untuk kembali membujuk berkatalah seorang tamu Umar, Wahai Amirul Mukminin mengapa tidak diambilnya seluruh modal dan setengan keuntungan manakala Abdullah dan Ubaidullah mendapat setengah keuntungan yang tersisa”.38