jawab. Dengan demikian, bimbingan kelompok secara umum bertujuan untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi dan aspek pribadi lainnya, serta mencegah siswa dari berbagai potensi permasalahan pribadi dan sosial.
Tujuan-tujuan tersebut mengarah pada pencapaian fungsi pemahaman, pengembangan, dan pencegahan.
berasal dari proses kognitif, fokus pada perubahan kognisi untuk menghasilkan perubahan pada afek dan perilaku, berfokus pada sekarang, umumnya tindakan berbatas waktu serta berhubungan dengan pendidikan yang berfokus pada masalah target spesifik dan terstruktur, dan mengandalkan validasi empiris terhadap konsep dan teknik (Corey dkk 2014).
Sejumlah ahli seperti Meichenbaum, Beck, dan Ellis menggambarkan pendekatan kognitif behavioral sebagai solusi terhadap kelemahan aplikasi terpisah pendekatan behavioral dan kognitif (Gladding, 2003; Neukrug, 2011;
Toseland & Rivas, 2017). Sebagai salah seorang pioner pendekatan kognitif behavioral, Meichenbaum (2017) berpendapat bahwa katalis utama pengembangan pendekatan kognitif behavioral adalah ketidakpuasan terhadap basis empiris dan teoretis pendekatan behavioral yang sangat ketat. Teknologi pendekatan behavioral seharusnya dapat digunakan untuk mengubah tidak hanya pada perilaku, tetapi juga pikiran dan perasaan. Pernyataan dan penggambaran diri merupakan rangsangan diskriminatif dan berfungsi sebagai respons terkondisi yang datang untuk membimbing dan mengendalikan perilaku terbuka.
Menggunakan istilah yang dipopulerkan oleh Plato, Meichenbaum (1977) melabeli proses pernyataan dan penggambaran diri sebagai dialog internal yaitu proses berbicara kepada diri sendiri dan mendengarkan diri sendiri.
Menurutnya, rangsangan eksternal memengaruhi perilaku yang dimediasi oleh proses kognisi melalui percakapan dan penggambaran batin. Dalam proses kelompok, rangsangan eksternal tersebut dapat bersumber dari pesan yang disampaikan orang lain melalui percakapan satu arah atau monolog maupun percakapan dua arah atau dialog interpersonal. Lebih lanjut disampaikan bahwa dialog intrapersonal atau internal dan dialog interpersonal beroperasi dengan cara-cara serupa. Meminjam istilah yang dikemukakan oleh Tsang (2005) proses berlangsungnya kedua dialog ini disebut dialog reflektif yaitu berbicara kepada diri sendiri dan orang lain secara individual dan kelompok.
Pengaruh kognisi terhadap perilaku tidak hanya mencakup proses pengondisian, tetapi juga pemrosesan informasi dan narasi konstruktif (Meichenbaum, 2017).
Bahasa dipandang sebagai komponen yang menyertai pemrosesan informasi berdasarkan prinsip-prinsip belajar sosial. Kognisi individu dikonseptualisasikan terdiri dari proses konversi pesan eksternal ke bahasa yang dimengerti, konversi pikiran menjadi pesan, pengambilan, pra-perhatian dan perhatian, bias atribusi, mekanisme distorsi, dan kesalahan kognitif. Kesalahan kognitif dipandang sebagai konsekuensi dari struktur kognitif atau keyakinan, skema, perhatian, dan asumsi awal yang diperkuat oleh perilaku.
Individu dipandang sebagai arsitek dari pengalaman pribadi yang dapat memengaruhi data yang telah dibuat dan dikumpulkan. Individu dapat berperilaku dengan cara-cara yang menimbulkan reaksi orang sebagai bukti untuk mengonfirmasi pandangan pribadi tentang diri dan lingkungan.
Gagasan bahwa individu adalah arsitek dan konstruktor lingkungan memandu pengaruh narasi konstruktif terhadap pendekatan kognitif behavioral (Meichenbaum, 2017).
Sebagai pendekatan yang lebih baru dalam praktik kerja kelompok dan merupakan bagian penting perkembangan psikologi positif (Mahoney, 2003; Toseland & Rivas, 2017), konstruktivis didasarkan pada gagasan bahwa individu secara aktif membangun realitas pribadi dan menciptakan model representasi dunia sendiri. Pikiran adalah produk dari aktivitas simbolik yang konstruktif dan realitas adalah produk dari makna pribadi yang dibuat individu. Ia dapat menggunakan metafora untuk mengambarkan pengalaman emosionalnya. Implikasi teoretis narasi konstruktif dalam kerja kelompok adalah setiap anggota kelompok secara bersama-sama dipandang sebagai konstruktivis yang membantu, membentuk, dan mengubah narasi, merekonseptualisasi apa yang terjadi dan mengapa, serta membangun dunia asumsi dan cara-cara baru untuk melihat diri pribadi dan lingkungan.
Konstruktivisme diungkapkan dalam berbagai perspektif tentang pengalaman manusia. Pendekatan ini terutama dipengaruhi oleh teori behavioral, biologis, kognitif, eksistensial humanistik, psikodinamik, sistem, dan transpersonal (Mahoney, 2003). Konstruktivisme mencakup lima tema dasar, yaitu individu sebagai agen aktif, aktivitas individu dikhususkan untuk proses keteraturan, organisasi aktivitas pribadi pada dasarnya merupakan proses perujukan terhadap diri atau rekursif, kemampuan mengatur diri sendiri dan penciptaan makna sangat dipengaruhi oleh proses sosial- simbolik yaitu dimediasi oleh sistem bahasa dan simbol serta kehidupan manusia mencerminkan prinsip-prinsip perkembangan dialektik yang dinamis.
Kongruen dengan pandangan teori kognitif sosial, tema dasar konstruktivisme adalah individu bukanlah pion pasif dalam kehidupan. Individu adalah agen aktif dalam proses mengalami yang bertindak terhadap dan dalam dunia melalui penekanan efikasi diri dan tindakan mengetahui (Mahoney, 2003). Konstruktivisme memandang emosi sebagai pusat pengalaman individu yang berkembang sebagai kekuatan biologis dalam organisasi diri individu. Emosi melayani peran penting dalam mengarahkan perhatian, membentuk persepsi, mengatur ingatan, dan memotivasi keterlibatan aktif individu dengan pembelajaran yang menuntut kehidupan tanpa henti. Individu mengatur lingkungan dengan terlebih dahulu mengatur diri yang secara biologis muncul dari pengalaman. Inti dari pendekatan konstruktif terletak pada interaksi merasakan atau menunjukkan kehadiran empati, simpati dan kepedulian terhadap orang lain, upaya kolaborasi dan afirmasi (Mahoney, 2003). Konselor harus hadir sebaik mungkin dan mengundang kontak yang tulus dengan klien.
Upaya kolaborasi dimaknai sebagai bekerja sama, artinya klien tidak dipandang sebagai objek, tetapi sebagai agen. Dimensi penting dari kolaborasi adalah dialog dan koordinasi (Mahoney, 2003). Dialog adalah proses terbuka dan terwujud, di mana para peserta saling diperkaya dengan apa yang dibagikan satu sama lain dan apa yang dipelajari tentang diri sendiri melalui percakapan intrapribadi dan
antarpribadi. Sementara itu, koordinasi terletak pada resonansi antara upaya kelompok mengatur secara bersama- sama aktivitas dalam melayani adaptasi dan perkembangan diri. Selanjutnya, afirmasi merujuk pada proses memperkuat yaitu menawarkan dan memuji kekuatan anggota yang lebih dari sekadar penguatan dalam istilah behavioris ataupun sekadar pernyataan fakta. Afirmasi adalah gaya hubungan sosial yang secara fundamental mendorong dan bertanggung jawab memberikan harapan serta merangkul anggota sebagai agen aktif yang memiliki kekuatan unik dan mampu mengatur diri.