• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masa Perkembangan Ilmu Mutasyâbih Lazhȋ dalam Ulȗm Al-Qurʹan dan kodifikasinya

DEFINISI DAN PERKEMBANGAN ILMU MUTASYÂBIH LAFZHȊ

D. Masa Perkembangan Ilmu Mutasyâbih Lazhȋ dalam Ulȗm Al-Qurʹan dan kodifikasinya

Al-Mukarrar/Tikrâr berarti pengulangan, Diartikan oleh al-Zarkasyî sebagai mengulangi kata atau sinonimnya untuk tujuan menguatkan makna. Berdasarkan penjelasan ini, diketahui bahwa terdapat persamaan antara Mukarrar dan Mutasyâbih Lafzhȋ, yakni sama-sama ada unsur pengulangan ayat. Di sisi lain, kedua term ini juga mempunya perbedaan, antara lain:

1. Terletak pada makna etimologi keduanya, Mutasyâbih Lafzhȋ bermakna kemiripan dan keserupaan, sedangkan Mukarrar berarti mengulang, mendatangkan sesuatu untuk kedua kalinya atau lebih.

2. Tikrâr menunjukan makna umum, baik itu pengulangan terjadi dalam bentuk kata atau makna, sedangkan pengulangan dalam Mutasyâbih Lafzhȋ khusus dalam aspek redaksi, meskipun bisa jadi ada pengulangan makna, tetapi itu disertai pengulangan redaksi yang didalamnya terdapat kemiripan.

3. Jika mengacu definisi al-Zarkasyî diatas, maka pengulangan yang terjadi dalam Mukarrar bertujuan menguatkan makna yang telah disebutkan, sedangkan dalam Mutasyâbih Lafzhȋ tidak selalu demikian, pengulangan itu bisa untuk menunjukan makna lain dari yang disebutkan.27

D. Masa Perkembangan Ilmu Mutasyâbih Lazhȋ dalam Ulȗm Al-Qurʹan

34

perkembangan ilmu Mutasyâbih Lafzhî. Dengan demikian Muhammad Mustafâ Aidin mencoba menjelaskan sesuai dengan sumber yang telah didapatkan diantaranya dengan melakukan tahqiq kitab al-Iskâfi atas Durroh Al – Tanzîl Wa Gurroh Al – Ta‟wîl. Adapun penjelasan dari beberapa kitab yang telah ditelaah terkait sejarah perkembangan ilmu Mutasyâbih Lafzhî :

1. Pada masa awal ilmu Mutasyâbih Lafzhî para pakar ilmu Qiraʹat mulai memperhatikan permasalahan tentang ilmu ini, namun pada saat itu Mutasyâbih Lafzhî hanya sekedar dihimpun dengan tujuan mempermudah dalam menghafal lafazh-lafzh Al-Qurʹan yang dianggap mirip untuk menjaga kekeliruan dalam menghafalnya. Kemudian dimulailah awal penyusunan ilmu Mutasyâbih Lafzhî untuk memberikan petunjuk kepada para penghafal Al-Qurʹan. Karna terkadang mereka mengalami kebingungan atau terkadang lupa dalam menghafal ketika berpindah dari bacaan satu ayat ke ayat yang lainnya. Dan kitab yang pertamakali disusun untuk memberi pengetahuan tentang hal ini adalah kitab yang disusun oleh salah seorang imam qiraʹat yaitu Abu al-Hasan „Alî bin Hamzah al-Kisâʹî (w.189 H). Al- Kisâʹî telah menyusun kitabnya ini berdasarkan pada pengimpunan sebagian besar ayat-ayat Al-Qurʹan yang termasuk dalam kategori Mutasyâbih Lafzhî.28

Ibnu al-Munâdî (w.336 H) dalam mukaddimah kitabnya

Mutasyâbih Al-Qurʹân” bahwa tidak ada perbedaan pandangan ulama tentang jenis ilmu ini. Mereka semua menyebut ilmu ini dengan Ilmu Mutasyâbih yang kemudian mereka menyusun ilmu

28 Mustafâ Âidîn, Dirâsah Tahqîq wa Taʻlîq ʻÂlâ Durroh Al – Tanzîl Wa Gurroh Al – Ta‟wîl, h.64-65

ini untuk para pembaca agar terhindar dari kekeliruan dalam menghafal dan mengarahkan mereka untuk memahami beberapa bentuk dari ayat Al-Qurʹan yang terdiri dari beberapa kisah, taqdîm dan taʹkhîr, terjadinya pengulangan dalam penyampaian berita dan nasihat, juga berulangnya kisah-kisah para Nabi terdahulu, dan kaum-kaum yang dibinasakan. Dalam Al-Qurʹan ayat-ayat tersebut disampaikan dengan maksud yang sama dan terletak pada ayat yang berbeda, terkadang juga pada surat yang berbeda yang mana disatu ayat disampaikan dengan awalan huruf

و

namun pada ayat lain diawali dengan huruf

ف

, dan terkadang di satu ayat disampaikan dengan

ماغدإ

dan pada ayat lain disampaikan dengan menggunakan

راهظإ

bahkan terkadang menggunakan kata dan ungkapan kalimat yang serupa.

Dengan demikian Ibnu al-Munâdî menjelaskan, sangat penting dan perlu sekali untuk memahami dan kemudian menghimpun huruf-huruf dalam setiap ayat Al-Qurʹan yang memiliki keserupaan lafazh. Jika semua itu terjaga maka kita akan terhindar dari kekeliruan dalam menghafal.

Adapun mengenai para ahli qiraʹat yang telah menyusun kitab tentang Mutasyâbih Lafzhî, Ibnu al-Munâdî telah menyebutkan beberapa tokoh ulama qiraʹat diantaranya, Isa bin Utsmân al-Marwazi yang merupakan salah seorang sahabat Imam Hafsh bin Daud dan juga Imam al-Farraʹ yang merupakan ahlu al-Kuffah. Ibnu al-Munâdî memberikan intisari dari penjelasannya tentang ulama yang pertama kali menyusun kitab

36

tentang Mutasyâbih Lafzhî adalah Imam Khalaf ibnu Hisyam (w.

229 H).29

2. Pada masa kedua ilmu Mutasyâbih Lafzhî mengalami perkembangan. Ilmu ini semakin meningkat dan meluas pembahasan dan penulisannya. Seperti yang dijelaskan oleh al- Munâdî tentang keadaan pada masa kedua ini dengan mengatakan bahwa para ulama semakin banyak yang mendalami ilmu Mutasyâbih Lafzhî, sehingga mereka telah dapat menemukan banyak huruf yang dikaitkan dengan permasalahan ilmu ini mereka sama-sama saling menghimpun pembahasan ini, kemudian saling mengoreksi satu sama lain dengan melalukan pertemuan untuk saling mengingatkan dan mengkaji dalam membahas ilmu Mutasyâbih Lafzhî.

Diantara mereka yang dianggap paling ahli dalam hal ini adalah Abu Ja‟far Muhammad bin Ishaq al-Kȗfî al-Marâwihî yang merupakan guru al-Munâdî. Abu Ja‟far banyak menemukan huruf-huruf yang terkait dengan pembahasan Mutasyâbih Lafzhî dalam Al-Qurʹan dengan menyebutkan ; “berapa banyak ditemukan dalam Al-Qurʹan diawali huruf نلَ,َوَ,امَ,نَ م dan juga huruf-huruf yang lainnya dan juga berapa banyak dalam Al- Qurʹan yang akan kita jumpai dua huruf yang saling bertemu dalam satu lafazh pada ayat Al-Qurʹan seperti yang kita temukan pada QS. Âli- ʻImrân [03] : 15 dan 17330 :

...













29 Mustafâ Âidîn, Dirâsah Tahqîq wa Taʻlîq ʻÂlâ Durroh Al – Tanzîl Wa Gurroh Al – Ta‟wîl, h.65-66

30 Mustafâ Âidîn, Dirâsah Tahqîq wa Taʻlîq ʻÂlâ Durroh Al – Tanzîl Wa Gurroh Al – Ta‟wîl, h.66-67

















3. Pada masa ketiga perkembangan ilmu Mutasyâbih Lafzhî terdapat metode baru dalam penyusunan kitab terkait ilmu ini.

Pembahasan Mutasyâbih Lafzhî dalam Al-Qurʹan mengalami peningkatan perkembangan yang sangat pesat yang mana pada masa ini Mutasyâbih Lafzhî mulai disusun dan dibahas berdasarkan tartib surat dalam Al-Qurʹan.

Diantaranya adalah Ibnu al-Munâdî yang telah mengindikasikan tentang hal ini, ia telah menyusun setengah dari seluruh isi pembahasan kitabnya terkait Mutasyâbih Lafzhî yang kemudian kitabnya ia beri nama „ Mutasyâbih Al-Qurʹan‟. Ia menjelaskan bahwa dalam kitabnya ia telah membahas Mutasyâbih Lafzhî dalam Al-Qurʹan dengan urutan surat, baik dari setiap perubahan kalimat-kalimat, kisah-kisah, juga dari segi susunan kalimatnya baik taqdîm atau taʹkhîr, jaz, taʹkîd dan lain-lain.

Demikian beliau bermaksud untuk mengidentifikasi satu susunan ayat dengan ayat yang lainnya, ia mengawali pembahasannya dari surat al-Baqarah dengan mengidentifikasi huruf- huruf pada ayat Al-Qurʹan yang memiliki kesamaan huruf dengan ayat lain juga pada surat-surat yang lainnya dengan menyandingkan ayat-ayat tersebut dengan ayat pada surat al- Baqarah sehingga jika pembahasan Mutasyâbih Lafzhî pada surat al-Baqarah seluruhnya telah terhimpun, maka kemudian ia melanjutkan pembahasannya pada surat Âli-„Imrân dan seterusnya sampai akhir surat pada Al-Qurʹan. Seperti inilah permulaan dimulainya pembahasan Mutasyâbih Lafzhî dengan

38

mendasarkan pembahasannya pada urutan ayat dalam Al-Qurʹan yang banyak dilakukan oleh para Imam Qiraʹat.

4. Kemudian penyusunan dalam masa keempat ini mengalami perkembangan selanjutnya, para ulama memiliki upaya yang sangat kuat untuk memberikan pengarahan lebih dalam dari setiap pembahasan ayat-ayat yang terkait dengan Mutasyâbih Lafzhî, menjelaskan sebabnya, dan hikmah khusus yang berbeda dari setiap ayat yang mirip. Masa ini terjadi tepat pada saat munculnya kaum-kaum zindiq dan kafir yang mencela Al-Qurʹan, maka perlu adanya cara untuk membantah atas kebatilan yang mereka buat terhadap Al-Qurʹan. Mereka mengatakan bahwa terdapat banyak kontradiksi makna dalam ayat Al-Qurʹan, dan pengulangan ayat dalam Al-Qurʹan sama sekali tidak memiliki faidah dan keserupaan pada setiap lafazh-lafazhnya hanya menyebabkan timbulnya kesamaran makna antara satu dengan yang lainnya baik itu dalam bentuk taqdîm dan taʹkhîr ataupun bentuk-bentuk susunan lafazh lainnya

Demikian pada masa inilah dimulainya tingkat perkembangan yang sangat tinggi bagi ilmu Mutasyâbih Lafzhî yaitu masa pemberian pengarahan dan penjelasan pada setiap Mutasyâbih Lafzhî dalam Al-Qurʹan dengan menjelaskan segala rahasia ilmiah didalamnya juga dari nilai sisi mukjizatnya.31 E. Karya Para Ulama Tentang Mutasyâbih Lafzhȋ

Menurut „Abd al-Qâdir al-Khatîb al-Husainî yang dikutip oleh Agus Imam Kharomen dalam tesisnya menjelaskan bahwa karya terkait ayat

31 Mustafâ Âidîn, Dirâsah Tahqîq wa Taʻlîq ʻÂlâ Durroh Al – Tanzîl Wa Gurroh Al – Ta‟wîl, h.67-68

beredaksi mirip (Mutasyâbih Lafzhȋ) dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni:1. Karya yang menghimpun ayat-ayat beredaksi mirip, 2. Karya yang menjelaskan penafsiran ayat-ayat beredaksi mirip, dan ini dibagi menjadi tiga, yakni: a. Kitab khusus yang menjelaskan ayat beredaksi mirip, b. Kitab ulûm Al-Qurʹân yang di dalamnya terdapat pembahasan mengenai penafsiran ayat beredaksi mirip, c. Kitab tafsir yang didalamnya memuat penjelasan ayat beredaksi mirip.

1) Karya yang menghimpun ayat beredaksi mirip32

a) Al-Mutasyâbih fî Al-Qurʹân, karya al-Imâm al-Kisâ‟î „Alî bin Hamzah (w.189 H). Ini merupakan kitab pertama yang disusun terkait ayat beredaksi mirip.

b) Kitâb Mûsâ al-Farrâ.

c) Kitâb Khalaf bin Hisyâm.

d) Kitâb Shâhib Ibnu „Abdân dan Kitâb Shâhib Abî Mûsâ al- Zurqî.

e) Mutasyâbih Al-Qurʹân al-„Azhîm, karya Ibnu al-Munâdî Abû al-Husain Ahmad bin Jaʻfar (256-336 H).

f) Nazhm al-Imâm ʻIlm al-Dîn al-Sakhâwî (w.643 H), yakni Mutasyâbiât Al-Qurʹân. al-Sakhâwî adalah yang pertama membuat nazhm (syair) tentang ayat beredaksi mirip.

g) Nazhm al-Imâm ʻAbd al-Rahmân bin Ismâʻîl al-Maqdisî terkenal dengan Abî Syâmah (w.665 H), nama kitabnya Tatimah al-Bayân limâ Asykala min Mutasyâbih Al-Qurʹân.

h) Nazhm al-Syaikh Muhammad Mushthafâ al-Khadarî al- Dimyâtî (w. 1287 H), Nazhm yang disusun oleh pengarangnya guna melengkapi Nazhm al-Sakhâwî.

32 Agus Imam Kharomen,Metode Alternatif Dalam Menafsirkan Ayat-ayat Beredaksi Mirip, h.53-54

40

2) Karya yang menjelaskan penafsiran ayat beredaksi mirip33

a) Kitab khusus yang menjelaskan penafsiran ayat beredaksi mirip.34

(1) Durrah al-Tanzîl wa Ghurrah al-Taʼwîl fî Bayân al-Âyât al-Mutasyâbihât fî Kitâb Allâh al-ʻÂzîz karya al-Khatîb al-Iskâfî (w.420 H/ 1029 M).

(2) Al-Burhân fî Taujîh Mutasyâbih Al-Qurʹân karya Tâj al- Qurrâʼ Mahmûd bin Hamzah (w.505 H/1110 M).

(3) Milâk al-Taʼwîl al-Qâtiʼ bi Dzawi al-Ilhâd wa al-Taʼtîl fî Taujîh Mutayâbih al-Lafzh min Âyy al-Tanzîl karya Ibnu al-Zubair al-Gharnâtî (w. 708 H)

(4) Kasyf al-Maʻânî ʻan Mutasyâbih al-Matsânî karya al- Imam Badr al-Dîn bin Jamâʻah (w.733 H).

(5) Al-Taqrîr fî al-Takrîr karya al-Sayyid Muhammad Abû al-Khair ʻÂbidîn (w. 1344 H).

(6) Fath ar-Rahmân bi Kasyf Mâ Yaltabis fî al-Qurʻân karya Syaikh al-Islâm Zakariyâ al-Ansârî (w.926), kitab ini disusun berdasarkan urutan surat, dengan menggunakan redaksi yang singkat, dan menjelaskan kemiripan ayat- ayat, menjelaskan juga kemiripan dari segi makna dan tafsirnya, dilengkapi hikmah di balik pengulangan ayat tersebut.

b) Kitab Ulûm al-Qurʹân yang memuat penafsiran ayat beredaksi mirip35

33 Agus Imam Kharomen,Metode Alternatif Dalam Menafsirkan Ayat-ayat Beredaksi Mirip, h.54

34 As-Sakhâwî, Hidayah al-Murtâb, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1994), h.31-33

(1) Anumdzaj fî bayân Asʹilah wa Ajwibah fî Gharîb Âyy al- Tanzîl karya al-Imâm Muhammad bin Abî Bakar ʻAbd al-Qâdir al-Râzî al-Lughawî (w.666). Di dalamnya dibahas sedikit tentang penafsiran ayat beredaksi mirip, adapun penjelasan kitab ini didominasi pembahasan Musykil Tafsîr.

(2) Bashâʹir Dzawî al-Tamyîz fî Lathâʹif al-Kitâb al-ʻAzîz karya Majd al-Dîn Muhammad bin Yaʻqûb al-Fairûzâbadî (w. 817 H). Kitab ini membahas ragam Ulûm Al-Qurʹân, termasuk ayat beredaksi mirip, penafsirannya, dan hikmah di balik pengulangannya.

(3) Al-ʻIlâm wa al-Ihtimâm li Jamʻ Fatâwâ Syaikh al-Islâm karya Syaik al-Islâm Zakariyâ al-Anshârî (w.926), terdapat bab yang menjelaskan penafsiran ayat-ayat beredaksi mirip.

(4) Qatf al-Azhâr fî Kasyf al-Asrâr , karya al-Imâm Jalâl al- Dîn al-Suyûthî (w.911 H), dalam kitabnya ini al-Suyûthî menjelaskan empat belas cabang Ulûm Al-Qurʹân, termasuk juga perbedaan ayat disebabkan taqdîm dan taʹkhîr dan juga ibdâl.

(5) Irsyâd ar-Rahmân li Asbâb al-Nuzûl wa al-Naskh wa al- Mutasyâbih wa Tajwîd al-Qurʹân karya Syaikh ʻAthiyah al-Jhûrî (w.1190 H). Kitab ini disusun berdasarkan urutan surat , di tiap suratnya dijelaskan tiga hal, yakni asbâb

35 Agus Imam Kharomen,Metode Alternatif Dalam Menafsirkan Ayat-ayat Beredaksi Mirip, h.54-55

42

nuzûl, naskh mansûkh, mutasyâbih dan diakhiri dengan penjelasan tajwîd.36

c) Kitab tafsir yang memuat penjelasan ayat beredaksi mirip.

Pada masa awal, para mufassir klasik belum memfokuskan kajiannya pada mengungkapkan maksud dan makna yang terkandung dalam ayat yang beredaksi mirip, karena belum ada kebutuhan pada kajian seperti ini, bahkan pada masa itu Tafsîr bi al-Maʹtsûr tidak ditemui pembahasan mengenai hal ini. Sampai akhirnya terdapat orang-orang yang memberikan tuduhan-tuduhan kepada Al-Qurʹan. Setelah itu para ulama mulai giat menafsirkan ayat beredaksi mirip. Di antara kitab tafsir yang di dalamnya membahas ayat beredaksi mirip adalah:

(1) Anwâr al-Tanzîl karya al-Baidhâwî (w.691 H).

(2) Madârik al-Tanzîl wa Haqâiq al-Taʹwîl karya al-Nasafî (w.701 H).

(3) Al-Bahr al-Muhîth karya Abû Hayyân (w. 745 H).

(4) Al-Sirâj al-Munîr fî IʻÂnah ʻalâ Maʻrifah baʻd Maʻânî Kalâm Rabbinâ al-Hakîm al-Khabîr karya al-Khatîb al- Syirbinî (w. 977 H).

(5) Nazhm al-Durar karya al-Biqâʻî (w. 885 H).

(6) Irsyâd al-ʻAql al-Salîm ilâ Mazâyâ al-Qurʹân al-Karîm karya Abû Suʻûd (w. 982 H).

(7) Rûh al-Maʻânî karya al-Alûsî (w.1270 H).

(8) Al-Manâr karya Rasyîd Ridhâ (w.1354 H).

(9) Al-Tahrîr wa al-Tanwîr karya Ibnu ʻÂsyûr (w.1973 M)37.

36 As-Sakhâwî, Hidayah al-Murtâb, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1994), h.34-34

(10) Mafâtih al-Ghaib karya Fakr ad-Dîn ar-Râzî (w. 606 H) (11) Al-Kasysyâfu „an al-Haqâiq Ghawâmidh at-Tanzîl wa

„Uyȗn al-Aqâwîl fî Wujȗh at-Taʹwîl karya az- Zamakhsyarî (w.528 H)38

Demikian beberapa karya ulama terdahulu yang mengkaji ayat-ayat beredaksi mirip. Dan selain karya-karya yang telah disebutkan diatas, Agus Imam Kharomen juga menemukan beberapa karya lainnya yang terkait ayat beredaksi mirip, baik yang menghimpun ayat-ayat yang beredaksi mirip seperti kamus, ataupun berisi penjelasan singkat mengenai perbedaan redaksi dan penafsirannya. Karya-karya yang dimaksud adalah:

a) Kitab yang menghimpun ayat-ayat beredaksi mirip (seperti kamus)

(1) ʻAun al-Rahmân fî Hifzh Al-Qurʹân karya Abî Dzar al- Qalmûnî.

(2) Sabîl al-Itqân fî Mutasyâbih Al-Qurʹân karya Muhammad Nashr al-Dîn Muhammad ʻAudah.

(3) Âyât Mutasyâbihat al-Fâzh fî Al-Qurʹân wa Kaifa Tamyîz Bainahâ karya ʻAbd al-Muhsîn bin Hamad al-ʻAbbâd al- Badar. Dalam kitab mukaddimah kitab ini penulis menjelaskan bahwa ia mencoba meidentifikasi ayat yang beredaksi mirip dengan menyusunya perkaidah tertentu dan membahasnya dengan tartib surat dalam Al-Qurʹan39

(4) Ensiklopedi Al-Qurʹân: Kumpulan ayat-ayat beredaksi mirip karya M.Fathoni Dimyati.

37 Agus Imam Kharomen,Metode Alternatif Dalam Menafsirkan Ayat-ayat Beredaksi Mirip, h.55-56

38 As-Sakhâwî, Hidayah al-Murtâb, h.36-37

39 ʻAbd al-Muhsîn bin Hamad al-ʻAbbâd al-Badar, Âyât Mutasyâbihat al-Fâzh fî al- Qurʹân wa Kaifa Tamyîz Bainahâ,(Riyadh :Dâr-Fadhîlah,2001), cet.1, h.5-6

44 b) Kitab khusus yang menjelaskan penafsiran ayat beredaksi mirip

(1) Ighâtsah al-Lahfân fî Dhabt Mutasyâbihât al-Qurʹan karya

„Abd Allah „Abd al-Hamîd al-Warrâqî.

(2) Al-Îqâz lî Tadzkîr al-Huffâzh bi al-Âyât al-Mutasyâbihah al- Fâzh karya Abȗ Muhammad Jamal „Abd al-Rahmân.

(3) Dalil al-Huffâzh fî mutasyâbih al-Alfâzh karya Yahyâ „Abd al-Fattâh al-Zawâwî.40

40 Agus Imam Kharomen, Metode Alternatif Dalam Menafsirkan Ayat-ayat Beredaksi Mirip, h.56-57

45

Dokumen terkait