• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Perbandingan Mutasyâbih Lafzhî Menurut Al-Kirmânî dan Az-Zarkasyî

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Kajian Perbandingan Mutasyâbih Lafzhî Menurut Al-Kirmânî dan Az-Zarkasyî"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

Mutasyâbih Lafzhî Menurut pandangan al-Kirmânî dan az-Zarkasî (Kajian perbandingan Kitab al-Burhân fi Mutasyâbih Al-Qur'an dan al-Burhân fi . 'Ulûm Al-Qur'an). Justeru penulis cuba menyelesaikan masalah Mutasyâbih Lafzhî menurut pandangan Al-Kirmânî dalam kitabnya al-Burhân fî Mutasyâbih Al-Qur'an dan az-Zarkasî dalam kitabnya al-Burhân fî Ulûm Al-Qur'an.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Ulama lain yang telah mengumpulkan dan mempelajari lafzhȋ Mutasyâbih antara lain Az-Zarkasyî dalam karyanya Al-Burhân fî Ulȗm Al-Qur'an. Untuk mengetahui makna Mutasyâbih Lafzhȋ dalam Al-Quran yang mempunyai persamaan redaksi atau pengulangan redaksi (Tikrâr).

Tinjauan Pustaka

Disertasi ini menjelaskan bahwa dalam Al-Qur'an, istilah Mukhtalifah fî al-Khabar yang digunakan untuk ayat-ayat yang mempunyai tajuk rencana mirip dengan nada berita (khabar). Kudsiah, Sarjana Institut Sains Al-Qur'an Jakarta, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadits 2016 dalam tesisnya yang berjudul "Analisis Ayat-ayat Mutasyabihat Lafzhî dalam Kisah Nabi Musa (a.s.) (kajian tematik-semantik) .

Teknik Dan Sistematika Penulisan

Sedangkan landasan teori dan isi penulisan dijelaskan pada Bab 2, 3, dan 4. Pembahasan pada bab kedua terdiri dari beberapa subbab, yaitu: Pengertian Mutasyâbih Lafzhȋ, Hikmah, Urgensi dan Manfaat Ilmu Mutasyâbih Lafzhȋ, Perbedaan Mutasyâbih Lafzhȋ dan Mukarrar, Sejarah dan Perkembangan Karya Ilmu Mutasyâbih Lafzhȋ, dan ulama tentang Mutasyâbih Lafzhȋ.

DEFINISI DAN PERKEMBANGAN ILMU MUTASYÂBIH LAFZHȊ

Definisi Mutasyâbih Lafzhȋ

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian terminologi Mutasyâbih Lafzhȋ dalam Al-Qur'an. Di antara beberapa makna Mutasyâbih Lafzhȋ di atas, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kedudukan ayat-ayat yang diulang dengan redaksi (mukarar) yang sama.

Hikmah, Urgensi Dan Faidah Ilmu Mutasyâbih Lafzhȋ

Kemudian pentingnya kemaslahatan ilmu Mutasyâbih Lafzhî ini dapat dinilai dari proses awal pembentukannya, dimana tujuan awal disusunnya ilmu ini adalah untuk menghindari kesalahan lisan dalam melaporkan setiap kalimat dalam Al-Qur'an, serta untuk memudahkan dalam menghafal Al-Quran. Dengan demikian kita dapat mengetahui bahwa setiap Uslȗb dalam Al-Quran mempunyai keistimewaan dalam pemilihan lafazh dan susunannya, dan melalui hal tersebut kita mengetahui bahwa ilmu Mutasyâbih Lafzhî sesungguhnya menjadi landasan penting dalam mempelajari setiap lafazh. dari Al-Quran Al-Karîm.

Antara Mukarrar dan Mutasyâbih Lafzhȋ

23 Qurrata A'yun, Pengulangan Kalimat Yaghfiru Liman Yasya' Wa Yu'adzdzibu Man Yasya' dalam Al-Qur'an, (Skripsi Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadits Tafsir IIQ Jakarta: 2017), hal. Mengetahui kedua jenis pengulangan ayat Al-Qur'an di atas, kita juga perlu mengetahui beberapa fungsi pengulangan ayat dalam Al-Qur'an. 24 Qurrata A'yun, Pengulangan Kalimat Yaghfiru Liman Yasya' Wa Yu'adzdzibu Man Jasya' dalam Al-Qur'an, hal.

25 Qurrata A'yun, Pengulangan kalimah Yaghfiru Liman Yasya' Wa Yu'adzdzibu Man Yasya' Dalam Al-Quran, hlm.

Masa Perkembangan Ilmu Mutasyâbih Lazhȋ dalam Ulȗm Al-Qurʹan dan kodifikasinya

Kemudian dimulailah pengumpulan ilmu Mutasyâbih Lafzhî dalam rangka memberikan bimbingan bagi para penghafal Al-Qur'an. Al-Kisâí menyusun kitabnya berdasarkan kumpulan sebagian besar ayat-ayat Al-Qur'an yang termasuk dalam kategori Mutasyâbih Lafzhî.28. Buku khusus yang menjelaskan ayat-ayat redaksional serupa, b. Kitab ulûm Al-Qur'an, berisi pembahasan tafsir ayat-ayat dengan pembukaan serupa, c. Kitab Tafsir yang berisi penjelasan ayat-ayat dengan susunan serupa.

Buku ini membahas berbagai ulûm Al-Qurân, termasuk ayat-ayat yang serupa suntingannya, tafsirnya serta hikmah dibalik pengulangannya.

PROFIL PENULIS

DAN TINJAUAN UMUM KITAB

Mahmȗd bin Hamzah Al-Kirmânȋ 1. Biografi

5 Al-Burhân adalah nama terkenal dari kitab Asrâr et-Tikrâr fi Al-Qur'an karya al-Kirmani. Kemudian edisi selanjutnya diberikan kepada al-Burhân fî Taujîh Mutasyâbih Al-Qur'an limâ fîhî min Al-Hujjati wa Al-Bayan. Yang pertama dicetak pada tahun 1991 M, dan yang kedua pada tahun 1998 M dengan judul al-Burhân fî Mutasyâbih Al-Qur'an.

Seyîd Îbrahîm El-Cemîlî dengan judul el-Burhan fî Teucîh Mutasyâbih Al-Quranlimâ fihi min El-Hucjati we El-Beyan.

PERBEDAAN METODE PENJELASAN MUTASYÂBIH LAFZHȊ

ANTARA AL-KIRMÂNȊ DAN AZ-ZARKASYÎ

Pandangan Al-Kirmânî dalam Memahami Mutasyâbih Lafzhȋ

Al-Kirmânî menggunakan metode dan konsep menarik dalam buku ini, beliau mempelajari Mutasyâbih Lafzhî dan Mukarrar dalam Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan dan menyusunnya sesuai urutan Mushaf Al-Qur'an. Pada bagian daftar ayat Al-Qur'an ini al-Kirmânî membuat tabel pembahasan mengenai Mutasyâbih Lafzhî dan Mukarrar secara keseluruhan dengan menyusun pembahasannya sesuai dengan kaidah mushaf Al-Qur'an. Di dalamnya terdapat 579 persoalan yang dibahas mengenai Mutasyâbih Lafzhî dan Mukarrar dalam Al-Qur'an.

Penyusunannya sebegini mengikut susunan mushaf Al-Qur'an akan memudahkan pembaca mencari ayat-ayat untuk dipelajari.

ةّينآرقلا تايلآا سرهف

Dalam kitab ini al-Kirmânî juga membahas ayat-ayat yang diulang-ulang (Al-Mukarrar) dengan menjelaskan alasan dan makna setiap pengulangannya.2. Dalam penjelasan bukunya beliau membagi pembahasan dengan membuat 8 jenis daftar isi sesuai dengan tema pembahasan.3.

مقر ةروسلا

Kirmani menggunakan metode dan konsep menarik dalam buku ini, ia telah mempelajari Mutesyâbih Lafzhî dan Mukarrar dalam Al-Qur'an dengan mengumpulkan dan menyusunnya sesuai urutan Mushaf Al-Qur'an. Dengan demikian, kalimat “طاَرِص” diulangi pada ayat berikutnya yaitu ْمِهْيَلَع َتْمَعْ نَأ َنْيِذَّلا َطَرِص yaitu menyebutkan kekhususan tempat yang harus kamu lalui yaitu jalan orang-orang yang diberi nikmat Allah kepada para nabi atau jalan . dan orang-orang beriman telah berlalu. d) Mengenai kata “ْمِهْيَلَع” tidak termasuk dalam pembahasan tikrâr. Ada beberapa tokoh terkenal dalam Al-Qur'an yang kisah-kisahnya dijadikan pelajaran menarik.

Untuk memudahkan kajiannya, al-Kirmani juga membuat daftar yang memuat beberapa tokoh yang terdapat dalam Al-Qur'an dengan menyusunnya berdasarkan urutan huruf hijaiyya, yaitu dari huruf Alif yang diawali dengan nama ميىاربإ pada hurufnya. Ya itu diakhiri dengan nama فسوي.

لأا سرهفماع

Maka mereka bermaksud menipunya dengan membakarnya, (tetapi Allah menyelamatkannya), lalu Kami jadikan mereka orang-orang yang keji”. Dalam al-Anbiyya digunakan kata “َنْيِرَسْخَلأا”, karena pada ayat sebelumnya disebutkan bahwa Ibrahim bermaksud menghancurkan berhala, katanya “Aku akan menipu berhala-berhalamu”, lalu kaumnya yang musyrik ingin mereka menyakitinya. Ibrahim. Perbedaan kedua ayat di atas adalah adanya penambahan kata “ىوَتْساَو”” (makna sempurna) pada ayat kedua yaitu kisah Nabi Musa.

Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada kamu dan menerangkan (hukum) kepada kamu apabila terputusnya (pengutusan) rasul-rasul itu,...” (QS. Al-Maidah [5]: 19).

لحّنلاو للملاو قرفلا سرهف

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabi'in..." (S. Al-Baqarah [2]: 62). Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shabi'in, orang-orang Nasrani..." ( KS. Al-Hajj [22]: 17). Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shabi'in, orang-orang Nasrani..." (S. Al-Maidah [5]: 19).

10 Syabiun adalah mereka yang mengatakan bahawa mereka mengikuti ajaran nabi Nuh.

ةّيوبّنلا ثيداحلأا سرهف

Sebabnya dalam Surah al-Baqarah, sebutan orang Nasrani lebih dahulu daripada orang-orang Shabi'un, kerana pada peringkat mereka orang-orang Nasrani lebih tinggi kelasnya daripada orang-orang Shabi'un, kerana orang-orang Nasrani termasuk orang-orang pengikut kitab sedangkan. kaum Shabi'ûn kitab itu tidak diberikan kepada mereka. Bagi Surah Hajj dan al-Ma'idah pula, penyebutan golongan Shabi'un bermula kerana mengikut kronologi, golongan Shabi'un lebih dahulu wujud berbanding dengan Nasrani. 11. Dan jika kamu ragu-ragu (dalam Al-Quran) bahawa Kami telah menurunkannya kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah yang serupa dengannya.” (S. Al-Baqarah [2]:23).

Seperti hadis yang dikutip oleh al-Kirmânî dalam buku ini: hadis pertama, “al Baqarah adalah puncak Al-Qur’an dan paling tinggi” dan hadis kedua “Segala sesuatu mempunyai puncaknya masing-masing, sedangkan puncak Al-Qur’an adalah puncaknya. dan “an adalah Surat Al-Baqarah”.

ةباحّصلا لاوقأ سرهف

Penjelasan ini seperti kata sahabat Umar bin al-Haththâb yang berkata: "Satu kesulitan tidak dapat mengatasi dua kemudahan." 14.

سرهفلاثملأا

Pandangan Az-Zarkasyî dalam Memahami Mutasyâbih Lafzhȋ

Pembagian ini disusun menurut bentuk kata dan banyaknya persamaan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Ayat yang mempunyai 8 persamaan bentuk antara lain ayat yang menempatkan kata manfaat (اعفن) sebelum kata merugikan (اّرض). Ayat tersebut mempunyai 15 persamaan bentuk seperti menggunakan kalimat راحنلأا اهتحت نم يرجت تنج tanpa menggunakan kalimat نیدلاخ اهیف setelahnya.

Ayat yang mempunyai 18 persamaan bentuk seperti penggunaan , ُكَأ ُكَت , ُكَي , ُكَن ditulis diawali dengan huruf hurȗf al-Mudhâra‟ah tetapi tanpa menggunakan huruf ن di akhir.

Anilisis Perbandingan Antara Al-Kirmânî dan Az-Zarkasyî dalam Memahami Mutasyâbih Lafzhȋ

Dengan memperhatikan bab-bab sebelumnya mengenai metode yang digunakan oleh al-Kirmânî dan az-Zarkasî, maka keduanya mempelajari Mutasyâbih Lafzhȋ dengan menggunakan empat langkah di atas. Demikian pula mengenai ilmu Mutasyâbih Lafzhȋ, baik al-Kirmânî maupun az-Zarkasîî menggunakan metode penjelasan yang berbeda dalam penjelasannya. Metode yang digunakan al-Kirmânî akan memudahkan pembaca dalam mempelajarinya, terutama dalam mengetahui penjelasan singkat terhadap ayat-ayat yang pendahuluannya serupa atau berulang.

Dengan alasan di atas, al-Kirmânî memasukkan penjelasan at-Tikrâr dalam ayat al-Quran dalam kajiannya terhadap kitab yang membahas Mutasyâbih Lafzhȋ.

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam kaedah penjelasan, Mutasyabih lafzhi di kalangan ulama melakukannya dengan menghimpun mengikut bentuk lafazh, susun atur lafazh dan tema ayat-ayat dalam al-Quran. Berbeza dengan az-Zarkasyî yang menghimpun beberapa ayat yang berkaitan dengan Mutasyabih lafzhi menurut bentuk dan susun atur lafazhen yang disusun berdasarkan jumlah persamaan antara kalimat-kalimat Al-Qur'an. Al-Kirmânî menulis sebuah kitab yang berjudul al-Burhân fî Mutasyâbih Al-Qur'an, maka penjelasan di dalamnya dikhususkan pada pembahasan yang berkaitan dengan Mutasyabih lafzhi dan juga Tikrâr dalam Al-Qur'an.

Sedangkan az-Zarkasyî menulis kitab al-Burhân fî 'Ulûm Al-Qur'an yang di dalamnya juga dijelaskan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan lafzhi Mutasyabih, namun kitab ini mempunyai penjelasan dengan banyak bab yang berkaitan dengan ilmu-ilmu Al-Qur'an. .

SARAN

Lembaga Ilmu Al-Qur'an Jakarta (IIQ), Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, IIQ Press: Jakarta, 2011. Kudsiah, Analisis Ayat Mutasyabihat Lafzhi dalam Kisah Nabi Musi AS (Studi Tematik-Semantik), Lembaga Skripsi Ilmu Al-Qur'an Jakarta 2016. Al-Qattân, Mannâ Khalil, Kajian Ilmu Al-Qur'an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007.

تهذبر, أبو جافار محمد بين جرير, تفسير ثابر (جميا البين أنتقول تج. القرآن), برفضنه.

Referensi

Dokumen terkait

Pada ayat ini, terlihat bahwa kata /a - ikru bermakna wahyu Makna ini muncul ketika berada dalam konteks ayat yang menceritakan bahwa orang-orang kafir berkata “apakah

Mengenai ayat pencurian ini penjelasan-penjelasan yang dikemukakan oleh Ibn Kathir sangat ringkas dan umum berbeda dengan tafsir yang khusus serta membahaskan

Ayat ini (QS Yunus/10:17), 271 memberi peringatan terhadap orang yang paling zalim yakni yang mendustakan Allah dan ayat-ayat-Nya dengan pembalasan yang setimpal yaitu

“dan janganlah kamu membentak keduanya” yakni jangan berkata-kata dengan keras kepada keduanya. Maksud dalam ayat tersebut adalah, jangan sekali-kali mengatakan

adapun yang dimaksud dengan kata benda meliputi kata yang menerangkan tempat, barang, nama, waktu, kondisi serta kata yang menerangkan sifat seperti kesenangan, kata benda

Dengan kata lain, yang disebut dosa ialah perbuatan “tidak patuh”.23 Dari uraian berikut, penulis berkeinginan untuk membahas lebih detail lafaz Al-Qur`an yang mengandung makna dosa,

Berdasarkan klasifikasi ayat di atas, maka pada penelitian ini penulis akan membahas sebanyak 10 ayat dari derivasi kata fata dengan alasan ayat ini mendekati kepada apa yang penulis

Hal tersebut yang menunjukkan majas metafora.Atmawati, 2014 Nilai Islam pada ayat diatas adalah nilai aqidah, cenderung pada tauhid rububiyah karena dalam ayat tersebut menggunakan