• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan Peran Pemuda Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Karakteristik dan Peran Pemuda Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)lathaif: Literasi Tafsir, Hadis dan Filologi, Vol. 2 (2), 2023, (Juli-Desember) ISSN Print. :. 2963-7678. ISSN Online. :. 2962-6153. Tersedia online di: https://ejournal.uinmybatusangkar.ac.id/ojs/index.php/lathaif/index. Karakteristik dan Peran Pemuda Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar Randi Purnama1, Inong Satriadi2 1 Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Batusangkar, Indonesia 2 Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Batusangkar, Indonesia randi.purnama10@gmail.com Abstract The main problem in this study is youth according to Buya Hamka in Tafsir Al-Azhar (Studies of thematic interpretations). The purpose of this study is based on the formulation of the problem above, namely to explain the characteristics of youth, the role of youth and solutions to youth challenges according to Buya Hamka in Tafsir Al-Azhar. The type of research used is library research. The data collection technique used is the thematic method(maudhu'i)that is by collecting all the verses AlQur`an verses related to youth according to Buya Hamka in Al-Azhar Tafsir. Then the data is processed using descriptive analysis method with content analysis approach (content analysis) to get answers to the problems discussed. The results of research related to youth can be concluded that the characteristics that must be present in a young man are faith in Allah, istiqamah on the straight path, never give up, obey leaders, stand firm, and be smart/smart. Then the role that must be carried out by a young man is to become an enforcer of truth in fighting falsehood and being useful to others under any circumstances, both in happy and difficult situations. The solution to the challenges experienced by youth in the form of promiscuity or known as rampant adultery can be overcome by acting Iffah namely maintaining self-respect by holding back lust and lust. Keywords: Youth, Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar Abstrak Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah penulis ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai seperti apa karakteristik pemuda dan perannya menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar beserta bagaimana solusi pemuda dalam menyelamatkan diri dari tantangan yang dihadapi hari ini. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas yaitu untuk menjelaskan karakteristik pemuda dan perannya beserta solusi pemuda dalam menyelamatkan diri dari tantangan yang dihadapi hari ini menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research), Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode tematik (maudhu’i) yaitu dengan cara menghimpun keseluruhan ayat-ayat Al-Qur`an yang berkaitan dengan pemuda menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar. Kemudian data diolah dengan menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan analisis isi (content analysis) untuk mendapatkan jawaban terhadap permasalahan yang dibahas. Hasil penelitian terkait pemuda dapat disimpulkan bahwa karakteristik yang harus ada pada seorang pemuda adalah beriman kepada Allah, istiqamah di jalan yang lurus, pantang menyerah, patuh kepada pemimpin, teguh pendirian, dan cerdas/pintar. Kemudian peran yang harus dilakukan oleh seorang pemuda adalah menjadi penegak kebenaran dalam melawan kebathilan dan bermanfaat bagi orang lain dalam kondisi bagaimanapun, baik dalam keadaan senang maupun susah. Adapun solusi terhadap tantangan yang dialami pemuda berupa pergaulan bebas atau dikenal dengan perbuatan zina yang merajalela adalah dapat diatasi dengan cara bersikap Iffah yaitu menjaga kehormatan diri dengan menahan nafsu dan syahwat. Kata Kunci: Pemuda, Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar. PENDAHULUAN Pemuda memiliki peran yang cukup besar dan penting bagi suatu bangsa. Pemuda juga merupakan aset yang sangat berharga dan tulang punggung suatu bangsa serta ruh bagi masyarakat yang memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan beragama (Wani, 2019: 79). 137 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (2) Pemuda juga bermakna generasi muda atau orang muda/pemuda yang mempunyai pengertian yang beragam. pengertian pemuda tersebut mengarah kepada ukuran usia yang sedang mengalami pertumbuhan dan jiwa yang sedang mengalami perubahan seperti jiwa yang penuh dengan semangat, ambisius, dan cerdas (Gahung, 2017: 5). Kemudian dalam UU No. 40 tahun 2009 menjelaskan bahwa pemuda adalah warga negara Indonesia yang berusia enam belas tahun sampai tiga puluh tahun yang menjadi periode penting dalam pertumbuhan dan perkembangan (Yudhoyono, 2009: 2). Sedangkan Buya Hamka dalam bukunya yang berjudul “Dari Lembah Cita-Cita” (1982: 61) mengatakan bahwa rentang usia pemuda itu sampai kepada puncak pendakian usia muda yaitu pada usia 40 tahun. Bersumber dari Ibnu Abbas R.A dalam buku Muhammad Ahmad Ismail AlMuqaddam (2005: 496), Ibnu Abbas R.A berkata, “Allah yang Maha Mulia lagi Maha Agung hanya memberikan ilmu kepada seorang hamba ketika ia masih muda, segala kebajikan terletak pada masa muda dan Nabi dipilih pada masa muda”. Begitupun Bung Karno seorang Tokoh Proklamator Indonesia juga pernah berkata “Berikan kepadaku 10 orang pemuda maka akan aku goncangkan dunia ini, dan berikan juga kepadaku seribu orang tua maka akan aku cabut semeru dari akarnya” (Asti, 2018: 4). Hal ini menunjukkan bahwa pemuda memiliki peran yang besar dan penting. Terlebih pada masa yang akan datang, pemudalah yang akan menjadi estafet perjuangan dan perubahan suatu bangsa serta akan menggantikan kepemimpinan pada masa yang akan datang. Pepatah Arab juga pernah berkata, “pemuda hari ini adalah pemimpin di hari esok” dan Yusuf Al-Qardhawi seorang ulama kontemporer yang berasal dari Mesir juga berkata “apabila ingin melihat suatu negara di masa depan, maka lihatlah pemuda nya hari ini” (Wani, 2019: 79). Permasalahan dan bahasan mengenai pemuda tidak akan ada hentinya sampai kapanpun dan akan selalu menarik untuk diperbincangkan karena memang pemuda menjadi sumber daya manusia yang melahirkan pembangunan karakter bagi Bangsa dan Agama serta memiliki peranan penting dalam sebuah perubahan yang terjadi pada suatu bangsa ( Naafs dan White, 2012: 90 ). Kemudian dalam Tafsir Al-Azhar terdapat penjelasan ayat-ayat mengenai pemuda, terutama berkaitan dengan karakteristik pemuda dan perannya beserta solusi pemuda dalam menyelamatkan diri dari tantangan yang dihadapi hari ini. Salah satu ayat yang membahas tentang pemuda yaitu firman Allah dalam Q.S. Al-Anbiya’: 60, َ ُ ُ ُ ‫َقالوا َسم ْع َنا َف ًتى َي ْذك ُر ُه ْم ُي َق ُال ل ُه إ ْب َراه‬ (٦٠ )‫يم‬ ِ ِ ِ “Mereka yang lain berkata, kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini) namanya Ibrahim”. Pada ayat ke 60 Surat Al-Anbiya’ ini menunjukkan sosok Nabi Ibrahim AS yang merupakan seorang pemuda yang pemberani dalam melawan kebathilan guna menegakkan kebenaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari zaman dulu para pemuda memiliki banyak keutamaan dan kelebihannya tersendiri, sehingga kisahkisah merekapun patut dijadikan panutan dan contoh untuk anak-anak muda saat ini (Hamka, jilid 6, 2015: 47). Namun dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan waktu, banyak mengalami perubahan terutama perubahan yang terjadi pada karakteristik dan perilaku pemuda yang tidak berjalan sesuai dengan aturan bahkan 138 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (3) menyalahi aturan sehingga menyebabkan kelemahan karakteristik pada pemuda (Mutamam dan Shantini, 2019: 48 ). Kemudian penulis memilih Tafsir Al-Azhar dikarenakan menurut Federspiel termasuk kepada generasi (periode) ketiga, yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an secara lengkap pada tahun 70-an dengan menggunakan metodologis menulis kontemporer. Metodologis tersebut ialah metode yang diawali dengan sebuah kata pengantar metodologis, beberapa materi ilmu-ilmu Al-Qur`an, dan mengelompokkan ayat-ayat secara terpisah antara satu ayat sampai lima ayat kemudian ditafsirkan secara luas serta tafsirnya dijelaskan dengan uraian-uraian tentang sejarah dan peristiwaperistiwa kontemporer karena mengingat bahwa Buya Hamka menyelesaikan tafsirnya di dalam penjara pada masa orde lama (Atabik, 2014: 320-321). Tafsir Al-Azhar dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an menggunakan corak Adabi Al-Ijtima’i yaitu salah satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat AlQur`an yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan juga salah satu upaya menyelesaikan permasalahan yang ada dalam masyarakat berdasarkan petunjuk ayatayat Al-Qur`an menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami (Fuad, 2016: 37). Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka yang bercorak Adabi Al-Ijtima’i ini sangat relevan dipakai untuk mengkaji penjelasan ayat-ayat Al-Qur`an tentang karakteristik pemuda dan perannya beserta solusi pemuda dalam menyelamatkan diri dari tantangan yang dihadapi hari ini dikarenakan bahwa pemuda merupakan masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Selain kitab Tafsir Al-Azhar yang bercorak Adabi Al-Ijtima’i, Buya Hamka juga banyak berbicara mengenai pemuda dalam karya tulisannya yang lain yaitu buku yang berjudul “Dari Lembah Cita-Cita” dan “Dari Hati Ke Hati”. Dalam buku tersebut, Buya Hamka membahas tentang kursus khas pemuda mengenai inti filsafat kemerdekaan untuk modal bathin perjuangan menegakkan agama dan bangsa serta acuan generasi muda saat ini dalam memecahkan berbagai macam permasalahan yang dihadapi baik yang berhubungan dengan agama, politik dan sosial-budaya serta termasuk masalah dalam kerukunan umat beragama di Indonesia. Kemudian yang lebih penting lagi adalah untuk lebih mengenalkan kitab tafsir dan mufassir yang berasal dari Indonesia yang mungkin belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia itu sendiri, dan lebih khusus lagi untuk para pemuda agar dijadikan rujukan karena lebih mudah dipahami. Oleh karena itu penulis ingin ingin mengetahui lebih jelas seperti apa karakteristik pemuda menurut Buya Hamka dan perannya menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis akan membahas beberapa aspek yaitu bagaimana karakteristik pemuda dan perannya serta bagaimana pemuda dapat menyelamatkan diri dari berbagai tantangan pemuda hari ini menurut Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research) dengan langkah identifikasi, mengumpulkan dan mengolah data-data yang terkait dengan karakteristik pemuda dan perannya menurut Buya Hamka dalam Tafsir AlAzhar menggunakan sumber data primer (Tafsir Al-Azhar) dan data sekunder. 139 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (4) (referensi lain seperti buku, artikel, dan jurnal lainnya) secara tepat dan akurat (Ali, 2002: 124). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode tematik (maudhu’i) yaitu dengan cara menghimpun keseluruhan ayat-ayat Al-Qur`an yang berkaitan dengan pemuda menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar dengan menggunakan kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadh Al-Qur`an Karim Karangan Muhammad Fuad Abd Al-Baqy dan Fathurrahman li thalib Ayatil Qur’an karangan Syaikh Ilmi Zadeh Faedullah, Kemudian melakukan klasifikasi terhadap ayat-ayat tersebut dan mengkaji secara mendalam penafsirannya dengan merujuk ke kitab Tafsir Al-Azhar serta ditambahkan dengan hadis-hadis bila dirasa perlu (Farmawi, 2002: 51-52). Kemudian data yang telah didapatkan diolah dengan menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan analisis isi (content analysis). Analisis isi merupakan metode menganalisis secara keseluruhan data-data untuk mendapatkan kesimpulan berupa isi penelitian yang menjadi jawaban terhadap permasalahan yang dibahas (Prasetyo, 2006: 60). Selain menggunakan langkah-langkah metode tematik (Maudhu’i), penulis juga menggunakan metode analisis isi (content analysis) dengan melalui 5 tahap: a) Menentukan tujuan analisis dengan cara mendeskripsikan terlebih dahulu permasalahan yang akan diteliti. b) Mengumpulkan data melalui membaca, mengkaji dan mencatat data-data yang diambil dari berbagai sumber yang ada. c) Mengidentifikasikan bukti-bukti konseptual dengan mulai mencari hubungan antara data yang ada dengan yang sedang penulis teliti. d) Mereduksi data dengan cara melakukan “sortir” terhadap data yang telah penulis kumpulkan, mana yang digunakan (include) dan mana yang tidak digunakan. e) Menganalisis dan menafsirkan data dengan cara preliminary analisis (serangkaian upaya sederhana tentang bagaimana data penelitian dikembangkan dan diolah kedalam kerangka kerja sederhana yang melibatkan proses seleksi, kemudian mengambil sebuah kesimpulan) (Arikunto, 2006: 129). HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini penulis menemukan kosa kata pemuda dalam Kamus Bahasa Arab berasal dari kata fata, syabab dan ghulam. Kata Fata merupakan wazan dari “fatiya-yafta-fatan” jamaknya fityan atau fatayat yang memiliki makna orang yang masih muda atau orang muda, pemuda / pemudi (Yunus, 1990: 308). Menurut Usamah Hamid Mar’i (2015: 360) fata adalah pemuda, dipakai untuk menyebut lakilaki dewasa yang sudah matang. Menurut Sholihin dan Iwan Januar (2003: 162-163) Syab jamaknya syabab bermakna pemuda yaitu orang yang sudah mencapai baligh namun belum mencapai usia dewasa (sempurnanya sifat-sifat yang spesifik / khusus bagi seorang laki-laki). Menurut Hery Jauhar Muchtar (2005: 69) mengatakan bahwa masa ghulam adalah masa remaja (masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, secara fisik sudah terlihat dewasa namun secara psikis belumlah dewasa dan berkisar usia dari 13-20 tahun). Kemudian penulis melakukan klasifikasi ayat dengan penelusuran menggunakan kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadh Al-Qur`an Karim Karangan Muhammad Fuad Abd Al-Baqy dan Fathurrahman li thalib Ayatil Qur`an karangan Syaikh Ilmi Zadeh Faedullah, sehingga penulis menemukan 10 ayat dalam Al-Qur`an 140 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (5) tentang pemuda yang berasal dari derivasi kata fata, dan 13 ayat dari derivasi kata ghulam. Berdasarkan klasifikasi ayat di atas, maka pada penelitian ini penulis akan membahas sebanyak 10 ayat dari derivasi kata fata dengan alasan ayat ini mendekati kepada apa yang penulis bahas yaitu karakteristik pemuda dan peran pemuda beserta solusi terhadap pemuda dalam menyelamatkan diri dari berbagai tantangan yang dihadapi pemuda saat ini menurut Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar. Berikut adalah data ayat-ayat yang akan penulis bahas dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: No Karakteristik Pemuda Peran Pemuda Solusi 1 Beriman kepada Allah SWT Penegak kebenaran Menjaga kehormatan (Q.S. Al-Kahfi 13) (Q.S. Al-Anbiya’ 60) diri (Q.S An-nisa’ 25 dan Q.S. An-Nur 33) 2 Istiqamah di jalan yang lurus Bermanfaat bagi (Q.S. Al-Kahfi 10) orang lain (Q.S. Yusuf 36) 3 Pantang menyerah (Q.S. Al-Kahfi 60) 4 Taat kepada pemimpin (Q.S. Al-Kahfi 62) 5 Cerdas / pintar (Q.S. Yusuf 62) 6 Teguh pendirian (Q.S. Yusuf 30) Karakteristik Pemuda Adapun karakteristik yang harus ada pada seorang pemuda menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, ialah sebagai berikut:. Beriman kepada Allah Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Kahfi: 13, َ ً ُ ْ ُ َْ َ ْ َ ُ َ ٌ َ ْ ْ ُ َّ َ ْ ْ ُ َ َ َ ْ َ َ ُّ ُ َ ُ ْ َ ‫م‬ { ١٣ } ‫نحن نقص عليك نبأهم ِبالح ِق ِإنهم ِفتية آ نوا ِبر ِب ِهم و ِزدناهم هدى‬ “Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka”. Buya Hamka dalam ayat di atas menjelaskan bahwa karakteristik pemuda dengan menggunakan kata ُ‫ فِتْيَة‬yang bermakna pemuda-pemuda yaitu pemudapemuda yang beriman kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya sebagaimana pemuda-pemuda Al-Kahfi yang mendapatkan ilham dari Allah SWT kepada jalan yang benar sehingga jiwa mereka dipenuhi dengan iman dan takwa, serta sampailah kepada suatu kesimpulan bahwa Allah itu esa, dan tidak ada sekutu baginya. Kemudian iman itu dapat bertambah matang dan meningkat, asalkan dipupuk terus seperti datangnya ujian atau percobaan bisa saja menambah kukuhnya iman. Oleh karena itu, tambahan imanlah yang didapatkan oleh pemuda-pemuda Al-Kahfi tersebut berkat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT (Hamka, jilid 5, 2015: 403). Dapat dipahami bahwa karakteristik yang diharapkan dari seorang pemuda menurut Buya Hamka dalam tafsirnya adalah beriman kepada Allah, sebagaimana 141 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (6) berimannya pemuda-pemuda Ashabul Kahfi. Beriman kepada Allah merupakan suatu perbuatan yang akan membebaskan pemuda dari kesyirikan dan percaya kepada kehendak dan kuasa Allah semata. Dengan adanya iman, pemuda akan mudah beradaptasi dengan lingkungan hidup dan kenyataan hidup yang di hadapinya, karena yakin bahwa kebaikan dan keburukan yang dihadapi adalah berasal dari Allah SWT dan pasti ada hikmah yang tersimpan di baliknya.. Istiqamah di Jalan yang Lurus Sebagaiman dijelaskan dalam Q.S Al-Kahfi: 10, َ َ َ ْ َ ُ ْ ْ ْ ً َ َ َ ْ ْ ََ ْ َ َ ً َ ْ َ َ ْ َُ ْ َ َ ََّ ُ َ َ ْ َ َ ( ١٠ )‫ِإذ أوى ال ِفتية ِإلى الكه ِف فقالوا ربنا آتِنا ِمن لدنك رحمة وهيئ لنا ِمن أم ِرنا رشدا‬ ِ “(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami”. Buya Hamka dalam ayat di atas menjelaskan bahwa karakteristik pemuda dengan menggunakan kata ُ‫ فِتْيَة‬yang bermakna pemuda, dan Buya Hamka menjelaskan bahwa ada beberapa orang pemuda yang pergi meninggalkan tempat tinggal asalnya guna mempertahankan keyakinannya dikarenakan tidak aman lagi, kemudian dalam perjalanan para pemuda tersebut memilih bersembunyi ke dalam sebuah gua. Selain itu para pemuda tersebut selalu memohon perlindungan rahmat dari Allah dan juga meminta supaya diberikan tuntunan atau pemimpin yang akan selalu membawa kepada kebenaran (Hamka, jilid 5, 2015: 360). Dalam hal ini Buya Hamka menjelaskan bahwa karakteristik yang diharapkan dari seorang pemuda menurut Buya Hamka dalam tafsirnya adalah istiqamah dijalan yang lurus. Hal ini terlihat sebagaimana adanya beberapa orang pemuda yang pergi meninggalkan tempat asalnya guna mempertahankan keyakinan yang sedang diyakininya dikarenakan tempat asalnya tidak aman lagi.. Pantang Menyerah Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Kahfi: 60, َ َ َ َ ُ ُ َ ُ َ َ ْ َ ْ ‫وسى ل َف َت ُاه َلا أ ْب َر ُح َحَّتى أ ْب ُل َغ َم ْج َم َع ْال َب ْح َر ْين أ ْو أ‬ (٦٠)‫ض َي حق ًبا‬ ‫م‬ ‫و ِإذ قال م‬ ِ ِ ِ “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun”. Buya Hamka dalam ayat di atas menjelaskan bahwa karakteristik pemuda dengan menggunakan kata ُ‫ فَت َاه‬yang bermakna orang muda, anak muda, atau pemuda. Buya Hamka menjelaskan bahwa Islam memberikan contoh kesopanan yang baik dengan tidak menyebut anak muda dengan khadam ataupun pembantu melainkan menyebutnya dengan fata atau orang muda. Kemudian Buya Hamka juga menjelaskan bahwa Nabi Musa AS bersama orang mudanya akan terus berjalan sampai kepada tempat yang ditujunya walaupun itu akan memakan waktu yang cukup lama (berlaratlarat/bertahun-tahun) (Hamka, jilid 5, 2015: 404). Dalam hal ini dapat dipahami bahwa karakteristik yang diharapkan dari seorang pemuda menurut Buya Hamka dalam tafsirnya adalah pemuda yang memiliki sikap pantang menyerah sebelum mendapatkan apa yang diinginkan disebabkan bahwa dalam jiwa pemuda terhimpun semangat yang luar biasa, potensi dan segala kemungkinan yang ada. Semangat pantang menyerah itu terletak pada usia muda. Pemuda sejati bukanlah pemuda yang mudah menyerah namun adalah pemuda yang 142 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (7) akan terus berusaha dan pantang menyerah dalam berjuang sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya. Demikianlah pemuda Nabi Musa As yang akan terus berjuang sampai ke tempat yang dituju.. Patuh kepada Pemimpin Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-kahfi: 62, َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ (٦٢) ‫اءنا لقد ل ِقينا ِم ْن َسف ِرنا هذا نص ًبا‬ ‫فلما جاوزا قال ِلفتاه آ ِتنا غد‬ “Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini”. Buya Hamka dalam ayat di atas menjelaskan bahwa karakteristik pemuda dengan menggunakan kata ُ‫ فَت َاه‬yang bermakna anak muda yang selalu mendampingi Nabi Musa AS kemanapun pergi. Buya Hamka menjelaskan bahwa Nabi Musa AS merasakan lelah dan lapar setelah melampaui tempat pemberhentian yang disampaikannya kepada anak mudanya (Yusya’ bin Nun), kemudian Nabi Musa AS berkata kepada orang mudanya untuk berhenti dan memakan perbekalan yang telah mereka bawa secara bersama. Buya Hamka menjelaskan juga bahwa Al-Qur`an memiliki susunan bahasa yang indah dibuktikan dengan perkataaan Nabi Musa AS kepada orang mudanya, Nabi Musa AS tidak mengatakan untuk membawakan makanan tengah hari tersebut dengan perkataan kepadaku melainkan Nabi Musa AS mengatakan untuk membawakan makanan tengah hari kita. Kemudian orang mudanya membawakan makanan tersebut dan memakannya secara bersama (Hamka, jilid 5, 2015: 404). Dalam hal ini dapat dipahami bahwa karakteristik yang diharapkan dari seorang pemuda menurut Buya Hamka dalam tafsirnya adalah memiliki sikap yang patuh kepada pemimpin. Demikianlah pemuda Nabi Musa AS yang patuh kepada pemimpinnya yaitu pemuda yang bernama Yusya bin Nun. Kepatuhannya terlihat ketika diperintahkan oleh Nabi Musa AS untuk membawakan perbekalan siang mereka, kemudian pemudanya membawakan perbekalan tersebut kepada Nabi Musa AS.. Teguh Pendirian Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Yusuf: 30, َ َ َ َ َ َ ْ َ َْ َ َ َ َ ُ َ ُ َ َ َ َّ ُ ٌَ ْ َ ََ َْ ُ َ ْ َ َْ ‫اود فتاها ع ْن نف ِس ِه قد شغف َها ح ًّبا ِإنا لن َراها ِفي ضل ٍال‬ ‫ر‬ ‫ت‬ ‫يز‬ ‫ز‬ ‫ع‬ ‫ال‬ ‫ت‬ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫ام‬ ‫ة‬ ‫ين‬ ‫د‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ة‬ ‫وقال ِنسو‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ُ ( ٣٠) ‫ين‬ ٍ ‫م ِب‬ “Dan perempuan-perempuan di kota berkata, “Istri Al-Aziz menggoda dan merayu pelayannya untuk menundukkan dirinya, pelayannya benar-benar membuatnya mabuk cinta. Kami pasti memandang dia dalam kesesatan”. Buya Hamka dalam ayat di atas menjelaskan bahwa karakteristik pemuda dengan menggunakan kata ‫ فَت َاهَا‬yang bermakna pemuda atau hamba sahaya atau budak. Buya Hamka menjelaskan bahwa kebiasaan orang terdahulu seperti istri para penguasa atau masyarakat pada umumnya suka dalam membicarakan orang lain dan berita mudah tersebar ke mana-mana, terutama kalau berita tersebut berkaitan dengan hal yang tidak lumrah terjadi seperti kecintaan seorang istri raja kepada pemudanya atau budak yang dibeli oleh suaminya sendiri dan budak itu diangkat menjadi anak laki-lakinya. Kemudian orang-orang mengatakan istri raja telah berada 143 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (8) dalam keadaan yang sesat. Buya Hamka dalam menanggapi hal tersebut mengatakan bahwa seperti mereka saja yang benar dan suci, atau biasa dinamai dengan orang yang munafik atau hipokrit dengan alasan apakah mereka akan teguh pendirian kalau seandainya mereka yang berada pada keadaan tersebut (Hamka, jilid 4, 2015: 678679). Dalam hal ini dapat dipahami bahwa karakteristik yang diharapkan dari seorang pemuda menurut Buya Hamka dalam tafsirnya adalah memiliki karakteristik yang teguh pendirian. Sebagaimana digambarkan dengan kisah Nabi Yusuf yang memiliki sikap teguh pendirian, sebagaimana terlihat ketika digoda oleh istri raja. Akan tetapi Nabi Yusuf AS dapat menahan dirinya berkat sikap teguh pendiriannya sehingga terselamatkanlah dirinya dari perbuatan yang dibenci oleh Allah.. Cerdas/Pintar Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Yusuf: 62, َ َْ َ َّ َ َ ُ َ ْ َ َ َ ُ ْ َ ْ ُ َّ َ َ ْ ْ َ َ ْ َ ُ ْ َ َ َ َ (٦٢)‫َوقال ِل ِفت َيا ِن ِه اجعلوا ِبضاعت ُه ْم ِفي ِرح ِال ِه ْم لعل ُه ْم َيع ِرفون َها ِإذا انقل ُبوا ِإلى أه ِل ِهم لعلهم ير ِجعون‬. “Dan dia (Yusuf) berkata kepada pelayan-pelayannya, masukkanlah barang-barang (penukar) mereka ke dalam karung-karungnya, agar mereka mengetahuinya apabila telah kembali kepada keluarganya, mudah-mudahan mereka kembali lagi”. Buya Hamka dalam ayat di atas menjelaskan bahwa karakteristik pemuda dengan menggunakan kata ‫ فِتْيَانِ ُِه‬yang bermakna pelayan-pelayannya atau bujangbujangnya. Buya hamka dalam ayat ini menjelaskan kata fata dengan makna bujangbujangnya, kemudian Nabi Yusuf AS memerintahkan bujang-bujangnya untuk mengembalikan alat pembayaran yang digunakan oleh saudara-saudaranya dalam membeli gandum dengan tujuan supaya mereka balik lagi (Hamka, jilid 5, 2015: 15). Dalam hal ini dapat dipahami bahwa karakteristik yang diharapkan dari seorang pemuda menurut Buya Hamka dalam tafsirnya adalah hendaknya seorang pemuda memiliki pemikiran yang cerdas dan pintar. Hal ini dilihat dari rencana yang dibuat oleh Nabi Yusuf AS kepada saudara-saudaranya. Sebenarnya tujuan utamanya adalah agar saudara-saudaranya kembali lagi untuk bertemu dengan dirinya. Peran Pemuda Ada beberapa peran pemuda yang dijelaskan oleh Buya Hamka dalam tafsirnya, yaitu: penegak kebenaran dan bermanfaat bagi orang lain.. Penegak Kebenaran Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Anbiya’: 60, َ ُ ُ ُ ‫َقالوا َسم ْع َنا َف ًتى َي ْذك ُر ُه ْم ُي َق ُال ل ُه إ ْب َراه‬ ( ٦٠) ‫يم‬ ِ ِ ِ “Mereka (yang lain) berkata, Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim”. Buya Hamka dalam ayat di atas menjelaskan bahwa peran pemuda dengan menggunakan kata ‫ فَتًى‬yang bermakna pemuda, Buya Hamka dalam ayat ini menunjukkan peran pemuda dengan sosok Nabi Ibrahim AS. Ia merupakan seorang anak muda atau pemuda, sebagaimana disebutkan dalam potongan ayat yang terdapat kata fata, menurut Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwasanya kejadian tersebut terjadi ketika Nabi Ibrahim AS masih muda dan Ia merupakan. 144 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (9) seorang yang pemberani dalam melawan kebathilan. Dikatakan Buya Hamka bahwa yang memiliki jiwa pemberani tersebut memang terdapat pada anak-anak muda, sebagaimana para nabi diutus oleh Allah SWT, dan orang-orang terpilih juga dari kalangan anak-anak muda atau pemuda. Sehingga dapat dikatakan memang bahwa dari zaman dulu para anak-anak muda memiliki banyak keutamaan dan kelebihannya tersendiri, sehingga kisah-kisah merekapun patut dijadikan panutan dan contoh untuk anak-anak muda saat ini (Hamka, jilid 6, 2015: 47). Dalam hal ini dapat dipahami bahwa peran yang diharapkan dari seorang pemuda menurut Buya Hamka dalam tafsirnya adalah menjadi penegak kebenaran, seperti halnya Nabi Ibrahim AS menegakkan kebenaran melawan kebathilan pada masa raja Namrud yang terkenal dengan para penyembah berhala. Maka Nabi Ibrahim AS hadir dengan perannya yaitu mencela sesembahan mereka tersebut dan menghancurkannya.. Bermanfaat bagi Orang Lain Sebagaimana dijelaskan Q.S Yusuf: 36, َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ ‫َو َد َخ َل َم َع ُه الس ْج َن َف َت َيان َق َال أ َح ُد ُه َما إني أ‬ ‫ص ُر خ ْم ًرا َوقال الآخ ُر ِ ِإني أ َر ِاني أح ِمل فوق‬ ‫ع‬ ‫أ‬ ‫ي‬ ‫ان‬ ‫ر‬ ِ ِ ِ ِِ ِ ْ ْ َْ ْ ُ ُ َ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ َّ ْ ُ َ َ َ َ َّ َ ًْ ُ (٣٦)‫َرأ ِسي خبزا تأكل الطير ِمنه ن ِبئنا ِبتأ ِوي ِل ِه ِإنا نراك ِمن المح ِس ِنين‬ “Dan bersama dia masuk pula dua orang pemuda ke dalam penjara. Salah satunya berkata, sesungguhnya aku bermimpi memeras anggur, dan yang lainnya berkata, aku bermimpi, membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung. Berikanlah kepada kami takwilnya. Sesungguhnya kami memandangmu orang yang berbuat baik”. Buya Hamka dalam ayat di atas menjelaskan bahwa peran pemuda dengan menggunakan kata ‫ان‬ ُِ َ‫ فَتَي‬yang bermakna dua orang pemuda. Buya Hamka menjelaskan bahwa ada dua orang pemuda yang masuk ke dalam penjara setelah dimasukkannya Nabi Yusuf AS, kemudian dua pemuda tersebut berkenalan dengan Nabi Yusuf AS hingga mereka sangat mencintai dan tidak mau jauh dengan Nabi Yusuf AS, seperti yang disebutkan bahwa “kami tetap mencintaimu dengan keadaan apapun itu”. Begitu besar cinta kedua pemuda tersebut kepada Nabi Yusuf AS sehingga mereka bertanya mengenai takwil mimpi yang telah dialaminya dan Nabi Yusuf AS menjelaskan takwilnya sehingga mereka mengatakan bahwa kami sangat menyukaimu karena kebaikanmu (Hamka, jilid 4, 2015: 685-686). Dalam hal ini dapat dipahami bahwa peran yang diharapkan dari seorang pemuda menurut Buya Hamka dalam tafsirnya adalah bermanfaat bagi orang lain di manapun berada dan dalam kondisi apapun. Sebagaimana pemuda Yusuf yang selalu berbuat baik dalam keadaan bagaimanapun, walaupun Ia berada dalam penjara sekalipun. Maka Yusuf tidak akan berhenti berbuat baik. Solusi Pemuda dalam Menyelamatkan Diri dari Tantangan yang Dihadapi Adapun tantangan yang dikemukakan oleh Buya Hamka belum selengkap tantangan yang dihadapi oleh pemuda pada zaman sekarang, akan tetapi juga terjadi pada zaman sekarang. Sebagaimana perkembangan gadget di era milenial ini yang dibarengi dengan arus globalisasi juga benar-benar mempengaruhi sikap dan perilaku seorang pemuda. Ada yang berubah menjadi seorang pemuda yang individualis, terjadinya degradasi moral pada pemuda atau penurunan prilaku pemuda, pemuda 145 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (10) yang radikalisme. Ada juga pemuda yang selalu ingin tampil menarik di media sosial, memamerkan barang-barang yang dibeli, atau tempat-tempat yang dikunjungi, pemuda yang memiliki gaya hidup hedonisme (tujuan hidup yang memandang kesenangan belaka), pemuda yang komsumtif (membelikan sesuatu secara berlebihan) dan meniru hidup kebarat-baratan (westernisasi) serta melakukan sekularisme (Muqsith, 2019: 22). Namun, Buya Hamka berdasarkan Al-Qur`an Surat An-Nur ayat 33 menjelaskan dalam tafsirnya bahwa tantangan pemuda pada zaman sekarang ini, dimana dikenal sebagai zaman pancaroba, zaman yang penuh dengan kemegahan hidup dan selera perempuan kepada kemewahan yang tidak terkendali lagi menyebabkan pemuda takut untuk kawin, apalagi ditambah dengan peraturan adat yang berat sehingga membuat kehormatan perempuan bisa diperjualbelikan dalam bentuk modern dikarenakan susahnya dalam melaksanakan perkawinan. Hal ini merupakan hasil perkembangan dari negeri-negeri Barat ke negeri-negeri Islam sehingga menyebabkan tantangan yang besar dihadapi oleh pemuda saat ini yaitu pergaulan bebas menyebar dengan mudahnya dan dianggap menjadi hal yang biasa atau dikenal dengan perbuatan zina yang merajalela (Hamka, jilid 6, 2015: 302). Firman Allah dalam Q.S An-Nur: 33: َّ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ َ َّ َ ْ َ َْ ََْْ ً َ َ ُ َ َ َ ُ َّ ‫احا َحَّتى ُي ْغن َي ُه ُم‬ ‫اَّلل ِم ْن فض ِل ِه وال ِذين يبتغون ال ِكتاب ِِما ملكت‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫ون‬ ‫د‬ ‫ج‬ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ين‬ ‫ذ‬ ‫ال‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ع‬ ِ ِ ِ ِ ‫وليست‬ ِ ِ َ َّ َّ َ َ ْ ُ َ َ َ ُ ْ ُ ََ ْ ُ َ ُ ُ َ ًْ َ ْ ُ ْ َ ْ ْ ُ ُ َ َ ْ ُ ُ َ ْ َ ْ ْ ْ ‫اَّلل ال ِذي آتاكم ولا تك ِرهوا فتي ِاتكم على‬ ِ ‫ال‬ ِ ‫أيمانكم فك ِاتبوهم ِإن ع ِلمتم ِف‬ ِ ‫يهم خيرا وآتوهم ِمن م‬ َ ْ َْ ُ َ ْ َ ً ُّ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َّ َّ َ َّ ُ ْ ْ ُ ْ َ َ َ ْ ُّ َّ َ َ ‫اه ِهن‬ ‫ر‬ ‫ك‬ ‫إ‬ ‫د‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫اَّلل‬ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ر‬ ‫ك‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫الد‬ ‫اة‬ ‫ي‬ ‫ح‬ ‫ال‬ ‫ض‬ ‫ر‬ ‫ع‬ ‫وا‬ ‫غ‬ ‫ت‬ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫ص‬ ‫ح‬ ‫ت‬ ‫ن‬ ‫د‬ ‫ر‬ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫اء‬ ‫غ‬ ‫ال ِب‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٌ ‫ور َرح‬ ٌ ‫َغ ُف‬ ٣٣)‫يم‬ ِ. “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sampai Allah memberi kemapuan kepada mereka dengan karunia-nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hndaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa”. Buya Hamka dalam ayat di atas menjelaskan bahwa solusi pemuda dalam menyelamatkan diri dari tantangan hari ini dengan menggunakan kata ‫ فَتَيَاتِك ُْم‬yang bermakna pemudi, atau budak perempuan. Buya Hamka menjelaskan bahwa ayat ini merupakan nasihat Allah kepada orang yang belum mampu melaksanakan perkawinan, supaya Ia berlaku iffah, menahan nafsu dan syahwat, memelihara kehormatan diri dan jangan dilepaskan niat agar dapat hendak mendirikan rumah tangga. juga menjelaskan tentang budak-budak atau hamba sahaya yang ingin bebas dari perbudakan dan ingin menjadi orang yang merdeka yang sanggup membayar ganti kerugian kepada majikannya dengan perjanjian tertentu. Maka dalam ayat ini tegaslah, jika budak ingin membuat perjanjian, segeralah perbuat perjanjian kebebasan itu, asal dilihat memang sudah berhaklah budak itu buat dimerdekakan karena sudah ada khairan (kebaikan ) pada dirinya (Hamka, jilid 6, 2015: 299-300).. 146 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (11) Kemudian dalam urutan ayat ini juga dijelaskan suatu adat buruk yang berlaku di zaman jahiliyyah, yaitu seorang pemudi dipaksa oleh tuannya melakukan perzinaan menjadi perempuan lacur, memungut bayaran dari orang-orang yang memakainya dan bayaran itu diserahkan kepada tuannya. Padahal perempuan itu sendiri pada asal jiwanya ialah menginginkan hidup yang suci dan sopan, Cuma dia terpaksa mengerjakan itu karena ia tidak merdeka (budak). Maka Buya Hamka menjelaskan supaya budak tersebut dimerdekakan karena budak tersebut menginginkan untuk menjaga kesuciannya (Hamka, jilid 6, 2015: 300-302). Begitupun dalam Al-Qur`an Surat An-Nisa’ ayat 25 Buya Hamka menjelaskan dalam tafsirnya mengenai tantangan pemuda dengan memberi contoh pada masa penjajahan Belanda dahulu yang terjadi di kebun-kebun Sumatera Timur, dimana para penjajah belanda memilih para pekerja yang muda lagi cantik, kemudian diminta tinggal di rumah mereka sebagai koki atau babu pada siang hari dan digunakan sebagai teman tidur pada malam harinya. Orang jahiliyyah memandang bahwa pergaulan seperti itu tidak ada celanya. Belanda di Deli memandang pergaulan seperti itupun tidak ada celanya. Kemudian pada masa Indonesia yang merdeka ini, banyak pembesar-pembesar menyimpan perempuan muda sebagai tempat pemuas nafsunya belaka. Padahal segala macam perbuatan tersebut tetap berzina namanya (Hamka, jilid 2, 2015: 255). Firman Allah dalam Q.S An- Nisa: 25; َ َ َ َ ُ ََ ْ ُ ْ ْ ُ َ ُ‫َو َم ْن ل ْم يَ ْس َتط ْع م ْنك ْم َط ْو ًلا أ ْن َي ْنك َح ال ُم ْح َص َنات ال ُم ْؤ ِم َنات َفم ْن َما َملك ْت أ ْي َمانُك ْم من فت َياتكم‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ُ َ َ ُ ُ َ ُ َ ُ ُ ُ ْ ْ ُ ُ ْ َ ُ ْ ْ ُ َّ َ َ ْ ُْ ْ َ ‫ورهَّن‬ ‫اَّلل أعل ُم ِب ِإيما ِنك ْم َبعضك ْم ِم ْن َبع ٍض فان ِكحوهَّن ِب ِإذ ِن أه ِل ِهَّن َوآتوهَّن أج‬ ‫ات و‬ ِ ‫المؤ ِمن‬ َ ْ َ َ َ َ َ َّ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َّ ْ ُ َ َ َ ْ َ َ ْ ُ َ َ ُ ََْ َّ ْ ُ ‫بال َم ْع‬ ‫احش ٍة فعلي ِهن‬ ‫د‬ ‫خ‬ ‫أ‬ ‫ات‬ ‫ذ‬ ‫خ‬ ‫ت‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ات‬ ‫ح‬ ‫اف‬ ‫س‬ ‫م‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫غ‬ ‫ات‬ ‫ن‬ ‫ص‬ ‫ح‬ ‫م‬ ‫وف‬ ‫ر‬ ِ ِ ٍ ٍ ِ ‫ان ف ِإذا أح ِصن ف ِإن أتين ِبف‬ ِ ِ ٍ ِ َ ُ ُ َ ٌْ َ ْ ْ ْ َ َ َّ ْ َ ُ َ َ َ َ ُ ‫ن ْصف َما َعلى ال ُم ْح َص َنات م َن ال َعذاب ذلك ل َم ْن خش َ ال َعن َت م ْنك ْم َوأن ت ْصب ُروا خير لك ْم َو‬ ‫اَّلل‬ ‫ِ ي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٌ ‫ور َرح‬ ٌ ‫َغ ُف‬ (٢٥)‫يم‬ ِ “Dan barang siapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka beriman, maka (dihalalkan menikahi perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu. Sebagian dari kamu adalah dari sebagian yang lain (sama-sama keturunan Adam-Hawa), karena itulah nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka maskawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki sebagai piaraannya. Apabila mereka telah berumah tangga (bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), maka (hukuman) bagi mereka setengah dari apa (hukuman) perempuan-perempuan merdeka (yang tidak bersuami). (kebolehan menikahi hamba sahaya) itu, adalah bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan dalam menjaga diri (dari perbuatan zina). Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. Buya Hamka dalam ayat di atas menjelaskan bahwa solusi pemuda dalam menyelamatkan diri dari tantangan hari ini dengan menggunakan kata ‫ فَتَيَاتِك ُْم‬yang bermakna pemudi atau budak-budak perempuan. Buya Hamka pada ayat ini menjelaskan bahwa ini merupakan jalan bagi seseorang yang ingin menikah, dimana dibukakan pintu bagi seorang laki-laki yang telah mengukur kekuatannya dan merasa tidak sanggup menikah dengan perempuan merdeka dan menikahlah bersama budak, 147 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (12) dengan alasan bahwa keperluan rumah tangganya tidak sebesar belanja perempuan merdeka. Yang perlu diperhatikan yaitu keadaan iman dari perempuan budak dan pilihlah perempuan yang sopan dan terbenteng kehormatannya, bukan perempuan yang telah biasa melacurkan diri dan bukan pula perempuan yang telah biasa dijadikan piaraan di luar nikah. Kemudian harus seizin dari tuannya karena budak tidaklah berkuasa penuh atas dirinya dan bayarkanlah mahar yang sepatutnya (Hamka, 2, 2015: 254-256). Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi tantangan terhadap pemuda menurut Buya Hamka pada zaman ini adalah maraknya pergaulan bebas atau yang dikenal dengan perbuatan zina yang mudah terjadi disebabkan karena perkembangan dari dunia Barat ke dunia Islam. Oleh karena itu, Buya Hamka memberikan solusinya terhadap tantangan yang dihadapi oleh pemuda tersebut berdasarkan Al-Qur`an Surat An-Nur ayat 33 dan An-Nisa’ ayat 25 dengan cara bersikap iffah atau menjaga kehormatan diri dengan menahan nafsu, dimana pada hakikatnya pemuda tersebut menginginkan kesucian dalam hidupnya (Hamka, jilid 6, 2015: 299-300). Iffah diambil dari akar kata Affa – Yaiffu – Iffah yaitu menjaga kehormatan diri, kesucian diri, tidak mau mengerjakan yang keji. Secara Istilah Iffah yaitu keutamaan yang dimiliki manusia ketika seseorang itu mampu mengendalikan syahwat dengan akal sehatnya baik dalam menahan diri dalam hubungannya (Yunus, 2010: 272). Menurut Al-Ghazali, Iffah merupakan pemeliharaan diri dari perbuatan yang tercela berupa kekuatan Syahwat bahimiyah, artinya kekuatan syahwat yang mudah terpengaruh oleh kekuatan akal sehingga apa yang dirasakan seperti kesedian dan kegembiraan sesuai dengan petunjuk yang diperintahkan oleh akal (Kasron, 2015: 113). Sedangkan menurut Buya Hamka, Iffah merupakan sikap dalam menjaga diri dari perbuatan dosa agar tidak terjerumus kepada perangai yang akan berdampak madarat, juga Iffah dapat menumbuhkan sifat kesopanan dalam diri. Sebagaimana terlihat dalam menafsirkan Q.S An-Nur ayat 33 dan An-Nisa’ ayat 25 bahwa ayat tersebut merupakan suatu nasihat Allah kepada orang yang belum mampu menikah supaya dia berlaku Iffah dengan menahan hawa nafsu dan syahwat serta memelihara kehormatan diri (Hamka, jilid 6, 2015: 299-300). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian penulis mengenai karakteristik pemuda dan perannya beserta solusi pemuda dalam menyelamatkan diri dari tantangan pemuda hari ini menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar maka dapat disimpulkan dengan beberapa poin, yaitu sebagai berikut: Pertama; Karakteristik yang harus ada pemuda menurut Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar adalah Beriman kepada Allah dijelaskan dalam Q.S. Al-Kahfi ayat 13 menggunakan derivasi kata fityatun, Istiqamah di jalan yang lurus dijelaskan dalam Q.S Al-Kahfi ayat 10 menggunakan derivasi kata fityatu, Pantang menyerah dijelaskan dalam Q.S Al-Kahfi ayat 60 menggunakan derivasi kata fatahu, patuh kepada pemimpin dijelaskan dalam Q.S. Al-Kahfi ayat 62 menggunakan derivasi fatahu, Teguh pendirian dijelaskan dalam Q.S Yusuf ayat 30 menggunakan derivasi kata fataha, Cerdas / pintar dijelaskan dalam Q.S Yusuf ayat 62 menggunakan derivasi kata fityanihi. 148 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (13) Kedua; Peran pemuda menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar adalah Penegak kebenaran dijelaskan dalam Q.S Al-Anbiya ayat 60 menggunakan derivasi kata fata dan Bermanfaat bagi orang lain dijelaskan dalam Q.S Yusuf ayat 36 menggunakan derivasi kata fatayani. Ketiga; Adapun solusi pemuda dalam menyelamatkan diri dari tantangan yang dihadapi pemuda hari ini menurut Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar adalah bersikap Iffah dengan cara menahan nafsu dan syahwat yang dikendalikan oleh akal. REFERENSI Ali, Ramsah. (2002). Metode Penelitian Kepustakaan (library research). Bandung: Penerbit Media Sains Indonesia. Ardiansyah, Iqbal Oxy., dan Widuatie, Ratna. Endang. (2020). Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Di Kabupaten Lamongan Tahun 1948-1949. Historia: 268. Asti, Andi. Fajar. (2018). Nalar Pemuda Optimesme Keindonesiaan untuk Nusantara Berkemajuan. Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management. Atabik, Ahmad. (2014). perkembangan tafsir modern di indonesian. hermeneutik, Vol. 8, No. 2., 320-321. Farmawi, Dr. Abdul Hayy Al. (2002). Metode Tafsir Maudhu'i. Bandung: CV Pustaka Setia. Gahung, Ersas. Gosal, Ronny., dan Singkoh, Frans. (2017). Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Pemuda di desa Liwitung Kecamatan Pasan Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Eksekutif, (1): 5. Hamka. (2016. )Dari Lembah Cita-Cita. Jakarta: Gema Insani. . (2015). Tafsir Al-Azhar Jilid 1. Jakarta: Gema Insani. . (2015). Tafsir Al-Azhar Jilid 2. Jakarta: Gema Insani. . (2015). Tafsir Al-Azhar Jilid 4. Jakarta: Gema Insani. . (2015). Tafsir Al-Azhar Jilid 5. Jakarta: Gema Insani. . (2015). Tafsir Al-Azhar Jilid 6. Jakarta: Gema Insani. Muchtar, Heri. Jauhar. (2005). Fikih Pendidikan (1 ed.). Bandung: Rosdakarya. Muqaddam, M. Ahmad Ismail Al. (2005). Meraih Cita-Cita dengan Semangat Membara (cet.1 ed.). Jakarta: Robbani Press. Mutamam, Mohamad. Hadi. Ali., dan Shantini, Yanti. (2019). Membangun Karakter Pemuda Melalui Partisipasi Dalam Program Pembangunan Desa. Indonesian Jurnal Of Adult dan Community Aducation: 48. Naafs, Suzanne., dan White, Ben. (2012). Generasi Antara: Refleksi Tentang Studi pemuda Indonesia. Jurnal Studi Pemuda: 90. Prasetyo, Irawan. (2006). Penelitian Kualitatif dan kuantitatif. Jakarta: DIA Fisip UI. Qathan, Syekh. Manna Al. (2019). Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an , Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Sholihin, dan Januar, Irawan. (2003). Jangan Nodai Cinta. Jakarta: Gema Insani. Wani, Misbahul. (2019). Pemuda Dalam Al-Qur'an dan Sunnah:Pemuda Islam Yang Berkualitas Tidak Lepas Dari Pendidikan Orang Tua yang Totalitas. AlDzikra: 79. Yunus, Mahmud. (1990). Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus Wadzuryah.. 149 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (14) Zaini, Hasan., dan Hasnah, Raudhatul. (2010). 'Ulum Al-Qur'an. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.. 150 Lathaif, Volume 2 Nomor 1, Juli-Desember 2023. (15)

Referensi

Dokumen terkait

Bahan-bahan tertulis yang dijadikan alat untuk mengumpulkan data ini adalah bahan-bahan yang mengkaji masalah yang berhubungan dengan judul penelitian.(Nasucha,2009:

Setelah dilihat ayat-ayat yang dibincangkan sebelum ini berkaitan dengan wanita menurut pandangan Hamka di dalam Tafsir Al-Azhar, maka disini dapatlah dikatakan bahawa Kalam Allah

Ayat-ayat di dalam al-Qur’an memiliki keterkaitan antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya. Keterkaitan tersebut merupakan satu hal yang akan mempermudah dalam

6 Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) DKI Jakarta, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: BP4 DKI Jakarta, 2001), h.. tidak ada komunikasi yang baik antara

Pengenalan berarti menemukan tempat yang tepat sesuai dengan apa yang dikenalinya, dan pengakuan berarti tindakan yang bertalian dengan hal itu (amal) yang nampak

Objek pembahasan dalam penelitian ini adalah tafsir Al Azhar karya Buya Hamka menggunakan metode tafsir tafsir tahli>l>i (analitis), sedangkan tema pembahasan

Pada ayat ini sikap cinta terhadap dunia teutama pada kegilaan akan harta benda membuat kelalaian waktu hanya untuk memeneuhi kebutuhan duniawi hingga lalai dan jauh dari ibadah, segala

Beberapa kajian tentang konsep kepemimpinan dalam Islam telah dibahas oleh peneliti sebelumnya diantaranya adalah karakteristik kepemimpinan al-farabi bahwa seorang pemimpin harus