• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT BUYA HAMKA (STUDI ANALISIS QS. AL-BAQARAH AYAT 83 TAFSIR AL-AZHAR) Proposal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT BUYA HAMKA (STUDI ANALISIS QS. AL-BAQARAH AYAT 83 TAFSIR AL-AZHAR) Proposal"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT BUYA HAMKA

(STUDI ANALISIS QS. AL-BAQARAH AYAT 83 TAFSIR AL-AZHAR)

Proposal

Diajukan untuk diseminarkan Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Oleh:

FADHILAH MUHARRAMI 2116087

DOSEN PEMBIMBING: Dr. Endri Yenti, M. Ag

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil „alamin, puji syukur ke hadirat Allah

dengan anugerah-Nya kita dapat merasakan nikmatnya Iman dan Islam. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad

sebagai suri teladan bagi umatnya. Sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan izin Allah

.

Skripsi yang berjudul “Pendidikan Akhlak Menurut Buya Hamka (Studi Analisis QS. Al-Baqarah Ayat 83 Tafsir Al-Azhar)” ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan keguruan pada jurusan S1 Pendidikan Agama Islam di IAIN Bukittinggi. Skripsi ini disusun Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, semuanya tidak akan terlepas dari bantuan dari berbagai pihak serta dukungan terutama segenap keluarga besar, baik secara moril maupun materil, dan teristimewa sekali kepada ayahanda Milfariza dan ibunda Lis mawarni yang sangat dicintai dan sayangi yang telah melahirkan, mendidik, membesarkan, memotivasi serta mendoakan setiap langkah penulis penuh dengan kesabaran, perjuangan dan pengorbanan, dan terima kas ih juga kepada adik-adik dan saudara/i yang telah mendukung penulis selama ini. Selanjutnya ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Dr.Ridha Ahida, M.Hum Selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

(4)

3. Bapak Dr. Zulfani Sesmiarni, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, serta Ibu Salmiati, M.Ag selaku Ketua Jurusan S1 Pendidikan Agama Islam pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

4. Ibuk Dr. Endriyenti, M. Ag selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Pendi Hasibuan selaku pembimbing akademik (PA) yang telah memberikan arahan dan nasehat demi kelancaran proses belajar dan penyelesaian skripsi penulis.

6. Bapak dan Ibu kepala beserta Staf Perpustakaan IAIN Bukittinggi yang telah menyediakan buku sumber untuk kebutuhan penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staf IAIN Bukittinggi yang telah membantu penulis dalam menempuh studi selama ini.

8. Teman-teman seperjuangan S1 Pendidikan Agama Islam khususnya keluarga besar PAI C Bp 2016, yang telah menemani dan memberikan warna hidup selama 4 tahun ini.

Semoga bimbingan dan bantuan yang bapak, ibu, keluarga dan teman-teman berikan menjadi amal kebaikan dan mendapat balasan yang sesuai dari

Allah

. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan kekurangan, oleh karena itu segenap kerendahan hati penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebanyak-banyaknya, serta semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Aamiin ya rabbal „alamin.

(5)

Bukittinggi, Juli 2020 Penulis Fadhilah Muharrami Nim. 2116087

(6)

SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama/NIM : Fadhilah Muharrami / 2116087

Tempat/Tanggal Lahir : Gaduang / 21 Mei 1998

Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / S1 Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : “PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT BUYA

HAMKA (STUDI ANALISIS QS. AL-BAQARAH AYAT 83 TAFSIR AL-AZHAR)”

Menyatakan dengan sesungguhnya karya ilmiah (skripsi) saya dengan judul diatas asli karya sendiri, maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan dicabut sampai batas waktu yang ditentukan.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi.7 Juli 2020 ( Yang menyatakan )

Fadhilah Muharrami NIM.2116087

(7)

ABSTRAK

Skripsi atas nama Fadhilah Muharrami, NIM. 2116087. Skipsi ini berjudul: “PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT BUYA HAMKA (STUDI ANALISIS QS. BAQARAH AYAT 83 TAFSIR AL-AZHAR)”. Maksud dari judul ini adalah Suatu gambaran atau pendapat tentang pendidikan akhlak menurut Buya Hamka dalam QS. Al- Baqarah ayat 83 tafsir al-Azhar.

Buya Hamka adalah seorang yang dengan pemikirannya banyak mempengaruhi masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari karya-karya Buya Hamka. Permasalahan dunia pendidikan saat ini adalah permasalah yang tidak akan ada habisnya dan seolanh tidak akan usia. Salah satu masalah yang muncul dalam dunia pendidikan hari ini adalah terjadinya pengesampingan nilai dan akhlak dalam setiap pendidikan. Pendidikan di Indonesia lebih beriontasi pada aspek ta‟lim dan tarbiyah saja, dan mengesampingkan ta‟dib, sehingga secara tidak langsung mengantarkan manusia pada paham yang materialistis.

Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendidikan akhlak menurut Buya Hamka dalam QS. Al- Baqarah ayat 83 tafsir Al-Azhar), agar mampu diterapkan dalam dunia pendidikan kontemporer yang penuh dengan masalah ketimpangan akhlak.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian penelitian kepustakaan (library reseach), yaitu pendalaman, penelaahan dan pengidentifikasian pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku referensi atau hasil penelitian lain). Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu: sumber primer dan sumber sakunder. Sedangkan metode penelitian menggunakan metode deskriptif analitik yaitu usaha yang tertuju pada masalah yang ada pada masa sekarang dengan mengumpulkan dan menafsirkan data yang ada pada masa sekarang kemudian di analisis.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan akhlak menurut Buya Hamka dalam QS. Al-Baqarah ayat 83 tafsir al- Azhar adalah Akhlak Kepada Allah yaitu dengan tidak menyembah selain Allah, akhlak kepada kedua orangtua yaitu dengan berbuat baik kepada ibu bapak, akhlak kepada sesama manusia yaitu berbuat baik kepada kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik.

(8)

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan dan Batasan Masalah...9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...10

D. Penjelasan Judul ...11

E. Sistematika Penulisan ...12

F. Penelitian Relevan ...13

BAB II : LANDASAN TEORI A. Pengertian Pendidikan akhlak...1

B. Dasar-Dasar Pendidikan Akhlak...14

C. Pentingnya Pendidikan Akhlak...17

D. Ruang Lingkup Pendidikan akhlak...17

E. Macam-Macam Pendidikan Akhlak ...20

F. Tujuan Pendidikan Akhlak ...26

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...1

B. Sumber Data ...2

(9)

BAB IV: HASIL PENELITIAN

A. Biogarafi Buya Hamka ...1

B. Karya-Karya Buya Hamka ...7

C. Surat Al-Baqarah ayat 83 dan Terjemahan ...11

D. Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 83 ...11

E. Pendidikan Akhlak menurut Buya Hamka (Studi Analisis QS. Al-Baqarah ayat 83 Tafsir Al-Azhar) ...19

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan...1

B. Saran ...2 DAFTAR PUSTAKA

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula di luar kelas. Pendidikan bukan sifat formal saja, tetapi mencakup pula yang non formal.1

Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989 pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Selain itu, dalam Undang-undang Pendidikan No 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya d i masyarakat, bangsa dan negara.

Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan Nasional Indonesia mengatakan pendidikan tersebut adalah merupakan tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksud dari pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak tersebut agar mereka sebagai manusia dan

1

(11)

sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pend idik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Unsur-unsur yang terdapat dalam pendidikan dalam hal ini adalah:

1. Usaha (kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar;

2. Ada pendidik, pembimbing atau penolong; 3. Ada yang dididik atau si terdidik;

4. Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan;

5. Dalam usaha itu di tentukan ada alat-alat yang dipergunakan.2

Secara umum pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.3Pendidikan merupakan lembaga utama yang peranan sangat

penting dalam membangun dan menumbuhkembangkan peradaban. Maju mundurnya suatu peradaban ditentukan oleh pendidikan.4

Pendidikan pada dasarnya adalah salah satu upaya untuk mendewasakan manusia. Pendidikan sebagai usaha membina dan

2

Hasbullah, Dasar-dasar Il mu Pendidik an (Jakarta: Ra jawa li Pe rs, 2012), Cet. 10, hlm. 4.

3

Zuhairi, op. cit., hlm. 150

4

Kadar M . Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-pesan Al-Quran tentang pendidikan, (Jakarta : Amzah , 2013), Ed. 1, Cet. 1, hlm.1.

(12)

mengembangkan pribadi manusia dari aspek jasmaniah dan rohaniah berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi atau pertumbuhan, dapat dicapai bilamana berlangsung proses demi proses. Proses yang diinginkan dala m pendidikan adalah proses yang terarah dan bertujuan, yaitu dengan mengarahkan anak didik kepada optimal kemampuannya.5

Pendidikan secara istilah diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) dan menambahkan rasa tanggung jawab.6

Pendidikan dalam konteks Islam dikenal dengan istilah tarbiyah,

ta‟lim, dan ta‟dib. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam

menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang berhubungan dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain.7

Agama Islam sangat menjunjung tinggi pendidikan akhlak. Akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada yang lainnya,

5

H. M. Arifin, Filsafat Pendidik an Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 11

6

M. Arifin, Il mu Pendidik an Islam: suatu Tinjauan Teoritis dan Prak tis Berdasark an Pendek atan Interdisiplin, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 30.

7

Azyumardi Azra, Pendidik an Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. 1, hlm. 5-6

(13)

menyatakan tujuan yang harus dituju manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.8

Dalam Al-Quran digambarkan berbagai persoalan akhlak yang terjadi pada umat manusia dan bagaimana para nabi menghadapinya. Selanjutnya dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad Saw, banyak dicatat bagaimana beliau menghadapi persoalan yang tidak terlepas dari masalah akhlak dan moral. Dari segi lain, sejarah juga mencatat bagaimana para sahabat nabi seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab dan lain- lain, membumikan kepribadian yang tinggi dan mulia. Oleh karena itu, berbicara tentang akhlak dan pendidikan akhlak atau moral, sebaiknya kita selalu merujuk pada tuntunan Al-Quran dan contoh yang diberikan Nabi Muhammad shalallahu „alaihi

wasallam sebagaimana Firman Allahsubhanahu wata‟ala dalam QS.

Al-Ahzab [33]: 21

َمْوَ يْلاَو َهللَّا وُجْرَ ي َناَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِهللَّا ِلوُسَر ِفِ ْمُكَل َناَك ْدَقَل

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Pendidikan akhlak sebagaimana dirumuskan oleh Ibnu Miskawaih dan dikutip oleh Abudin Nata, merupakan upaya ke arah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan lahirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini, kriteria benar dan

8

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidik an Karak ter Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), Cet I, hlm. 10

(14)

salah untuk menilai perbuatan yang muncul merujuk pada Al-Quran dan Sunnah sebagai sumber tertinggi ajaran Islam.9

Pendidikan di era modern ini kemerosotan akhlak serta hilangnya nilai- nilai sosial yang banyak ditandai dengan hilangnya rasa hormat, kasih sayang, rasa segan pada orang tua maupun pendidik, perasaan itu hilang dan hampir tidak tampak terlihat dalam nuansa proses pembelajaran yang terjadi dan berlangsung saat ini. Hal itu terjadi karena peserta didik zaman sekarang kurang dalam meresapi, kurang dalam menghayati, dan kurang dalam melaksanakan atau mempraktikkan apa yang telah dipelajari dalam ilmu akidah akhlak. Bahkan menurut para ahli pendidikan tingkat kenakalan anak usia sekolah di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya.10

Meskipun prestasi anak-anak Indonesia mengalami peningkatan cukup baik dengan banyaknya prestasi di berbagai olimpiade sains internasional, namun kemunduran justru terjadi pada aspek lain yang amat penting yaitu moralitas. Sehingga menyebabkan krisis pendidikan akhlak dalam dunia pendidikan.11

Pada hakikatnya kehidupan mengandung unsur pendidikan karena adanya interaksi dengan lingkungan, baik itu dengan lingkungan keluarga,sekolah maupun masyarakat, namun yang penting bagaimana peserta didik menyesuaikan diri dan menempatkan diri dengan sebaik-baiknya

9

Abdul Majid dan Dian Andayani,log.cit,. hlm. 10

10

https://news.detik.com/berita/d-4423678/fenomena-mu rid-tantang-guru-apakah-pendidikan-keras-jadi-solusi

11

Ulil Amri Syafri, Pendidik an Karak ter Berbasis Al-Quran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 2

(15)

dengan berinteraksi dengan semua itu dan dengan siapapun. Per ibahasa adat Minangkabau menyebut “Alam Takambang Jadi Guru” (alam terkembang menjadi guru). 12

Hamka merupakan salah seorang tokoh pembaharu Minangkabau yang berupaya menggugah dinamika umat dan mujahid yang unik. Meskipun hanya sebagai produk pendidikan tradisonal, namun ia merupakan seorang inlektual yang memiliki wawasan yang generalistik dan modern. Upaya yang dilakukannya merupakan sebuah gerakan pembaharuan Islam, bukan saja di Minangkabau bahkan Indonesia secara luas pada awal sampai paroh ketiga abad XX.

Hamka adalah seorang ulama yang unik, kerena dari seorang anak yang tidak pernah menamatkan pendidikan formal tingkat SD sekalipun tapi berhasil menjadi seorang Guru Besar dan karya-karyanya mencapai majalah. Dalam diri Hamka berkumpul berbagai macam keahlian dan sebutan, sebagai sastrawan pujangga, ulama filosofis dan sekaligus politikus.13

Dizamannya, Hamka merupakan sosok intelektual (modernis) yang produktif. Produktivitasnya terlihat dari karyanya yang ditulis dalam berbagai disiplin ilmu, baik di majalah, surat kabar, maupun dalam bentuk buku. Orientasi kajian produktifnya berkisar pada persoalan-persoalan keagamaan dan sosial kemasyarakatan, seperti bidang tafsir, teologi, sastra, fiqh, sejarah Islam, dan pendidikan. Akhlaqul Karimah merupakan salah satu karya Hamka dalam bidang pendidikan yang pembahasannya tentang mencapai kebaikan

12

Ramayulis, op. cit,. hlm. 17-18

13

Asrifin, Tok oh-Tok oh Sufi Mengungk ap: Sejarah Kehidupan dan Ajaran Serta Karomahnya, (Surabaya: Karya Utama, 2003), hlm. 283

(16)

budi dan penyakit riya. Tafsir Azhar mewakili bidang ilmu tafsir dan Al-Quran.14 Hamka mulai menafsirkan Al-Quran sejak tahun 1962, tafsir ini

sebagian besar diselesaikan pada saat beliau berada dalam tahanan selama dua tahun tujuh bulan. Tafsir ini diselesaikan pada tanggal 12 Ramadhan 1385 H / 27 Januari 1964 sampai Juli 1969.15Penamaan Tafsir al-Azhar tidak terlepas dari penamaan “Majid Agung Kebayoran Baru” dengan “Masjid Agung Al-Azhar” oleh Rektor Universitas al-Azhar, Syeikh Mahmoud Syaltout pada tahun 1960, kuliah subuh yang disampaikan oleh Hamka di Masjid Masjid Agung Al- Azhar, mulai tahun 1959. Pada saat itu mesjid tersebut belum bernama Al-Azhar. Oada waktu yang bersamaan, Hamka bersama dengan K.H Fakih Usman dan H.M. Yusuf Ahmad menerbitkan sebuah majalah yang bernama Panji Masyarakat.

Upaya Hamka dalam mengagas ide- ide pembaharuan pendidikan Islam tidak hanya dilakukan melalui mimbar atau karya-karya tulisnya. Ia mengapresiasi ide- idenya itu secara nyata dalam pendidikan formal. Apresiasi itu dapat dilihat dari keterlibatannya sebagai seorang pendidik pada lembaga pendidikan formal yang didirikannya maupun pada beberapa lembaga pendidikan lain.16 Keterlibatanya di lembaga pendidikan formal merupakan

salah bukti perhatiannya yang cukup besar bagi pengembangan pendidikan khususnya pendidikan Islam di Indonesia.17 Pada tahun 1927, beliau memulai

kariernya sebagai guru agama di Perkebunan Tebingtinggi, Medan. Dua tahun

14Sa msul Nizar, Me mperbincangk an Dinamik a Intelek tual dan Pemik iran Hamk a Tentang

Pendidik an Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), ed.1, cet.1. hlm. 3-4

15

Asrifin, op. cit,. hlm. 282

16

Samsul Nizar, op. cit,. hlm. 199

17

(17)

kemudian, ia mengabdi di Padang masih sebagai guru agama.18 Tahun 1931

beliau mendirikan sekolah dengan nama Tabligh School di Padang.19 Tahun

1957 beliau diangkat menjadi dosen Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dan terpilih sebagai rektor di perguruan Tiggi Islam, Jakarta. kemudian di kukuhkan sebagai guru besar di Universitas Moestopo, Jakarta, dan Universitas, dan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 20

Pemikiran Hamka tentang pendidikan lebih bersifat filosofis, sehingga bisa dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan zaman. Fenomena ini merupakan kelemahan sekaligus pemikirannya dalam membangun kerangka dasar pendidikan Islam. Pemikirannya tentang pendidikan Islam dapat dipandang sebagai pendekatan yang dinamis dan modern.21 Pendidikan harus didasarkan kepada kepercayaan, bahwa di atas

dari kuasa manusia adalagi kekuasaan Maha Besar. Sebab itu pendidikan modern tidak bisa meninggalkan agama. Kecerdasan otak tidaklah menjamin keselamatan kalau nilai rohani keagamaan tidak dijadikan dasarnya.22

Menurut Hamka konsep pendidikan dapat dilihat dari Quran surat an-Nahl [16]: 78

َراَصْبلأاَو َعْمهسلا ُمُكَل َلَعَجَو اًئْ يَش َنوُمَلْعَ ت لا ْمُكِتاَههمُأ ِنوُطُب ْنِم ْمُكَجَرْخَأ ُهللَّاَو

َنوُرُكْشَت ْمُكهلَعَل َةَدِئْفلأاَو

18

Hamka, Dari Hati Ke Hati, (Jakarta: Gema Insani, 2016), hlm. 258

19

A. Susanto, Pemik iran Pendidik an Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Ed. 1, cet. 2, hlm. 102

20

Hamka, Dari Hati Ke Hati, op. cit,. hlm. 259

21

Ibid, hlm. 205

22

(18)

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak mengetahui sesuatupun, kemudian Allah subhanahu wata‟alamembekalinya dengan ilmu pengetahuan. Allah subhanahu wata‟alamenganugerahinya akal pikiran yang bisa memahami berbagai hal, membedakan antara yang baik dan yang buruk, mampu memilih yang bermanfaat dan yang tidak. Allah subhanahu

wata‟alamenyediakan untuknya kunci-kunci pengetahuan berupa pendengaran

yang dapat mendengar dan memahami suara. Juga penglihatan yang bisa melihat berbagai hal, serta hati yang bisa memahami berbagai hal.23

Dari uraian latar belakang di atas, penulis tertarik mengkaji lebih dalam pemikiran Buya Hamka tentang pendidikan akhlakmelalui penelitian ilmiah yang berjudul: “Pendidikan Akhlak menurut Buya Hamka (Studi Analisis QS. Al-Baqarah ayat 83 Tafsir Al-azhar).”

B. RumusanMasalah dan Batasan Masalah 1. Batasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terfokus pada tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka penulis membatasi permasalahan, yaitu: Pendidikan akhlak menurut Buya Hamka (Studi Analisis QS. Al- Baqarah ayat 83 Tafsir Al-azhar).

23

Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 7 (Juz 13-14); Penerjemah: Abddul Hayyie Al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2014). hlm, 440

(19)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pokok penulisan dalam penelitian ini dapat dirumuskan, yaitu “Bagaimana pendidikan Akhlak menurut Buya Hamka dalamQS. Al-Baqarah ayat 83 Tafsir Al-azhar”? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang,batasan masalah dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui secara komperehensif “pendidikan Akhlak menurut Buya Hamka dalam QS. Al-Baqarah ayat 83 Tafsir Al-azhar”

2. Kegunaan Penelitian a. Secara Praktis

Untuk memenuhi tugas yang terstruktur serta sebagai syarat dalam mencapai gelar sarjana (S1) pada jurusan Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

b. Secara Teoritis

1) Untuk memperoleh wawasan ilmiah penulis tentang pendidikan Akhlak menurut Buya Hamka dalam QS. Al-Baqarah ayat 83Tafsir Al-azhar.

2) Sebagai literatur bagi pembaca memperoleh wawasan berfikir tentang pendidikan Akhlak menurut Buya Hamka dalam QS. Al-Baqarah ayat 83Tafsir Al-azhar.

(20)

3) Sebagai salah satu landasan kepustakaan bagi penelitian-penelitian yang berkaitan dengan masalah ini.

D. Penjelasan Judul

Guna menghindari kekeliruan dan memahami judul ini dan mendekatkan pada pemahaman berikut:

Pendidikan akhlak : Pendidikan Akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti anak sehingga menjadi budi pekerti yang mulia (akhlak karimah).24

Buya Hamka : Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah (1908-1981), adalah seorang yang dikenal oleh masyarakat luas sebagai orang yang mempunyai integritas tinggi dalam bidang moral dan keilmuan.25 Beliau juga

sosok ulama, aktivis, politisi, jurnalis, editor, dan sastrawan.26

Qs. Al-Baqarah ayat 83 : Ayat 83 ini menjelaskan tentang perjanjian Allah dengan kaum Yahudi.27 isi perjanjiannya yaitu:

Tauhid, berbuat baik kepada kedua ibu-bapa, kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan hendaklah mengucapkan perkataan

24

Bukhari Umar, Hadis Tarbawi: Pendidikan dalam Perspek tif Hadis, (Jaka rta: A mzah, 2012), Cet ke-1, hlm. 42

25

Abd. Haris, Etik a Hamk a, (Yogyakarta: LkiS, 2010), Cet. 1, hlm. 1

26

Samsul Nizar, op. cit., hlm. 1

27

(21)

yang baik kepada sesama manusia, mendirikan shalat dan membayar zakat.28

Tafsir Al- Azhar : Tafsir Al- Azhar merupakan salah satu karyanya yang monumental. Buku ini ditulis pada tahun 1962 dan dicetak pada tahun 1979.29

E. Sistematika Penulisan

Untuk lebih jelas dan memudahkan pemahaman para pembaca serta lebih terarahnya penulisan proposal ini, maka dapat dilihat pada sistematika penulisan proposal ini. Adapun sistematika penulisannya dibagi kepada tiga bab, pada tiap-tiap bab dapat dirinci ke dalam beberapa sub bab, yaitu:

BAB I, Pendahuluan membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuandan kegunaan penelitian, penjelasan judul, sistematika penulisan serta penelitian relevan.

BAB II, Landasan Teoritis, landasan teori yang membahas tentang pengertian pendidikan akhlak, dasar-dasar pendidikan akhlak, ruanglingkup pendidikan akhlak, dan macam-macam pendidikan akhlak.

BAB III, Membahas tentang metodologi penelitian yang mencakup metode dan teknis, teknik dan proses pengumpulan data, serta analisis data.

28

Hamka, Tafsir Al-Azhar Jilid I, (Jakarta: Gema Insani, 2015), hlm. 222-223

29

(22)

F. Penelitian Relevan

Buya Hamka dikenal sebagai tokoh yang memiliki kemampuan penguasaan berbagai bidang ilmu pengetahuan serta kemampuan dalam menuliskan gaya penulisan yang khas membuat karya-karyanya mendapat sambutan hangat (luas) dari berbagai kalangan masyarakat.

Sebelum penelitian ini dilaksanakan, telah pernah dilakukan penelitian terhadap masalah yang dikemukakan penelitian ini. Penelitian yang relevan tersebut, yaitu:

1. Nur Azmi (2112.063) yang dilakukan pada tahun 2016 menggunakan penelitian kepustakaan (library reseach) yaitu dengan judul skripsi “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Kisah Mayam Berdasarkan Tafsir Al- Azhar Karangan Buya Hamka Surat Al-Imran”. Hasil dari penelitian ini adalah dalam kisah Maryam dalam Tafsir Al-Azhar dapat memberikan pendidikan (tarbiyah) yaitu nilai pendidikan aqidah Islamuntuk diamalkan dalam kehidupan sehari- hari sehingga dapat menjadi rujukan dalam menggapai kehidupan dunia dan akhirat.

2. Dini Mulyani (2113.009) yang dilakukan pada tahun 2017 menggunakan penelitian kepustakaan (library reseach) yaitu dengan judul skripsi “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Shalat Khusyuk (QS. Al-Mukminun Ayat 1-2) Menurut Kitab Tafsir Al-Azhar Karangan Buya Hamka”.

Hasil dari penelitian ini, nilai- nilai pendidikan yang terdapat dalam shalat khusyuk berdasarkan Tafsir Al-Azhar Karangan Buya Hamka, yaitu: a. Nilai pendidikan religius, yakni berkaitan dengan keimanan seseorang.

(23)

b. Nilai pendidikan moral, yakni yang berhubungan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari.

3. Fera Wati (2112.066) yang dilakukan pada tahun 2017 menggunakan penelitian kepustakaan (library reseach) yaitu dengan judul skripsi “Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terdapat dalam QS. Al-Baqarah Ayat 148 Tafsir Al-Azhar Karangan Buya Hamka” Hasil dari penelitian ini, nilai- nilai pendidikan yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah Ayat 148 Tafsir Al-Azhar Karangan Buya Hamka, yaitu:

a. Nilai pendidikan i‟tiqadiyah atau byang sering disebut dengan nilai pendidikan aqidah mencakup pada segala aspek yang berhubungan dengan keimanan seorang muslim.

b. Nilai pendidikan ibadah yaitu berlomba- lomba dalam hal kebaikan dalam mencapai ridha Allah subhanahu wa ta‟ala.

c. Nilai pendidikan akhlak.

4. Adil Makmur (2113.002) yang dilakukan pada tahun 2017 menggunakan penelitian kepustakaan (library reseach) yaitu dengan judul skripsi “Pemikiran Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Abdullah) Tentang Keikhlasan dalam Mendidik Peserta Didik”. Hasil dari penelitian ini, adalah guru profesional seharusnya memiliki niat yang baik, niat yang tulus ikhlas dalam menjalani profesinya. Tidak mengharapkan pujian, penghargaan, penghormatan, ketenaran dan sejenisnya.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa sebelumnya, penulis melihat belum ada yang mengkaji pendidikan akhlak menurut Buya

(24)

Hamka (Studi Analisis QS. Al- Baqarah ayat 83 Tafsir Al-azhar). Dalam penelitian ini pendidikan akhlak menurut Buya Hamka dalam QS. Al-Baqarah ayat 83 Tafsir Al-azhar, yaitu mengenai Tauhid dengan tidak menyembah selain Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta berkata yang baik kepada sesama manusia, dirikan dan menunaikan zakat.

(25)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan

Sebelum penulis membahas tentang pengertian pendidikan akhlak, terlebih dahulu penulis akan membahas pengertian pendidikan secara umum berdasarkan pendapat para ahli pendidikan.

Pendidikan berasal dari kata “didik”, dengan mememberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya).30 Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa

Yunani Paedagogi yang berarti “Pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak-anak”. Sementara itu, orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).31

Secara umum pendidikan dapat diatikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai- nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

30

Muhammmad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendiidk an Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 1

31 Aat Syafaat, dkk, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenak alan

(26)

berlangsung suatu proses pendidikan. Oleh karena itu, sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.32

Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia. Sebagai suatu proses, pendidikan tidak hanya berlangsung pada suatu saat saja. Akan tetapi proses pendidikan harus berlangsung secara berkelanjutan. Dari sinilah muncul istilah pendidikan seumur hidup (life

long education), dan ada juga yang menyebutnya pendidikan terus

menerus (continuing education).33

Pengertian pendidikan oleh beberapa para ahli (pendidikan) :

a. J.J. Rousseau

Pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

b. Jhon Dewey menyatakan pendidikan adalah “proses pembentukan kecakapan fundamental, secara intelektual dan emosional, ke arah alam sesama alam manusia”.

c. Ary H. Gunawan mengatakan bahwa pendidikan adalah interaksi manusia antara guru atau pendidik dan murid yang dapat menunjang perkembangan manusia seutuhnya yang berorientasi pada nilai- nilai

32 Zuhairi, Filsafat Pendidian Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 150 33

(27)

dan pelsetarian serta pengembangan kebudayaan yang berhubungan dengan usaha pengembangan manusia tersebut.

Dalam perspektif Islam, pendidikan dikatakan dengan istilah pendidikan Islam.34 Menurut Al-Quran dan hadits terdapat tiga istilah

yang sering dipakai untuk mengistilahkan pendidikan Islam yaitu

At-Tarbiyah, At-Ta‟lim dan At-Ta‟dib. Sedangkan Al-Ghazali, lebih

megidentifikasin dengan riyadhah karena lebih condong kepada aspek psikomotorik dalam pendidikan anak.35

1) Tarbiyah

Menurut Mustafa al-Maraghiy membagi kegiatan al-tarbiyah dengan dua macam. Pertama, tarbiyah khalqiyah, yaitu penciptaan, pembinaan dan pengembangan jasmani peserta didik dan dapat dijadikan sebagai sarana bagi pengembangan jiwanya. Kedua,

tarbiyah diniyah tahzibiyah, yaitu pembinaan jiwa manusia dan

kesempurnaannya melalui petunjuk wahyu Ilahi. Berdasarkan pembagian tersebut, maka ruang lingkup al-tarbiyah mencakup berbagai kebutuhan manusia, jasmani dan rohani, kebutuhan dunia dan akhirat, serta kebutuhan terhadap kelestarian diri sendiri, sesamanya, alam lingkungan relasinya dengan Tuhan.36

34 Ngalimun, Kapita Selek ta Pendidikan, (Yogyakarta: Parama Ilmu, 2017), hlm. 16-17 35

Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, op. cit,. hlm. 261

36

(28)

Terminologi tarbiyah merupakan salah satu bentuk translitasi untuk menjelaskan istilah pendidikan. Istilah ini telah menjadi istilah baku dan populer dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam.37

Istilah tarbiyah berasal dari kata “raba-yarbu”, artinya “bertambah, bertumbuh”, “Rabiya-yarba” yang berarti “menjadi besar” dan Rabba-yarabbu, yang berarti “memperbaiki, menguasai, menuntun, menjaga, memelihara”. 38

Dalam muj‟am bahasa Arab, kata at-tarbiyah memiliki tiga akar kebahasaan, yaitu :

a) Rabba, yarbu, tarbiyah yang memiliki makna „tambah‟ (zad) dan „berkembang‟ (nama). Pengertian ini didasarkan QS. Ar-Rum [30]: 39















































“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang

37

Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi Mengungk ap Pesan Al-Quran Tentang Pendidik an, (Yogyakarta: Teras, 2008), Cet. 1. hlm. 30

38 Suryani, Hadis Tarbawi Analisis Paedagogis Hadis-Hadis Nabi, (Yogyakarta: Teras,

(29)

berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”

Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada pada peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.

b) Rabba, yurbi, tarbiyah yang memiliki makna tumbuh (nasya‟a) dan menjadi besar atau dewasa (tara‟ra‟a). Artinya pendidikan

(tarbiyah) merupakan usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.

c) Rabba, yarubbu, tarbiyah yang memiliki makna memperbaiki

(ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan merawat,

memperindah, memberi makan, mengasuh, tuan, memiliki, mengatur dan menjaga kelestarian maupun eksistensisnya. Artinya pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik, agar ia dapat survive lebih baik dalam kehidupannya.39 Jika ketiga kata tersebut dibandingkan atau

diintegrasikan antara satu dan lainnya, terlihat bahwa ketiga kata tersebut saling menunjang dan saling melengkapi.40

39Abdul Mujib, Jusuf Muzadzakkir, Ilmu Pendidik an Islam, (Jakarta: Kencana,

2006), hlm. 10-11

40

(30)

Tarbiyah juga dimaknai sebagai proses penanaman etika

yang dimulai pada jiwa anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan nasihat, sehingga ia memiliki potensi-potensi dan kompetensi jiwa yang mantap, yang dapat me mbuahkan sifat-sifat bijak, baik, cinta akan kreasi, dan berguna bagi tanah airnya.

2) Ta’lim

Ta‟lim merupakan bagian kecil dari tarbiyah al-aqliyah yang

bertujuan memperoleh pengetahan dan keahlian berpikir, yang sifatnya mengacu pada domain kognitif. Sebaliknya at-tarbiyah tidak hanya mencakup domain kognitif, tetapi juga domain efektif dan psikomotorik.

Istilah Ta‟lim berasal dari kata allam-yu‟allimu-ta‟liman yang berarti pengalaman, latihan. Sedangkan menurut istilah ta‟lim adalah pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur yang ditanamkan kepada manusia tentang tempat yang tepat dari segala sesuatu dialam, sehingga membimbing ke arah pengena lan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud.

Menurut „Abd al-Fatah Jalal ta‟lim adalah paling tepat untuk menunjukkan pengertian pendidikan, karena proses ta‟lim lebih Universal dari tarbiyah. 41 Sedangkan menurut Rasyid Ridha adalah

proses tranmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa

41

(31)

adanya batasan dan ketentuan tertentu. Pemaknaan ini didasarkan atas QS. Al-Baqarah [2]: 3142

































Artinya : “ Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama

(benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Pengajaran yang dilakukan oleh Allah subhanahu wata‟ala kepada nabi Adam „alaihis salam untuk menyebutkan nama-nama benda, mempunyai makna bahwa Allah subhanahu wata‟ala menjadikan Adam „alaihis salam dapat mengucapkan dan memberi nama sesuatu sebagaimana hal tersebut telah diajarkan kepadanya. 43

Dengan demikian kata al-ta‟lim dalam al-Quran menunjukkan sebuah proses pengajaran, yaitu menyampaikan sesuatu berupa ilmu pengetahuan, hikmah, kandungan kitab suci, wahyu, sesuatu yang belum diketahui oleh manusia, ketarampilan membuat alat pelindung, ilmu laduni (ilmu yang langsung dari Tuhan), nama- nama atau simbol-simbol dan rumus-rumus yang berkaitan dengan alam jagat raya, dan bahkan ilmu yang terlarang seperti sihir. Ilmu- ilmu baik yang disampaikan melalui proses al-ta‟lim tersebut dilakukan oleh Allah subhanahu wata‟ala, malaikat, dan para nabi. Sedangkan ilmu

42 Ramayulis, op. cit,. hlm. 16 43

(32)

pengetahuan yang berbahaya diajarkan oleh setan. 44 Dengan

demikian, maka arti al-ta‟lim diartikan sebagai pengajaran daripada diartikan sebagai pendidikan. Namun, karena pengajaran merupakan bagian dari kegiatan pendidikan, maka pengajaran juga termasuk pendidikan.45

3) Ta’dib

Kata pendidikan juga diambil dari kata Ta‟dib. Ta‟dib lazimnya ditejemahkan dengan pendidikan sopan santun, tatakrama, budi pekerti, moral, dan etika. 46 Ta‟dib lazimnya ditejemahkan

dengan pendidikan sopan santun, tatakrama, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika. Ta‟dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban atau kebudayaan. Artinya orang yang berpendidikan adalah orang yang berperadaban, sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui pendidikan.47

Ta‟dib, sebagai upaya dalam pembentukaan adab (tata krama),

terbagi atas empat macam, yaitu:

a) Ta‟dib adab al-Haqq, pendidikan tatakrama spiritual dalam kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud

44

Abuddin Nata, op. cit,. hlm.12

45

Ibid, hlm. 14

46

Abdul Mujib, op. cit,. hlm. 20

47Abdul Mujib, Jusuf Muzadzakkir, Ilmu Pendidik an Islam, (Jakarta: Kencana,

(33)

kebenaran, yang di dalanya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan dengannya segala sesuatu diciptakan.

b) Ta‟dib adab al-Khidmah, pendidikan tatkrama spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi kepada sang raja (Malik) dengan menempuh tatakrama yang pantas.

c) Ta‟dib adab al-syari‟ah, yang tat caranya telah digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala pemenuhan syri‟ah Tuhan akan berimplikasi pada tatkrama yang mulia.

d) Ta‟dib adab al-syuhbah, pendidikan tatakrama dalam spiritual dalam persahabatan, berupa saling menghormati dan berprilak u mulia diantara sesama. 48

Menurut istilah Ta‟dib menurut Daud berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan sedemikian rupa untuk membimbing manusia ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keaguangan Tuhan didalam tatanan wujud dan keberadaannya.49 Sedangkan menurut Al-Naquib

al-Attas, al-ta‟dib adalah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu yang didalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan

48

Abdul Mujib, op. cit,. hlm. 20

49

(34)

kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya. Pengertian ini didasarkan atas sabda Nabi shallalhu

„alaihi wasallam sebagai berikut:

ِبـْيِدَْتَ َنَسْحَا ِّبَّر ِنَِبَّدَأ

Artinya: “Tuhan telah mendidikku, sehingga menjadi baik

pendidikanku”.50

(HR. Ibnu Hibban)

Pengenalan berarti menemukan tempat yang tepat sesuai dengan apa yang dikenalinya, dan pengakuan berarti tindakan yang bertalian dengan hal itu (amal) yang nampak sebagai akibat ditemukannya tempat yang tepat dari apa yang dikenalinya. Pengenalan tanpa perkenalan adalah kecongkokan, karena hak mengakui hanya untuk sekedar diakui, pengakuan saja tanpa pengenalan hanyalah kebohongan belaka, karena hak pengakuanlah yang harus diwujudkan dalam bentuk pengenaan, dan adanya salah satu saja tanpa yang lain adalah batil. Oleh karena itu dalam Islam ilmu tidak akan berguna tanpa amal yang menyertainya, begitu pula amal tidak akan berguna tanpa ilmu yang membimbingnya. Orang yanga adail adalan orang yang menjalankan adab dalam dirinya, sehingga menghasilkna manusia yang baik.51

4) Riyadhah

50 Ramayulis, op. cit,. hlm. 17 51

(35)

Kata al-riyadhah diartikan mendidik jiwa anak akhlak mulia.52 Menurut Al-Ghazali al-riyadhah adalah proses pelatihan

individu pada masa kanak-kanak. Berdasarkan pengertian tersebut, al-Ghazali hanya mengkhusukan penggunaan al-riyadha untuk fase kanak-kanak, sedang fase yang lain tidak tercakup didalamnya.53

Dalam pendidikan anak, al- Ghazali lebih menekankan pada domain psikomotorik dengan cara melatih. Pelatihan memiliki arti pembiasaan dan masa kanak-kanak adalah masa yang paling cocok dengan metode pembiasaan itu. Anak kecil yang terbiasa melakukan aktivitas yang positif maka di masa remaja dan dewasanya lebih mudah untuk berkepribadian shaleh. 54 Al-Ghazali menekankan

pendidikan akhlak kepada anak, agar mereka mempunyai akhlak yang baik.55

Riyadhah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a) Riyadhat al-jisim, pendidikan olahragayang dilakukan melalui gerakan fisik atau pernafasan yang bertujuan untuk kesehatan jasmani manusia.

b) Riyadhat al-nafs, pendidikan oleh batin yang dilakukan melalui olah pikir dan hati yang bertujuan untuk memperoleh kesadaran dan kualitas rohani.

52

Abuddin nata. hlm. 18

53 Abuddin Nata, op. cit,. hlm. 17 54

Abdul Mujib, op. cit,. hlm.21

55 Rachman Assegaf, Aliran Penididik an Islam: Hadharah Keilmuan Tok oh Klasik

(36)

Kedua riyadhah ini sangat penting bagi manusia untuk memelihara amanah jiwa raga yang diberikan Allah subhanahu wa

ta‟ala kepadanya. Pendidikan oleh jiwa lebih utama daripada

pendidikan olahraga, karena jiwalah yang menjadikan kelstarian eksistensi dan kemuliaan manusia di dunia dan akhirat.56

2. Pengertian akhlak

Akhlak ditinjau dari segi etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari kata khuluq, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq yang berarti menciptakan,

makhluk (yang diciptakan), khalq (penciptaan).57

Dalam Al-Quran,kata khuluq yang merujuk pada pengertian perangai, disebut sebanyak dua kali, yaitu:

ُقُلُخ

لَِّإ ٓاَذَٰ َه ۡنِإ

ا

َينِلاو

َ ۡ

لۡٱ

١٣٧

Artinya: “(Agama kami) Ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang

dahulu”.(Qs. Asy-Syuara: 137)

ٖميِظَع ٍق

ُلُخ ََٰلََعَل َماىوَإِ

٤

56Abdul Mujib, op. cit,. hlm. 22 57

Nuraisyah, Syafwan Rozi, Penerapan Nilai-nilai Ak hlak Dalam Peraturandan Huk um Formal (Studi Terhadap Kode Etik Mahasiswa STIN Buk ittinggi Tahun 2014), VOL. 01., Januari -Juni 2016

(37)

Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang

agung”. (Qs. Al Qalam:4)

Dalam bahasa sehari- hari, ditemukan pula istilah etika atau moral yang artinya sama dengan akhlak. Walaupun sebenarnya, kesamaan antara istilah- istilah tersebut terletak pada pembahasavnya, yaitu persoalan mengenai baik dan buruk.

Menurut Ibnu Al-Jauzi, al-khuluq adalah etika yang dipilih seseorang. Disebut khuluq, karena etika bagaikan khalqah, atau biasa dikenal dengan istilah karakter pada diri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa khuluq, adalah etika yang menjadi pilihan dan diusahakan oleh seseorang. Adapun etika yang sudah menjadi tabiat bawaan, disebut al-khaym.

Menurut istilah pengertian akhlak banyak dikemukakan oleh para pakar, diantaranya oleh Imam Al- Ghazali akhlak adalah “hay‟at atau sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, ia dinamakan akhlak yang baik, tetapi jika ia menimbulkan tindakan yang jahat, maka ia dinamakan akhlak yang buruk.

Al-Qurtubi mengatakan akhlak adalah “Suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadian.” Sedangkan Ibrahim Anis mengatakan

(38)

akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam- macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”58

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan akhlak adalah ialah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada peserta didik. Dengan usaha pedidik tersebut diharapkan peserta didik mampu melaksanakan kebiasaan-kebiasaan positif yang timbul dalam dirinya tanpa ada lagi paksaan atau tekanan dari orang lain tetapi atas dasar kesadaran, kemauan, pilihan dan keputusan yang dibuatnya.

B. Dasar-Dasar Pendidikan Akhlak

Dasar-dasar pendidikan akhlak adalah Quran dan Hadist, Al-Quran merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai pedoman hidup manusia, bagi yang membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat pahala.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shalallahu „alaihi wasallam dengan perantara malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup

58

(39)

bagi umat manusia. Kedudukan Al-Quran sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat Al-Quran itu sendiri.59

Al-Quran itu dinamakan al-Kitab yang berarti tulisan yang lengkap tentang sesuatu berarti pula peraturan, penetapan. Al-Furqan berarti membedakan antara yang benar dengan yang salah antara yang sebenarnya dan yang palsu. Al-Dzikra, al-Tadzkirah, berarti peringatan atau sumber keutamaan dan keagungan bagi manusia dan lain sebagainya. Dan nama-nam itu jelas bahwa Al-Quran itu adalah kesatuan dari persatuan dan keterangan yang menjadi landasan bagi manusia dalam mengembangkan diri menjadi yang paling baik sehingga mencapai derajat yang tinggi dan bahagia.60

Firman Allah subhanahu wata‟ala :

ىًدُهَو ِهيِف اوُفَلَ تْخا يِذهلا ُمَُلَ َِّيَِبُ تِل لاِإ َباَتِكْلا َكْيَلَع اَنْلَزْ نَأ اَمَو

َنوُنِمْؤُ ي ٍمْوَقِل ًةَْحَْرَو

“Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”(QS. Al-Nahl

[16]: 64)

Al-Quran merupakan firman Allah subhanahu wata‟la yang telah di wahyukan kepada Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wassallam untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Quran merupakan petunjuk yang lengkap dan juga pedoman bagi kehidupan manusia yang bersifat universal.

59

Aat Syafaat, op. cit, .hlm.18

60 Akmal Hawi, Dasar-dasar Study Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Ed. 1, hlm.

(40)

al-Quran merupakan sumber pendidikan yang lengkap berupa pendidikan sosial, akidah, akhlak , ibadah dan muamalah. 61

Adapun Hadist adalah sumber kedua ajaran agama Islam. Hadist secara etimologi adalah kebalikan dari qadim yang berarti lama. Maksudnya setiap perkataan yang diucapkan, dinukilkan, dan disampaikan seseorang melalui pendengaran atau wahyu, baik pada saa t terjaga maupun dalam mimpi. Sedangkan secara terminologi, hadis adalah perkataan, perbuatan, ketetapan, atau sifat yang disandarkan kepada Nabi shallallahu „alaihi

wasallam.62

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam adalah contoh serta teladan bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai akhlak yang sangat mulia kepada umatnya. Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik akhlaknya dan manusia yang paling sempurna adalah yang memilikik akhlak al-kharimah yang merupakan cerminan dari iman yang sempurna.akhlak Islam adalah alat sebagai pengontrol semua perbuatan manusia dan setipa perbuatan manusia diukur dengan sumber yaitu Al-Quran dan Hadist. Dengan demikian kita hrus selalu mendasarkan pada Al-Quran dan hadist sebagai sumber akhlak.63

61

Aat Syafaat, op. cit, .hlm. 18

62

Manna‟ Al-Qaththan, Dasar-Dasar Ilmu Al-Quran, (Jakarta: Ummu Qura, 2017), Cet. 1, hlm. 39-40

63

Mansur, Pendidik an Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 224

(41)

C. Pentingnya Pendidikan Akhlak

Diantara ayat yang menyebutkan pentingnya akhlak adalah dalam surat Ali-Imram [3]: 104

ِوَع

َنۡوَهۡيَيَو ِفوُرۡعَهۡلٱِة َنوُرُم

ۡ

أَيَو ِ ۡيَۡ

لۡٱ

ۡ

لَِإ َنوُعۡدَي ٞثان

َ

ُ

أ ۡمُكيِّن وُكَ

لَۡو

ۡ

َمِئَٰٓ

َلْوُأَو ِِۚرَهيُهۡلٱ

َنو ُحِلۡفُه

ۡ

لٱ ُمُه

١٠٤

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

Selain disebutkan pentingnya pendidikan akhlak, Al-Quran menunjukan siapa yang patut untuk diteladani dan dijadikan sebagai

uswatun hasanah. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Ahzab [33]: 21

لۡأٓٱ َمۡوَ

لۡٱَو َ اللَّٱ ْاوُجۡرَي َن َكَ وَهِّل ٞثَي َسَح ٌةَو ۡس

ۡ

ُ

أ ِ اللَّٱ ِلوُسَر ِفِ ۡمُك

َل َن َكَ ۡدَلال

َرِخ

اٗيِۡث

َن َ اللَّٱ َرَنَذَو

٢١

“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

D. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Muhammad „Abdullah Draz dalam bukunya Dutsur Akhlaq fi

al-Islam membagi ruang lingkup pendidikan akhlak kepada lima bagian:

1. Akhlak Pribadi (al-akhlak al-fardiyah), terdiri dari: a. Akhlak yang diperintahkan (al-awamir),

(42)

b. Akhlak yang dilarang (an-nawahi),

c. Akhlak yang dibolehkan (al-mubahat, dan

d. Akhlak dalam keadaan darurat (al-mukhalafah bi al-idhthirar). 2. Akhlak Berkeluarga (al-akhlaq al-usariyah), terdiri dari:

a. kewajiban timbal balik orang tua dan anak (wajibat nahwa al-ushul wa

al furu‟),

b. Kewajiban suami istri (wajibat baina al-azwaj) dan c. Kewajian terhadap karib kerabat (wajibat nahwa al-qarib). 3. Akhlak Bermasyarakat (al-akhlaq al-ijtima‟iyyah), terdiri dari:

a. Akhlak yang dilarang (al-mahzurat), b. Akhlak yang diperintahkan (al-awamir) c. kaedah-kaedah adab (qawa‟id al-adab).

4. Akhlak bernegara (akhlak ad-daulah), terdiri dari:

a. Hubungan antara pemimpin dan rakyat (al-„alaqah baina ar-rais wa

as-sya‟b)

b. Hubungan luar negeri (al-„alaqat al-kharijiyyah)

5. Akhlak Beragama (akhlaq ad-diniyyah), yaitu kewajiban terhadap Allah Swt (wajibat nahwa Allah).

Berbagai bentuk ruang lingkup akhlak Islam akhlaqul karimah dapat

diuraikan sebagai berikut:

a. Akhlak terhadap Allah

Akhlakul karimah kepada Allah Swt pada prinsipnya dapat diartikan penghambaan diri kepadanya atau dapat diartikan sebagai sikap atau

(43)

perbuatan yang seharusnya dilakukan manusia sebagai makhluk kepada Allah Swt sebagai khalik.

b. Akhlak terhadap sesama manusia

Akhlakul karimah terhadap manusia pada dasarnya bertolak kepada keluhuran budi dalam menempatkan diri kita dan menempatkan diri orang lain pada posisi yang tepat

c. Akhlak terhadap lingkungan

Lingkungan yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Allah Swt berfirman dalam surat al- A‟raf ayat 56:

ِ اللَّٱ َجَ ۡحَۡر انِإ ۚاًعَه َطَو اٗفۡوَخ ُهوُعۡدٱَو اَهِحَٰ

َل ۡصِإ َدۡعَب ِضرَۡ ۡلۡٱ ِفِ ْاوُدِسۡفُت َلََّو

َينِنِسۡحُه

ۡ

لٱ َوِّن ٞبيِر

َك

٥٦

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.

Dari sistematika yang dibuat oleh „Abdullah Draz di atas tampaklah bagi kita bahwa ruang lingkup akhlaq itu sangat luas, mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikel dengan Allah Swt maupun secara horizontal sesama makhluknya.64

64

(44)

E. Macam-macam Pendidikan Akhlak 1. Akhlak Terpuji (Al-Akhlak Al-Karimah)

Secara etimologi, akhlaq mahmudah adalah akhlaq yang terpuji.

Mahmudah merupakan bentuk maf‟ul dari kata hamida, yang berarti

dipuji. Akhlaq mahmudah atau akhlaq terpuji disebut pula dengan akhlaq

al-karimah (akhlaq mulia), atau al-akhlak al-munjiyat (akhlaq yang

menyelematkan pelakunya).

Adapun mengenai pengertian akhlak mahmudah secara terminologi, para ulama berbeda pendapat. Berikut bebera pengertian akhlak mahmudah dari para ahli:

a. Menurut Al-Ghazali, “Akhlak terpuji merupakan sumber ketaatan dan kedekatan kepada Allah, sehingga mempelajari dan mengamalkannya merupakan kewajiban individual setiap muslim.”

b. Menurut Ibnu Qayyim, “Pangkal akhlak terpuji adalah ketundukan dan keinginan yang tinggi. Sifat-sifat terpuji, menurutnya berpangkal dari kedua hal tersebut. Ia memberikan gambaran tentang bumi yang tunduk pada ketentuan Allah.”

c. Menurut Abu Dawud As-Sijistani, “Akhlak terpuji adalah perbuatan yang disenangi, sedangkan akhlak tercela adalah perbuatan-perbuatan yang harus dihindari.”

(45)

Jadi yang dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah perilaku manusia yang baikdan disenangi menurut vdividu maupun sosial, serta sesuai dengan ajaran yang bersumber dari Tuhan.

Macam-macam Akhlak Mahmudah:

a. Ikhlas

Menurut bahasa, ikhlas berarti membersihkan atau memurnikan. Menurut istilah, yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal semata-mata mengaharap ridha Allah Swt.

b. Tawakal

Tawakal artinya berpasrah diri kepada Allah setelah melakukan upaya- upaya atau berikhtiar terlebih dahulu. Orang yang bertawakal kepada Allah adalah orang yang bekerja keras untuk menggapai apa yang diinginkannya dengan melakukan ikhtiar yang benar dan optimal serta mengikuti prosedur yang wajar, tetapi ia tetap meyakini bahwa keberhasilan usahanya ditentukan oleh Allah.

c. Syukur

Syukur ialah merasa senang dan berterima kasih atas nikmat yang Allah berikan. Hal ini tercermin dalam aktivitas atau amal orang yang memperoleh nikmat itu dalam beribadah kepada Allah. Imannya bertambah teguh dan semakin banyak berzikir kepada Allah.

d. Amanah

Dalam kehidupan sehari- hari, karakteristik orang jujur sering digambarkan sebagai orang yang tidak suka berbohong. Bias

(46)

dipercaya bertanggung jawab, dan gaya hidupnya lurus. Orang yang berakhlak amanah adalah orang yang selalu memelihara hak- hak Allah dan hak-hak manusia yang ada pada dirinya.

e. Sabar

Yang dimaksud dengan sabra adalah tahan menderita terhadap sesuatu yang tidak disenangi, dengan disertai sikap rida, ikhlas, dan berserah diri kepada Allah.65

2. Akhlak Tercela (Al-Akhlak Al Madzmumah)

Secara etimologi kata madzmumah berasal dari bahasa Arab yang artinya tercela. Oleh karena itu, akhlak madzmumah artinya akhlak tercela. Semua bentuk perbuatan yang bertentangan dengan akhlak terpuji, disebut akhlak tercela. Akhlak tercela merupakan tingka h laku yang tercela yang dapat merusak keimanan seseorang, dan menjatuhkan martabatnya sebagai manusia. Akhlak tercela juga menimbulkan orang lain merasa tidak suka terhadap perbuatan tersebut.

Akhlak tercela adalah perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah. Dengan demikian pelakunya mendapat dosa karena mengabaikan perintah Allah. Adapun dosa yang dilakukan oleh para pelakunya dikategorikan menjadi dua, yaitu dosa besar dan dosa kecil.

Macam-macam akhlak tercela/madzmumah: 1. Akhlak tercela terhadap Allah

65

Did iek Ah mad Supadie, Sarjuni, Pengantar Studi Islam, (Jakarta : PT Raja Gra findo Persada, 2011), Cet I, hlm. 224-226

(47)

a. Syirik

Syirik didefenisikan sebagai sikap atau perbuatan menyamakan sesuatu dengan Allah, dalam hal- hal secara khusus hanya dimiliki Allah.

اللهاِب ُكا َرْش ْلْا يِتَّمُا ئَلَع ُفاَخَا اَم َف َوْخَا َّنِا

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku, adalah menyekutukan Allah”.

b. Kufur

Kufur berarti mengingkari adanya Allah dan segala ajaran-Nya yang disampaikan oleh Nabi. Dalam hal ini mengingkari atau tidak mensyukuri nikmat yang dikaruniakan Allah juga termasuk kufur.

c. Nifak

Nifak adalah menampakkan sikap, ucapan, dan perbuatan yang sesungguhnya bertentangan dengan apa yang tersembunyi dalam hatinya. Dalam kata lain, nifak adalah menampakan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang terkandung di dalam hati. Firman Allah dalam Qs. At-Taubah :

ۡ

لٱ

َنۡوَهۡيَيَو ِر

َهيُهۡلٱِة َنوُرُمۡأَي ِۚ ٖضۡعَب ۢوِّن مُه ُضۡعَب ُجَٰ َقِفَٰ َنُهۡلٱَو َنوُلِفَٰ َنُه

ُمُه َينِلِفَٰ َنُه

ۡ

لٱ انِإ ۚۡمُهَيِسَنَف َ اللَّٱ

ْاوُسَن ۚۡمُهَيِدۡيَأ َنو ُضِتۡلَيَو ِفوُرۡعَهۡلٱ ِوَع

َنوُلِسَٰ َف

ۡ

لٱ

٦٧

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada

(48)

Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang-orang-orang yang fasik”.

d. Fasik

Fasik yaitu melupakan Allah. Orang yang fasik akan meninggalkan kewajiban-kewajiban agamanya. Firman Allah dalam Qs. Al-Hasyr ayat 19:

ۚۡمُه َسُفى

َ

أ ۡمُهَٰى َسن

َ

أَف َ اللَّٱ ْاو ُسَن َويِ

لَّٱَن ْاوُىو ُكَح

ا

لََّو

َ

َنوُلِسَٰ َف

ۡ

لٱ ُمُه َمِئَٰٓ

َلْوُأ

١٩

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada

Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik”.

2. Akhlak tercela terhadap keluarga

a. Melakuka penganiayaan terhadap fisik kedua orang tua.

b. Mencaci maki atau melontarkan kata-kata yang menyakitkan hati kedua orang tua.

c. Menelantarkan kedua orang tua.

d. Anak menjauhi kedua orang tua dan tidak mau menjenguk mereka. 3. Akhlak tercela terhadap diri sendiri

a. Bunuh diri

Membunuh diri dengan cara apapun, merupakan perbuatan yang dilarang Allah, haram hukunya dan termasuk dosa besar.\

b. Zina

Hubungan kelamin antara laki- laki dan perempuan di luar pernikahan yang sah.

4. Akhlak tercela dalam kehidupan bermasyarakat a. Membunuh

(49)

Membunuh adalah perbuatan yang menyebabakan hilangnya nyawa seseorang, hukunya haram dan termasuk dosa besar.

b. Menganiaya

Tindakan menganiaya orang dengan sengaja adalah perbuatan tercela dan merugikan orang lain. perbuatan tersebut merupakan perbuatan terkutuk dan dosa.

c. Mencuri

Mencuri berarti mengambil barang milik orang lain secara diam-diam. Menurut istilah Fiqh, mencuri adalah mengambil harta benda milik orang lain di tempat penyimpanan, secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi.

d. Merampok

Merampok atau merampas ialah mengambil harta orang lain dengan kekerasan atau ancaman senjata tajam.

5. Akhlak tercela lainnya a. Takabur (Sombong)

Takabur adalah sifat sombong dan membanggakan diri. Menurut Al-Ghazali seseorang bersikap takabur karena dirinya merasa besar dan memiliki beberapa kesempurnaan, baik berkaitan dengan agama atau dunia.

b. Hasad (Dengki)

Dengki merupakan perasaan yang timbul dalam diri seseorang setelah melihat sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi dimiliki

(50)

oleh orang lain. dari perasaan tersebut, ia menyeb arkan berita bahwa yang dimiliki orang tersebut diperoleh dengan cara yang tidak sewajarnya.

c. Ghadab (Marah)

Ghadab atau marah, yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya, sehigga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan orang lain.

d. Ghibah

Ghibah adalah menuturkan sesuatu yang berkaitan dengan orang lain, yang apabila hal itu didengar oleh orang yang bersangkutan, ia tidak menyukainya.

e. Riya‟ (Pamer)

Riya adalah memancing perhatian orang lain agar dinilai sebagai orang baik. Riya merupakan salah satu sifat tercela yang harus dibuang jauh-jauh dalam jiwa kaum muslimin.66

F. Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan merupakan suasana suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasan ideal itu tampak pada tujuan akhir. Seperti terbentuknya kepribadian muslim, kematangan dan integritas pribadi.67

Secara umum, dapat diklasifikasikan tujuan pendidikan akhlak sebagai berikut:

66

Samsul Munir Amin, Ilmu Ak hlak , (Jakarta: Amzah, 2016), hlm. 234-259

67

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidik an Islam, (Bandung, Al-Ma‟arif, 1989), hlm. 49

Referensi

Dokumen terkait

Dari berbagai term yang digunakan Alquran untuk memperkenalkan konsep lingkungan, dapat disimpulkan bahwa konsep lingkungan hidup dalam perspektif Alquran

Dampak terhadap kesehatan mental disini adalah jika alat kontrasepsi yang digunakan gagal, maka terjadi kelahiran anak yang tidak diinginkan ( unwantedchild ) sehingga secara

Setelah penulis mengidentifikasi permasalahan perkawinan lintas agama yang sangat luas tersebut, agar diperoleh pembahasan yang lebih spesifik mengenai objek penelitian, maka

Ia menjadi guru di daerah tersebut pada abad ke-19 dan menikah dengan beberapa perempuan dari klan matrilineal yang memiliki kedudukan tinggi dan masih keturunan

“Malahan kekacauan fikiran yang tidak lagi berpedoman kepada Al-Qur’an itu yang menyebabkan kaum laki-laki berlaku dzalim kepada perempuan, menyebabkan propagandis agama lain

“ Konsep Pendidikan Akhlaq dalam Al- Qur’an (Studi Surah Luqman Ayat 13-19 dalam Tafsir al-Azhar Karya Hamka ” , Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan

Objek pembahasan dalam penelitian ini adalah tafsir Al Azhar karya Buya Hamka menggunakan metode tafsir tafsir tahli>l>i (analitis), sedangkan tema pembahasan

Yūsuf/12:4-6 dan Kriteria Pendidik Ayat ini pada hakikatnya sangat minim membahas tentang pendidikan Islam, namun bukan berarti tidak ada aspek pendidikan sama sekali melihat Nabi