• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Pasar di Jaman Rasulullah SAW

pasar, misalnya penetapan harga dengan cara dank arena alasan yang tidak tepat, merupakan suatu ketidakadilan (zulm/injustice) yang akan dituntut pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Sebaliknya, dinyatakan bahwa penjual yang menjual dagangannya dengan harga, pasar adalah laksana orang yang berjuang di jalan Allah (jihad fii sabilillah), sementara yang menetapkan sendiri termasuk sebuah perbuatan ingkar kepada Allah. Dari Ibnu Mughairah terdapat suatu riwayat ketika Rasulullah SAW. Melihat seorang laki-laki menjual makanan dengan harga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Rasulullah bersabda,

‘Orang-orang yang datang membawa barang ke pasar laksana orang berjihad fii sabilillah, sementara orang yang menaikkan harga (melebihi harga pasar) seperti orang yang ingkar kepada Allah.’

Penghargaan Islam terhadap mekanisme pasar berdasar pada ketentuan Allah bahwa perniagaan harus dilakukan secara baik dengan rasa suka sama suka (antara din minkum/ mutual goodwill). Dalam Al-quran dinyatakan, ‘Hai orang- orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka- sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang padamu’ (An-Nisa: 29), (Misanam, Munrokhim: 2007:302).

Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu tentang manusia yang meyakini nilai-nilai hidup Islam. Ilmu ekonomi Islam tidak hanya mempelajari individu sosial melainkan jugan manusia dengan bakat relegius manusia harus memperhitungkan perintah Al-quran dan Sunnah untuk dijadikan dasar dan pedoman. (Susanti, Dyah Ochtorina: 2011,1). Dan Rasul telah menetapkan beberapa larangan terhadap praktik-praktik bisnis negatif yang dapat mengganggu mekanisme pasar yang Islami yang disebut juga ketidaksempurnaan bekerjanya pasar, antara lain:

1. Penyimpangan Terstruktur

Penyimpangan ini dapat mengganggu mekanisme pasar dengan sistematis dan terstruktur. Misalnya pasar monopoli, oligopoli, dan kompetisi monopolistik.

Dalam monopoli, misalnya terdapat halangan untuk masuk bagi perusahaan lain yang ingin memasuki pasar sehingga tidak terdapat persaingan antar produsen.

Produsen monopolis dapat saja mematok harga tinggi untuk memperoleh keuntungan diatas norMaal (monopolistic rent). Dan demikian pula dengan pasar- pasar lainnya yang dapat mendistorasi bekerjanya mekanisme ekonomi.

2. Penyimpangan Tidak Terstruktur

Selain itu, juga terdapat faktor insidental dan temporer yang mengganggu mekanisme pasar dan tentunya akan merugikan perekonomian masyarakat, faktor- faktor ini ialah sebagai berikut:

a. Distorasi Permintaan (Bai' Najasy)

Transaksi ini diharamkan karena si penjual bekerja sama dengan orang lain agar memuji atau menawar barang dagangannya dengan harga tinggi agar orang lain yang disekitarnya menjadi tertarik untuk membeli. Si penawar sendiri tidak bermaksud untuk benar-benar membeli barang tersebut.

Keduanya (penjual & pembeli) hanya ingin menipu orang lain yang benar- benar ingin membeli. Intinya akan terjadi permintaan palsu (false demand).

b. Distorasi Penawaran (Ikhtikar)

Ikhtikar sering kali diterjemahkan sebagai monopoli ataupun penimbunan.

Padahal sebenarnya ikhtkar tidak selalu identik dengan monopoli dan penimbunan. Dalam Islam, siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. Menyimpan stok barang untuk keperluan persediaan pun tidak terlarang. Yang dilarang adalah ikhtikar, yaitu mengambil keuntungan diatas keuntungan norMaal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah ekonominya disebut monopoly rent's. Jadi dalam Islam, monopoli boleh, sedangkan monopoly rent's tidak boleh. Suatu kegiatan akan masuk kedalam katagori ikhtikar, apabila salah satu dari tiga hal tersebut terpenuhi:

1) Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun barang atau mengenakan hambatan masuk (entry-barri-ers), agar barang tersebut langka di pasaran.

2) Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum munculnya kelangkaan.

3) Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum tindakan (1) dan (2) dilakukan.

3. Penipuan (Tadlis)

Kondisi ideal dalam pasar adalah apabila penjual dan pembeli mempunyai informasi yang sma teentang barang yang akan diperjual belikan. Apabila salah satu pihak tidak mempunyai informasi (assymetric information) seperti yang dimiliki oleh pihak lain, maka salah satu pihak akan merasa dirugikan dan akan terjadi kecurangan atau penipuan. Dalam sistem Ekonomi Islam hal ini juga dilarang karena dengan adanya informasi yang tidak sama antara kedua belah pihak, maka unsur dan Tarradi Minkum (ridho sama ridho) dilanggar. Dalam ekonomi konvensional hal ini dikenal dengan Game Theory. Tadlis dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam:

a) Tadlis kuantitas adalah kegiatan menjual barang kuantitas sedikit dengan harga barang kuantitas banyak.

b) Tadlis kualitas adalah menyembunyikan cacat atau kualitas barang yang buruk yang tidak sesuai dengan yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

c) Tadlis harga adalah menjual barang dengan hahrga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar karena ketidaktahuan pembeli atau penjual, dalam fiqh disebut ghaban.

d) Tadlis waktu penyerahan adalah penjual sudah menyepakati akan menyerahkan barangnya kepada pembeli pada suatu waktu, setelah sampai pada waktu yang telah disepakati sebelumnya ternyata barang pesanan tersebut belum tersedia.

4. Ketidaksempurnaan Informasi dan Penyesuaian

Informasi merupakan hal penting sebab dasar bagi pembuatan keputusan.

Produsen berkepentingan dapat menawarkan barangnya secara akurat, demikian sebaliknya konsumen akan dapat menentukan permintaannya dengan akurat pula.

Penyimpangan ekonomi ini disebut juga taghrir, yang berasal dari bahasa Arab

gharar yang berarti akibat, bencana, bahaya, resiko, dan ketidakpastian. Istilah dalam fiqh muaMaalah thagrir berarti melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi atau mengambil resiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya.

Menurut Ibnu Taimiyah, gharar terjadi apabila seseorang tidak tahu apa yang tersimpan bagi dirinya pada akhir suatu kegiatan bisnis atau jual beli. Taghrir terbagi menjadi 4 (empat) macam:

a) Taghrir kuantitas.

b) Taghrir kualitas.

c) Taghrir dalam harga.

d) Taghrir waktu penyerahan. (Al Arif,M. Nur Rianto,dkk: 2010, 294).

Dalam teori maupun prakteknya, Islam telah memberikan solusi terhadap beberapa larangan dalam praktik-praktik bisnis negatif yang dapat mengganggu mekanisme pasar yang Islami yang disebut juga ketidak sempurnaan bekarjanya pasar, antara lain sebagai berikut:

a. Larangan Ikhtikar

Rasulullah telah melarang praktek ikhtikar, yaitu secara sengaja menahan atau menimbun (hoarding) barang, terutama saat terjadi kelangkaan dengan tujuan dapat menaikkan harga di kemudian hari. Dari Said bin Al-Musyyab dan Ma'mar bin Abdullah al-Adawi bahwa Rasulullah bersabda, ‘Tidaklah orang melakukan ikhtikar itu melainkan berdosa’. Agar harga kembali pada posisi harga pasar, maka pemerintah dapat melakukan berbagai upaya menghilangkan penimbunan ini (misalnya, dengan penegakan hukum), bahkan juga dengan intervensi harga. Dengan harga nyang ditentukan ini, maka para penimbun dapat dipaksa (terpaksa) menurunkan harganya dan melempar barangnya ke pasar.

b. Membuka Akses Informasi

Beberapa larangan terhadap praktik penipuan (tadlis) pada dasarnya adalah upaya untuk menyebarkan keterbukaan informasi sehingga transaksi dapat dilakukan dengan sama-sama suka (antara din minkum) dan adil.

c. Regulasi Harga

Regulasi harga sebenarnya merupakan hal yang tidak populer dalam khazanah pemikiran Ekonomi Islam sebab regulasi harga yang tidak tepat justru dapat menciptakan ketidakadilan. Regulasi harga diperkenankan pada kondisi tertentu dengan tetap berpegang pada nilai keadilan. Regulasi harga ini harus menunjukkan 3 (tiga) fungsi dasar, yaitu:

1) Fungsi ekonomi yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan masyarakat miskin melaui alokasi dan relokasi sumber daya ekonomi.

2) Fungsi sosial dalam memelihara keseimbangan sosial antara masyarakat kaya dan miskin.

3) Fungsi moral dalam meningkatkan nilaim syariah Islam, khususnya yang berkaitan dalam transaksi ekonomi (misalnya kejujuran, keadilan, kemanfaatan atau mutual goodwill).

5. Intervensi Pasar

Dalam ekonomi Islam, kebijakan pemerintah dalam menstabilkan harga harus dengan melihat kepada penyebab terjadinya perubahan keseimbangan pasar.

Apabila penyebab dikarenakan perubahan murni terhadap permintaan dan penawaran maka mekanisme stabilisasi harga harus dilakukan melaui intervensi pasar. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a., Kota Madinah pernah mengalami kenaikan tingkat harga gandum karena menurunnya pasokan karena kegagalan panen. Beliau menolak permintaan para sahabat untuk mengatur harga pasar, tetapi kemudian melakukan impor gandum dari Mesir, sehingga penawaran barang di Madinah kembali melimpah dan tingkat harga mengalami penurunan.

Intervensi pasar menjadi sangat penting dalam menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok. Dalam keadaan kekurangan barang kebutuhan pokok, pemerinrah dapat memaksa pedagang yang menahan barangnya untuk segera menjual ke pasar. Intervensi pasar tidak selalu dilakukan dengan menambah jumlah ketersediaaan barang, tetapi juga dengan menjamin kelancaran perdagangan antar wilayah. (Misanam, Munrokhim, dkk, 2007:306).

D. Sumber-sumber Pendapatan Negara pada Masa Rasulullah SAW