BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
D. Proses Produksi Gula Pasir
e. Kepala Bagian Pabrikasi / Pengolahan
Kepala bagian pabrikasi / pengolahan Pabrik Gula Takalar bertugas:
1) Memimpin, merencanakan, mengoordinir serta mengawasi pelaksanaan semua kegiatan bidang pengolahan sesuai kebijaksanaan dan rencana kerja yang telah ditetapkan oleh general manager dan direksi.
2) Bertanggung jawab atas pelaksanaan fungsi pengolahan dan tertimbang sampai menjadi gula ditimbang agar dapat mencapai mutu produksi secara efektif dan efisien.
f. Kepala Bagian SDM Umun
Kepala bagian SDM Pabrik Gula Takalar bertugas:
1) Melaksanakan kebijaksanaan dan rencana kerja yang telah ditetapkan oleh general manager dibidang SDM pabrik gula, sesuai yang telah ditetapkan oleh direksi dengan berdaya guna dan berhasil guna.
2) Bertanggung jawab penuh atas kelancaran SDM secara tepat.
3) Membantu secara aktif general manager dalam menyusun rencana kerja dan rencana belanja dibidang SDM pabrik gula.
dikawasan yang mendukung. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun.
Tebu dapat dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-mesin pemotong tebu. Daun kemudian dipisahkan dari batang tebu, kemudian dibawa kepabrik.
2. Penimbangan
Tebu yang sudah dipanen kemudian ditimbang untuk mengetahui berapa gula yang akan dihasilkan. Untuk menjaga mutu bahan baku agar tetap baik, PT.
Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar Menggunakan metode fifo (first in first out) dimana bahan baku yang lebih dulu masuk akan diproses lebih dulu.
3. Gilingan
Setelah tebu ditimbang kemudian tebu dicacah menggunakan alat pencacah tebu yang terdiri dari cane cutter dan unigrator. Tebu diperah menghasilkan nira dan ampas. Nira inilah yang mengandung gula dan akan diproses lebih lanjut dipemurnian. Ampas yang dihasilkan pada proses pemerahan ini digunakan untuk berbagai macam keperluan. Kegunaan utama dari ampas adalah sebagai bahan bakar ketel (boiler) dan apabila berlebih bisa digunakan sebagai bahan partikel board, furfural, xylitol dan produk lain.
4. Pemurnian
Nira mentah (raw juice) hasil perahan kemudian dimurnikan. Proses pemurnian ini dilakukan secara fisis maupun kimiawi. Secara fisis dengan cara
penyaringan sedangkan secara kimiawi melalui pemanasan dan pemberian bahan pengendap. Pada proses pemurnian nira melaui tiga proses yaitu defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi.
Pada proses sulftasi, nira mentah terlebih dahulu dipanaskan melalui heat exchanger sehingga suhunya naik menjadi 700 C. Kemudian nira dialirkan kedalam defekator dicampur dengan susu kapur. Fungsi dari susu kapur ini adalah untuk membentuk inti endapan sehingga dapat mengikat partikel bahan-bahan selain gula yang terdapat dalam nira dan terbentuk endapan yang lebih besar.
Pada proses defekasi ini dilakukan secara bertahap (3 kali) sehingga diperoleh pH akhir sekitar 8,5 – 10.
Setelah itu nira akan dialirkan sulfitator, dan direaksikan dengan gas SO2.
Reaksi antara nira dan gas SO2 membentuk endapan CaSo3 yang berfungsi untuk memperkuat endapan yang telah terjadi sehingga tidak mudah terpecah, pH akhir reaksi ini adalah 7.
Tahap akhir dari proses pemurnian nira dialirkan ke bejana pengendap (clarifier) sehingga diperoleh nira jernih dan bagian yang terendapkan adalah nira kotor. Nira jernih dialirkan ke proses selanjutnya (penguapa), sedangkan nira kotor diolah dengan rotary vacum filter menghasilkannira tapis dan blotong.
5. Penguapan
Hasil dari proses pemurnian adalah nira jernih (clear juice). Langkah selanjutnya dalam proses pengolahan gula adalah penguapan. Penguapan dilakukan dalam bejana evaporator. Proses penguapan dilakukan untuk
mengentalkan jus menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas (steam). Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula.
Cairan liquor (gula jenuh) yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi memiliki kandungan gula hingga 80%. Penguapan dalam Evaporator majemuk (multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).
6. Kristalisasi
Proses kristalisasi adalah proses pembentukan kristal gula. Sebelum dilakukan kristalisasi dalam pan masak, nira kental terlebih dahulu direaksikan dengan gas SO2 sebagai bleaching dan untuk menurunkan viskositas masakan (nira). Dalam proses kristalisasi gula dikenal sistem masak ACD, ABCD, dan ABC.
Tingkat masakan (kristalisasi) tergantung pada kemurnian nira kental.
Apabila HK nira kental > 85% maka dapat dilakukan empat tingkat masakan (ABCD) dan apabila HK nira kental < 85% dilakukan tiga tingkat masakan (ACD).
Langkah pertama dari proses kristalisasi adalah menarik masakan (nira pekat) untuk diuapkan airnya sehingga mendekati kondisi jenuhnya. Dengan pemekatan secara terus menerus koefisisen kejenuhannya akan meningkat. Pada keadaan lewat jenuh maka akan terbentuk suatu pola kristal sukrosa. Setelah itu langkah membuat bibit, yaitu dengan memasukkan bibit gula kedalam pan masak kemudian melakukan proses pembesaran kristal. Pada proses masak ini, kondisi
kristal harus dijaga jangan sampai larut kembali ataupun terbentuk tidak beraturan.
Setelah diperkirakan proses masak cukup, selanjutnya larutan dialirkan kepalung pendingin (receiver) untuk proses Na – kristalisasi.
Tujuan dari palung pendingin ialah melanjutkan proses kristalisasi yang telah terbentuk dalam pan masak, dengan adanya pendinginan dipalung pendingin dapat menyebabkan penurunan suhu masakan dan nilai kejenuhan naik sehingga dapat mendorong menempelnya sukrosa pada kristal yang telah terbentuk. Untuk lebih menyempurnakan dalam proses kristalisasi maka palung pendingin dilengkapi pengaduk agar dapat sirkulasi.
7. Pemisahan
Setelah masakan di dinginkan proses selanjutnya adalah pemisahan. Proses pemisahan kristal gula dari larutannya menggunakan alat centrifuge atau putaran.
Pada alat putaran ini terdapat saringan, sistem kerjanya yaitu dengan menggunakan gaya sentrifugal sehingga masakan diputar dan strop atau larutan akan tersaring dan kristal gula akan tertinggal dalam putaran. Pada proses ini dihasilkan gula kristal dan tetes. Gula kristal didinginkan dan dikeringkan untuk menurunkan kadar airnya. Tetes ditransfer ke tangki tetes untuk dijual.
8. Proses Packing
Gula produk dikeringkan ditalang goyang dan juga diberikan hembusan uap kering. Produk gula setelah mengalami proses pengeringan dalam talang goyang, ditampung terlebih dahulu kedalam sugar bin, selanjutnya dilakukan pengemasan
atau pengepakan. Gula dimasukkan kedalam sak plastik kemudian ditimbang.
Setelah itu gula tidak boleh langsung dijahit, harus dibuka dulu supaya temperatur gula dalam sak plastik mengalami penurunan suhu/ temperatur. Suhu gula dalam karung tidak boleh lebih dari 30o C suhu kamar. Setelah gula dalam plastik dinyatakan dingin maka boleh dijahit. Jika gula dalam sak plastik dengan keadaan panas lagsung dijahit, maka berakibat penurunan kualitas gula.
Untuk lebih jelasnya mengenai proses produksi gula di PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar, berikut ini adalah skema proses produksi gula tebu di PT. Perkebunan Nusantara (Persero) Pabrik Gula Takalar berikut:
Bahan Baku
Gambar 4.3 Proses Pembuatan Gula Tebu Tebu
Gula ST. Penyelesaian
ST. Putaran ST. Masakan ST. Pemurnian
ST. Gilingan Preparation
Can Yard Penimbangan
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Unsur Biaya Mutu
PT Perkebunan Nusantara XIV sebagai perusahaan yang bergerak dibidang produksi gula pasir, mempunyai komitmen memberikan jaminan mutu dan kualitas produk yang memuaskan kepada costumer sehingga produk dapat dihasilkan dengan mutu tinggi dan harga wajar.
PT Perkebunan Nusantara XIV dalam menjaga kualitas produk merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk perkembangan usahanya. Semenjak PT Perkebunan Nusantara XIV berdiri, unsur mutu telah menjadi perhatian utama agar dapat menghasilkan produk yang unggul sehingga perusahaan diharapkan dapat menempati posisi pasar yang kompatitif dan dapat menembus persaingan pasar yang semakin kuat akhir-akhir ini. Dalam menghadapi persaingan tersebut maka perlu adanya pengawasan proses produksi dari produk agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Bagi PT Perkebunan Nusantara XIV tidak menutup kemungkinan akan timbulnya produk cacat yang jumlahnya diatas batas maksimum ataupun dibawah batas minimum pengawasan. Variasi jumlah produk cacat pada setiap periode produksi dimungkinkan terjadi karena faktor-faktor kesalahan yang mendominasi sehingga timbul penyimpangan-penyimpangan.
51
Sehubungan dengan judul penelitian sejauh mana analisis biaya mutu terhadap peningkatan kualitas produk, maka data-data yang di perlukan dalam penelitian ini adalah data-data yang relevan. Data yang penulis sajikan merupakan data yang diperoleh langsung dari PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) yaitu mengenai produk gula pasir.
PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) Pabrik Gula Takalar menggolongkan biaya kualitas menjadi 4, yakni:
1. Biaya pencegahan (Prevention Cost) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mencegah terjadinya kecacatan kualitas. Biaya pencegahan terdiri dari:
a. Biaya pelatihan karyawan yakni biaya yang digunakan untuk membiayai program-program pelatihan karyawan baik intern maupun ekstern dalam hal penggunaan program-program dan teknik-teknik untuk pengendalian kualitas.
b. Reparasi dan pemeliharaan alat yakni biaya yang dikeluarkan untuk memasang, menyesuaikan, memperbaiki peralatan produksi.
c. Pengendalian proses yakni biaya yang dikeluarkan untuk menelaah dan menganalisa proses produksi.
d. Perencanaan kualitas/mutu yakni biaya-biaya yang dikeluarkan untuk merencanakan rincian sistem kualitas, misalnya pembuatan desain prosedur baru, analisa pra produksi.
e. Proyek peningkatan kualitas yakni biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan kerjasama dengan pihak luar dalam rangka peningkatan kualitas.
Biaya pencegahan digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 5.1 Biaya Pencegahan
PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar Tahun 2013-2015
No. Jenis Biaya 2013 (Rp)
2014 (Rp)
2015 (Rp) 1 Biaya pelatihan
karyawan
2,720,351,733 1,706,374,812 2,097,832,356 2 Reparasi dan
pemeliharaan alat
16,977,199,476 17,299,912,202 15,172,702,695 3 Pengendalian
proses
1,981,601,168 2,061,316,975 1,990,564,185 4 Perencanaan
kualitas/mutu
972,112,279 1,399,010,266 4,335,206,565 5 Proyek
meningkatan kualitas
137,220,000 137,220,000 143,220,000
Jumlah 22,788,484,656 22,603,879,255 22,739,525,804 Sumber: PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pengeluaran untuk biaya pencegahan terbanyak pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp 22,788,484,656 yang meliputi biaya pelatihan karyawan sebesar Rp 2,720,351,733 biaya reparasi dan pemeliharaan alat sebesar Rp 16,977,199,476 biaya pengendalian proses sebesar Rp 1,981,601,168 biaya perencanaan kualitas sebesar Rp 972,112,279 dan biaya proyek peningkatan kualitas sebesar Rp 137,220,000. Dibandingkan pada tahun 2014 yang
hanya sebesar Rp. 22,603,879,255 Sedangkan pada tahun 2015 pengalami penurunan biaya sebesar Rp. 22,739,525,804
2. Biaya Penilaian (Appraisal Cost)
Biaya penilaian ini ditunjukan untuk memelihara tingkat kualitas dengan cara mengevaluasi secara formal kualitas produk. Penilaian tersebut dilakukan dengan pengujian fisika, kimia, dan mikrobiologi. Biaya penilaian terdiri dari:
a. Pemeriksaan dan pengujian bahan baku yakni biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengujian bahan baku dilaboratorium termasuk dengan waktu yang diperlukan oleh karyawan pemeriksaan dan pengujian bahan baku.
b. Pemeriksaan dan pengujian produksi yakni biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemeriksaan produk pada saat diproduksi dan waktu yang digunakan untuk melakukan pengujian produk.
c. Tenaga kerja pemeriksa merupakan upah dan gaji karyawan penyedia produk atau proses produksi terhadap kualitas produk.
d. Pengujian lapangan yakni biaya yang dikeluarkan selama melakukan pengujian produk di tempat pelanggan sebelum penyerahan akhir.
Biaya penilaian digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 5.2 Biaya Penilaian
PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar Tahun 2013-2015
No .
Jenis Biaya 2013 (Rp)
2014 (Rp)
2015 (Rp) 1 Pemeriksaan dan
pengujian bahan baku
92,312,500 36,952,000 244,576,610
2 Pemeriksaan dan pengujian
produksi
267,800,500 119,266,550 386,527,768
3 Tenaga kerja pemeriksa
1,144,118 3,321,550 5,532,000 4 Pengujian
lapangan
388,491,000 272,822,000 272,822,000 Jumlah 749,748,118 432,362,100 909,458,378 Sumber: PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pengeluaran untuk biaya penilaian terbanyak pada tahun 2015 yaitu sebesar Rp 909,458,378 yang meliputi biaya pemeriksaan dan pengujian bahan baku sebesar Rp 244,576,610 biaya pemeriksaan dan pengujian produksi sebesar Rp 386,527,768 biaya tenaga kerja pemeriksa sebesar Rp 5,532,000 dan biaya pengujian lapangan sebesar Rp272,822,000. dan pada tahun 2013 sebesar Rp749,748,118 sedangkan pada tahun 2014 mengalami penurunan biaya sebesar Rp. 432,362,100. Dan pada tahun 2015 kembali mengalami kenaikan biaya.
3. Biaya kegagalan intern (Intern Failurel Cost)
Biaya kegagalan intern PT Perkebunan Nusantara XIV adalah scrap (material).
Scrap (material) yang dimaksud adalah sisa bahan yang sudah tidak mungkin lagi diproses ulang. Sisa bahan ini oleh PT Perkebunan Nusantara XIV dimusnahkan.
Biaya kegagalan intern digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 5.3 Biaya kegagalan intern
PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar Tahun 2013-2015
No. Jenis Biaya 2013 (Rp)
2014 (Rp)
2015 (Rp) 1 Scrap (material) 232,250,000 437,638,564 57,930,000
Jumlah 232,250,000 437,638,564 57,930,000 Sumber: PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pengeluaran untuk biaya kegagalan intern yang meliputi biaya scrap (material) terbanyak pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 437,638,564 dibandingkan pada tahun 2013 hanya sebesar Rp 232,250,000.
Sedangkan pada tahun 2015 sebesar Rp57,930,000
4. Biaya Kegagalan Ekstern (Extern Failurel Cost)
Biaya kegagalan ekstern yakni biaya yang terjadi karena kualitas produk cacat, namun produk telah berada pada tangan pelanggan atau diluar perusahaan. Biaya kegagalan ekstern meliputi:
a. Keluhan dan jaminan yakni semua biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi keluhan lapangan atau pelanggan, seperti perbaikan atau penggantian produk, pemberian potongan untuk produk cacat.
b. Liabilitas produk yakni biaya yang timbul karena penilaian liabilitas yang berkaitan dengan kegagalan kualitas, misal perusahaan dituntut karena kualitas produk maupun kualitas pelayanan.
c. Penarikan produk yakni biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menangani penarikan produk, biaya penyelesaian hukum ataupun biaya penggantian.
Biaya kegagalan ekstern digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 5.4
Biaya kegagalan ekstern
PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar Tahun 2013-2015
No. Jenis Biaya 2013 (Rp)
2014 (Rp)
2015 (Rp)
1 Keluhan dan
jaminan 17,119,673 36,118,743 26,117,643
2 Liabilitas produk 53,417,710 26,465,700 16,495,787 3 Penarikan produk 29,978,350 19,974,150 29,422,755 Jumlah 100,515,733 82,558,593 72,036,185 Sumber: PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pengeluaran untuk biaya kegagalan ekstern terbanyak pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp 100,515,733 yang meliputi biaya keluhan dan jaminan sebesar Rp 17,119,673 biaya liabilitasi produk sebesar Rp 53,417,710 dan biaya penarikan produk sebesar Rp 29,978,350
dibandingkan pada tahun 2014 sebesar Rp Rp82,558,593 dan tahun 2015 sebesar.
72,036,185
B. Penyusunan Laporan Biaya Mutu
Dalam usaha peningkatan mutu perusahaan, manajemen melakukan penentuan tingkat biaya mutu yang optimal. Sistem penentuan biaya mutu akan sangat membantu manajemen dalam melakukan tugasnya khususnya dalam bidang perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan manajerial.
Laporan biaya mutu memberikan manajemen penilaian terhadap biaya mutu saat ini. Sehingga laporan biaya mutu dapat digunakan untuk menilai program yang diusulkan. Jika hasil tersebut menunjukkan bahwa program tersebut unggul, maka program tersebut dapat dimulai,selanjutnya dapat dipantau melalui pelaporan kinerja standar yang wajar.
Untuk lebih jelasnya laporan biaya mutu secara aktual pada PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini:
Tabel 5.5
PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar Laporan Biaya Mutu Aktual
Tahun 2013-2015
No. keterangan 2013 2014 2015
(Rp) (Rp) (Rp)
I Biaya Pencegahan
1. Pelatihan karyawan 2,720,351,733 1,706,374,812 2,097,832,356 2. Reparasi & pemeliharaan
alat
16,977,199,476 17,299,912,202 15,172,702,695 3. Pengendalian proses 1,981,601,168 2,061,316,975 1,990,564,185 4. Perencanaan kualitas 972,112,279 1,399,010,266 4,335,206,565 5. Proyek peningkatan kualitas 137,220,000 137,220,000 143,220,000 Jumlah Biaya Pencegahan 22,788,484,656 22,603,879,256 22,739,525,804
II Biaya Penilaian
1. Pemeriksaan & pengujian bahan baku
92,312,500 36,952,000 244,576,610 2. Pemeriksaan & pengujian
produk
267,800,500 119,266,550 386,527,768 3. Tenaga kerja pemeriksaan 1,144,118 3,321,550 5,532,000 4. Pengujian lapangan 388,491,000 272,822,000 272,822,000 Jumlah Biaya Penilaian 749,748,118 432,362,100 909,458,378
III Biaya Kegagalan Intern
1. Scrap / Material 232,250,000 437,638,564 57,930,000 Jumlah Biaya Kegagalan Intern 232,250,000 437,638,564 57,930,000
IV Biaya Kegagalan Ekstern
1. Keluhan dan jaminan 17,119,673 36,118,743 26,117,643 2. Liabilitas produk 53,417,710 26,465,700 16,495,787
3. Penarikan produk 29,978,350 19,974,150 29,422,755
Jumlah Biaya Kegagalan Ekstern 100,515,733 82,558,593 72,036,185 Total Biaya Mutu 23,870,998,507 23,556,438,512 23,778,950,367 Penjualan
49,958,002,894 47,025,912,474 56,983,915,368 Sumber: PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar
C. Analisis Data
Untuk memecahkan permasalahan pada bab terdahulu, akan disajikan analisis data guna mempermudah dalam pembahasannya. Hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel. Berikut ini akan disajikan proses analisis data untuk mengetahui analisis pengaruh biaya kualitas terhadap kuantitas produk cacat PT Perkebunan Nusantara XIV (persero).
1. Langkah-langkah untuk menjawab permasalahan pertama yaitu bagaimana efisiensi biaya mutu dalam upaya peningkatan kualitas produk gula pasir pada PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) adalah sebagai berikut:
a. Menghitung total biaya kualitas, dengan rumus : TQC = QCC + QAC
Dimana :
TQC = Total Quality Cost atau biaya kualitas total
QCC = Quality Cost Control atau biaya pencegahan dan penilaian
QAC = Quality Assurance Cost atau biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.
Hasil analisis ini dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut:
b. Menghitung efisiensi biaya kualitas terhadap penjualan.
Perhitungan efisiensi biaya kualitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar total biaya kualitas (TQC) dibandingkan dengan penjualan.
Analisis ini dilakukan dengan cara membagi biaya kualitas dengan nilai penjualan. Rumus dari analisis ini adalah sebagai berikut:
Total Biaya kualitas X 100 % Nilai Penjualan
Selanjutnya berdasarkan rumus diatas, maka efisiensi biaya kualitas terhadap penjualan pada PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) pada tahun 2013,2014, dan 2015 dapat dihitung sebagai berikut:
47,78 %
= 50,09 %
= 41,73 % Jadi,
= 139,6 %
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.7
PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar Persentase Biaya kualitas Terhadap Penjualan
Tahun 2013-2015 Jenis biaya
tahun
2013 2014 2015
biaya pencegahan
22.788.484.656
22.603.834.255
22.739.525.804 Biaya Penilaian
749.748.118
432.362.100
909.458.378 Biaya kegagalan intern 232.250.000
437.638.564
57.930.000 Biaya Kegagalan Ekstern
100.515.733
82.558.593
72.036.185 Total biaya mutu/kualitas
23.870.998.507
23.556.393.512
23.778.950.367 Total nilai penjualan 49.958.002.894 47.025.912.474 56.983.915.368 Persentase biaya kualitas
47,78 %
50,09 %
41,73 %
Sumber: Data yang diolah
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa persentase biaya kualitas terhadap penjualan pada PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar selalu mengalami perubahan yaitu persentase biaya kualitas pada tahun 2014 lebih tinggi sebesar 50,09 % dari pada tahun 2013 sebesar 47,78 % dan persentase biaya kualitas pada tahun 2015 mengalami penurunan yaitu 41,73 %, walaupun persentase selalu mengalami perubahan naik turun tetapi hal ini menunjukan sudah terjadi efisiensi pada PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar karena rata-rata persentase biaya kualitas terhadap nilai penjualan dari tahun 2013 hingga tahun 2015 masih lebih kecil dari angka efisiensi biaya kualitas internasional yang telah ditetapkan.
c. Mencari rata-rata efisiensi biaya kualitas.
Mencari rata-rata efisiensi biaya kualitas dilakukan untuk mengetahui rata-rata efisiensi biaya kualitas dalam peningkatan produk gula pada PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) dengan standar efisiensi biaya kualitas yang telah ditetapkan. Dengan rumus:
Jadi, apabila dilihat dari data diatas, maka rata-rata efisiensi biaya mutu terhadap peningkatan kualitas produk gula dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) dalam upaya meningkatkan kualitas produk gula sudah memuat standar efisiensi biaya kualitas, maka penulis membandingkan hasil perhitungan rata-rata efesiensi biaya kualitas di PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) dengan standar efesiensi biaya kualitas yang ditetapkan yaitu maksimum atau lebih dari 2,5 % penjualan (Tjiptono dan Diana, 2003: 42). Hasil dari perhitungan efisiensi biaya kualitas diperoleh rata-rata 47,53 % hal ini dapat diartikan bahwa PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) sudah terjadi efisiensi peningkatan kualitas karena rata-rata persentase biaya kualitas terhadap nilai penjualan dari tahun 2013 sampai dengan 2015
sudah memenuhi standar internasional efisiensi biaya kualitas yang ditetapkan sebesar 2,5%.
D. Analisis Biaya Mutu Terhadap peningkatan Kualitas produk
Manajemen dalam menganalisis biaya mutu, harus menginterprestasikan keperluan atau tindakan–tindakan yang akan diambil. Sasaran–sasaran tersebut harus ditetapkan untuk menghasilkan hubungan-hubungan yang diinginkan, yaitu hubungan dalam menilai tingkat efektifitas biaya mutu yang dikeluarkan dalam upaya pencegahan penurunan kualitas, dalam hal ini tingkat kerusakan produk.
Perbandingan antara biaya mutu terhadap tingkat kerusakan produk,dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.8
PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar Tingkat Kerusakan Produk Pertahun
Tahun 2013-2015
Tahun Biaya Mutu Kerusakan Produk (ton)
Hasil Produksi/gula (ton)
2013 23.870.998.507 0,376 8.172
2014 23.556.393.512 0,155 6.647
2015 23.778.950.367 0,361 8.902,9
Total 71.206.387.387 0,892 23.721,9
Sumber: PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Gula Takalar
Dari laporan tingkat kerusakan pada tabel 5.8 diatas, terlihat adanya kecenderungan perubahan tingkat kerusakan seiring dengan meningkatnya perubahan jumlah biaya mutu yang dikeluarkan perusahaan tiap tahunnya. Meskipun pada tiap tahunnya terjadi perubahan peningkatan biaya mutu, tetapi tingkat kerusakan juga
mengalami perubahan setiap tahunnya. Misalnya pada tahun 2013, jumlah biaya mutu adalah sebesar Rp. 23.870.998.507. Sedangkan tingkat kerusakan produk pada tahun tersebut adalah 0,376 ton dari total produksi sebesar 8.172 ton. Tahun 2014, jumlah biaya mutu menurun 1,318% dari total biaya mutu tahun 2013, yaitu sebesar Rp.23.556.393.512 dan tingkat kerusakan produk menurun sebesar 0,155 ton dari total produksi sebesar 6.647 ton. Sedangkan pada tahun 2015, total biaya mutu kembali meningkat sebesar Rp.23.778.950.367, yaitu 0,945% dari tahun sebelumnya, dan tingkat kerusakan produk sebesar 0,361 ton dari total produksi sebesar 8.902,9 ton. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan biaya mutu yang terjadi pada PT.
Perkebunan Nusantara XIV (Persero) tiap tahunnya berpengaruh terhadap tingkat kerusakan produk. Dimana biaya-biaya yang dikeluarkan untuk peningkatan kualitas memberikan pengaruh positif terhadap produk yang dihasilkan. Selain itu, hal tersebut juga menunjukkan bahwa perusahaan terus berupaya meningkatkan kualitas produknya yang dibuktikan dengan menurunnya tingkat kerusakan yang terjadi saat proses produksi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan analisis biaya mutu terhadap peningkatan kualitas produk pada PT Perkebunan Nusantara XIV (persero), maka penulis menyimpulkan:
1. Dari hasil analisis biaya mutu yaitu dengan menghitung efesiensi biaya mutu.
Dimana biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal, biaya kegagalan eksternal berpengaruh terhadap kualitas produksi pada PT.Perkebunan Nusantara XIV (persero).
2. Hasil analisis menunjukkan bahwa efisiensi biaya mutu berpengaruh dalam meningkatkan kualitas pada PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) walaupun biaya mutu selalu mengalami perubahan disetiap tahunnya yaitu pada tahun 2013 biaya mutu lebih tinggi dibanding dengan 2014 dan 2015 sebesar Rp23.870.998.507 , dan pada tahun 2014 sebesar Rp 23.556.393.512 sedangkan pada tahun 2015 sebesar Rp 23.778.950.367 tetapi penjualan yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara XIV (persero) selalu mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya yaitu pada tahun 2013 sebesar Rp 49.958.002.894, pada tahun 2014 sebesar Rp47.025.912.474 dan sedangkan tahun 2015 sebesar Rp 56.983.915.368. Hal ini menunjukkan bahwa sudah
66