ب َِّللٱ
B. Metode Maisȗrâ Sebagai Parameter Penilaian Kualitas Bacaan Al-Qur’an
belajar mengajar Al-Qur‟an, seperti; pengajar Al-Qur‟an, tokoh agama, orang yang dipercaya sebagai pemegang estafet ahli Al- Qur‟an, maka hukumnya wajib „ain atau fardhu „ain.46
Dari beberapa pendapat diatas, bahwa pendapat yang paling masyhur adalah bahwa secara teori hukum mempelajari tajwid adalah fardhu kifâyah, sedangkan hukum tajwid secara praktek adalah wajib „ain.
Adapun manfaat dan urgensi mempelajari ilmu tajwid adalah untuk menghindarkan dari kesalahan, maksudnya menjaga lidah dari kesalahan dalam membaca Al-Qur‟an, sebab, tajwid termasuk ilmu yang berkedudukan tinggi karena berkaitan sangat erat dengan perintah Allah SWT.47
B. Metode Maisȗrâ Sebagai Parameter Penilaian Kualitas
39 judul lengkap yaitu Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ yang merupakan karya dari Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc., MA.48
Metode Maisȗrâ terdiri dari dua bagian yaitu: a). Bagian pertama, terdiri dari 15 bab dan 2 sub, yaitu: Bab I: Petunjuk praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an. Bab II: Sifat Huruf Lazimah yang Kuat dan Lemah. Bab III: Makhraj dan Sifat Huruf Hijaiyyah. Bab IV: Pengaruh Dialek Keaderahan di dalam Pengucapan Huruf Hijaiyyah. Bab V: Idbilabikh Fasyamighun (idgham bighunnah, iqlab, ikhfa haqiqy, ikhfa syafawy, idgham mimiy, ghunnah). Bab VI: Macam-macam Mad (penjelasan tentang rasm, mad tabi‟iy, mad far‟iy). Bab VII: Idgham Shagir. Bab VIII: Saktah. Bab XI:
Tafkhim dan Tarqiq (tanbih; Hukum ra ber tasydid). Bab X:
Waqaf dan Ibtida‟ (Waqaf ikhtibary, intizary, idrirary (tam, kafy, hasan, qabih) aqbahul waqfi, rumus-rumus waqaf ), serta waqaf pada akhir ayat. Bab XI: Musykilat Al-Kalimat. Bab XII: Arti Lahn (kesalahan membaca), Jaly dan Khafiy. Bab XIII: Contoh Perbedaan Penulisan Al-Qur‟an terbitan Indonesia dan Mushaf Terbitan Timur Tengah . Bab XIV: Matarantai Sanad riwayat Hafs milik penusun kitab. Bab XV: Penutup. Sub A: Daftar Gambar Makhârijul Hurȗf, Sub B: Daftar Teks Rujukan dan Terjemahnya
48 Beliau adalah merupakan alumni dari Madînah Saudi „Ârabia yaitu Fakultas Al-Qur‟an wa ad-Dirâsat Al-Islâmiyyah. Program S2 beliau adalah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1997-1999), dan pada tahun 2000 melanjutkan kuliah program S3 di Universitas yang sama dan meraih gelar doktornya pada tahun 2008.
Pada saat itu, ia menjadi dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Disamping menjadi dosen tidak tetap di Institut PTIQ Jakarta, Sekolah Tinggi Kuliyyatul Qur‟an Al-Hikam Depo, tenaga pengajar di Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur‟an (LBIQ) SJI Jakarta, dan juga sebagai anggota Lembaga Pentashih Al-Qur‟an Kementrian Agama. Beliau ahli dalam berbagai ilmu, diantaranya ahli ilmu Qirâ‟at as Sab‟ah, ilmu Rasm Ustmâni, dan ilmu tajwid, beliau juga adalah seorang Hâfidz Al-Qur‟an 30 juz. Beliau mempunyai banyak karya, diantara karya-karya beliau adalah buku Praktis Petunjuk Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ.
dan Catatan Kaki, b). Bagian kedua, terdiri dari 3 Sub, yaitu: Sub I: Catatan Akhir (Hukum Bacaan nun mati dan tanwin, Hukum bacaan mim mati Hukum Membaca Nȗn Bertasydîd dan Mim Bertasydîd, Hukum-hukum Lâm sukȗn). Sub II: Tanda Baca Mushâf Timur Tengah/Madinah dan Mushâf Standar Indonesia.
Sub III: Sekilas tentang Ilmu Qira‟at, Ilmu Rasm, Ilmu Syakl/Dabt, Ilmu Waqaf dan Ibtida‟. Kemudian Daftar Pustaka dan Biodata Penyusun Kitab.49
Dalam penelitian ini penulis menjadikan buku Metode Maisȗrâ sebagai bahan penunjang dalam memberikan referensi dalam penelitian skripsi, dan sebagai parameter penilaian bacaan Al-Qur‟an imam-„imam masjid di Kecamatan Ciputat Timur, ukuran penilaian bacaan Al-Qur‟an setidaknya dilihat dari 9 standar yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Idghâm bi Ghunnah (
ٍَة ََّنُغِبَُماَغْدِلإا )
Idghâm bi Ghunnah ialah apabila ada Nûn Mati ( ْى) atau Tanwîn ( ﹰ/ﹴ/ﹲ ) bertemu dengan salah satu huruf yang terkumpul dalam lafaz
َْوُمْنَ ي
(yakni /ي
/ن
/ م / atau /و
) dan terletak dalam dua kata. Praktik bacaannya harus disertai tempo dengung atau ghunnah 2 harakat, dengan catatan ada sentuhan getaran ringan di janur hidung atau induk hidung (al-Khaisyȗm).50
49Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ
50Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ, h. 45
41
2. Iqlâb (
َُبَلَّْقِلإا
)Iqlâb ialah: apabila Nûn Mati ( ْى) atau Tanwîn ( ﹰ/ﹴ/ﹲ ) bertemu dengan huruf
ب
, bunyinya diganti menjadi Mîm (م
) dengan catatan memelihara Ikhfâ-nyaَْم
ke dalamب
dengan disertai tempo dengung (ghunnah) 2 harakat.513. Ikhfâ (
َُءاَفْخِْلإا
)52Ikhfâ ialah: Pengucapan huruf antara Izhar dan Idhgâm dengan tetap menjaga ghunnah (dengung), yakni ketika ada Nȗn Mati53 ( ْى) atau Tanwîn ( ﹰ/ﹴ/ﹲ ) bertemu dengan salah satu huruf yang 15 berikut:
ت
− ﺙ
− د
− ذ
− ﺱ
− ﺵ
− ﺹ
− ﺽ
− ﻂ
− ﻅ
− ﻑ
− ﻕ
− ﺝ
ﺰ
− ﻚ Praktik bacaannya, bunyi Nȗn Mati ( ْى) atau Tanwîn ( ﹰ/ﹴ/ﹲ ) disamarkan (disembunyikan) menuju makhraj huruf ikhfâ‟
sesudahnya dengan disertai tempo dengung/ghunnah 2 harakat, dengan catatan ada sentuhan getaran ringan di janur hidung atau induk hidung (al-Khaisyȗm).54
51 Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ, h. 48
52populer juga disebut Ikhfâ‟ Haqîqiy ( ْيِقْيِقَحْلا ُءّبَفْخِ ْلْا)
53 Nȗn Mati ( ْى) yang mempunyai hukum Ikhfâ‟ di dalam mushaf al- Madinah an-nabawiyyah dan Mushaf lainnya terbitan timur Tengah- ditulis dengan tanpa ada tanda sukȗn.
54 Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ, h. 50
4. Ghunnah (
َُةَّنُغْلا
)Ghunnah ialah apabila terdapat huruf Nȗn di-Tasydîd ( ّى) atau Mîm di- Tasydîd ( ّم) adalah disebut Ghunnah (
َُةَّنُغْلا),
olehkarenanya ia harus dibca dengan Ghunnah (dengung) yang semourna dengan tempo 2 harakat, serta ada sentuhan getaran di janur hidung atau induk hidung (al-Khaisyȗm).55
5. Mad at-Tabî‟i (
َُّيِعْيِبَّطلاَُّدَمْلا)
Mad Tabî‟i ialah apabila ada Huruf Mad yang sesudahnya tidak berupa Hamzah (
ء
)/huruf mati (ﹾ
)/huruf yang di-Tasydîd (ﹼ
). Panjang bacaan Huruf Mad yaitu 2 harakat.56 Adapun arti panjang bacaan huruf Mad dengan 1 (satu) Alif atau 2 (dua) harakat ialah gerakan dengan perkiraan gerakan jari-jari ketika menggenggam dan melepas (membuka) tanpa jeda dan alami, selanjutnya dikatakan, haram hukumnya mengurangi atau menambahkan panjang bacaan dari kadar semestinya (dari tempo kadar bacaan panjang Huruf Mad dengan dua harakat).576. Mad al- „Iwad (
َِضَوِعْلاَُّدَم)
Mad „Iwad ialah apabila ada Huruf Mad “Alif” yang menjadi pengganti Fathah Tanwin ketika Wakaf, dengan syarat yang ditanwinkan buka Tâ‟ Marbûtah. Panjang bacaan Mad 2 harakat.58
55 Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ, h. 57
56 Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ, h. 63
57 Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ, h. 276
58 Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ, h. 64
43
7. Mad Wâjib al-Muttasil (
َُلِصَّت ََمْلاَُبِجاَوْلاَُّدَمْلا
)Mad Wâjib al-Muttasil ialah apabila ada Huruf Mad yang sesudahnya berupa Hamzah (ء) dan terletak di dalam satu kata.
Panjang bacaan huruf mas yaitu 4 harakat atau 5 harakat.59 8. Mad Jâ‟iz al-Munfasil (
َُلِصَفْ نُمْلاُزِئاَْلْا ) َُّدَمْلا
Mad Jâ‟iz al-Munfasil ialah apabila ada Huruf Mad yang sesudahnya berupa Hamzah (ء) dan terletak di lain kata. Panjang bacaan huruf mas yaitu 4 harakat atau 5 harakat.60
9. Mad Ârid Lis Sukȗn (
نْوُكُّسِلَُضِراَعْلاُّدَمْلا)
Mad Ârid Lis Sukȗn ialah ialah apaila ada Huruf Mad, sesudahnya berupa huruf mati (sukûn) tidak asli/‟Ârid (terjadinya huruf mati tidak asli, disebabkan adanya peristiwa Waqaf).
Dengan catatan ketika terdapat Mad ‟Ârid lis Sukûn lebih dari satu tempat, maka membacanya ada 3 cara yaitu: a). Apabila Mad
‟Ârid lis Sukûn tempat pertama mempergunakan panjang bacaan 2 harakat, maka tempat kedua dan seterusnya seyogyanya juga mempergunakan panjang bacaan 2 harakat, b). Apabila Mad ‟Ârid lis Sukûn tempat pertama mempergunakan panjang bacaan 4 harakat, maka tempat kedua dan seterusnya seyogyanya juga mempergunakan panjang bacaan 4 harakat, c). Apabila Mad ‟Ârid lis Sukûn tempat pertama mempergunakan panjang bacaan 6
59 Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ, h. 66
60 Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur‟an Metode Maisȗrâ, h. 66
harakat, maka tempat kedua dan seterusnya seyogyanya juga mempergunakan panjang bacaan 6 harakat.61