• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian normatif. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, penelitian hukum normative dapat disebut juga penelitian kepustakaan, yaitu yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.43 Di dalam penelitian ini berangkat dari adanya satu fenomena atau isu hukum yang terjadi yang kemudian dilakukan upaya penemuan hukum apakah yang mengatur hal tersebut, bagaimana hukum tersebut mengaturnya dan diharapkan pula dapat menemukan pemecahan atas masalah yang sedang dihadapi.

B. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa jenis pendekatan untuk menganalisa permasalahan yang ada agar dapat menjawab permasalahan secara komprehensif, antara lain:

1. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach)

Hal pokok dalam pendekatan perundang-undangan yang diperlukannya pemahaman dalam memahami hirarki dalam peraturan perundang-undangan.

Salah satu yang paling penting dalam pendekatan ini adalah pemahaman terhadap asas-asas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

2. Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach)

43 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke-13, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 13-14.

39 Yang dimaksud dengan pendekatan konseptual adalah peneliti dalam mengkaji isu pokok permasalahan dalam penelitian ini bertitik tolak dari pandangan-pandangan dan teori-teori.

3. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-kasus yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada setiap putusan tersebut adalah pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi C. Bahan Hukum

Dalam penelitian hukum normatif penelitian ini tidak mengenal istilah data, tetapi menggunakan istilah bahan hukum. Penggunaan bahan hukum untuk menganalisa dan membahas permasalahan dalam penelitian ini dengan menggunakan sumber bahan hukum anatara lain:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas atau memiliki sifat mengikat. Bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri atas:

a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

b. UU Nomor 8 Tahun 1981tentang Kitab Hukum Acara Pidana c. Dan Peraturan-peraturan lain yang terkait dalam penelitian ini.

2. Bahan Hukum Sekunder

40 Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan hukum sekunder meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum.

3. Bahan Non-Hukum

Bahan non-hukum merupakan bahan lain diluar dari bahan hukum primer dan sekunder berupa buku-buku mengenai ilmu politik, social, ekonomi, sosiologi, filsafat serta tulisan-tulisan lain yan memiliki relevansi dengan isu permasalahan penelitian, sehingga dapat memperluas wawasan penulis.

D. Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan digunakan dengan cara mengumpulkan bahan- bahan hukum seperti peraturan perundang-undangan serta bahan bacaan yang relevan untuk memperoleh data yang objektif terkait dengan permasalahan data penelitian ini.

E. Analisis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum akan diolah dan dianalisa secara prepektif dengan metode deduktif, yaitu dengan cara menganalisa bahan-bahan hukum kemudian dirangkai secara sistematis sebagai susunan fakta-fakta hukum yang kemudian digunakan sebagai dasar dalam mengkaji pemecahan permasalahan dalam penelitian ini guna untuk menjawab analisis putusan praperadilan terhadap keabsahan surat penetapan tersangka dan surat penghentian penyidikan.

41 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Keabsahan Surat Penetapan Tersangka dan Surat Penghentian Penyidikan Berdasarkan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Dalam perkara Praperadilan, putusan hakim merupakan salah satu putusan yang dikenal dalam Hukum Acara Pidana Indonesia. Menurut Mertokusumo,44 suatu putusan hakim pada pokoknya terdiri dari empat bagian, diantaranya adalah kepaka putusan, idnetitas para pihak, pertimbangan dan amar putusan. Sehingga demikian pertimbangan hakim adalah salah satu bagian yang terdapat didalam setiap putusan hakim termasuk dalam perkara Praperadilan.

Didalam muatan Pasal 1 angka 10 KUHAP berbunyi bahwa :

“ Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang ;

a) Sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

b) Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

c) Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkarannya tidak diajukan ke Pengadilan”.

Sedangkan Pasal 77 KUHAP menyatakan :

44 Wijayanta, T & Firmansyah.H.,2011, Perbedaan Pendapat Dalam Putusan Pengadilan., Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm 31

42

“ Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan”.

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dapat digunakan sebagai bahan analisis terkait orientasi yang dimiliki oleh hakim dalam menjatuhkan putusan dan sangat penting untuk melihat bagaimana putusan yang dijatuhkan itu relevan dengan ketentuan yang ada dalam perundang-undangan.

Jadi, pertimbangan hakim merupakan salah satu bagian yang terdapat didalam setiap putusan hakim, termasuk dala perkara praperadilan. Pertimbangan itu dijadikan sebagai dasar dan alasan bagi sehingga memutuskan seperti yang dicantumkan di dalam putusannya. Dalam konteks putusan perkara praperadilan, maka dasar dan alasan itu harus dimuat di dalam putusannya sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 82 ayat (2) yang berbunyi “putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan mengenai hal sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81, harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya”.

Berikut penulis akan membahas mengenai pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Makassar dalam memutus keabsahan surat penetapan tersangka dan surat penghentian penyidikan berdasarkan sistem peradilan pidana di Indonesia.

43 1. Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Keabsahan Surat Penetapan

Tersangka Pada Putusan Nomor 06/Pid.Pra/2020/PN-MKS

Berdasarkan muatan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 pada Pasal 2 ayat (2) menerangkan bahwa “ pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki perkara”. Dari muatan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa standar pemeriksaan yang digunakan hakim praperadilan dalam melakukan pengujian keabsahan bukti permulaan dalam pemeriksaan sah atau tidaknya penetapan tersangka menggunakan standar kuantitas.

Pemeriksaan Praperadilan tidak memasuki materi perkara dan persidangan praperadilan terkait tidak sahnya penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan yang dipimpin oleh hakim tunggal karena pemeriksaan tergolong singkat dan pembuktiaannya yang hanya memeriksa aspek formil saja, yaitu apakah bukti permulaan sudah terpenuhi dengan memperhatikan sudah ada minimal dua alat bukti dalam perkawa a quo dan tidak boleh memasuki materi perkara. Di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 175 ayat (1) mengatur terkait alat bukti yang sah, terdiri atas:

a. Barang bukti;

b. Surat-surat;

c. Bukti elektronik;

d. Keterangan seorang ahli;

44 e. Keterangan saksi;

f. Keterangan terdakwa; dan g. Pengamatan hakim.

Bahwa dalam hal memberikan putusan terhadap suatu perkara, pada praktiknya tidak selamanya seorang hakim memutus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mungkin saja karena beberapa alasan atau pertimbangan atau bahkan menggunakan yurisprudensi sebelumnya.

Salah satu kasus yang telah diputuh oleh hakim melalui praperadilan tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka adalah kasus tentang penetapan Hengky Lisady sebagai tersangka pada kasus dugaan penipuan dan penggelapan, dimana Hengky Lisady mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap Kepolisian Resort Kota Besar Makassar ke Pengadilan Negeri Makassar dengan Nomor 6/Pid.Pra/2020/PN.Mks dan meminta penetapan statusnya sebagai tersangka dibatalkan.

Sebagaimana objek penelitian ini adalah mengkaji putusan Praperadilan Nomor 6/Pi.Pra/2020/PN.Mks pada tanggal 3 Maret 2020, maka penulis akan menganalisis putusan hakim terhadap perkara penetapan tersangka kasus penipuan dan penggelapan.

Adapun dalil pokok Praperadilan paada Putusan Nomor 06/Pid.Pra/2020/PN.Mks yang diajukan oleh kuasa pemohon sebagaimana dalam permohonan adalah tentang penetapan tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan Termohon adalah tidak sah karena tidak didukung minimal 2 ( dua) alat bukti bermula dengan adanya Laporan Polisi yang dilakukan oleh

45 Pelapor Lau Tjiop Yjin alias Aco tertanggal 5 April 2019 tentang tindak pidana penggelapan sertifikat serta surat kuasa menjual yang dilakukan oleh Hengky Lisadi.

Menimbang, bahwa atas laporan polisi tersebut oleh pihak kepolisian (Termohon Praperadilan) telah melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut (bukti surat T-7,T-8, P-11, P-12 dan P-13) serta berita acara keterangan saksi- saksi dan ahli ( bukti surat T-9a s/d T-9f). selanjutnya dilakukan penyitaan terhadap barang bukti surat perjanjian, surat kuasa menjual, akta jual beli atas tanah dan sertifikat tanah serta menetapkan Hengky Lisady sebagai tersangka (bukti surat T-10 s s/d 10 d dan bukti surat T-11). Selanjutnya kepada tersangka telah dilakukan penahanan oleh Polrestabes Makassar sejak tanggal 14 Mei 2019 dan kemudian penahanan tersebut telah ditangguhkan sejak tanggal 29 Mei 2019 (bukti surat T-12 dan T-13).

Menimbang, bahwa selanjutnya Pemohon telah mengirimkan berkas perkara atas nama Tersangka Henky Lisady ke Kejaksaan Negeri Makassar pada tanggal 20 Juni 2019 (bukti T-14) kemudian dijawab dengan surat oleh Kejaksaan agar menyerahkan barang bukti serta Tersangka tertanggal 22 Januari 2020 (bukti T-15).

Menimbang bahwa kemudian Termohon telah melakukan pemanggilan kepada Pemohon Hengky Lisady untuk datang menghadap ke Kantor Termohon (bukti surat T-3a, T-3b, T-3c), akan tetapi dijawab oleh Penasihat Hukum Pemohon tidak dapat hadir memenuhi panggilan karena sakit dengan melampirkan surat keterangan dari Rumah Sakit Siloam (surat bukti P-14).

46 Menimbang, bahwa selanjutnya Termohon telah melakukan pemanggilan lagi kepada Pemohon pada tanggal 18 dan 19 Februari 2020 agar Pemohon datang menghadap ke Kantor Termohon ( bukti surat T-3, T-4,T-5) dan kemudian dijawab oleh Penasehat Hukum Pemohon bahwa Pemohon tidak dapat memenuhi panggilan Termohon karean sudah memasukkan Permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Makassar pada tanggal 14 Februari 2020 (bukti surat P-15).

Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon tidak hadir pada pemanggilan Termohon sehingga Termohon mengeluarkan Daftar Pencarian Orang (DPO) kepada Pemohon Hengky Lisady pada tanggal 20 Februari 2020 (bukti T-2).

Menimbang, bahwa mengenai bukti surat T-1/ bukti surat P-16 yaitu Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2018 Tentang Larangan pengajuan Praperadilan bagi Tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status Daftar Pencarian Orang ( DPO ), terhadap hal ini sebagaimana yang dibuktikan oleh Penasihat Hukum Pemohon, ketika Pemohon dipanggil oleh Termohon untuk menghadap ke Kantor Termohon, Pemohon tidak dapat hadir karena sedang sakit dengan mengirimkan surat pemberitahuan tidak dapat hadir disertai surat keterangan dari Rumah Sakit Siloam. Sehingga Pemohon tidak dalam keadaan melarikan diri. Demikian juga ketika kepada Pemohon dikeluarkan oleh Termohon Surat Daftar Pencarian Orang ( DPO ) tertanggal 20 Pebruari 2020, sedangkan Pemohon melalui Penasihat Hukumnya telah memasukkan Permohonan Pra Peradilan

47 tertanggal 14 Pebruari 2020 dengan No. 6/Pid.Pra/2020/PN.Mks, sehingga ketika dimasukkan permohonan Pra peradilan tersebut, status pemohon belum DPO. Sedangkan maksud dari Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut adalah tersangka yang sudah dalam status DPO akan tetapi masih mengajukan Praperadilan, maka permohonannya tidak dapat diterima.

Menimbang, Bahwa dari bukti surat T-16 a dan T-16 b berupa Surat Perjanjian/ kesepakatan antara saksi Sianny Octavia dengan saksi Lau Tjiap Tjin als Aco untuk menjual aset hak kewarisan dari Sianny Ocatvia yang telah diputus dalam perkara perdata terhadap beberapa Sertifikat Hak Milik atas tanah yang kesemuanya atas nama Sianny Octavia dan Josephine Gunawan, dengan kesepakatan hasil dibagi dua. ( vide bukti surat T-26, T-27, T-28, T- 29, T-30 dan T-31 ).

Menimbang, bahwa atas saran dari Lau Tjiap Tjin, saksi Sianny Octavia dan Josephine Gunawan telah memberikan Surat Kuasa Menjual dihadapan Notaris kepada Pemohon Hengky Lisady untuk menjual aset berupa beberapa tanah sebagaimana dalam beberapa Sertifikat yaitu Surat Kuasa Menjual No.28 Tanggal 25 Nopember 2014 terhadap 8 ( delapan ) Sertifikat Hak Milik dan Surat Kuasa Menjual No.25 tanggal 25 Maret 2015 terhadap 12 ( dua belas ) Sertifikat Hak Milik yang semuanya atas nama Sianny Octavia dan Josephone dan juga Surat Kuasa menjual No. 31 tanggal 27 Mei 22016 ( bukti surat P-9 , P-10, T-17 a, T-17 b dan T-17 c ).

Menimbang, bahwa dari bukti surat T-19 yang merupakan Akta Ikatan Jual Beli tanah No. 24 tanggal 25 Maret 2015 dihadapan Notaris Fredrik Taka

48 Waron antara penjual Sianny Octavia, Josephine Gunawan dan Lau Tjiap Tjin dengan pembeli Hengky Lisady terhadap 12 ( dua belas ) Sertifikat hak Milik.

Bukti surat T-20 yang merupakan Akta Jual Beli No. 63/2015 tanggal 23 April 2015 dihadapan Notaris Fredrik Taka Waron antara Penjual Sianny Oktavia dan Josephine Gunawan dengan pembeli Hengky Lisady terhadap SHM No.

20270/Parangloe untuk tanah seluas 2.097 M2. Bukti Surat T-21 yang merupakan Akta Jual Beli No. 64/ 2015 dihadapan Notaris Fredrik Taka Waron antara penjual Sianny Octavia dan Josephine Gunawan dengan Pembeli Hengky Lisady terhadap SHM NO. 20282/Parangloe untuk tanah seluas 600 M2. Bukti Surat T-22 yang merupakan Akta Jual Beli No. 65/2015 dihadapan Notaris Fredrik Taka Waron antara Penjual Sianny Octavia dan Josephine Gunawan dengan pembeli Hengky Lisady untuk SHM No. 20263/

Parangloe dengan tanah seluas 1.800 M2. Bukti surat T-23 merupakan Akta Jual Beli No. 86/ 2015 dihadapan Notaris antara Penjual Sianny Octavia dan Josephine Gunawan dengan pembeli Hengky Lisady untuk SHM No. 20281/

Parangloe dengan tanah seluas 2.299 M2. Bukti surat T-24 merupakan Akta Jual Beli No. 87/2015 dihadapan Notaris antara Penjual Sianny Octavia dengan Josephine Gunawan dengan pembeli Meiliana Lingrat untuk SHM NO. 27399/Parangloe dengan tanah seluas 600 M2. Bukti surat T-25 merupakan Akta Jual Beli No 52/2018 dihadapan Notaris antara penjual Sianny Octavia dan Josephine Gunawan dengan pembeli Hengky Lisady untuk SHM NO. 27541/ Parangloe dengan tanah seluas 1.162 M2.

49 Selanjutnya akan dipertimbangkan apakah Termohon yang menetapkan Pemohon Hengky Lisady sebagai Tersangka telah memenuhi minimal dua alat bukti permulaan, Berikut pertimbangan bukti-bukti surat yang diajukan oleh Kuasa Pemohon dan yang dijatukan oleh Kuasa Termohon, sebagai berikut:

Menimbang, bahwa selanjutnya akan di pertimbangkan alat bukti tersebut dengan fakta dipersidangan sebagai berikut:

a. Keterangan Saksi

Menimbang bahwa terhadap laporan polisi yang dilakukan oleh Tjiap Tjin alias Aco terhadap Hengky Liady yang dituduh melakukan pengelapan terhadap penjualan tanah di jalan Sangir Makassar dan juga terhadap 6 (enam) SHM, Termohon telah mendengar keterangan saksi- saksi yang dibuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) antara lain:

1) Saksi Lau Tjiop Tjin alias Aco yang menerangkan bahwa sebagai jaminan atas hutangnya kepada Hengky Lisady sebanyak Rp.Milyard, ada menyerahkan 10 (sepuluh) SHM kepada Hengky Lisady melalui sdr.Hendra dan semua SHM tersebut atas nama Sianny Octavia dan Josephin Gunawan.

- Bahwa 4 SHM tersebut telah dijual oleh Hengky Lisady yaitu dua di Kelurahan Parangloe dan dua SHM di Jalan Sangir sedangkan 6 SHM lagi tidak diserahkan kepada saksi;

- Saksi membenarkan bukti surat kwitansi peminjaman uang tersebut;

50 - Saksi pernah meminta kepada Sianny untuk membuat surat kuasa

menjual SHM sebagai jaminan tersebut kepada Hengky Lisadi.

2) Saksi Sianny Octavia, menerangkan bahwa ada perjanjian dengan Lau Tjiop Tjin yaitu sebagian SHM menjadi miliknya karena telah membantu dalam perkara perdata.

- Saksi ada menandatangai Surat Kuasa menjual No.28, No.25 dan No. 31 dikantor Notaris yang kuasa tersebut diberikan kepada Hengky Lisady;

- Saksi pernah menanda tangani akta jual beli SHM di kantor Notaris.

3) Saksi Hendra Syam, yang menerangkan bahwa atas suruhan Lau Tjiop Tjip saksi pernah menyerahkan 6 (enam) SHM kepada Hengky Lisady di Kantor Pertanahan Jln.A.P.Pettarani Makassar;

- Bahwa Lau Tjiop Tjin ada berutan kepada Hengky Lisady sebanyak Rp.4 Milyard, dan sebagai jaminan menyerahkan SHM tersebut.

4) Saksi Ramli yang menerangkan bahwa saksi pernah beberapa kali disuruh oleh Lau Tjiop Tjin untuk mengambil uang dari Hengky Lisady.

5) Saksi Hengky Lisady alias Ucok yang menerangkan bahwa dia pernah menerima 6 SHM dari Hendra Syam atas suruhan Lau Tjiop Tjin yang semuanya an.Sianny Octavia dan Josephin Gunawan. Dengan perjanjian jika terjual SHM tersebut sebagai pembayar hutang.

51 - Bahwa Lau Tjiop Tjin ada mempunyai hutang kepada saya sebesar

Rp.9 Milyard yang dicatat setiap pengambilan uang.

- Bahwa saya ada menerima Surat Kuasa menjual SHM tersebut dari Sianny Octavia yang dibuat di Notaris

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi tersebut diatas ternyata Lau Tjion Tjin mempunyai hutang kepada Hengky Lisady sebesar Rp.4 Milyar sedangkan menurut Hengky Lisady hutang dari Lau Tjion Tjin adalah sebesar Rp.9 Milyar dan sebagai jaminan diserahkan 10 SHM dan 4 SHM sudah terjual sehingga sisa 6 SHM, serta telah dibuat Surat Kuasa menjua kepada SHM tersebut dan telah ada akta Jual Beli SHM yang dibuat dihadapan Notaris;

Menimbang, bahwa jika diperhatikan keterangan saksi-saksi tersebut diatas semuanya lebih dominan pada kasus perdata sebab adanya hubungan hukum antara Lau Tjiop Tjim dengan hengky Lisady mengenai pinjam meminjam uang dengan Jaminan SHM Tanah dan diserati dnegan dibuatnya Surat Kuasa menjual jaminan SHM tersebut. Sehingga keterangan para saksi ini tidak cukup sebagai bukti dalam perkara pidana penggelapan.

b. Keterangan ahli

Keterangan ahli Baharudding Badaru, yang menerangkan bahwa Hengky Lisady telah melakukan penggelapan karena SHM sebagai jaminan hutang 4 Milyar telah di jual oleh Hengky Lisady tanpa sepengetahun Lau Tjiap Tjin.

52 Menimbang, bahwa demikan juga keterangan ahli ini yang mneyatakan telah terjadi penggelapan yang dilakukan oleh Hengky Lisady dengan tanpa mengulas adanya surat kuasa menjual jamnan terhadap SHM yang diberikan Sianny Octavia kepada Hengky Lisady dihadapan Notaris. Sehingga keterangan ahli ini juga tidak cukup sebagai alat bukti.

c. Surat

Menimbang, bahwa dipersidangan telah diajukan bukti surat antara lain: SHM No.20270, SHM No. 20263, SHM No. 27541, SHM No. 20282, SHM No. 20281, an. Hengku Lisady dan SHM No. 20192 an. Meliana Lingrat yang dibuat dihadapan Notaris (bukti surat T-26 s/d T-31)

Menimbang, bahwa dipersidangan juga diajukan bukti surat berupa Akta Jual Beli No. 52, 87, 86, 65,63,24,27 yang kesemuanya dibuat dihadapan Notaris (bukti surat T-19 s/d T 25).

Menimbang, bahwa bukti surat diajukan juga Kuasa untuk menjual No.31,25. 28 yang dibuat dihadapan Notaris.

Menimbang, bahwa bukti surat penerimaan uang berupa kwitansi yang memberikan Hengky Lisady kepada Lau Tjion Tjin (bukti surat T-32 s/d T-54).

Menimbang, bahwa bukti surat tersebut diatas juga merupakan bukti Perjanjian/Perikatan antara Hengky Lisady dengan Sianny Octaviad dan juga Lau Tjion Tjin mengenai hutang piutang degan

53 jaminan SHM, sehingga bukti-bukti tersebut lebih tepat diajukan dalam perkara perdata karena hubungan hukum keperdataan, yang jika sepihak tidak memenuhi perjanjian dapat mengajukan gugatan wanprestasi, sehingga bukti surat ini juga tidak cukup sebagai alat bukti dalam perkara pidana.

d. Petunjuk

Menimbang, bahwa keterangan saksi dan ahli tidak cukup sebagai alata bukti dalam perkara pidana, demikian juga dalam alat bukti belum ada keterangan terdakwa, tersangka dalam BAP, Hengky Lisady masih berstatus sebagai saksi dan belum ada tersangka, sehingga alat bukti petunjuk juga tidak cukup dalam perkara pidana yang diajukan oleh Termohon.

e. Keterangan terdakwa

Menimbang, bahwa sebagaimana dalam BAP yang diajukan oleh termohon dalam Praperadilan ini, belum ada terdakwanya karena Hengky Lisady masih berstatus Saksi. Sehingga keterangan terdakwa belum ada sebagai alat bukti.

Menimbang, bahwa dari pertimbangan tersebut diatas ternyata tidak terdapat minimal 2 alat bukti yang cukup untuk menetapkan Pemohon Hengky Lisady sebagai tersangka, sehingga penetapan tersangka atas diri pemohon Hengky Lisady yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah.

54 Berdasarkan pertimbangan diatas, maka Hakim Praperadilan Negeri Makassar mengadili :

1) Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon;

2) Menyatakan penetapan tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah;

3) Menyatakan penyitaan yang dilakukan oleh termohon adalah tidak sah;

4) Menetapkan biaya yang timbul dalam perkara ini adalah nihil.

Menurut penulis, pertimbangan hakim tersebut berimplikasi kepada putusan yang mengabulkan permohonan dari pemohon terkait penetapan Tersangka Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah.

Dikarenakan tidak terdapat 2 alat bukti yang cukup untuk menetapkan Pemohon Hengky Lisady sebagai tersangka. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP yang menerangkan bahwa Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Hasil dari analisa yang di landasi dengan adanya bukti permulaan merupakan dugaan seorang sebagai pelaku tindak pidana yang tidak lain adalah merupakan hasil proses eksposisi materiil dari setiap bukti yang dikumpulkan. Menurut penulis kualitas alat bukti sama pentingnya dnegan prinsip minimal 2 alat bukti sebagai dasar peneteapan tersangka.

Selanjutnya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU/XII/2014 yang menjelaskan bahwa untuk menentukan seseorang

55 menjadi tersangka dalam suatu tindak pidana adalah minimal harus ada 2 (dua) alat bukti permulaan. Dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP menyatakan alat bukti yang sah, yaitu:

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa

Pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor 6/Pid.Pra/2020/PN.Mks yaitu dimana peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, sebab yang sering melatarbelakaginya adalah berdasarkan bukti-bukti yang ada disimpulkan dalam perkara. Namun tidak menutup kemungkinan hanya berdasarkan pada bukti-bukti yang diketetumukan, dekriminalisasi juga dapat menjadi alasan untuk menyatakan bahwa peristiwa yang ada bukan merupakan tindak pidana, hal ini karena baik berdasarkan bukti yang diketemukan maupun dekriminalisasi, keduanya bermuara pada kesimpulan peristiwa tersebut bukan tidak pidana lagi.

Sehingga dalam pertimbangan hakim dalam putusan perkara Nomor 6/Pid.Pra/2020/PN.Mks memutuskan bahwa perkara tersebut bukanlah tindak pidana, dimana awal perkaranya yang dalam tahap penyidikan dilaporkan atas tuduhan atas penipuan dan penggelapan, namun berdasarkan bukti-bukti yang ada ternyata terkait pinjam meminjam uang dengan Jaminan SHM Tanah dan disertai dengan dibuatnya Surat Kuasa menjual Jaminan SHM tersebut atau

Dokumen terkait