• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Dalam dokumen DAFTAR PUSTAKA (Halaman 35-42)

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama 2 (dua) bulan terhitung setelah pelaksanaan seminar proposal dan lokasi penelitian di laksanakan di BPJS TK Kota Makassar,dengan pertimbangan lokasi penelitian dekat dengan tempat tinggal. Selain itu penelitian dilakukan pada Badan Penyelenggaraa Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kota Makassar (BPJS TK),karena ingin tahu seberapa jauh tindakan yang dilakukan BPJS TK dalam meningkatkan Tata Kota di Kota Makassar.

B. Jenis dan Tipe Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif . Menurut Sugiyono(Sugiyono, 2010) penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive, teknik pengumpulan dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian kualitatif bertumpu pada latar belakang alamiah secara holistik, memposisikan manusia sebagai alat penelitian, melakukan analisis

data secara induktif, lebih mementingkan prosesdaripada hasil serta hasil penelitian yang dilakukan disepakati oleh peneliti dan subjek penelitian.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang di gunakan adalah Fenomenologi. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Alsa, 2004) peneliti dengan pendekatan fenomenologis berusaha memahami makna dari suatu peristiwa dan saling pengaruhnya dengan manusia dalam situasi tertentu.

Istilah fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjukkan pada pengalaman subyektif dari berbagai jenis dan tipe subyek yang ditemui.Dalam arti yang lebih khusus, istilah ini mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang (Moleong, 2009).

C. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti.Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2010) yang menyatakan bahwa :“Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data”.Data primer yang diperoleh dengan cara observasi dan wawancara dengan pihak di Kantor BPJS TK Makassar.

b. Data sekunder

Pengertian dari data sekunder menurut Sugiyono (2010:137) adalah Sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Data sekunder antara lain disajikan dalam bentuk data-data, tabel-tabel, diagram-diagram, atau mengenai

topik penelitian.Data ini merupakan data yang berhubungan secara langsung dengan penelitian yang dilaksanakan dan bersumber dari Kantor BPJS TK Makassar. Jenis data yang diperoleh atau berasal dari bahan-bahan kepustakaan.

Data ini berupa dokumen, buku, majalah, jurnal dan yang lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Mengumpulkan data merupakan pekerjaan yang sulit dan melelahkan karena data yang diambil dalam penelitian haruslah objektif. Oleh karenanya penulis memilih beberapa metode, antara lain :

1. Observasi

Metode observasi adalah cara pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan dengan sistematik tentang fenomena-fenomena yang diselidiki, baik secara langsung maupun tidak langsung.Secara garis besar metode observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan partisipan dan non partisipan.

Hal ini dilakukan dalam observasi ini adalah mengenai keadaan yang sebenarnya terjadi di lokasi penelitian yang berkaitan dengan Pemanfaatan Corporate Social Responsibility dalam meningkatkan Tata Kota di Kota Makassar.

2. Wawancara

Wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara tersrtuktur dengan memakai pedoman wawancara sebagai alat bantu untuk memperjelas alur pembahasan, selain peneliti juga melakukan percakapan (dialog) dengan informan dalam suatu penelitian.Peniliti akan melakukan wawancara dengan pihak-pihak

yang bertanggung jawab dalam pengelolaanPemanfaatan Corporate Social Responsibility dalam meningkatkan Tata Kota di Kota Makassar.

3. Dokumentasi

Dalam penelitian kualitatif, penggunaan dokumen merupakan salah satu metode pengumpulan data, karena dokumen merupakan sumber data yang berupa bahasa tertulis, foto atau dokumen elektronik.Metode dokumentasi bermanfaat dalam melengkapi hasil pengumpulan data melalui observasi dan wawancara yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Dokumentasi yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan laporan yang didapat dari pihak Corporate Social Responsibility BPJS TK dan laporan lainnya yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

E. Informan Penelitian

Informan adalah orang-orang dalam latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.Pemilihan informan terdiri dari informan kunci. Informan kunci ( Key Informan ) yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang di perlukan dalam penelitian untuk mengarahkan pengumpulan data sesuai dengan kebutuhan melalui penyeleksian informan yang menguasai permasalahan secara mendalam serta dapat dipercaya menjadi sumber data. Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan yang berkaitan dengan Pemanfaatan Corporate Social Responsibility dalam meningkatkan Tata Kota di Kota Makassar.

Tabel. 3.1. Informan Penelitian

No NAMA JABATAN JUMLAH

1 Hari Bidang Kepesertaan 1

2 Amaluddin ZM Bidang Umum dan SDM 1

3 Risnawati Masyarakat 1

4 Andra Masyarakat 1

5 Riswan Pedagang 1

6 Ayu Pedagang 1

JUMLAH 6

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas tersebut adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan :

1. Data Reduction (Reduksi Data), reduksi data adalah analisis data yang dilakukan dengan memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang diperoleh di dalam lapangan dituliskan/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci.

2. Data Display (Penyajian Data), selanjutnya penyajian data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat narasi.

3. Conclusion Drawing/Verification, langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari data yang diperoleh, kemudian dikategorikan,

dicari tema dan polanya kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya (Sugiyono, 2010)

G. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, data bisa dikatakan akurat ketika terjadi keselarasan antara yang di laporkan dengan apa yang perbedaan antara yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian.

1. Triangulasi

Pengujian kebenaran informasi dengan berbagai cara dan berbagai kondisi berupa pengujian kebenaran serta akurasi data harus dengan berbagai cara.Hal ini dilakukan dengan tiga triangulasi, yaitu :

a. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat, dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti.

b. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber datayang sama.Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancaramendalam, Sertadokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.

c. Triangulasi waktu yaitu data yang dikumpulkan dengan teknik melihat kondisi sikologis informan yang dinilai berdasarkan waktu wawancara antara pagi, siang ataupun sore hari.

2. Mengadakan membercheck

Hal ini dilakukan berupa pengevaluasian data kembali oleh peneliti atas data yang diperoleh dari informan apakah jawaban yang diberikan informan sesuai dengan pertanyaan peneliti atau tidak sehingga data yang terkumpul lebih kredibel lagi sehingga data yang di peroleh adalah data akurat(Sugiyono, 2010)

31 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian

Gambaran Umum Kota Makassar

Kota Makassar merupakan salah satu pemerintahan kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi, sebagaimana yang tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822.

Kota Makassar menjadi ibukota Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965, (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 94), dan kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965 Daerah Tingkat II Kotapraja Makassar diubah menjadi Daerah Tingkat II Kotamadya Makassar.

Kota Makassar yang pada tanggal 31 Agustus 1971 berubah nama menjadi Ujung Pandang, wilayahnya dimekarkan dari 21 km2 menjadi 175,77 km2 dengan mengadopsi sebagian wilayah kabupaten lain yaitu Gowa, Maros, dan Pangkajene Kepulauan, hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tentang Perubahan batas-batas daerah Kotamadya Makassar dan Kabupaten Gowa, Maros dan Pangkajene dan Kepulauan, lingkup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Pada perkembangan, nama Kota Makassar dikembalikan lagi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 tentang Perubahan Nama

Kotamadya Ujung Pandang menjadi Kota Makassar, hal ini atas keinginan masyarakat yang didukung DPRD Tk. II Ujung Pandang saat itu, serta masukan dari kalangan budayawan, seniman, sejarawan, pemerhati hukum dan pelaku bisnis. Hingga Tahun 2013 Kota Makassar telah berusia 406 tahun sesuai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2000 yang menetapkan hari jadi Kota Makassar tanggal 9 Nopember 1607, terus berbenah diri menjadi sebuah Kota Dunia yang berperan tidak hanya sebagai pusat perdagangan dan jasa tetapi juga sebagai pusat kegiatan industri, pusat kegiatan pemerintahan, pusat kegiatan edu-entertainment, pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan, simpul jasa angkutan barang dan penumpang baik darat, laut maupun udara.

Luas dan batas wilayah administrasi Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi, dengan batas-batas wilayah administratif sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kabupaten Maros 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Gowa

3. Sebelah Timur : Kabupaten Gowa dan Maros 4. Sebelah Barat : Selat Makassar

Secara administratif Kota Makassar memiliki 15 kecamatan, yaitu Kecamatan Mariso, Kecamatan Mamajang, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Rappocini, Kecamatan Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Wajo, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Tallo, Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Manggala, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Tamalanrea, dan Kecamatan Kepulauan Sangkarrang. Adapun untuk administratif lainnya, Kota 50 Makassar tercatat memiliki 153 kelurahan, 996 RW dan 4.964

RT (BPS, 2017). Untuk pembagian administratif, Kota Makassar dengan luas wilayah 175,77 km2 terbagi atas 15 wilayah kecamatan. Wilayah yang terluas adalah Kecamatan Biringkanaya dengan 48,22 km2 dan 27,43% luas keseluruhan Kota Makassar. Wilayah terkecil adalah Kecamatan Kepulauan Sangkarrang dengan 1,54 km2 dan 0,88% luas keseluruhan Kota Makassar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 8 berikut.Rincian luas masing-masing kecamatan, diperbandingkan dengan persentase luas wilayah Kota Makassar sebagai berikut :

Tabel.4.1

Luas Wilayah dan Presentase terhadap Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Makassar tahun 2017

No Kecamatan Luas Area (km2) Persentase

1 Mariso 1,82 1,04

2 Mamajang 2,25 1,28

3 Tamalate 20,21 11,50

4 Rappocini 9,23 5,25

5 Makassar 2,52 1,43

6 Ujung Pandang 2,63 1,50

7 Wajo 1,99 1.13

8 Bontoala 2,10 1,19

9 Ujung Tanah 4,40 2,50

10 Tallo 5,83 3,32

11 Panakukang 17,05 9,70

12 Manggala 14,14 13,73

13 Biringkanaya 48,22 27,43

14 Talamanrea 32,84 18,11

15 Kepulauan Sangkarrang 1,54 0,88

TOTAL 175,77 100,00

Sumber : Makassar Dalam Angka 2017,BPS 2017 Kondisi Fisik Wilayah

Kota Makassar secara topografi berada pada dataran rendah dengan ketinggian bervariasi antara 1-22 meter di atas permukaan laut (BPS, 2017).

Daerah pesisir di sebelah timur yang cenderung datar antara 1-4 meter di 51 atas permukaan laut, sedangkan pada sebelah utara dan barat wilayah cenderung variatif antara 1-22 meter di atas permukaan laut. Kondisi iklim Kota Makassarsecara umum ditandai dengan hari hujan dan curah hujan relatif tinggi, dan dipengaruhi oleh angin musim dan wilayahnya berbatasan langsung dengan Selat Makassar.

Tabel.4.2

Peta Administrasi Kota Makassar

Sumber : RTRW Kota Makassar tahun 2010-2030

Letak dan Kondisi Geografis

Kota Makassar yang merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan terletak di Pantai Barat pulau Sulawesi berada dalam titik koordinat 119° 18‟

30,18" sampai dengan 119°32'31,03" BT dan 5°00' 30,18" sampai dengan 5°14‟

6,49" LS. Sesuai dengan karakteristik fisik dan perkembangannya.

1.Kecamatan Makassar

Kecamatan Makassar merupakan kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan terbesar yakni 32.900 jiwa/km2 , jumlah penduduk 82.907 jiwa dengan

luas wilayah 2,52 km2 atau 1,43% dari keseluruhan luas wilayah Kota Makassar.

Penggunaan lahan di Kecamatan Makassar lebih diperuntukkan bagi kawasan pemukiman, pertokoan dan perkantoran. Kecamatan ini sangat minim dan bahkan tidak memiliki potensi sumber daya alam baik di sektor pertanian maupun perikanan (tambak).

Topografi wilayah Kota Makassar memiliki ciri-ciri sebagai berikut : tanah relatif datar, bergelombang, berbukit dan berada pada ketinggian 0–25 m di atas permukaan laut dengan tingkat kemiringan lereng berada pada kemiringan 0-15%.

Sementara itu, dilihat dari klasifikasi kelerengannya, menunjukkan bahwa kemiringan 0-2%=85%; 2-3%=10%; 3-15%=5%. Hal ini memungkinkan Kota Makassar berpotensi pada pengembangan permukiman, perdagangan, jasa, industri, rekreasi, pelabuhan laut, dan fasilitas penunjang lainnya.

Geologi wilayah Kota Makassar terbagi dalam berbagai morfologi bentuk lahan. Satuan-satuan morfologi bentuk lahan yang terdapat di Kota Makassar dikelompokkan menjadi dua yaitu:

a. Satuan morfologi dataran aluvial pantai; dan b. Satuan morfologi perbukitan bergelombang.

Kedua satuan morfologi diatas dikontrol oleh batuan, struktur, dan formasi geologi yang ada di wilayah Kota Makassar dan sekitarnya. Secara geologis Kota Makassar terbentuk dari batuan hasil letusan gunung api dan endapan dari angkutan sedimen Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo. Sedangkan struktur batuan yang terdapat di kota ini dapat dilihat dari batuan hasil letusan gunung api dan endapan aluvial pantai dan sungai. Struktur batuan ini penyebarannya dapat

dilihat sampai ke wilayah Bulurokeng, Daya, dan Biringkanaya. Selain itu, terdapat juga tiga jenis batuan lainnya seperti breksi dan konglomerat yang merupakan batuan berkomponen kasar dari jenis batuan beku, andesit, basaltik, batu apung, dan gamping.

Hidrologi Kota Makassar memiliki garis pantai sepanjang 32 km dengan kondisi hidrologi Kota Makassar dipengaruhi oleh 2 (dua) sungai besar yang bermuara di pantai sebelah barat kota. Sungai Jene‟berang yang bermuara di sebelah selatan dan Sungai Tallo yang bermuara di sebelah utara. Sungai Je‟neberang misalnya, mengalir melintasi wilayah Kabupaten Gowa dan bermuara di bagian Selatan Kota Makassar merupakan sungai dengan kapasitas sedang (debit air 1-2 m3 /detik). Sedangkan Sungai Tallo dan Pampang yang bermuara di bagian Utara Makassar adalah sungai dengan kapasitas rendah berdebit kira-kira hanya mencapai 0-5 m3 /detik di musim kemarau. Selain itu, dipengaruhi juga oleh sistem hidrologi saluran perkotaan, yakni kanal-kanal yang hulunya di dalam kota dan bermuara di laut.

Klimatologi Kota Makassar termasuk daerah yang beriklim sedang hingga tropis. Suhu udara rata-rata Kota Makassar dalam 10 tahun terakhir berkisar antara 24,5°C sampai 28,9°C dengan intensitas curah hujan yang bervariasi.

Intensitas curah hujan tertinggi berlangsung antara bulan November hingga Februari. Tingginya intensitas curah hujan menyebabkan timbulnya genangan air di sejumlah wilayah kota ini. Selain itu, kurangnya daerah resapan dan drainase yang tidak berfungsi dengan baik memicu timbulnya bencana banjir.

Penggunaan lahan secara umum, konteks pola ruang Kota Makassar mencakup Wilayah Kota Makassar yang memiliki 14 (empat belas) kecamatan dimana didalamnya mencakup kawasan lindung dan kawasan budidaya.

A. Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang pedoman penyusunan rencana tata ruang wilayah, secara substansial penetapan kawasan lindung mengakomodasi kawasan-kawasan berikut:

a) Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya bertujuan untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kawasan, dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Kawasan lindung yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya mencakup kawasan resapan air. Daerah resapan air di Kota Makassar berada di kawasan Lakkang dan sekitarnya di Kecamatan Tallo serta danau Balang Tonjong dan sekitarnya di Kecamatan Panakkukang yang selama ini menjadi kawasan prioritasnya. Berikut daerah resapan air dan lokasi resapan air di Kota Makassar

Tabel.4.3

Daerah Resapan Air (Ha) Berdasarkan Jenis ,2009

Sumber : RTRW Kota Makassar tahun 2010-2030

Tabel.4.4

Lokasi Resapan Air di Kota Makassar

Sumber : RTRW Kota Makassar tahun 2010-2030

b) Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan perlindungan setempat bertujuan untuk melindungi keberlangsungan sumber air baku, ekosistem daratan, keseimbangan lingkungan kawasan, menciptakan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat, serta meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih. Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, dan kawasan sempadan danau atau waduk. Kawasan perlindungan setempat dalam wilayah Kota Makassar diuraikan sebagai berikut :

1. Kawasan sempadan pantai Kota Makassar merupakan daerah tepian pantai yangmembentang sepanjang kurang lebih 42 (empat puluh dua) kilometer dari kawasan pesisir bagian utara kota hingga ke kawasan pesisir bagian barat dan selatan Kota Makassar. Secara fungsi, bagian dari kawasan sempadan pantai di Kota Makassar adalah kawasan hutan mangrove yang lokasinya berada di wilayah pesisir laut bagian utara (Pantai Untia) dan merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan.

Berikut perincian lokasi dan luasan kawasan sempadan pantai di Kota Makassar : Tabel.4.5

Lokasi dan Luasan Kawasan Sempadan Pantai di Kota Makassar

Sumber : RTRW Kota Makassar tahun 2010-2030

2. Sempadan sungai merupakan kawasan sepanjang kiri kanan sungai yang memiliki fungsi utama melindungi sungai dari gangguan yang dapat merusak kondisi sungai dan kelestariannya yang ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar kaki tanggul pada sungai dalam kawasan perkotaan dan 5 (lima) meter di sebelah luar kaki tanggul pada sungai di luar kawasan perkotaan.

Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 Tahun 1990 tentang pengelolaan Kawasan Lindung, sempadan sungai ditetapkan pada kawasan yang sekurang- kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter dikiri kanan anak

sungai yang berada di luar permukiman. Selanjutnya, dalam arah rencana penetapannya sepanjang koridor Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo merupakan kawasan sempadan sungai di Makassar.

Tabel.4.6

Lokasi dan Luasan Resapan Kawasan Sempadan Sungai di Kota Makassar

Sumber : RTRW Kota Makassar tahun 2010-2030

3. Kawasan sempadan danau atau Waduk ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter yang berada pada kawasan permukiman, dan kawasan riset dan pendidikan.

Pada kawasan riset dan pendidikan ditetapkan di Danau Universitas Hasanuddin (UNHAS) di Kecamatan Tamalanrea dan pada kawasan permukiman ditetapkan di Danau Balang Tonjong di Kecamatan Manggala. Umumnya danau di kota Makassar juga difungsikan sebagai area/kawasan resapan air.

Ruang Terbuka Hijau Kota

Ruang terbuka hijau yang disebut juga sebagai kawasan hijau di Kota Makassar dibagi berdasarkan bobot kealamiannya yaitu kawasan hijau lindung dan binaan. Kawasan Hijau Lindung adalah bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas.

Sementara Kawasan Hijau Binaan adalah bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota yang dapat didukung fasilitas sesuai keperluan untuk fungsi penghijauan tersebut.

Rencana pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) disesuaikan amanat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) dikelompokkan kedalam beberapa jenis berdasarkan tipologinya, yakni dari segi fisik, fungsi, struktur, dan kepemilikan. Berdasarkan kepemilikan ruang terbuka hijau terbagai atas ruang terbuka hijau privat dan ruang terbuka hijau publik. Untuk ruang terbuka hijau privat merupakan RTH milik

institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Sedangkan ruang terbuka hijau publik merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan masyarakat secara umum. Kondisi eksisting ruang terbuka hijau Kota Makassar saat ini masih jauh dari yang ditetapkan oleh pemerintah dari alokasi total ruang terbuka hijau yang mencapai 30%.

Sesuai arahan dari undang-undang penataan ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 yang mengalokasikan luasan RTH sebesar 30% dengan alokasi persentase untuk RTH publik 20% dan RTH privat 10%, maka pengembangan RTH Kota Makassar didorong untuk memenuhi luasan minimal tersebut. Konsep pengembangan luas Ruang Terbuka Hijau Kota Makassar dilakukan dengan membagi wilayah kota kedalam 3 kawasan dengan alokasi persentase RTH publik dan RTH privat pada masing-masing kawasan, yaitu :

a. Kawasan kota yang sudah terbangun, arahan pengembangan RTH publik minimal 10% dari luas kawasan dan RTH privat minimal 20% dari luas kawasan;

b. Kawasan kota yang belum terbangun arahan pengembangan RTH publik minimal 20% dari luas kawasan dan RTH privat minimal 20% dari luas kawasan.

c. Kawasan reklamasi arahan pengembangan RTH publik minimal 30% dari luas kawasan dan RTH privat minimal 20% dari luas kawasan.

Tabel.4.7

Peta Ruang Terbuka Hijau di Kota Makassar

Sumber : RTRW Kota Makassar tahun 2010-2030

d. Kawasan Cagar Budaya Kawasan cagar budaya bertujuan untuk melestarikan dan melindungi kenakeragaman dan/atau keunikan alam serta situs-situs purbakala sebagai peninggalan budaya. Kawasan Cagar Budaya di Kota Makassar tersebar di beberapa bagian kota Makassar. Kawasan Cagar Budaya merupakan kawasan yang terdapat bangunan atau situs-situs purbakala sebagai peninggalan budaya di kota dan patut dijaga kelestariannya. Kawasan cagar budaya ditetapkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai hasil budi daya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan sejarah. Pemanfaatan dan pengelolaan ruang kawasan cagar budaya, meliputi pelestarian budaya, hasil budaya atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi dan khusus untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kehidupan. Cagar budaya di Kota Makassar meliputi lingkungan bangunan non gedung dan lingkungan bangunan gedung serta halamannya yang perlu dijaga

Dalam dokumen DAFTAR PUSTAKA (Halaman 35-42)

Dokumen terkait