METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN
Penelitan kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji (Wikipedia).
Sedangkan secara umum, Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.. Penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, dan sifat-sifat populasi daerah tertentu.
Berdasarkan pendapat diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa penelitian dengan metode Deskriptif adalah untuk menjelaskan penemuannya sebagaimana apa yang akan diamati. “Penanaman Nilai-Nilai Pancasila dalam Pola Pembinaan Keluarga Terhadap Pembentukan Etika dan Moral Anak pada Masyarakat Desa Salemba Kabupaten Bulukumba”.
B. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini akan di laksanakan di Desa Salemba, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan.
C. FOKUS PENELITIAN
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka fokus penelitian yang diteliti adalah “Penanaman Nilai-Nilai Pancasila dalam Pola Pembinaan Keluarga Terhadap Pembentukan Etika dan Moral Anak pada Masyarakat Desa Salemba Kabupaten Bulukumba”.
D. JENIS DATA
a) Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer, dimana data primer adalah data yang diperoleh langsung dari para informan. Data primer pada penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara.
2. Data sekunder merupakan data primer yang diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain misalnya dalam bentuk buku atau jurnal. Data ini digunakan untuk mendukung informasi primer yang diperoleh baik dari dokumen, angket, maupun dari observasi langsung di lapangan kepada beberapa pihak keluarga di masyarakat Desa Salemba, Kabupaten Bulukumba.
E. SUMBER DATA
Sumber Data yang di gunakan dalam Penelitian Kualitatif lebih bersifat understanding (memahami) terhadap fenomena atau gejala sosial, karena bersifat to learn about the people (masyarakat sebagai subyek) ,yang dimaksud
sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh (Achmad suhaidi 2014). Sumber data tersebut antara lain:
1. Masyarakat.
2. Pihak-pihak keluarga pada masyarakat Desa Salemba, Kabupaten Bulukumba
F. INSTRUMEN PENELITIAN
Teknik pengumpulan data yang di lakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Observasi
Dimana peneliti mengamati langsung bagaimana “Penanaman Nilai-Nilai Pancasila dalam Pola Pembinaan Keluarga Terhadap Pembentukan Etika dan Moral Anak pada Masyarakat Desa Salemba Kabupaten Bulukumba”. Alat pengumpul data dengan membuat instrumen pedoman observasi.
2. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu (Lexy Muleong, 2008:186). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam. Dengan teknik wawancara ini, peneliti mewawancarai informan penelitian satu persatu untuk pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian. Adanya pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Pewawancara (interviewer) mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
3. Dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notilen rapat, agenda dan sebagainya. Metode ini sebagai pelengkap dan penunjang dari observasi dan wawancara. Metode dokumentasi dalam penelitian ini dipergunakan untuk mendapatkan data tertulis tentang nilai-nilai Pancasila dalam pola pembinaan keluarga terhadap pembentukan etika dan moral anak pada Masyarakat Desa Salemba Kabupaten Bulukumba, serta hal-hal lain yang dapat dipergunakan sebagai kelengkapan dalam penelitian ini.
G. TEKNIK ANALISIS DATA
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin teori yang grounded. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam kenyataannya analisis data kualitatif mempunyai 3 tahapan (Universitas Pendidikan Indonesia 2010), yaitu : Reduksi data, Sajian data dan Menyimpulkan data.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Deskripsi Lokasi Penelitian
Salemba adalah sebuah nama desa yang terletak di Kecamatan Ujung Loe, yang mempunyai wilayah yang lumayan luas untuk ukuran desa yang luasnya 556 Ha yang dikelilingi sungai dan Laut, Salemba adalah salah satu Desa dari 13 Desa/Kelurahan yang ada di Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba. Desa Salemba terdiri atas 3 Dusun yakni Dusun Lembang, Dusun Kapasa, Dusun Polewali. Desa Salemba adalah desa yang makmur, hasil bumi melimpah namun masih dianggap desa tertinggal terutama dibidang infrastruktur dari ratusan desa yang berada di Kabupaten Bulukumba.
Desa Salemba merupakan salah satu desa dalam wilayah Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba. Secara administratif, wilayah Desa Salemba memiliki batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Padang Loang Sebelah Selatan : Laut Flores
Sebelah Timur : Kecamatan Ujung Bulu Sebelah Barat : Kelurahan Dannuang
Luas wilayah Desa Salemba adalah 556 Ha yang terdiri dari 45 rupa Tambak, 40 rupa lahan pertanian dan sisanya pemukiman,. Sebagaimana wilayah tropis, Desa Salemba mengalami musim kemarau dan musim penghujan dalam tiap tahunnya.
Jarak pusat desa dengan ibu kota kabupaten yang dapat ditempuh melalui perjalanan darat kurang lebih 7 km. Sedangkan jarak pusat desa dengan ibu kota kecamatan yang dapat ditempuh melalui perjalanan darat kurang lebih 1 km.
Desa Salemba merupakan wilayah paling potensial untuk Tambak dan Pertanian Hal tersebut didukung oleh kondisi geografis namun sistem pengairan yang belum memadai. Dukungan pemerintah daerah untuk pengembangan potensi diwujudkan dengan menetapkan wilayah Desa Salemba sebagai bagian Kawasan Pertanian.
B.Deskripsi Informan Penelitian
1. Informan I dengan inisial AD adalah orang tua anak di Desa Salemba, Kabupaten Bulukumba. Wawancara pada tanggal 12 Desember 2020 pada pukul 16.40 WITA sampai dengan pukul 18.30.
AD merupakan lulusan sekolah menengah atas yang berprofesi sebagai wiraswasta dan juga merupakan ketua lembaga swadaya masyarakat (LSM) “Lidik Pro” garda Desa Salemba.
2. Informan II dengan inisial NN adalah orang tua anak di Desa Salemba, Kabupaten bulukumba. Wawancara pada tanggal 14 Desember 2020 pada pukul 15.30 WITA sampai dengan pukul 18.00.
NN adalah lulusan sekolah menengah atas yang berprofesi sebagai pedagang dan pembudidaya rumput laut.
3. Informan II dengan inisial DH adalah orang tua anak di Desa Salemba, Kabupaten Bulukumba. Wawancara pada tanggal 15 Desember 2020 pada pukul 13.00 WITA sampai dengan pukul 14.50.
DH adalah lulusan sekolah menengah kejuruan yang berprofesi sebagai pemilik bengkel roda dua dan pengusaha jual beli kendaraan bekas.
4. Informan III dengan inisial IL adalah orang tua anak di Desa Salemba, Kabupaten Bulukumba. Wawancara pada tanggal 17 Desember 2020 pada pukul 16.00 sampai dengan pukul 18.00.
IL merupakan lulusan sekolah dasar yang berprofesi sebagai pemilik bengkel las serabut dan makelar kendaraan bekas.
5. Informan IV yang berinisial ND adalah orang tua anak di Desa Salemba, Kabupaten Bulukumba. Wawancara pada tanggal 17 Desember 2020 pada pukul 18.30 sampai dengan pukul 19.00.
ND adalah lulusan sekolah menengah atas yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan pedagang di pasar sentral Bulukumba.
6. Informan V yang berinisial WN adalah orang tua anak di Desa Salemba, Kabupaten Bulukumba. Wawancara pada tanggal 19 Desember 2020 pada pukul 15.00 sampai dengan pukul 17.20.
WN merupakan lulusan sekolah menengah atas yang berprofesi sebagai pemilik warung kopi.
7. Informan VII dengan inisial MJ adalah orang tua anak di Desa Salemba, Kabupaten Bulukumba. Wawancara pada tanggal 27 Desember 2020 pada pukul 13.00 sampai dengan pukul 15.00.
MJ adalah sarjana teknik lulusan UIN Alauddin Makassar yang berprofesi sebagai karyawan PT.London Sumatera.
8. Informan VIII dengan inisial WR adalah orang tua anak di Desa Salemba, Kabupaten Bulukumba. Wawancara pada tanggal 29 Desember 2020, pukul 16.00 sampai dengan 17.50.
WR adalah lulusan sekolah menengah dasar yang berprofesi sebagai pedagang di pasar sentral bulukumba.
C.Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, maka akan di deskripsikan inti dari rumusan masalah terkait dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan langsung observasi dan wawancara terkait Penanaman Nilai- nilai Pancasila dalam pola Pembinaan Keluarga terhadap Pembentukan Etika dan Moral Anak pada Masyarakat Desa Salemba Kabupaten Bulukumba dengan mengajukan setiap pertanyaan dan diwajibkan untuk dijawab sesuai dengan fakta dilapangan.
1. Penanaman nilai-nilai Pancasila dalam pembinaan anak pada keluarga di Desa Salemba.
Pancasila sebagai dasar filsafat adalah sumber dari segala sumber hukum maupun kaidah yang menjadi koridor dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, kedudukan Pancasila sebagai dasar filsafat bukanlah sesuatu yang muncul secara tiba-tiba atau sesuatu yang di tempatkan sedemikian rupa secara mendadak akibat desakan keadaan geo- politik pasca Perang Dunia ke-2 yang memberikan peluang kemerdekaan bagi negara-negara jajahan.
Dasar negara yang kita kenal dengan Pancasila sesungguhnya adalah nilai asli Indonesia yang di kodifikasikan secara tertulis. Jauh-jauh hari sebelum Pancasila di rumuskan sebagai sebuah dasar berbangsa dan bernegara, sesungguhnya bangsa indonesia telah hidup dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dengan kata lain, Pancasila adalah identitas bangsa indonesia sebagai mana yang di tulis oleh Bung Karno selaku perumusnya :
“Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami tradisi-tradisi kami sendiri dan aku menemukan lima butir mutira yang indah”.
(Ir.Sukarno,1965:240).
Dengan dasar Pancasila sebagai identas bangsa indonesia tersebut, penulis bermaksud melakukan pemetaan terhadap kandungan dari masing- masing sila yang terkandung dalam pembinaan anak pada keluarga di Desa Salemba.
a. Nilai Ketuhanan
Ketuhanan yang di maksud secara substansial oleh sila pertama adalah kepercayaan kepada adanya kekuatan tidak terbatas yang mengatur hidup manusia berikut alam semesta yang melingkupinya, yaitu tuhan yang Maha Kuasa. Nilai ketuhanan atau kepercayaan kepada sesuatu yang spiritual tersebut yang merupakan identitas asli bangsa ini, tak luput pula dari masyarakat di Desa Salemba, khususnya para orang tua dalam membina sang anak.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, orang tua di Desa Salemba mengaggap nilai ketuhanan sebagai investasi anak untuk hari esok, sebagaimana yang di deskripsikan oleh NN :
“salah satu cara agar anak menyadari pentingnya agama adalah dengan membiasakan anak untuk ikut serta ke masjid bersama dengan orang tua mereka. Pola pembiasaan dengan mengikutsertakan anak ketika ke masjid ini mayoritas di lakukan orang tua di desa salemba, seperti ketika hendak melaksanakan sholat maghrib dan isya secara berjamaah, sehingga diharapkan hal tersebut akan menjadi kebiasaan anak hingga tumbuh dewasa kelak”.
Berdasarkan hal tersebut, penulis menemukan bahwa penanaman nilai keagamaan dilakukan secara empiris atau melalui aktivitas keseharian praktis yang di harapkan oleh orang tua di desa salemba menjadi pola linear atau kebiasaan di masa mendatang. Hal tersebut sejalan dengan salah satu filosofi materialisme historis dalam disiplin ilmu sosial bahwa manusia adalah produk sejarah.
Dengan penanaman nilai ketuhanan berdasarkan pola pembiasaan tersebut, menangkap inti sari bahwa manusia adalah makhuk sosial yang tidak akan mampu berkembang jika tidak berada di tengah masyarakat, dan sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa terlepas dari pengaruh lingkungan dimana dia berada. Masa anak-anak adalah masa dimana seorang manusia dalam proses pencarian jati diri dan lingkungan adalah salah satu hal yang mendasar serta ikut menentukan bagaimana karakter anak. Lingkungan yang baik, baik itu lingkungan keluarga ataupun lingkungan masyarakat yang baik akan membentuk karakter anak yang baik pula dan nilai baik yang ada di dalamnya juga menjadi nilai dari anak itu sendiri. Maka dari itu, sangat penting bagi para orang tua untuk menanamkan nilai etika dan moral sejak dini pada anak guna menjadi pedoman anak dalam mengklasifikasikan hal baik dan buruk hingga kelak ia dewasa.
b. Nilai Kemanusiaan
Salah satu tolak ukur kemajuan peradaban manusia dalam transisinya dari zaman tidak beradab menuju zaman beradab adalah aspek moralitas kemanusian, tak terkecuali di indonesia. Nilai kemanusiaan dalam sila ke-2 Pancasila merupakan sebuah respon atas cengkraman imperialisme dan kolonialisme yang mencengkeram selama 350 tahun lamanya. Nilai kemanusiaan Pancasila adalah memandang satu manusia dengan manusia yang lain dengan derajat dan posisi yang sama, atau anti diskriminasi. Oleh karena itu, dituntut pula adanya sikap adil dalam memperlakukan orang lain, tanpa melihat suku, ras, ataupun perbedaan lainnya yang dimiliki orang lain tersebut (Meinarno & Mashoedi,2016:14).
Dalam hal tersebut, penulis menemukan bahwa nilai kemanusiaan dalam sila Pancasila tidak di paparkan secara eksplisit oleh orang tua di desa salemba, tetapi melalui pengemasan nilai-nilai budaya sipakatau suku bugis yang merupakan latar belakang mayoritas masyarakat salemba, sebagaimana ungkapan ND :
“Akan lebih baik jika orang tua dalam menanamkan nilai-nilai sipakatau (memanusiakan manusia), taat kepada Tuhan dan kesatuan dalam bermasyarakat maupun berkeluarga melalui contoh orang tua itu sendiri dalam bersikap maupun menganjurkan langsung kepada anak”
Penulis menangkap benang merah bahwa kemanusiaan yang di identifikasikan ke dalam konsep sipakatau menyiratkan di dalamnya mengandung konsep bahwa jika manusia menganggap diri mempunyai hak untuk mengarungi kehidupan dengan hak-hak tertentu, maka hal itu tak ubahnya berlaku kepada manusia secara universal. Dengan kata lain,
merupakan kerangka konsep tersebut bahwa “jika kita mempunyai hak untuk di manusiakan, hal tersebut tak ubahnya berlaku pula bagi orang lain”.
c. Nilai Persatuan
Sudah menjadi tabiat dasar yang paling purba bagi manusia untuk membentuk kelompok, baik demi kelangsungan dalam mengorganisir hidup, maupun sebagai cangkang pertahanan. Tetapi persatuan yang di maksud oleh sila ke-3 adalah keutuhan yang konsisten dan terorganisir. Persatuan berasal dari kata “satu”, yang berarti utuh, tidak terpecah-pecah. Persatuan berarti bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan (Alwi kaderi,2015:105). Kesatuan yang di maksud adalah kesatuan majemuk yang mencakup kesatuan sejarah, kesatuan nasib, kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah dan kesatuan kerokhian.
Berdasarkan hasil temuan penulis, masyarakat Desa salemba menerjemahkan konteks persatuan dengan orientasi praktis, sebagaimana penuturan MJ :
“Paling ketika sedang libur kantor saya mengajak anak untuk bersama tetangga membersihkan drainase, bersih-bersih pohon yang membahayakan bagi pengguna jalan dan rumah warga”.
Penulis menyaksikan bahwa nilai persatuan yang ada lebih kepada persamaan kepentingan kelompok yang lebih mikro. Persatuan dalam hal tersebut adalah persatuan yang bersifat kepada pekerjaan semata, meskipun hal tersebut sudah mampu di kategorisasikan mengandung unsur persatuan.
Dengan pembiasaan mengikutsertakan anak sejak dini dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, MJ mengharapkan hal tersebut bukan hanya meningkatkan bersinergi dengan sesama, tetapi juga dapat merasakan kepekaan sosial.
d. Nilai Permusyawaratan
Sebagai dampak langsung penjajahan selama 350 tahun, masyarakat Indonesia memimpikan tatanan masyarakat dengan kekuasaan rakyat yang bersifat dominan dan mengakhiri despotisme akut. Berdasarkan hal tersebut, sila ke 4 dari Pancasila yang di rumuskan oleh Ir.Sukarno yang merupakan Presiden pertama RI merupakan sebuah dasar demokrasi dan solusi yang tetap memprioritaskan dan tidak menegasikan nilai-nilai lokal.
Sila ke-4 adalah penjelmaan dari antitesis totalitarianisme dan despotisme, yang dimana pengambilan keputusan diambil hanya terbatas melalui segelintir orang. Sebaliknya, melalui demokrasi rakyat dapat menentukan jalannya pemerintahan. Melalui demokrasi, setiap warga negara diberikan kewajiban menjalankan hak politik demi menentukan keberlangsungan negara. Karena melalui demokrasi, rakyat dapat mengontrol sebuah negara hukum. Untuk itu negara dengan sistem demokrasi diharuskan melibatkan rakyat dalam pembuatan dan pengambilan keputusan. Salah satu bentuk keikutsertaan rakyat tersebut adalah penyelenggaraan pemilu (Yusdiyanto,2016:260).
Dari hasil temuan penulis di desa salemba, orang tua menganggap bahwa seorang manusia dalam usia anak-anak tidak bisa bisa terlalu di berikan kelonggaran dalam menentukan sesuatu, sebagaimana penuturan AD :
“Anak-anak tidak punya pemahaman seperti orang dewasa yang sudah jauh lebih paham tentang seluk-beluk kehidupan. Sudah merupakan tugas orang tua untuk mengarahkan sesuai apa yang dia ketahui”.
Lebih lanjut, AD menganggap bahwa anak tidak bisa sepenuhnya di serahkan keputusan yang menyangkut hidupnya, karena dalam usia anak-anak
seorang menusia lebih bersifat labil dan bertindak berdasarkan apa yang membuatnya senang semata :
“Orang tua harus mengarahkan pilihan-pilhan yang menyangkut hidup anaknya, kalau perlu sedikit di tekan tidak masalah. Mereka itu bertindak karena senang, bukan karena manfaatnya”.
Penulis menganalisis bahwa, keputusan-keputusan riskan yang menyangkut kehidupan anak baru layak di serahkan kepada anak ketika orang tua berdasarkan hasil pengamatannya meyakini bahwa sang anak telah dewasa secara pemikiran atau mengorientasikan setiap tidakannya berdasarkan asas utilitas atau kemanfaatan.
e. Sila Keadilan Sosial
Konsep keadilan sosial yang dituangkan pada sila ke-5 Pancasila sesungguhnhya bersifat anti feodalisme dan hierarkis, karena keadilan yang diusung oleh sila ke-5 menekankan bahwa tidak adanya perbedaan dalam perlakuan negara terhadap golongan rakyat, baik kaum bangsawan maupun non-bangsawan, golongan kaya maupun golongan miskin. Dalam perwujudan nyata, keadilan memiliki dua bentuk penerapan secara umum, yaitu jaminan agar berbagai hak maupun kebebasan setiap orang tidak dilanggar oleh siapapun (termasuk oleh pemerintah), dan perlakuan yang sama terhadap orang sesuai dengan jasa dan kemampuannya (Yunie Herawati,2014:20-21).
Dari temuan penulis, dapat diketahui bahwa yang paling pertama di tekankan kepada anak adalah persoalan berperilaku kepada manusia, sebagaimana penuturan WN :
“Anak-anak harus diajarkan cara bersikap santun kepada sesama manusia tanpa membeda-bedakan status sosial, latar belakang dan perbedaan suku”.
Dari hal tersebut menurut WN, dengan bersikap santun kepada manusia tanpa membeda-bedakan diharapkan hal tersebut dapat dapat terbawa hingga dewasa dan sikap kesantunan kepada sesama manusia tanpa membeda-bedakan adalah akar dari keadilan sosial yang bersifat praktis. Secara tersirat WN menanamkan keadilan sosial sebagaimana konsep sila ke-5 yang dikemas dengan kearifan lokal nilai-nilai luhur masyarakat desa salemba.
2. Pembentukan etika dan moral anak
Etika dan moral adalah sesuatu yang sering kita dengar beredar di antara masyarakat, baik itu dalam ruang-ruang formal dan informal. Tetapi, pengertian tentang moral dan etika terkadang belum di terjemahkan secara definitif oleh masyarakat sehingga belum mendapat kontras nyata yang memisahkan keduanya, meskipun etika dan moral itu sendiri bagaikan dua hal yang selalu berjalan beriringan.
a. Etika
Etika tidak hanya bersoal jawab dengan cetusan tindakan manusia, melainkan juga motivasi yang mendasarinya dan aneka dimensi lain yang ikut berpartisipasi di dalamnya. Etika, pendek kata mengantarkan orang pada bagaimana menjadi baik (Agustinus,2017:3). Hal tersebut memberikan gambaran yang jelas kepada kita bahwa etika adalah filsafat tentang moral.
Bagaimana pembentukan anak pada masyarakat di Desa Salemba?. Berikut temuan peneliti berdasarkan fakta-fakta yang di temukan di lapangan :
Dalam pembentukan etika anak di desa salemba, hal yang di lakukan oleh orang tua adalah dengan mengarahkan anak pada analisis realitas kontemporer, sebagaimana yang di tuturkan oleh WR :
“Adalah dengan membuat anak menjadi menimbang-nimbang (mengklasifikasikan) nilai-nilai yang terkandung di dalam konten-konten yang sedang viral di internet.”
WR mengungkapkan bahwa interaksi anak dengan perangkat digital atau gadget tidak dapat di hindari lagi, oleh karena segala bentuk kegiatan yang bahkan menyangkut studi di sekolah pun sudah terintegrasi dengan ekosistem digital. Jadi, satu-satunya cara adalah dengan membuat anak mampu untuk mengklarifikasi nilai-nilai tanpa adanya bimbingan dari orang yang lebih dewasa.
“Menjelaskan kepada anak-anak bahwa hal tersebut secara nilai tidaklah sesuai dengan moralitas”.
Lanjut menurut WR, jika anak telah mengetahui sistem tata nilai, maka anak sudah punya benteng dalam menghadapi masifnya transformasi dunia digital yang setiap hari makin masif dan membawa nilai-nilai yang terkadang bertolak belakang dengan identitas masyarakat.
Selain itu, menurut salah satu orang tua berinisial IL, sekolah adalah salah satu tempat yang baik untuk menekankan etika pada anak.
“Di sekolah itu kan kita bukan hanya di tuntut untuk memahami pelajaran yang di berikan oleh guru, tapi kita juga diajarkan untuk hormat pada guru, misalnya cium tangan ketika masuk kelas”
Jadi menurut IL, dengan membuat anak memperhatikan persoalan akademik, anak dapat terbentuk secara etis. Karena sekolah tidak hanya mengajarkan rangkaian mata pelajaran yang harus di kuasai oleh anak, tetapi juga mengajarkan sopan santun sebagaimana keseharian berlaku kepada guru di sekolah yang akan membuat anak berpikir bahwa berinteraksi dengan orang yang lebih tua melibatkan pola interaksi tertentu sesuai kaidah moralitas.