METODE PENELITIAN
A. Fokus dan Desain Penelitian
1. Fokus Penelitian
Fokus penelitian diarahkan untuk memperjelas objek penelitian, baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Dengan demikian, penentuan fokus ini dapat mempermudah batasan objek yang menjadi titik perhatian penelitian.
Penelitian ini berfokus pada “Nilai Budaya Upacara Mbeluk Dalam Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw” Adapun indikator fokusnya yaitu nilai keyakinan, nilai tanggung jawab, nilai solidaritas, dan nilai seni.
2. Desain penelitian
Desain penelitian pada hakikatnya merupakan strategi yang mengatur ruang atau teknis penelitian agar memperoleh data maupun kesimpulan penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Oleh karena itu, dalam penyusunan desain harus dirancang berdasarkan pada prinsip metode deskriptif kualitatif, yaitu mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data secara objektif. Untuk itu, peneliti dalam menjaring data mendeskripsikan nilai budaya yang terdapat dalam prosesi upacara mbeluk pada perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. di Kabupaten Kepulauan Selayar.
B. Definisi Istilah
Definisi istilah pada hakikatnya merupakan pemberian batasan terhadap istilah yang menjadi pokok penelitian sehingga objek tersebut tidak membingungkan.
27
Nilai-nilai budaya adalah yang menjadi landasan pokok yang akan dideskripsikan penulis dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan defenisi istilah dalam penelitian ini, sebagai berikut :
1. Analisis
Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa,karangan, atau kejadian untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
2. Nilai budaya
Nilai budaya adalah konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap baik maupun hal-hal yang dianggap buruk dan amat penting dalam hidup.
3. Upacara mbeluk
Upacara mbeluk adalah salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Selayar secara turun-temurun sebagai rangkaian dari perayaan Maulid Nabi Muhammad saw yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal, sebagai ungkapan suka cita atas yang dalam pelaksanaannya bukan hanya melibatkan orang tua tetapi juga melibatkan para remaja putra maupun putri yang diposisikan sebagai pabeluk dan pakarra’.
C. Data dan Sumber Data 1. Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam adat mbeluk masyarakat Selayar di Kabupaten Kepulauan Selayar, khususnya di Dusun Kaburu Desa Kaburu Kecamatan Bontomanai.
2. Sumber data
Sumber data adalah sasaran perhatian untuk memperoleh informasi dan kesimpulan. Data ini diperoleh dari masyarakat Dusun Kaburu dan sekitarnya sebagai informan yang mengetahui dengan jelas tentang prosesi upacara mbeluk, diantaranya orang-orang yang memiliki wewenang dalam mengatur jalannya upacara, pegawai dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dan tokoh adat.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Ada dua jenis wawancara yaitu wawancara berstruktur dan wawamcara tidak berstruktur. Wawancara berstruktur yaitu wawaancara yang dilekukan dengan terlebih dahulu pewawancara mempersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman saat wawancara. Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang pewawancara tidak menggunakan daftar pertanyaan sebagai penuntun dalam proses wawancara.
Adapun wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara berstruktur.
2. Rekam
Dalam proses wawancara peneliti merekam setiap pertanyaan yang diajukan dan jawaban dari informan, tujuannya agar memudahkan peneliti untuk menemukan informasi secara lebih rinci dari proses wawancara.
3. Catat
Mencatat bagian-bagian yang dianggap relevan sebagai data.
E. Teknik Analisis Data
Sebelum dilakukan analisis data, informasi yang berhasil dikumpulkan dalam bentuk rekaman terlebih dahulu ditranskripsi dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis, kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan, dikelompokkan yang relevan dengan pertanyaan dan tidak relevan. Setelah itu data-data yang relevan tersebut dianalisis secara deskriptif sehingga dapat menggambarkan nilai budaya yang terdapat dalam upacara mbeluk.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian beberapa hal yang dapat diuraikan oleh peneliti sebagai penggambaran hasil pengamatan selama di lapangan. Hal-hal yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Mbeluk Pada Masyarakat Selayar
Mbeluk merupakan tradisi tahunan yang wajib dilaksanakan masyarakat Islam di Selayar khususnya di Dusun Kaburu Desa Kaburu Kecamatan Bontomanai, sejak Agama Islam pertama kali masuk di Kerajaan Gantarang Keke.
Perayaan ini merupakan rangkaian dari perayaan Maulid Nabi Muhammad saw yang tepatnya jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal.
Sebagai rangkaian dari perayaan kelahiran Rasulullah saw., pelaksanaan mbeluk di Dusun Kaburu Desa Kaburu Kecamatan Bontomanai umumnya dilakukan pada tanggal 11 Rabiul Awal dan akan berhenti ketika waktu telah memasuki tanggal berikutnya atau 12 Rabiul Awal dan sebelum azan subuh dikumandangkan.
Menurut ibu Erma (informan) latar belakang dilaksanakannya tradisi mbeluk adalah karena masyarakat Selayar sangat menjunjung tinggi harkat dan martabatnya. Bagi mereka sangat penting untuk menjaga diri dan keluarga dari hal-hal yang akan menimbulkan malu (siri’). Menurut beliau, dahulu ada batasan yang sangat ketat antara laki-laki dan perempuan. Hal itu terwujud dari tradisi
31
masyarakat yang menganggap anak perempuan layaknya emas yang harus disimpan di tempat yang sangat tersembunyi agar tidak dapat dilihat oleh sembarang orang, karena itu ketika sebuah keluarga sedang menerima tamu maka tempat bagi anak gadisnya ialah di loteng (tangga rumah).
Melalui pelaksanaan mbeluk maka seluruh warga baik yang memiliki hubungan kekerabatan maupun yang tidak, berkumpul bersama dan sebagai ungkapan suka cita masyarakat atas kelahiran Rasulullah, maka dalam acara mbeluk dipertemukan antara remaja putri dan remaja putra, sekaligus sebagai upaya taarufan. Hal inilah yang menyebabkan banyak diantara para peserta mbeluk yang kemudian melanjutkan perkenalan ketika prosesi berlangsung hingga ke pelaminan. Hal seperti ini bukan hanya terjadi pada zaman dulu, tetapi masih dapat kita jumpai sampai sekarang.
Selain itu, menurut pak Marjani (informan) mbeluk bagi masyarakat Desa Kaburu sangat penting melebihi segala kegiatan-kegiatan lain yang sering diadakan, karena upaca mbeluk merupakan wahana silaturahmi antara kaum kerabat dan handai taulan dengan mereka yang tinggal berjauhan. Dengan adanya pelaksanaan mbeluk, keluarga yang jauh rela datang untuk menghadiri pelaksanaan mbeluk sekaligus berkumpul kembali dengan orang-orang yang mereka kasihi, baik sebagai peserta maupun sebagai pengunjung yang hanya datang untuk menyaksikan jalannya upacara.
Mengingat banyaknya pendatang yang ingin menyaksikan pelaksanaan mbeluk, maka prosesi ini dilakukan di tempat terbuka, dan umumnya bertempat di pekarangan baruga sayang. Dilengkapi dengan perlengkapan berupa alas
sederhana dan atap dari tenda dan dihiasi dengan sedikit daun kelapa yang masih muda. Gambaran ini menampakkan kesederhanaan masyarakat Desa Kaburu, yang dalam keterbatasan ekonomi mereka rela menyisihkan sebagian rejekinya untuk digunakan dalam pelaksanaan mbeluk .
Dalam pelaksanaannya, mbeluk melibatkan para orang tua atau bapak- bapak yang memiliki pengalaman sebagai pa’rate’ yang akan membaca barzanji, menyanyikan kelong-kelong panrita, dan pantun-pantun. Baik barzanji, kelong panrita , dan pantun wajib digunakan dalam pelaksanaan mbeluk. Barzanji berisi riwayat kehidupan Rasulullah sejak beliau lahir hingga wafat. Sedangkan kelong panrita adalah sastra daerah berisi tentang pengajaran dan peringatan bagi manusia, misalnya apa tujuan kehidupan manusia, bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupan, dan lain-lain.
Selain itu dilibatkan juga remaja putra dan remaja putri. Mereka dipilih oleh panitia pelaksana berdasarkan syarat yang telah ditetapkan oleh orang-orang terdahulu. Remaja putri berperan sebagai pabeluk dan remaja putra berperan sebagai pakarra’. Berbeda dengan peserta putri yang menjalankan tugasnya sebagai pabeluk hingga akhir acara, peserta putra hanya menjalankan tugasnya sebagaipakarra’ sesuai dengan lama waktu yang ditentukan olehpatanra’.
Patanra ialah orang yang menjadi pemimpin bagi pabeluk dan pakarra’.
Sebagai pemimpian patanra memiliki wewenang untuk mengatur jalannya acara.
Ia yang berhak untuk mengatur setiap pergantian pakarra’, termasuk segala hal yang berhubungan dengan keinginan untuk meminta izin bagi pabeluk dan
pakarra’. Karena tugasnya itu, maka selama prosesi berlangsung patanra’harus selalu berada di tengah-tengah acara.
2. Syarat-Syarat Bagi Peserta Mbeluk
Dalam prosesi mbeluk dilibatkan remaja putra dan remaja putri. Sebagai peserta yang akan mendukung jalannya pelaksanaan upacara, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi sebagai syarat yang telah menjadi aturan wajib secara turun-temurun. Adapun syarat itu adalah :
a. Remaja putri 1) Baliq 2) Berakal
3) Suci dari hadast dan najis 4) Belum menikah
5) Menggunakan bajula’bu, baju bodo, atau baju kebaya 6) Memakailipa’ sa’be
7) Merias diri
b. Remaja putra 1) Baliq 2) Berakal
3) Suci dari hadast dan najis
4) Memakai pakaian yang rapih (baju kemeja) 5) Memakai sarungpalleka’
6) Memakai kopiah
3. Persiapan Pelaksanaan Mbeluk
Setiap acara tentu harus ditunjang oleh adanya persiapan yang matang, hal yang sama juga berlaku bagi pelaksanaan mbeluk. Siang hari sebelum prosesi, warga masyarakat bersama-sama mempersiapkan segala sesuatu yang akan digunakan ketika prosesi berlangsung.
Dalam tahapan persiapan terdapat kesamaan dan perbedaan dari kaum bapak dan kaum ibu. Kesamaannya adalah kaum bapak dan kaum ibu sama-sama memiliki hak untuk mengundang kenalan atau kerabat agar menghadiri pelaksanaan mbeluk dan juga dapat memanggil keluarga dan kerabat yang ingin ikut berpartisipasi ketika prosesi dilangsungkan. Sedangkan perbedaannya adalah kaum ibu disibukkan dengan urusan dapur di rumah masing-masing untuk menyiapkan makanan yang akan dihidangkan ketika pelaksanaan mbeluk, makanan yang dimaksud adalah kue-kue tardisional
Berbeda dengan kaum ibu, kaum bapak memiliki tugas untuk menyiapkan tempat pelaksanaan mbeluk. Mereka juga bergotong royong menyiapkan tiga kebutuhan pokok yang akan digunakan dalam prosesi. Ketiga komponen tersebut ialah daun pandan, balehang, dan pisau. Ketiga alat dan bahan tersebut merupakan kebutuhan pokok yang harus ada dalam pelaksanaan mbeluk.
Daun pandan dikumpulkan sebanyak mungkin, setelah jumlah yang dikumpulkan mencukupi kebutuhan, kemudian daun pandan tersebut dicuci hingga bersih lalu dibuang tulangnya dan dipotong-potong dengan ukuran panjang sekitar satu jengkal. Tujuannya adalah ketika digulung membentuk ukuran kecil, daun pandan tersebut dapat tergulung dengan erat dan tidak robek.
Kebutuhan pokok kedua yaitu balehang. Balehang dibuat dari bambu dengan ukuran panjang sekitar satu meter dan lebar kurang lebih tiga jari. Bambu itu kemudian dihaluskan seluruh sisinya, agar tidak tajam ketika dipegang. Pada salah satu ujungnya diberi ukiran sedangkan pada ujung yang lain diberi sebuah lubang sebesar lingkaran pulpen sebagai tempat untuk memasukkan gulungan daun pandan.
Kebutuhan pokok ketiga yang yang harus disiapkan oleh kaum bapak ialah pisau kecil yang akan digunakan untuk mengiris-iris daun pandan ketika prosesi berlangsung. Agar nyaman digunakan oleh pakarra, maka pisau yang disiapkan harus berukuran kecil dan diasah setajam mungkin, agar pakarra dapat dengan mudah menjalankan tugasnya.
4. Pelaksanaan Mbeluk
Pelaksanaan mbeluk dimulai sekitar pukul 20.00 wita. Sebelum dimulai pa’rate’ sudah harus mengambil posisi pada tempat yang tersedia. Hal yang sama juga berlaku bagi pabeluk. Pabeluk yang terdiri dari dua puluh orang remaja putri sudah harus duduk pada tempat yang disediakan. Posisi mereka diarahkan oleh patanra’ sebagai pemimpin mereka, yang biasanya dipercayakan kepada orang tua (dalam hal ini laki-laki) yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang pelaksanaan mbeluk. Di hadapan pabeluk disediakan daun pandan yang akan digunakannya nanti.
Pelaksanaan mbeluk dimulai dengan pembacaan barzanji oleh pa’rate’
yang diiringi dengan alat musik rebbana . Pada tahapan awal baik peserta maupun penonton wajib mendengarkan dengan seksama rate’ barzanji yang dibacakan
oleh pa’rate, selanjutnya oleh patanra’ maka pakarra disilahkan masuk untuk menempati tempat yang telah disediakan. Mereka duduk menghadap ke peserta pabeluk tetapi dengan posisi yang agak jarak antara satu dengan yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah antara peserta putri dan peserta putra. Kalau peserta putri berjumlah dua puluh orang maka peserta putra hanya sekitar enam orang. Perbedaan jumlah peserta memang sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun. Di hadapan remaja pria telah disediakan balehang dan pisau sebagai peralatan yang akan digunakan dalam prosesi.
Tugas pertama bagi remaja putra adalah memberikan balehang kepada setiap remaja putri yang menjadi wilayah pembagian balehangnya. Wilayah pembagian balehang diatur oleh patanra’. Pembagiannya disesuaikan dengan banyaknya peserta putra. Jika peserta putra terdiri dari enam orang, maka peserta putri dikelompokkan menjadi enam bagian. Dari dua puluh remaja putri setiap pakarra’ bertanggung jawab untuk memberikan balehang kepada empat orang pabeluk dan ada yang hanya mendapatkan tiga orang saja.
Pada putaran pertama pakarra’ berkewajiban memberikan balehang kepada semua peserta putri yang berada dalam wilayah pembagian kerjanya sesuai yang diarahkan patanra’. Sedangkan tugas bagi pabeluk adalah ketika menerima balehang ia segera menggulung daun pandan dengan gulungan yang erat kemudian memasukkan daun pandan tersebut ke dalam lubang balehang.
Setelah itu balehang segera dikembalikan kepada pakarra’.
Tugas pakarra’ yang menerima pemberian balehang dari pabeluk adalah mengiris-iris daun pandan dengan potongan sehalus mungkin. Untuk mendukung tugas ini maka pakarra’ harus duduk dengan melunjurkan kaki, dengan tetap
menutup kaki dengan sarung agar tidak kelihatan. Sisi balehang yang memiliki ukiran dijepit di bawah ketiak kemudian sisi yang lain dijepit dengan menggunakan kedua kaki.
Untuk memudahkan proses mengiris daun pandan maka salah satu tangan memegang pisau, dan tangan sebelahnya bertugas memutar-mutar daun pandan agar keluar dari lubang balehang. Semakin lincah cara memutar daun pandan maka akan semakin cepat pula cara mengiris daun pandan yang dilakukannya.
Setelah pakarra’ telah memenuhi tugas untuk memberikan balehang kepada pabeluk yang menjadi wilayah balehangnya, maka berikutnya pakarra’
dengan diberikan keleluasaan untuk memberikan balehang kepada siapa saja pabeluk yang dikehendakinya. Pada tahapan ini pakarra’ dibolehkan untuk memberikan balehang kepada pabeluk yang tadinya berada di luar wilayah balehangnya. Hal seperti ini terus dilakukan secara berulang-ulang.
Dari kegiatan ini peserta putri dan putra yang sebelumnya tidak saling mengenal, dapat berkenalan dan melakukan percakapan ringan. Tutur kata yang dilontarkan harus bersifat positif atau berbicara dengan sopan antara pabeluk dan pakarra’,guna menjalin hubungan persaudaraan atau selebihnya.
Posisi sebagai pabeluk tidak pernah berganti mulai awal hingga prosesi mbeluk berakhir, sedangkan posisi sebagai pakarra’ akan mengalami pergantian sesuai pengaturan dari patanra’ dengan melihat jumlah peserta putra yang telah dipilih oleh panitia pelaksana.
Hal yang selalu dinanti-nantikan oleh penonton dalam acara ini adalah ketika waktu telah melewati tengah malam karena pada saat itu selain barzanji akan dinyanyikan kelong panrita yang dalam istilah lain disebut juga jamak
barzanji, selain itu ada juga pantun-pantun yang sesekali isinya ditujukan kepada para remaja yang terlibat dalam prosesi. Melalui pantun-pantun yang dinyanyikan, pa’rate seolah-olah adalah pakarra’. Sehingga isi pantun seakan- akan mewakili isi hati dari peserta putra kepada peserta putri yang menjadi sasaran balehangnya.
Kelong panrita dan pantun dinyanyikan berselang seling dengan rate’
barzanji setelah rate’ barzanji telah melewati sarakah (pertengahan kitab barzanji). Jika waktu telah mendekati shalat subuh dan barzanji belum selesai dirate’kan, maka sebagai kesepakatan bersama agar tidak melewatkan shalat
subuh maka barzanji tersebut hanya diaji (dibaca selayaknya orang mengaji) hingga selesai.
Sebagai penutup acara, maka dikumpulkanlah seluruh daun pandan yang telah diiris-iris ketika prosesi berlangsung. Daun pandan itu kemudian dibakar.
Hal ini sebagai tanda bahwa upacara mbeluk telah selesai dilaksanakan, selain itu tujuannya ialah agar bau wangi pandan yang telah dibakar tersebut menyebar ke seluruh sudut kampung. Diharapkan tradisi yang terakhir ini akan membawa kedamaian bagi kampung, agar seluruh warga dapat hidup berdampingan dengan tentram dan damai.
5. Acara Setelah Pelaksaan Mbeluk
Menurut pak Lakkamma (informan), Sore hari setelah pelaksanaan mbeluk masyarakat, yang terdiri dari masyarakat setempat dan para pendatang dari luar Kaburu baik itu keluarga maupun kenalan kembali berkumpul tetapi bukan lagi di lapangan melainkan di Mesjid untuk mengadakanrate’ songkolo.
Sebelum acara dimulai terlebih dahulu disiapkan hidangan berupa songkolo (baeras ketan putih dan hitam yang sudah dikukus), ayam goreng, telur rebus, susuru bo’dong (terbuat dari adonan tepung beras dicampur gula merah.
Adonan tersebut didiamkan selama beberapa jam kemudian digoreng dengan bentuk bundar sambil ditusuk-tusuk dengan lidi). Semua makanan tersebut dimasukkan ke dalam tempat khusus yang disebut baku’ (wadahseperti keranjang kecil, memiliki tutup, dan dibuat dari anyaman daun lontar) disusun dengan susunan ayam, kemudian telur, dan ditutupi dengan songkolo, terakhir di atasnya diberi susuru bo’dong. Hidangan lain yang wajib disediakan adalah pisang, dalam hal ini tidak dibatasi jenis pisang yang harus disediakan, akan tetapi yang umum digunakan ialah pisang raja.
Setelah semua persyaratan pelaksanaan rate’ songkolo disiapkan maka acara dimulai dengan pembacaan barzanji oleh pa’rate’. Pembacaan barzanji terus dilakukan dan didengarkan oleh semua warga yang hadir hingga selesai.
Setelah pembacaan barzanji selesai maka acara terakhir adalah makan bersama.
Makanan yang dimakan tentu saja adalah semua makanan yang telah disediakan sebelumnya. Dan ini menandakan akhir dari acara perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. pada tahun tersebut telah dilaksanakan.
6. Nilai budaya yang terdapat pada upacara mbeluk a. Nilai kepercayaan bersifat religi
Kepercayaan berasal dari kata pracaya (bahasa Sansekerta) yang berarti menerima , mengakui, meyakini akan kebenaran (Sulaeman, 2012:125). Jadi kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengaturan atas keyakinan
kebenaran. Menurut pandangan Islam, kepercayaan adalah sesuatu atau segala yang tidak ada yang dirasakan oleh yang percaya seolah-olah ada, sesuatu yang exist, atau sesuatu yang kita sama-sama tahu “ada” tidak pernah disebut atau dinamakan kepercayaan melainkan realitas atau fakta. Jadi, kepercayaan itu bukan realitas dan juga bukan fakta melainkan segala sesuatu yang tidak ada tapi dipercaya ada karena si pelakunya. Adapun kepercayaan itu diungkapkan dalam bentuk pemujaan, berkesenian seperti diungkapkan dalam bentuk tarian, nyanyian, drama, dan lain sebagainya.
Dalam pelaksanaan mbeluk terdapat ungkapan-ungkapan yang dinyatakan dalam bentuk lagu. Ungkapan-ungkapan tersebut mencerminkan nilai-nilai kepercayaan yang dianut masyarakat selayar, nilai kepercayaan yang dimaksud ialah kepercayaan akan adanya Allah, kepercayaan akan adanya hari pembalasan, kepercayaan akan adanya surga dan neraka, serta kepercayaan bahwa setiap manusia akan mengalami kematian. Adapun ungkapan-ungkapan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Deppuang sangalinna Allah Muhammad surona Allah.
Terjemahannya: Tiada Tuhan selain Allah Muhammad utusan Allah
(Wawancara, 13 Juli 2014) Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa hanya Allah sematalah yang berhak disembah dengan berbagai macam ibadah, selain Allah tidak berhak untuk disembah dengan satu macam ibadah apapun dan siapapun orangnya. Dia tidak berdoa kecuali hanya kepada Allah, dia tidak takut dengan takut ibadah kecuali hanya kepada Allah, dia tidak bertawakal kecuali hanya kepada Allah,seluruh ibadahnya dia serahkan hanya untuk Allah semata. Kalimat kedua
mengandung pengakuan dengan lisan yang harus diimani dengan hati bahwa Nabi Muhammad Saw adalah Rasul Allah dan utusannya untuk semua manusia.
Nia’ karaeng ni somba takacinikang.
Terjemahan : Ada Tuhan yang disembah karena semua ada padanya.
(Wawancara, 13 Juli 2014) Makna dari ungkapan tersebut adalah segala kenikmatan yang ada pada diri manusia dan semua mahluk ciptaannya berasal dari Allah. Begitupun segala yang ada di langit dan bumi, semuanya ciptaan Allah, hanya milik allah, dan akan kembali kepada allah sebagai pemiliknya.
Dari ungkapan-ungkapans di atas dapat diketahui bahwa masyarakat percaya akan adanya Tuhan yaitu Allah. Mereka meyakini bahwa hanya Allah yang patut disembah dan Allah adalah pemilik dari segala yang ada di langit dan di bumi.
Parri-parriko’sambayang Rigentengang tallsa’nu Mateko sallang
Nanusassalak kalennu.
Terjemahan :Cepat-cepatlah sembahyang Mumpung kamu masih hidup
Nanti kamu mati Baru menyesali diri.
(Wawancara, 13 Juli 2014) Ungkapan tersebut mengandung perintah dan peringatan bahwa umat Islam harus senantiasa melaksanakan shalat dalam keadaan yang bagaimanapun, karena pada akhirnya manusia akan mati. Jika mati tanpa menjalankan perintah shalat maka manusia itu akan termasuk dalam golongan orang-orang yang menyesal/merugi. Karena hidup hanya sebuah persinggahan dan kehidupan
sesudah mati adalah kekal. Dan untuk menjalani hidup di alam yang kekal itu maka manusia butuh bekal berupa amalan-amalan terutama shalat. Shalat adalah tiang agama. Sebanyak apapun amalan yang manusia lakukan tanpa menjalankan shalat maka semua akan sia-sia, sebab tidak akan terbangun sebuah rumah tanpa adanya tiang begitupun dengan amalan yang akan dijadikan bekal kehidupan di hari kemudian.
Manna tinroko ri ranjang La sinari lampu gasi
U’rangitongi sassanna allo ri boko Terjemahan : Walaupun tidur di ranjang Diterangi lampu gas
Ingatlah siksaan di hari akhir
(Wawancara, 13 Juli 2014) Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa manusia jangan terlena dengan gemerlapnya kehidupan dunia. Kemewahan dan segala nikmat penerangan, kesenangan yang ada hanya sesuatu yang akan berakhir pada waktunya. Jangan sampai segala kesenangan sementara itu menjerumuskan manusia pada perbuatan lalai, lalai dari segala tugas dan tanggung jawab yang dilimpahkan dari sang khalik.
Segala kemewahan dunia seharusnya menjadikan manusia semakin bersyukur dan bertaqwa kepada Allah. Dengan mengingat akan adanya pembalasan dari segala perbuatan maka ahlak kita akan senantiasa terjaga dari perbuatan-perbuatan yang akan menjerumuskan manusia pada siksaan yang sangat pedih di hari kemudian. Dengan nikmat kemewahan manusia memiliki