• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model-Model Implementasi Kebijakan Publik

BAB I PENDAHULUAN

C. Model-Model Implementasi Kebijakan Publik

Pengendalian anggaran/keuangan Audit

(Sumber : Nugroho, 2011)

Pada praktiknya, implementasi kebijakan publik tidak selalu sejalan dengan apa yang sudah direncanakan dalam tahap formulasi kebijakan publik, atau antara visi dengan realitas (Tachjan, 2006).

Dalam pandangan Edwards III (1980), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni : (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain.

(1) Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

(2) Sumber daya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif.

Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya finansial.

Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

(3) Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis.

Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.

(4) Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasional yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red- tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks.

Gambar 2.1. Faktor atau Variabel Kritis dalam Implementasi Kebijakan

(Sumber : Edward III, 1980 : 148)

2) Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2008), ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni :

a) Karakteristik dari masalah (tractability of the problems) :

i. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Di satu pihak ada beberapa masalah sosial secara teknis mudah dipecahkan, seperti kekurangan persediaan air minum bagi penduduk atau harga beras yang tiba-tiba naik. Dipihak lain Komunikasi

Struktur Birokrasi

Sumberdaya

Disposisi

Implementasi

terdapat masalah-masalah sosial yang relatif sulit dipecahkan, seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan sebagainya. Oleh karena itu, sifat masalah itu sendiri akan mempengaruhi suatu program yang diimplemen-tasikan.

ii. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Ini berarti bahwa suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasarannya heterogen, maka implemen-tasi program akan relatif lebih sulit, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terdapat program relatif berbeda.

iii. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencakup semua populasi. Sebaliknya sebuah program relatif mudah diimplementasikan apabila jumlah kelompok sasarannya tidak terlalu besar.

b) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat

c) Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) :

i. Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor mudah memahami dan menerjemahkan dalam

tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi dalam implementasi.

ii. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis.

Kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebih mantap karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi.

iii. Besarnya alokasi sumber daya finansial terhadap kebijakan tersebut. Sumber daya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial. Setiap program juga memerlukan dukungan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, serta memonitor program, yang semuanya itu perlu biaya.

iv. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horisontal antar instansi yang terlibat dalam implementasi program.

v. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.

vi. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. Kasus korupsi yang terjadi di Negara-negara Dunia Ketiga, khususnya di Indonesia salah satu sebabnya adalah rendahnya tingkat komitmen aparat untuk melaksanakan tugas dan program.

vii. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

viii. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi. Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relatif

mudah menerima program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang tradisional.

ix. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik.

x. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat memengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara

xi. Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor.

Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki ketrampilan.

Gambar 2.2. Variabel yang mempengaruhi Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier

Mudah tidaknya masalah dikendalikan 1. Dukungan teori dan teknologi

2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Tingkat perubahan perilaku yang dikehendaki

Kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi

1. Kejelasan dan konsistensi tujuan 2. Dipergunakannnya teori kausal 3. Ketetapan alokasi sumber daya 4. Keterpaduan hirakis diantara lembaga

pelaksana

5. Aturan pelaksana dari lembaga pelaksana Perekrutan pejabat pelaksana

Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi 1. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi 2. Dukungan publik

3. Sikap dan resources dari konsultan 4. Dukungan pejabat yang lebih tinggi 5. Komitmen dan kualitas kepemimpinan

dan pejabat pelaksana

(Sumber : Soebarsono, 2008)

3. Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Model implementasi menurut Meter dan Horn dapat digambarkan

sebagai berikut :

Output

kebijakan lembaga

Kepatuhan target untuk mematuhi output

Hasil nyata output kebijakan

Diterima nya hasil tersebut

Revisi Undang- Undang Tahapan dalam proses implementasi

Gambar 2.3. Model Implementasi Menurut Van Meter dan Van Horn

(Sumber : Subarsono, 2008)

Menurut Meter dan Horn (dalam Subarsono, 2008), ada enam variabel yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni :

(1) Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi

multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

(2) Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resources).

Dalam berbagai kasus program pemerintah, seperti Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.

(3) Hubungan antar organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah kebijakan perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

(4) Karakteristik agen pelaksana. Karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.

(5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok- kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

(6) Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni : (a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

D. Faktor-faktor Pendukung Keberhasilan dan Kegagalan

Dokumen terkait