• Tidak ada hasil yang ditemukan

O R G A N I S A S I K E B A T I N A N 0 9 P A M B u K O J I W O

138 139

• Alamat: Desa Sumaja Makmur Dusun 2 RT 3 RW 2. Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (31352).

Organisasi ini berkembang cukup pesat dengan cabang-cabangnya terdapat di Pati, Rembang, Pekalongan, Solo, Magetan, Bojonegoro, Pacitan, Trenggalek, Malang, Ujung Pandang, dan Lampung. Kepengurusan organisasi di tingkat pusat di pe gang oleh A.A. Soegeng Moerdokusumo sebagai pinisepuh; dan Sugondo se- ba gai ketua. Organisasi ini melakukan banyak kegiatan sosial, di antaranya mem- ban tu penyembuhan penyakit, mengajarkan bahwa Tuhan itu serba maha sehingga ma nusia harus senantiasa eling pada Tuhan dan mensyukuri atas segala karunia- Nya.

Lambang Organisasi Pambuko Jiwo adalah Suryo Candra Kartiko; suryo ber- arti matahari; condro berarti bulan; kartika berarti bintang/lambang ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Makna dari lambang ini adalah bahwa makhluk hidup ada yang meng hidupi dan ada yang membuat hidup.

Organisasi

Alamat Sekretariat yang baru pimpinan Pusat Kebatinan 09 Pambuko Jiwo adalah RT 17 Rw 04 Desa Nglebo Kecamatan Suruh, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur (66361). Telepon 085258034762/ 085233674865.

Susunan pengurus:

• Pinisepuh: Romo Dodyk Sri Suryadi dan Romo Sarni,

• Ketua Pusat: Romo Sri Umar Lantip

• Sekretaris: Suryadin

• Bendahara: Dwi Vera Susiati.

• Narahubung:

1. Romo Dodyk Sri Suryadi. Telepon: 081326419880 Alamat: Jln. Ir. Juanda 22 Ponorogo, Jatim.

2. Romo Sri Umar Lantip. Telepon: 081392510009 Alamat: Rembang, Blora km 3. Noleh, nomor 2 Suryadin. Telepon 08125292847/082185137919 [email protected]; [email protected].

LAMBANG ORGANISASI KEBATINAN 09 PAMBUKO JIWO

K E B A T I N A N S A T u A N R A K Y A T I N D O N E S I A ‘ M u R N I ’ ( S R I M u R N I ) 141

dimaksudkan pengarahan massa menuju arah perjuangan melawan para penjajah di bumi Nusantara sekaligus yang anti terhadap penjajah dan menghendaki perdamaian bagi seluruh umat manusia di atas bumi.

Setelah K.H. Hakiki Achmad Kusuma meninggal dunia pada tahun 1941, ajaran Organisasi Sri Murni diteruskan oleh Ibrahim Usman yang kemudian mendirikan organisasi ini. Beliau diangkat sebagai guru besar ajaran kebatinan Sri Murni.

Ibrahim Usman meninggal dunia juga pada April 1977. Penerus selanjutnya adalah U.K. Ahim Usman Putra. Akan tetapi beliau juga meninggal dunia pada 9 Agustus 1990, hari Kamis Wage pukul 21.00 WIB.

Organisasi

Menurut data terakhir, pinisepuh organisasi ini tidak ada, dan susunan pengu rus- nya adalah sebagai berikut:

• Ketua: Warsito;

• Sekretaris: H. Syairulsyah, BA; dan

• Bendahara: Eko Wahyulianto, BA.

Alamat organisasi ini di Jalan K.H. Mas Mansyur Dukuh Pinggir Gang II No. 5 RT.

014/ RW 05, Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang merupakan organisasi tingkat pusat. Organisasi ini bercabang di Provinsi Jawa Tengah, yaitu di Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Provinsi Bali, yaitu Ka bupaten Gianyar, Kota Denpasar dan Kabupaten Bangli. Warga organisasi Sri Murni seluruhnya berjumlah 540 orang.

Organisasi Sri Murni mempunyai lambang dengan dasar warna putih, bintang sudut lima berwarna merah. Di tengah bintang terdapat tulisan SRI, dan tengah- tengah nya terdapat tulisan MURNI dan daun kapas berwarna hijau, buah kapas ber warna putih dan kuning, buah padi berwarna kuning. Di bawah warna merah dan putih terdapat angka 10 x 49 adalah tanda lahirnya organisasi ini. Sri Murni meng ajarkan kepada warganya untuk menghayati kehidupan yang abstrak, seperti percaya kepada diri sendiri dan Tuhan Yang Maha Esa, tidak mengganggu hak- hak orang lain, tidak melanggar ketentuan agama dan negara, dan bersujud bakti kepada Ibu dan Bapak.

Ajaran

Organisasi Sri Murni juga meng ajarkan kepada warganya untuk selalu eling (ingat), berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, warga Sri Murni Sejarah

Organisasi Kebatinan Satuan Rakyat Indonesia Sri Murni didirikan di Jakarta pada 10 Oktober 1949 oleh Ibrahim Usman. Organisasi ini bertujuan membimbing dan mem bina anggota ke arah kesempurnaan hidup, berjiwa sosial, dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Organisasi ini berusaha membangun terwujudnya kesejahteraan hidup dalam ekonomi sosial, memberi pendidikan atau pengertian untuk mengenal diri, tahu diri, percaya diri dengan mengendalikan diri berdasarkan kepribadian dan perikemanusiaan (cinta damai), mempertinggi nilai akhlak, berbudi luhur, adil, jujur, berani, dan bijaksana, memperluas dan memper tinggi nilai seni budaya, serta mendidik anggota dalam ketangkasan jasmani sesuai dengan kebudayaan na- sional.

Ajaran kebatinan Sri Murni lahir berkat seorang guru besar bernama Ki Puun Raksan Kusu (K.H. Hakiki Achmad Kusuma) yang mendapat petunjuk di sebuah gunung bernama Puncak Gunung Kencana di Banten. Wangsit itu adalah sebuah nama, Sri Murni, yang diterima pada 1855, yaitu saat pecah pergolakan bangsa ter hadap penjajah. Nama Sri Murni mempunyai makna: Sri adalah suci rahasia ilahi, sedangkan Murni adalah manusia ujud rahasia nur ilahi. Jadi, ajaran Sri Murni diartikan dengan Satuan Rakyat Indonesia Merdeka Untuk Rakyat Negara Indonesia berlatar belakang untuk menentukan hak asasi manusia. Satuan ini pun

Kebatinan Satuan Rakyat

Indonesia ‘Murni’ (Sri Murni)

O R G A N I S A S I

142

mewajibkan warganya agar manembah, sujud kepada Tuhan dan selalu meng- agung kan nama Tuhan dan menyerahkan diri secara total ke hadapan Tuhan dengan kesadaran dan keikhlasan yang murni. Terhadap sesama, organisasi ini diajarkan agar dalam hidup di lingkungan bermasyarakat, satu sama lain harus saling menghormati, bersatu, tolong-menolong dan gotong royong di antara sesama, demi kelangsungan hidup, keten- teraman dan keselamatan yang di- landasi dengan takwa dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga dalam pelaksanaannya mendapat bimbingan dan ridha dari Tuhan Yang Maha Esa demi keseimbangan hidup manusia. Sedangkan terhadap alam, organisasi ini meng- ajarkan untuk menjaga dan melestarikan alam dengan sungguh-sungguh karena alam merupakan sumber kehidupan manusia sepanjang masa.

Kegiatan Spiritual

Tata cara pelaksanaan ritual pada organisasi Sri Murni dan sarana-sarana yang dipergunakan pada saat penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak di- jelask an. Namun disebutkan bahwa warga Sri Murni mengadakan sesajian kepada leluhur sebagai rasa bakti dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Daftar Pustaka

• Depdikbud. 1985/1986. Seri Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Kelengkapannya di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Jakarta: Proyek Inventarisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

• Hasan Moch. Toha, et al. 1994/1995. Pengkajian Nilai-Nilai Luhur Budaya Spiritual Bangsa DKI Jakarta III, Jakarta: Depdikbud.

Kebudayaan Jawi Tunggul Sabdo Jati

Sejarah

Kebudayaan Jawi Tunggul Sabdo Jati, berdiri pada 19 Maulud 1838 ck, tahun 1906 Masehi di mana dengan gambar simbol Semar, mempunyai pengertian Semar : Ismar : Anyang-anyang : haseming samar-samar (fenomena harafiah makna kehidupan sang penuntun). Semar mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia, dan sebagai pamong budi luhur (luhuring budi) pamong satriya utama, Pamong Gaibnya Tuhan yang Maha Esa.

Semar merupakan pribadi paling bijaksana berkat sikap batinnya dan bukan karena sikap lahir dan keterdidikannya. la merupakan pamong “sepi ing pamrih, rame ing gawe” sepi akan maksud atau pamrih, tapi rajin dalam bekerja, dan

memayu hayuning bawono” menjaga kedamaian dunia.

Pada tahun 1974 Organisasi Kebudayaan Jawi Tunggul Sabdo Jati didirikan oleh Bapak Saprin, Bapak Siyam, dan para kadhang di Jakarta. Romo Sukono bertindak sebagai sesepuh. Ia bertempat tinggal di Jalan Kartini No 3/4 Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Romo Sukono melanjutkan ajaran dari Romo Warsontani. Romo Warsontani bertempat tinggal di Dusun Karang Cengis, Desa Welahan Kulon, Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, dan meninggal dunia pada 1965.

Adapun Romo Sungkono wafat pada 12 Desember 1994. Sejak tahun 1998 ajaran dilanjutkan oleh Romo Budi sampai sekarang.

O R G A N I S A S I K E B u D A Y A A N J A W I T u N G G u L S A B D O J A T I

144 145

1. Wong eling ngelmu gaib sakabehing dawuh-dawuh soko Kaki lan poro embah-embah kudu den gatekno.

2. Wong amrih rahayuning sesaminiro sinung hayating Gusti 3. Kawruhono ngelmu gaib iku praboting urip kang utomo 4. Aja kurang pamariksanira Ian den agung pangapuranira

5. Agawea kabecikan marang sesaminira Kang tumitah ; agawea sukaning manahira Ian sesamanira jalma

6. Aja duwe rumongso bener lan becik dewe, ala sarta luput lan agung panalangsarina marang Gusti Kang Maha Mulya, Lamun sira ngrasa bener lan becik dewe, ginantungan bebenduning jawata

7. Anganakna sarira, angayem-ayem nalarira,aja murka samubarang Kang den sedya, dedn prayitno ing samubarang karya

8. Elinga marang kang muebeng jagad, tan pegat rina Ian wengi

9. Atapaa Banyu ara, tegese ngelmu ikinurut saujaring liyan datan nyulani.

10. Atapaa geni ara, tegese tan teguh yen krungu ular ala.

11. Atapaa ngruwat, tegese mendem atine, aja ngetonake benere lan ksbencikane dewe.

12. Apranga sabililah, tegese perang sabil iku ing badanira priyangga ana perang brotoyud, perang ati ala lawan aei becik. Sakmangsa sira bisanyegah sakbarang cipta ala, ateges sira menang anggonira perang, Mula dawuh-dawuh iki kang saka para embah den tindakna samrih sampurna.

Organisasi

Alamat Dewan Pengurus Pusat Kebudayaan Jawi Tunggul Sabdo Jati Jalan Srandil RT 003. RW 001 Desa Glempangpasir, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, No. Ponsel 081327 088 889 / 0816691038 kode pos (53271).

LAMBANG KEBUDAYAAN JAWITUNGGUL SABDO JATI Ajaran

Arti dan makna kebudayaan Jawi Tunggul Sabdo Jati Doyo Among Rogo.

Kebudayaan Jawi: menggali dan membina kebudayaan Jawi yang diwariskan oleh nenek moyang orang Jawa (kejawen). Tunggul: Panji-Panji = Bendera = Penerus. Jati: lurus, suci, asli, murni. Doyo: Daya = Kekuatan Batin. Among Rogo:

Ngemong/ memelihara badan.

1. Panca walika (wewaler limang perkara) yang bisa dipahami sebagai berikut:

2. Kudu tresna sakpadaning urip, Harus mencintai sesama hidup

3. Hora kena nerak wewalering negoro, Tidak boleh melanggar peraturan negara

4. Hora kena nerak sing dudu sakmestine, Tidak boleh melanggar yang bukan haknya

5. Hora Sepata Hanepatani, Tidak berbicara yang tidak baik, semua bisa dimusyawarahkan

6. Hora cidra ing ubaya (janji), Tidak ingkar Janji RERANGKENE

1. HORA BUTUH ROWANG, Tidak Butuh Teman 2. HORA BUTUH MUNGSUH, Tidak Butuh Musuh

3. BUTUHE KABECIKAN (BECIK), Membutuhkan kebaikan.

HINGSUN HANGLUHURAKE

Ngarsa Dalem Gusti hingkang Murbeng Dumadi Hutusane Gusti Hingkang Murbeng Dumadi

Kang dadi lantaran mu pada sira hana halam madya

Panuntunmu ya gurumu, kang dadi lantaranira sira dadik mangerti Ian bias Rob suci, hiya hingsung pribadi teges jalma kang manembah ing Gusti JRONING MAKARTEAKE PAKARTI KANG GEGAYUHAN KARO GAYUH:

Aja gumampang Aja nggampangake Aja golek gampang

MUNGGUH KANG SAKMESTINE MAKARTI KANTHI NASTITI NYUWUN TUTUNAN SARI

Dawuh Kaki Tunggul Sabdo Jati Doyo Among Rogo 12 PASAL, tanggal 19 Mulud 1838 CK Tahun 1906 Masehi untuk pepenget para mitra kadhang sami,

K E J A T E N 147

pribadi dengan Eyang Moyo dan disuruh puasa mutih 40 hari, pada waktu pe- nutup sudah tidak perlu lagi laku diri, tapi menunggu kalau sudah pensiun. Pada 1968, beliau pensiun dan kembali ke Blora, dan kemudian mendapat perintah men jalankan laku secara pribadi dan disuruh ngamar selama 40 hari. Mulai dari situlah beliau dapat menggali tentang pengertian ketuhanan kemudian beliau mulai mendirikan Organisasi Kejaten.

Sejak awal berdiri, organisasi ini sudah menamakan dirinya dengan Kejaten, Bapak Suradji Partomihardjo sebagai pendiri juga sesepuh. Tujuan dari Organisasi Kejaten adalah membimbing warganya untuk mengabdi pada Tuhannya, memayu hayuning hidup tanpa pamrih, tanpa takut, tegak dan mantap dengan pasrah dan men jaga, meresapi Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan pan caran hidup bangsa Indonesia.

Organisasi

Lambang Organisasi Kejaten berwujud 3 lingkaran kulit di dalam ada 1 bintang besar dan lingkaran kecil dengan 7 bintang kecil dan huruf Jawa ha, sa, dan ga.

Struktur Organisasi Kejaten menurut data terakhir, terdiri atas:

1. Pinisepuh: Koesen Danu Partono;

2. Ketua: Soehari MH;

3. Sekretaris: Sulistiyono;

4. Bendahara: Soetrisno.

Organisasi Kejaten berpusat di Gang Duku, Jalan Resodiputro ll/l, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Menurut catatan terakhir anggota Organisasi Kejaten berjumlah 300-an orang, yang terdiri atas beragam kalangan yang tersebar di Kabupaten dan Kota Blora. Ke- giatan sosial yang dilaksanakan oleh Organisasi Kejaten adalah memberikan ban- tuan moril/materiil kepada yang membutuhkan, bekerja sama dan gotong royong dengan warga masyarakat, dan pembinaan generasi muda. Sesepuh juga mem- berikan wewarah kepada warganya setiap malam Jumat secara bergilir. Adapun ke giat an spiritual yang dilaksanakan oleh Organisasi Kejaten adalah dengan caos bekti sejenak, doa sesuci, atur bekti, doa sujud, dan doa sembah rasa. Ritual ter- sebut dilaksanakan pada waktu subuh, siang pukul 12.00, senja pukul 18.00, dan tengah malam pukul 24.00. Sikap dalam ritual ini adalah duduk di kursi bersila, tidur terlentang; posisi tegak, jempol kaki dan jengku bersatu, tangan kanan dan kiri bersatu; mata memandang ke ujung hidung. Pakaian ritual bersih dan teratur, Sejarah

Organisasi Kejaten didirikan oleh Suradji Partomihardjo di Jalan Nusantara No. 63, Blora, Jawa Tengah, pada 1 Desember 1970. Nama Kejaten diambil dari peristiwa ketika beliau menerima wangsit seakan-akan ada di atas Gunung Jati dan melihat sebatang pohon jati lurus masuk ke dalam jurang. Kejaten merupakan kawruh (ilmu) menuju kenyataan atau kesempurnaan hidup lahir dan batin di dunia dan akhirat.

Suradji Partomihardjo dilahirkan di Blora, 14 Maret 1914. Beliau menempuh pendidikan sampai dengan SR V tahun di Budi Utomo. Sejak di bangku sekolah, beliau suka menjalankan puasa demi kepentingan pendidikannya. Pada tahun 1931, beliau menjalankan laku puasa dan kemudian mendapat wangsit bahwa beliau nanti akan menjadi kakiyahi. Selanjutnya, pada 1932 Suradji Partomihardjo me- rantau sampai daerah Salam, Magelang. Di sana beliau bertemu seorang pensiunan kopral yang memiliki kelebihan memadai, yaitu Sastro Dihardjo. Kemudian, oleh Sastro Dihardjo dikatakan bahwa Suradji Partomihardjo nantinya akan dapat mem baca isi hati seseorang. Pada tahun 1933, Bapak Suradji Partomihardjo masuk menjadi anggota Polisi. Pada tahun 1941, Bapak Suradji Partomihardjo men- dapat tamu, yang menurut Sastro Dihardjo tamu tersebut adalah bukan orang sem barang, melainkan seorang leluhur. Selanjutnya, tahun 1952, beliau bertemu

Kejaten

O R G A N I S A S I

148

Sejarah

Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Kejiwaan Ibu Pertiwi didirikan oleh Ki Madarum pada 1 Agustus 1980 di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Nama Kejiwaan Ibu Pertiwi terdiri atas dua pengertian, yaitu Kejiwaan yang asalnya dari kata “jiwa” yang berarti roh suci ciptaan Gusti Yang Maha Kuasa, yang langsung dan mempunyai sifat alam bersemayam di da- lam kalbu batiniah yang suci, yang berhubungan dengan rasa. Sedangkan Ibu Pertiwi artinya Tanah Air atau bumi yang kita pijak, yang merupakan zat bahan yang membentuk jasmani dan memiliki roh yang hidup. Segala kebutuhan makhluk hidup semuanya berasal dari alam atau bumi. Inti ajaran Kejiwaan Ibu Per tiwi meliputi kemanusiaan (jiwa dan rasa), ketuhanan, dan kesempurnaan hidup. Ajaran Kejiwaan Ibu Pertiwi pertama diterima dan dikembangkan oleh Ki Madarum di Pasirputih, Karawang. Selama hidupnya, dia tidak pernah mengenyam pen didikan lahir, tetapi banyak menekuni pendidikan batin yang dijalani dengan suatu ritual semedi dan mati geni, dengan cara merendam tubuhnya di tepi laut Pasirputih Karawang. Pada saat itu beliau menerima bisikan gaib dari seseorang wanita: “Wahai Putraku, puing-puing kenangan lena, burung mengalun di angkasa raya, gemercik air di bumi, walaupun kau nan jauh di mana pun saja berada, Aku tetap di sampingmu dan melindungimu.”

Kejiwaan Ibu Pertiwi

juga bersih lahir dan batin. Pengaturan napas dalam ritual yaitu menarik napas dari lubang hidung kiri dan keluar dari lubang kanan tiga kali, dan penarikan ke em pat bersama-sama pelan-pelan ditahan sebentar baru diturunkan, dan seterusnya.

Ajaran

Ajaran Organisasi Kejaten bersumber pada wewarah Suradji Partomihardjo yang di himpun dalam buku stensilan yang sudah diberikan kepada warga dan HPK, yaitu: Purbajati I, Purtajati II, Wawas Diri, dan Meniti Tata Hidup. Organisasi Kejaten mengajarkan kepada warganya untuk meneliti diri dan sadar diri sehingga akan percaya dan sadar pada keberadaan Tuhan dan sadar pada kesosialan. Di sam ping itu, juga dianjurkan untuk memberikan obor pada orang yang berada dalam kegelapan dan memberikan tongkat pada orang yang situasi sekitarnya licin, serta menciptakan suasana yang harmonis, selaras, dan seimbang.

Daftar Pustaka:

• Depdikbud. 1984. Hasil Inventarisasi 3 Aspek Provinsi Jawa Tengah (Buku IV). Jakarta: Proyek Inventarisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ditbinyat, Ditjenbud, Depdikbud.

• Organisasi Kejaten. 1989/1990. “Naskah Organisasi Penghayat Kepercayaan ter hadap Tuhan Yang Maha Esa”. Kejaten: Penyajian Pemaparan Budaya Spiritual. Diselenggarakan pada bulan November 1980. Jakarta: Proyek In- ventarisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Ditbinyat, Ditjenbud, Depdikbud.

LAMBANG ORGANISASI KEJATEN

O R G A N I S A S I K E J I W A A N I B u P E R T I W I

150 151

gilang berasal dari Nur Ilahi sebagai simbol hidup ingkang pinaringan eling sempurna.

Organisasi Kejiwaan Ibu Pertiwi berpusat di Dusun Pasirputih Desa Sukajaya Kecamatan Cilamaya Kulon Kabupaten Karawang Jawa Barat. Dengan Susunan:

• Ketua: Darsono;

• Sekretaris: Suwanda;

• Bendahara: Suwandi.

• Narahubung:

Darsono: 081586769059; Suwanda: 085715024299 Ajaran

Ajaran Kejiwaan Ibu Pertiwi mengajarkan dalam hubungan dengan Tuhan bahwa manusia harus mengetahui kemuliaan dan keagungan Tuhan. Pada dasarnya ke- agungan Tuhan ada pada diri kita, yaitu adanya hidup, kehidupan, dan menghidup hidup. Manusia wajib bersyukur dan berterima kasih terutama kepada kodrat Gusti Yang Maha Suci atas segala karunia dan rezeki yang diberikan-Nya, dan se- lalu mendekatkan diri kepada Tuhan dengan selalu bersikap “sepi ing pamrih, rame ing gawe memayu hayuning bawana”, dengan jalan semedi, mati raga, dan mantrayana.

Sedangkan ajaran yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan antara lain adalah berpartisipasi dalam pembangunan bidang mental spiritual, pem- bangun an karya nyata, seperti kerja bakti, gotong royong, KB, dan PKK. Turut serta melaksanakan stabilitas keamanan sesuai kemampuan yang dimiliki, me- matuhi dan melaksanakan aturan hukum yang berlaku. Mempertahankan dan menempatkan perwujudan ideologi Pancasila dengan menghayati dan meng- amalkannya secara utuh dan konsekuen, baik untuk diri sendiri maupun di ma sya- ra kat luas, serta mengkaji ilmu rasa sehingga dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.

Ajaran budi luhur yang berkaitan dengan diri sendiri, antara lain: (a) Setiap warga Kejiwaan Pertiwi harus yakin dan percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai dasar moral kehidupan manusia. (b) Eling, yaitu suatu kesadaran akan adanya hidup dalam diri manusia. (c) Mengenal diri sebagai manusia yang mem pu- nyai kelengkapan dan kemampuan panca indra. Dalam hubungannya de ngan alam, bahwa setiap warga Kejiwaan Ibu Pertiwi diwajibkan memahami, menghayati, me- me lihara, dan memanfaatkan mukjizat alam.

Selain di Karawang, Ki Madarum memperdalam ilmu kebatinan ke daerah Baduy, tepatnya di Gunung Kraca, kemudian ke Bambu Seribu Sumatera Selatan, dan ke Tanjung Tua, Makasar. Dari Tanjung Tua diteruskan ke Tanjung Siang, yaitu daerah perbatasan antara Subang dan Sumedang atau tepatnya di Gunung Cengek.

Selama mendalami ilmu di tempat tersebut, dia kembali mendengar bisikan dari seorang wanita: “Wahai Putraku, Aku ibumu, Ibu Pertiwi, ya ibunya manusia di se- luruh jagat raya. Aku datang untuk mengingatkanmu sesuai dengan misi sucimu, ingat misi itu jangan kau kengkam dalam dirimu pribadi, abadikanlah amanat suci itu pada semua umat manusia yang percaya dengan misi sucimu itu.” Berdasarkan wangsit tersebut dan atas petunjuk gaib, Ki Madarum menyempurnakan ilmunya ke Gua Kapakistan Ismaya di Malang, Jawa Timur. Laku yang ditempuh di sana adalah tidak makan makanan pokok yang mengandung rasa. Selain itu, juga ber- semedi mati raga selama 35 hari. Hasilnya, dia mendapatkan inti sari ilmu diri yang patut untuk dihayati, yaitu olah napas, olah rasa, olah semedi, dan olah raga.

Organisasi

Adapun tujuan dibentuknya organisasi penghayat kepercayaan tersebut adalah untuk mengabdi ke sesama dalam menyampaikan wangsit atau wasiat Ibu Per- tiwi kepada siapa saja yang bersedia mempelajari dengan ikhlas, menghayati dan me latih di dalam kancah ilmu kemanusiaan, ketuhanan, dan kesempurnaan ma- nusia.

Lambang Organisasi Penghayat Kepercayaan Kejiwaan Ibu Pertiwi berbentuk tiga tongkat dan bintang segi lima. Makna yang terkandung di dalam lambang ter- sebut adalah:

1. Tiga tongkat melambangkan orang mengkaji diri antara jasmani, rohani, dan hidup.

2. Bintang segi lima adalah lambang saudara empat kelima pancer, yang pen jelasannya sebagai berikut: (a) Warna cahaya hitam berarti raksa bumi, yang asalnya dari zat bumi sebagai simbol keteguhan, ketabahan, dan ke- langgengan. (b) Warna cahaya merah berarti raksa bahu, yang asalnya dari zat api sebagai simbol kegagahan, keberanian dalam menegakkan dan membela kebenaran serta keadilan. (c) Warna cahaya kuning berarti raksa jiwa, yang asalnya dari zat angin sebagai simbol kasih sayang, ke- bijaksanaan, pengertian. (d) Warna putih berarti raksa seta, yang asalnya dari zat air sebagai simbol kesucian, tanggung jawab, rela berkorban untuk ke pentingan umum dan cinta kasih kepada sesama. (d) Warna cahaya

K E K E L u A R G A A N 153

untuk berdoa memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berhasil. Sejak saat itu, I Ketut Sudiarsa mulai menekuni ajaran Kebatinan, kemudian pada tahun 1970 beliau pindah tugas dari Jakarta ke Bali. Namun, di Bali ini keluarga I Ketut Sudiarsa juga mengalami musibah, kemudian beliau setiap berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa berhasil. Selanjutnya, pada hari Selasa Kliwon tahun 1976 beliau menjalankan semedi di Fura Uluwatu dan barulah pada hari Kamis Kliwon pukul 24.00. tahun I977 beliau menerima wangsit dari Tuhan Yang Maha Esa.

Namun demikian, beliau membantu orang-orang yang memerlukan per tolong- annya. Barulah dimulai pada tahun 1979. Selanjutnya, karena setiap malam banyak orang yang dituntun dan berlatih di rumah I Ketut Sudiarsa, maka beliau diminta untuk mendaftarkan diri sebagai penghayat oleh pihak Kanwil Depdikbud.

Ajaran

Ajaran Organisasi Kekeluargaan bersumber pada wewarah yang diterima oleh I Ketut Sudiarsa yang mengajarkan kepada warganya untuk sujud menyembah ke- pada Sang Pencipta dengan hati yang tulus dan ikhlas sebagal abdi Tuhan. Di samping itu diajarkan untuk tetap melaksanakan sopan santun dan beretika se- bagai penghormatan kepada sesama manusia.

Organisasi

Organisasi ini sudah menamakan dirinya dengan Kekeluar gaan dan I Ketut Sudiarsa sebagai pendiri dan Ketua pertama. Adapun tujuan dari organisasi ini adalah:

1. Mengembangkan dan mempertinggi kebudayaan Indonesia dalam pem bi- naan kejiwaan dan kerohanian;

2. Memelihara dan mempertinggi budi pekerti, tata susila, serta memupuk dan mempertebal daya ketahanan nasional bangsa Indonesia;

3. Memelihara dan mempererat tali persaudaraan dan rasa kekeluargaan di antara para anggotanya di kalangan masyarakat pada umumnya.

Lambang Organisasi Keke luargaan berupa gambar berbentuk segi lima, yang terdiri atas:

1. Segi lima dengan warna dasar kuning, maknanya anggota organisasi ini hendaknya berjiwa Pancasila dan sebagai pandangan hidup di dalam hidup dan kehidupan;

2. Bunga teratai delapan lembar warna putih dan daun tiga lembar warna hitam. Maknanya, organisasi ini terdiri atas bermacam-macam tingkat ke- Sejarah

Organisasi Kekeluargaan didirikan oleh I Ketut Sudiarsa di Denpasar, Bali, pada 28 Agustus 1980. I Ketut Sudiarsa selain sebagai pendiri organisasi juga pe- nerima pertama ajaran Kekeluargaan. I Ketut Sudiarsa lahir di Denpasar pada 20 Juli 1940, tamat Sekolah Dasar pada 1953. Karena faktor biaya beliau tidak bisa me lanjutkan sekolah, kemudian bekerja sebagai buruh pasir, penjual koran, atau pekerjaan apa saja yang penting dengan jalan Dharma atau Kebenaran. Sekitar tahun 1957 beliau melanjutkan sekolah ke SMP tapi tidak sampai tamat karena terbentur masalah biaya. Kemudian, beliau bekerja sebagai buruh meratakan la- pangan kapal terbang Ngurah Rai. Setelah selesai pekerjaan itu, beliau pindah lagi ke percetakan surat kabar dan sempat juga bekerja di Kantor Pekerjaan Umum Denpasar.

Pada tahun 1960 beliau mendaftarkan diri sebagai TNI Angkatan Darat, dan pada tahun 1962 beliau di kirim TRIKORA untuk merebut Irian Barat. dan kompi- nya berhasil dalam perjuangan, sehingga mendapat bintang penghargaan “Bintang Sakti” pada tahun 1963. Selanjutnya, beliau menikah pada bulan April 1965, dan ber tugas di Irian Barat sampai tahun 1966. Pada pertengahan tahun 1966. beliau pindah ke Jakarta, dan tinggal di Asrama Cilincing Tanjung Priok. Pada tahun itu pula isterinya terkena musibah kemudian kawannya yang memberi petunjuk

Kekeluargaan

Dokumen terkait